• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDEOLOGI DALAM PENAFSIRAN AL-QUR'AN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "IDEOLOGI DALAM PENAFSIRAN AL-QUR'AN"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

Tesis ini saya persembahkan kepada mereka yang tidak pernah berhenti dalam proses mencari kebenaran dan menjadikan Al-Qur'an sebagai barometer kebenarannya. Berkat Sy Inayah, penulis mendapat kesempatan dan kekuatan untuk menulis tesisnya yang berjudul “IDEOLOGI DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Nazwar Syamsu Dalam Kitab Al-Qur’an Tentang Manusia dan Masyarakat)" . Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Sekar Ayu Aryani, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menulis skripsi ini. Ketua Jurusan dan Sekretaris TH Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga yang juga memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Muhtadi dan Ibu Saminah (almarhum) yang tak kenal lelah mendoakan dan memberikan motivasi agar cepat menyelesaikan tugas dan kewajibannya di Kota Pelajar Ngayogyakarto.

Transliterasi kata Arab yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

Kata Sandang Alif + Lam

Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat Ditulis menurut penulisannya

ABSTRAK

Pengertian ideologi dalam hal ini mengacu pada pemahaman Nasr Hamid Abu Zayd yang disebutnya interpretasi ideologis. Dalam pemikirannya ia terkadang menggunakan istilah ideologi dalam arti kata yang sempit, yaitu sebagai kesadaran kelompok untuk melindungi kepentingan mereka dalam menghadapi kelompok lain dalam suatu masyarakat, dan terkadang ia menggunakan istilah ini secara longgar ketika mengkritik interpretasi apa pun yang ia yakini. tidak memiliki dasar dalam teks yang ditafsirkan itu sendiri. Ia juga mengaitkan ideologi dengan manipulasi politik dan pragmatis terhadap makna teks, mengkontraskan ideologi dengan pemahaman ilmiah.

Namun secara umum Abu Zayd menggunakan kata ideologi untuk merujuk pada bias, kepentingan, orientasi, kecenderungan ideologi, tujuan politik, pragmatik, dan keyakinan agama. Dengan menggunakan mekanisme analisis hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd yaitu pembedaan wilayah makna, makna dan ruang tak terucapkan dalam teks, serta analisis wacana kritis, penulis mencoba menganalisis keterkaitan antara penafsiran dan ideologi yang terkandung dalam penafsiran Nazwar Syamsu. .

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang Masalah
  • Rumusan Masalah
  • Telaah Pustaka
  • Metode Penelitian
    • Tahap Pengumpulan Data
    • Tahap Pengolahan dan Analisis Data
  • Sistematika Pembahasan

Mengenai ketiga kecenderungan penafsiran Al-Qur'an tersebut, Abu Zayd membedakannya menjadi dua paradigma. Nur Ichwan, Hacking Beasiswa Kritis Al-Qur'an; Teori Hermeneutik Nashr Abu Zayd (Jakarta: Teraju, 2003), hal. Ilmu-ilmu tafsir diperlukan sebagai alat metodologis dalam penafsiran Al-Qur'an yang berfungsi sebagai pedoman penafsiran.

9 Ditinjau dari segi sejarah, sejak zaman Rasulullah telah terjadi kesepakatan bahwa Sunnah sebagai sumber ajaran Islam berdampingan dengan Al-Qur'an. Buku Al-Qur'an tentang Manusia dan Masyarakat diterbitkan dalam seri "Tauhid dan Logika". Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas adanya keterkaitan terhadap penafsiran Al-Qur'an yang dikemukakan Nazwar Syamsu dalam karyanya.

Bagaimana konstruksi ideologi penafsiran Nazwar Syamsu dalam karyanya Al-Quran tentang manusia dan masyarakat. Federspiel, Kajian Al-Qur'an di Indonesia: dari Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab, terjemahan, Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996), hal. Sementara itu, belum ada penelitian yang bertujuan mempelajari Al-Quran tentang manusia dan masyarakat.

Federspiel diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Kajian Al-Qur'an di Indonesia; dari Mahmud Yunus hingga Kuraish Shihab.18 Howard M. Federspiel adalah seorang profesor dari Barat yang meneliti kajian Al-Qur'an dalam konteks Indonesia. Yaitu bahwa Islam mempunyai dua sumber ajaran yaitu Al-Qur'an dan Hadits/Sunnah Nabi.

