• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA PEKANBARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "IMPLEMENTASI KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA PEKANBARU"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

* Corresponding Author: [email protected] Article History :

Received : (11122023) Revised : (18122023) Accepted : (13032024)

IMPLEMENTASI KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA PEKANBARU

Muhammad April 1, Muammar Alkadafi 2, Ilyas 3

1 Program Studi Administrasi Perpajakan, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Indonesia

2 Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Indonesia

3 Program Studi Tafsir Hadist, Fakultas Ushuludin, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Indonesia

Abstract : The waste problem in Pekanbaru City is a social and environmental problem that is currently urgently needed to be resolved. Pekanbaru City Government policy gives authority to third parties, with a public-private partnership (PPP) model in implementing waste management. This research aims to explore the factors causing the ineffectiveness (effectiveness) of waste management in Pekanbaru City using the Public- Private Partnership (PPP) model. The research approach uses qualitative data analysis, data obtained through observation, interviews, relevant documents. Interviews were conducted with key informants, which were then matched or compared with the results of field observations, documents, to produce data credibility. The research results concluded that the public-private partnership (PPP) model was not effective in solving the waste service problem. Unclear contract management between local government (DLHK) and the private sector, lack of space for broad public participation to get involved, public awareness of sorting organic and inorganic waste, discipline in disposing of waste at legal TPSs at predetermined hours is lacking or not even implemented nicely. This is a factor causing ineffective policy implementation. Research suggestions, the policy implementation model uses a complete "collaborative governance" model, namely the penta helix or multiple helix interconnected governance (ICG) model by building a "policy network" among many stakeholders (government, private sector, community, universities and community groups that relevant) as a driving agent for policy implementation to maximize community participation in waste management.

Keywords : implementation; policy; collaboration, participation.

Abstrak : Permasalahan sampah di Kota Pekanbaru merupakan masalah sosial lingkungan yang saat ini mendesak untuk diselesaikan. Kebijakan Pemerintah Kota Pekanbaru memberikan kewenangan kepada pihak ketiga, dengan model kemitraan pemerintah-swasta (PPP) dalam implementasi pengelolaan sampah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi faktor penyebab tidak berhasil gunanya (efektifitas) pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru dengan model kemitran Pemerintah-Swasta (PPP). Pendekatan penelitian menggunakan analisas data kualitatif, data diperoleh melalui obeservasi, wawancara, dokumen yang relevan.

Wawancara dilakukan dengan informan kunci, yang selanjutnya dicocokkan atau dibandingkan dengan hasil observasi lapangan, dokumen, untuk menghasilkan kredibilitas data. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, model kemitraan pemerintah-swasta (PPP) tidak efektif menyelesaikan masalah pelayanan persampahan.

Manajemen kontrak yang tidak jelas, antara pemerintah daerah (DLHK) dengan pihak swasta, kurangnya ruang partisipasi publik secara luas untuk terlibat, kesadaran masyarakat untuk memilah sampah organik dan anorganik, keidisiplinan membuang sampah pada TPS legal pada jam yang telah ditentukan kurang atau bahkan tidak dilaksanakan secara baik. Hal ini menjadi faktor penyebab tidak efektifnya implementasi kebijakan. Saran penelitian, model implementasi kebijakan menggunakan model “collaboratif governance”

yang utuh yaitu model penta helix atau multiple helix interconnected governance (ICG) dengan membangun

“jaringan kebijakan” pada banyak stakholders (pemerintah, swasta, masyarakat, perguruan tinggi dan

JURNAL TRIAS POLITIKA

2024, Vol 8. No.1 : 19 – 32 e-ISSN: 2597-7423 / p-ISSN: 2597-7431

Journal Homepage : https://www.journal.unrika.ac.id/index.php/jurnaltriaspolitika

(2)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 20

kelompok-kelompok masyarakat yang relevan) sebagai agen penggerak implementasi kebijakan untuk memaksimalkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Kata Kunci : implementasi; kebijakan; kolaborasi, partisipasi.

Copyright © The Author(s) 2024.

Lisensi Creative Commons Attribution 4.0 Internasional (CC BY)

PENDAHULUAN

Permasalahan sampah di Indonesia belum mendapat penanganan yang baik, khususnya di wilayah perkotaan. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 175.000 ton sampah per hari, atau setara dengan 64 juta ton setiap tahunnya. Sampah diklasifikasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjadi beberapa kategori, seperti sisa makanan, kayu/ranting, kertas/kardus, plastik, logam, kain, karet/kulit, kaca, dan bahan lainnya. Sampah plastik menyumbang 15,26% sampah yang dihasilkan di Indonesia, menjadikannya jenis sampah yang paling banyak jumlahnya (SIPSN KLHK 2021). Untuk mengatasi permasalahan sampah, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah peraturan yang menjadi kebijakan publik. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah antara lain adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012, Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2020, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 14 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2022.

Berdasarkan kebijakan pemerintah pusat yang telah dikeluarkan dalam bentuk UU, PP, Perpres, Permen LHK sudah cukup menjadi dasar hukum untuk pemerintah daerah bertindak untuk mengelola sampah secara efektif diwilayahnya masing-masing. Dasar hukum tersebut diperkuat dengan Pasal 12 ayat 2 huruf e UU No. 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebut salah satu urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar ialah kewajiban pemerintah daerah melakukan pengaturan dan pengurusan mengenai lingkungan hidup. Kebijakan publik Pemerintah Kota Pekanbaru untuk mengataasi masalah sampah dalam bentuk peraturan daerah ialah dikeluarkannya peraturan daerah nomor 10 tahun 2012 tentang retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, dan selanjutnya diubah dengan peraturan daerah nomor 08 tahun 2014 tentang pengelolaan sampah dengan tujuan

Menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih, melestarikan fungsi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat, meningkatkan peran aktif masyarakat dan pelaku usaha dalam pengelolaan sampah di daerah dan menjadikan sampah sebagai sumber daya yang memiliki nilai tambah”.

Kota Pekanbaru pernah mendapat prestasi secara nasional dalam implementasi pengelolaan sampah. Tahun 2005 sampai dengan 2013, Kota Pekanbaru dinobatkan sebagai salah satu kota besar terbersih di Indonesia. Namun sejak tahun 2014 Pemerintah Kota Pekanbaru tidak pernah lagi mendapatkan penghargaan sebagai kota bersih dari pemerintah.

Saat ini Kota Pekanbaru mengalami persolan tumpukan sampah ditengah-tengah kota.

Berdasarkan dokumen informasi kinerja pengelolaan lingkungan hidup daerah (DIKPLHD), penumpukan sampah Kota Pekanbaru diproyeksikan sebesar 1.052 ton per hari pada tahun 2019, 1.200 ton per hari pada tahun 2020, 1.250 ton per hari pada tahun 2021, 1.300 ton per hari pada tahun 2022, dan 1.350 ton per hari pada tahun 2022. ton per hari pada tahun 2023. Statistik ini menunjukkan penumpukan sampah di Kota Pekanbaru semakin meningkat.

Zona I dan II Kota Pekanbaru merupakan rumah bagi timbunan sampah dalam jumlah besar yang dikelola oleh Pemprov DKI bekerja sama dengan pihak swasta. Grafik berikut menunjukkan banyaknya sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kota Pekanbaru.

(3)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 21

0 500 1000 1500

Zona I dan II Zona III

2019 2020 2021 2022 2023

Gambar 1. Jumlah Proyeksi Timbunan Sampah di Kota Pekanbaru Per Zona 2019-2023

Sumber : Data Olahan dari Perkiraan Timbunan Sampah Kota Pekanbaru 2019-2023

Berdasarkan data dari DLKH Kota Pekanbaru, Pemerintah Kota Pekanbaru telah melakukan proses pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru melalui kerjasama dengan pihak ketiga (badan swasta) untuk ditiga wilayah atau zona di Kota Pekanbaru. Operasionalisasi pengangkutan sampah di Kota Pekanbaru dibagi kedalam 3 (tiga) zona dalam proses pengangkutannya.

Tabel 1. Pembagian Zona Kecamatan di Kota Pekanbaru

Suimbeir : Dinas Lingkuingan Hidupi dan Kebersihan Kota Pekanbaru 2023

Pengangkutan sampah dipisahkan menjadi tiga Zona Kecamatan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru. Zona I dan Zona II diawasi oleh pihak swasta, khususnya PT Ella Pratama Perkasa (EPP), yang juga bertugas mengelola sampah untuk wilayah Kecamatan Tuah Madani, Binawidya, Payung Sekaki, dan Marpoyan Damai. Zona III dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru. Pengelola sampah zona II, PT. Samhana Indah, membawahi Kabupaten Bukit Raya, Sukajadi, Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sail, Tenayan Raya, dan Kulim.