Nazwar mengatakan Alquran saja sudah cukup, tidak perlu hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran dalam Islam. Dari penelusuran literatur di atas belum ada yang membahas karya Nazwar Syamsu yang berjudul Al-Qur'an tentang Manusia dan Masyarakat. Data primer penelitian ini adalah karya Nazwar Syamsu, Al-Qur'an tentang Manusia dan Masyarakat.

Bab kedua berisi tentang Nazwar Syams dan tentang kitab Quran tentang manusia dan masyarakat. Pada bab ketiga, penulis akan mengkaji pemikiran tentang ideologi dan hubungan ideologi dengan tafsir Al-Qur'an.

PENUTUP

Kesimpulan

Kalau hadis-hadisnya palsu semua, bagaimana umat islam bisa melakukan ibadah mahdhoh, seperti tata cara shalat, padahal dalam Al-Qur'an tidak ada rincian tentang tata cara amalan shalat, hanya dalam hadis-hadis Nabi saja, sebagaimana hadis-hadis itu maksudnya. . Kedua, dari konteks sejarah, penafsiran Al-Quran yang dilakukan oleh Nazwar sebagaimana disebutkan dalam bukunya “Al-Quran Tentang Manusia dan Masyarakat” sangat kaya akan muatan ideologi atau penafsiran ideologis. Hal ini terlihat dari latar belakang Nazwar sebagai anggota suatu kelompok, bahkan karena ia pernah menjadi ketua kelompok tersebut yaitu Gerakan Jama'ah Islam Qur'ani, yaitu gerakan atau kelompok yang memegang visi tersebut dan dipandu oleh satu-satunya sumber ajaran dan hukum dalam Islam hanya Al-Quran, yang di mata umat Islam lainnya (Sunni) disebut Ingkar as-Sunnah.

Ruang sosial ini secara tidak langsung menjadi episteme bagi Nazwari dalam mengarahkan cara pandang tafsirnya terhadap ayat-ayat Al-Qur'an. Melalui analisis kritis terhadap wacana, cara bercerita atau menarasikan serta sikap-sikap yang dibentuk dan ditampilkan dalam penafsiran teks atau ayat Al-Qur’an menjadikan satu sisi sah (Nazwar dan kelompoknya inkar as-Sunnah) dan menjadikan pihak lain haram (Sunni dan Muslim lainnya). Keempat, dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an, Nazwar terlebih dahulu mempunyai pendapat, kemudian mencari pembenaran dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang menurutnya sesuai dengan pendapatnya, tanpa memperhatikan konteks ayat tersebut.

Kelima, dilihat dari ruang sosial, kitab tafsir tematik yang ditulis oleh Nazwari sangat kental dengan episteme inkar as-sunnah, dimana Nazwari merupakan salah satu kelompok yang bernama Gerakan Jamati Islam Qur’an, sebuah gerakan yang mengajarkan bahwa al-Qur’an Al-Qur'an merupakan satu-satunya sumber hukum dalam Islam, yang oleh umat Islam lainnya disebut inkar as-sunnah.

Saran-saran

DAFTAR PUSTAKA

Identitas Pribadi

Jenjang Pendidikan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Terdapat perbezaan yang jelas dalam penafsiran ayat 8 dalam kedua-dua buah tafsir. Pertama dari sudut tema yang mana Hamka menerangkan ayat ini sebagai pengetahuan Allah

Dalam beberapa literatur lain, seperti dalam Tafsir Ilmi dengan tema “Hewan dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains” disebutkan bahwa al-bigal adalah hewan yang lahir dari

Selama penafsiran dengan menggunakan pendekatan saintifik tetap menjadikan al-Qur’an sebagai landasan utama, dan memperhatikan batasan-batasan dalam penafsiran

Adapun yang dimaksud dengan model hermeneutika adalah salah satu bentuk metode penafsiran yang dalam pengoprasiannya dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan makna

Berdasarkan pembacaan semiotika terhadap penafsiran tiga terma yang terdapat dalam surat al-Qalam ayat satu, penulis menemukan bahwa dengan pembacaan menggunakan teori aksis

Buku lainnya yang membincang tema filsafat Mulla> S}adra> adalah Menuju Kesempurnaan: Persepsi Dalam Pemikiran Mulla> S>}adra. Buku ini merupakan

Penafsiran di atas berangkat dari pemahaman „Amr mengenai hadas besar yang menimpanya sehingga mengharuskannya untuk mandi junub agar dapat menjadi imam shalat shubuh.

Setelah mengurai prinsip-prinsip penafsiran klasik, Arkoun mengemukakan gagasannya dalam kegiatan penafsiran al-Qur`an yang tertuang dalam lima prinsip, yaitu :