Kota Pekanbaru akan menggunakan pendekatan kemitraan publik-swasta untuk menerapkan peraturan pengelolaan sampah pada tahun 2015 hingga 2023. Berdasarkan temuan penelitian sebelumnya (Oktapani & Ardiansah, 2021), Kota Pekanbaru telah menggunakan strategi privatisasi dalam pengelolaan sampah sejak tahun 2015. Namun dampaknya adalah sektor swasta gagal mengelola sampah secara efektif. Hal ini diperkuat dengan pernyataan politik yang disampaikan oleh salah satu anggota DPRD Kota Pekanbaru (Syafruddin Mirohi, 2017) yang menyatakan bahwa keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan sampah di kota tersebut tampaknya gagal dan mengakibatkan kerugian, atau justru menunjukkan kinerja yang buruk. lebih buruk dari sebelumnya.

Kajian penelitian lain (Jery, N.P & Ali Y. 2018), (Ernawaty, et al., 2019) mengatakan pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru sudah bermasalah dalam waktu 10 tahun terakhir. Hasil kajian menyebut faktor penyebabnya ialah karena kurangnya pengetahuan, kesadaran dan partisipasi, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya dukungan anggaran, kuranganya

NO Zona

Zona I Zona II Zona III

1. Keic Tuiah Madani Keic Teiyan Raya Keci . Ruimbai 2. Keic Binawidya Keic Buikit Raya Keic. Ruimbai Barat 3. Keic Payuing Seikaki Keic Sail, Kulim Keic. Ruimbai Timuir 4. Keic Marpoyan Damai Keic Peikanbarui Kota,

Senapelan, Sukajadi, Lima Puluh

(4)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 22

bimbingan teknis terkait manajemen Bank Sampah, faktor sumber daya manusia dll. Penelitian lain, mengenai kinerja pengelolaan sampah Kota Pekanbaru (Oktapani & Ardiansah, 2021), menyatakan alasan utama mengapa kinerja pengelolaan sampah kota tersebut saat ini berada di bawah standar ialah karena belum efektifnya undang-undang, kurangnya infrastruktur sampah, rendahnya keterlibatan, pengetahuan masyarakat, penegakan hukum dan kurangnya sosialisasi mengenai standar pengelolaan sampah yang ada. Hasil penelitian ini merekomendasikan kepada Pemerintah Kota Pekanbaru untuk mengevaluasi kerjasamanya dengan pihak ketiga.

Teori yang digunakan peneliti untuk menganalisis efektivitas implementasi kebijakan pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru ialah menggunakan pendekatan teori “collaborative governance” jenis public private partnership (P3 approach). Teori ini, banyak digunakan untuk menganalisis masalah implementasi kebijakan khususnya pada aspek (pendanaan, keterbatasan SDM, pengetahuan, keahlian, pengalaman) dalam mengeksekusi program untuk mengatasi masalah publik (Kenton, 2019) dalam (Oktapani & Ardiansah, 2021). Konsep

collaborative governance” merupakan wujud dari konsep dari pemerintahan baru untuk menggantikan model pemerintahan lama, yang semuanya serba dikerjakan sendiri oleh pemerintah (government) untuk menyelesaikan permasalahan publik. Model pemerintaha baru dikelola dengan cara-cara manajerial baru dalam pembuatan dan implementasi kebijakan.

Konsep dan praktik pemerintahan baru (collaborative governance) ialah bertujuan untuk mempersatukan para pemangku kepentingan ( organisasi publik, swasta, masyarakat) secara kolektif. “collaborative governance” bermaksud “membangun forum agar semua pihak dimungkinkan untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang lebih berorientasi pada suatu konsensus”. (Oktapani & Ardiansah, 2021). (Oktapani & Ardiansah, 2021) mengatakan tata kelola kolaboratif (collaborative governance) telah menjadi kata kunci di dunia administrasi dan manajemen publik abad kedua puluh satu. Menurut ( Fung & Wright, 2001), kemunculan konsep tata kelola pemerintahan baru (collaborative governance) dilatar belakangi karena kegagalalan pemerintah dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan dan program negara di level komunitas yang terbawah. Jadi, untuk mengurangi atau menanggulangi berbagai kegagalan tersebut, kolaborasi pemerintahan baru mencoba memikirkan, menciptakan, dan mengimplementasikan kebijakan dengan cara melibatkan banyak pemangku kepentingan, (Oktapani & Ardiansah, 2021).

Pentingnya kolaborasi pemerintah dalam mengatasi permasalahan publik, (Oktapani &

Ardiansah, 2021), (Chairul & Hanafi 2021) mengatakan kolaborasi pemerintahan dilakukan bertujuan untuk “memperkuat dan meningkatkan kemampuan lembaga pemerintah dalam mencapai cita-citanya secara efisien, efektif, cepat, tepat, dan akurat dengan cara melibatkan pihak-pihak lain yang krdibel dan berkompeten secara aktif, partisipatif dan terintegratif”.

(Kenton, 2019, Bardach 1998, Leydesdorff & Etzkowitz, 1998 dalam (Chairul & Hanafi 2021) menyebut jenis-jenis kolaborasi pemerintahan yaitu; “public private partnership (PPP), Helix, Collaborative Governance (CG). Jenis kolaborasi “public private partnership” (PPP aproach) keanggoataannya terdiri dari pemerintah dan pihak swasta, karakteristik hubungannya, hubungan eksternal (external relationship). Konsep kolaborasi model “public private partnership” bisa ditingkatkan dengan konsep “Helix” yang keanggotaannya terdiri dari (pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi), jenis hubungannya tergolong hubungan eksternal (external relationship). Kemudian menjadi konsep “collaborative governance” yang utuh, keanggotaannya terdiri dari (pemerintah, swasta, masyarakat dan pihak lain yang relevan).

hubungannya (eksternal and internal relationship).

Kemitraan pemerintah-swasta (public private partnership) (PPP), Dalam tinjauan literatur administrasi publik sebagaimana hasil kajian (Huanming Wang, et al., 2018), yang dimuat pada artikel yang berjudul “Public–private partnership in Public Administration discipline: a literature review”. Kajian ini mengutip 186 artikel internasional

(5)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 23

yang berjudul public private partnership (PPP) dari tahun 1983- 2016, dengan fokus pada sebagai negara-negara maju yang melaksanakan konsep public private partnership (PPP) seperti (UK, USA, Netherlands, Canada, Australia, Irland, Spain, Portugal, Mainland China, Hongkong, Bergium, India, Romania, Taiwan. Temuan penelitiannya, negara yang pertamakali mengadopsi konsep public private partnership (PPP) ialah Inggris. Sedangkan negara berkembang yang diplih seperti China dan India, juga telah mengadopsi konsep public private partnership (PPP). Pemerintah China sejak 2014 telah mempromosikan penggunaan PPP untuk penyediaan infrastruktur yang diperlukan. Kesimpulan penelitian (Huanming Wang, et al., 2018), mengatakan “public private partnership” sebagai konsep yang populer di dunia, karena bisa menjadi alat efektivias pembangunan. Sebagai pendekatan dalam pengadaan barang dan jasa publik yang inovatif, “public private partnership” banyak diminati oleh para akademisi. (Huanming Wang, et al., 2018) mengatakan teori utama yang digunakan untuk mempelajari PPP pada disiplin administrasi publik secara umum ada tiga jenis latar belakang pengetahuan untuk mengembangkan model teoritis untuk membahas PPP. Pertama, PPP dianalisis dengan latar belakang ekonomi. Kedua, PPP dianalisis dalam manajemen publik dan latar belakang kebijakan. Ketiga, PPP dianalisis dengan latar belakang manajemen organisasi. Lebih lanjut, (Huanming Wang, et al., 2018) mengatakan faktor-faktor kesuksesan public private partnership (PPP), setelah mengevaluasi kinerja PPP, faktor yang menyebabkan konsep PPP sukses ialah manajemen kontrak, manajemen proses, strategi manajemen, bentuk organisasi, dan dukungan politik.

Konsep kemitraan pemerintah-swasta (public private partnership) (PPP) dari hasil kajian literatur terdahulu menunjukkan konsep yang efektiv untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan publik. Namun pada faktanya praketk implementasi kebijakan pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru menggunakan pendekatan PPP tidak efektif dalam implementasinya, dan membuat semakin banyaknya timbunan sampah diberbagai tempat di Kota Pekanbaru. Dengan demikian kajian penelitian ini berfokus untuk mengungkap mengapa implementasi kebijakan pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru dengan pendekatan kemitraan pemerintah-swasta (public private partnership) tidak efektif mengatasi permasalah timbunan sampah di Kota Pekanbaru. Pelimpahan kewenangan pengelolaan sampah kepada pihak swasta sebagai model penerapan konsep “public private partnership” (P3 approach) menjadi hasrat peneliti untuk mendalami sejaumana efektivitas implementasinya. Karena para peneliti sebelumnya belum ada secara spesifik mengkaji dan mempublikasikan faktor penyebab tidak efektifnya implementasi kebijakan.

METODELOGI

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dilihat dari tujuannya termasuk jenis deskriptif. Penelitian kualitataif dipilih agar peneliti dapat mengkonstruksi, mengkonseptualisasi, mengkategorisasi dan mendeskripsikan fenomena pengelolaan sampah yang terjadi dilapangan. Secara teknis penelitian kualitataif diperoleh dengan teknik pengumpulan data melalui obeservasi lapangan, wawancara mendalam dan menelaah dokumen-dokumen yang relevan dengan topik penelitian. (Bogdan, 1998), (Moleong, 2007).

Penelitian ini memfokuskan pada analisis faktor penyebab tidak efektifnya implementasi kebijakan pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru dengan model implementasi kemitraan pemerintah-swasta (public private partnership). Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dengan informan kunci yaitu; kepala bidang pengelolaan sampah dan kebersihan DLHK Kota Pekanbaru, Satpol PP Kota Pekanbaru, Lurah, RT dan RW. Observasi lapangan dilakukan pada titik-titik timbunan sampah di Kota Pekanbaru. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen peraturan perundangan-undangan, laporan kegiatan pengelolaan sampah yang terpublikasi, artikel yang berkaitan dengan pengelolaan sampah, dan terpublikasi pada jurnal nasional dan internasional.

(6)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 24

Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif model interaktif dari (Miles, M.B, Huberman, A.M & Saldana, J. 2014). Analisis data model interaktif menggunakan komponen-komponen yang dimulai dari; reduksi data (data reduction) , penyajian data (data display) dan kesimpulan yaitu penarikan atau verifikasi (conclusion drawing/ verification). Untuk menghasilkan kredibilitas data, maka penelitian ini melakukan pengujian data melali uji validitas dan reliabilitas melalui teknik triangulasi sumber data, dengan membandingkan data dari hasil wawancara, observasi, dan dokumen yang diperoleh.

(Oktapani & Ardiansah, 2021).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Implementasi Kemitraan Pemerintah-Swasta Dalam Pengelolaan Sampah

Pemerintah Kota Pekanbaru telah mengadopsi kebijakan dengan model kemitraan publik-swasta dalam pengelolaan sampah, guna melaksanakan agenda penting reformasi dan transformasi sektor publik. Partisipasi pihak swasta dalam pengelolaan sampah diharapkan dapat meningkatkan kinerja DLHK dalam kapasitasnya sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mempunyai tanggung jawab utama dalam efisiensi pelayanan sampah. Hal ini sejalan dengan prinsip tata kelola yang baik dalam mengelola operasional pemerintahan.

(Oktapani & Ardiansah, 2021). Namun temuan penelitian menunjukkan bahwa Kemitraan dengan pihak swasta yang dilakukan pemerintah Kota Pekanbaru untuk mengimplementasikan pengelolaan sampah ternyata mengalami distorsi implementasi pengelolaan, (Oktapani &

Ardiansah, 2021). Distorsi terjadi karena beberapa faktor konten dan konteks kebijakan yang tidak dilaksanakan secara tepat. Pihak swasta yang memenangkan tender “proyek” pengelolaan sampah di Pekanbaru melanggar kesepakatan kerjasama. Penumpukan sampah terjadi, karena pihak swasta tidak menyediakan armada yang cukup sebagaimana kesepakatan awal dengan pihak DLHK, adanya keterlambatan pembayaran biaya petugas (THL), sehingga terjadi mogok kerja para pekerja THL. Selain itu Pemerintah Kota Pekanbaru juga kurang mensosialisasikan secara baik kepada masyarakat tentang waktu pembuangan sampah dengan konsisten, dan menerapkan sanksi hukum kepada masyarakat yang tidak membuang sampah pada tempatnya.

Temuan lapangan menunjukkan tumpukan sampah terjadi dipusat-pusat kota Pekanbaru.

Hasil penelitian menemukan bahwa faktor penyebab terjadinya timbunan sampah diberbagai tempat di Kota Pekanbaru sejak 2015-2023 ialah, karena adanya perubahan implementasi kebijakan pengelolaan. Kebijakan pemerintah kota pekanbaru sejak tahun 2015 melimpahkan kewenangan pengelolaan sampah dari struktural birokrasi tingkat bawah (camat lurah, RW, RT) kepada pihak swasta yang ditunjuk secara penuh pada wilayah atau zona yang telah ditetapkan. Padahal pengelolaan sampah yang dilaksanakan pada level birokrasi pemerintah dibawah (kecamatan dan kelurahan), bekerjasama dengan institusi/kelembagaan sosial masyarakat (LPM, RT, RW), periode 2005-2014 implementasi dan dampaknya efektif mengatasi timbunan sampah. Temuan ini diperkuat dari hasil kajian (Oktapani & Ardiansah, 2021) menemukan bahwa berbagai hambatan pelaksanaan kemitraan pemerintah swasta dalam pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru, salah satunya ialah terkait kewenangan. Pemindahan kewenangan pengangkutan sampah yang awalnya dimiliki oleh Camat diubah kepada sistem pihak ketiga.

Tidak efektifnya implementasi pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru dengan strategi

“kemitraan dengan sektor swasta” diperkuat dari hasil penelitian (Oktapani & Ardiansah, 2021), mengatakan bahwa keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru belum maksimal karena instansi terkait lambat dalam pendelegasian kewenangan administrasi pengelolaan sampah dalam proses lelang. Tidak hanya itu, ada juga kendala anggaran yang menyebabkan sarana dan prasarana yang dimiliki Pemkot Pekanbaru belum memadai. Apalagi, kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan menyebabkan munculnya tempat pembuangan sampah (TPS) ilegal.

(7)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 25

Gambar 2. Timbunan Sampah di Kota Pekanbaru, 2023

Sumber: Hasil Observasi Lapangan Peneliti, 2023

Merujuk teori (Huanming Wang, et al., 2018), mengenai pendekatan public private partenership (PPP) dalam implementasikan kebijakan harus memuat manajemen kontrak yang jelas. Faktanya pengelolaan sampah dengan pola kemitraan dengan pihak swasta di Kota Pekanbaru bermasalah dari sisi manajemen kontrak, hal tersebut terungkap dari pernyataan Penjabat (Pj). Walikota Pekanbaru (Muflihun), dengan mengatakan bahwa kontrak kerjasama angkutan sampah antara Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) dengan dua perusahaan swasta asal-asalan. Penjabat (Pj). Walikota Pekanbaru (Muflihun) telah mengingatkan agar pihak DLHK tidak sembarangan membuat kontrak kerjasama dengan pihak ketiga sehingga pengelolaan sampah ke depannya bisa dilakukan secara optimal. Tidak adanya perhitungan jumlah potensi sampah dari rumah tangga, sehingga dalam dokumen kontrak tidak jelas dalam isi kontrak kerjasama, berapa armada angkut yang harus disediakan oleh pihak swasta, agar efektif dalam melakukan penganggkutan sampah. Menurut Penjabat (Pj).

Walikota Pekanbaru (Muflihun) permasalahan lambatnya pengangkutan sampah karena disebabkan, kurangnya armada angkut yang dimiliki pihak ketiga dengan volume produksi sampah yang ada setiap harinya. Jadi Penjabat (Pj). Walikota Pekanbaru (Muflihun) secara tegas mengatakan tahun 2023 harus disempurnakan kontrak kerjasama antara pihak pemerintaha kota pekanbaru (DLHK) dan pihak swasta. (Abdul M. https://betuah.com/Rabu, 09 November 2022 - 15:58:42 WIB).

Tidak jelasnya manajemen kontrak dalam pengelolaan sampah antara pemerintah kota pekanbaru (DLHK) dengan pihak swasta juga ditegaskan oleh Sigit Yuwono anggota Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru yang mengatakan bahwa “kontrak kerjasama Pemerintah Kota Pekanbaru dengan kontraktor pengangkut sampah mengambang. Mengapa dikatakan mengambang karena pihak perusahaan hanya mengangkut sampah dari sumber sampah (Tempat Pembuangan Sampah Sementara), bukan dari rumah ke rumah. Lebih lanjut, Sigit Yuwono mengatakan bahwa didalam kontrak perjanjian kerjasama tersebut, kedua perusahaan tersebut hanya bertanggungjawab mengangkut sampah dari sumber sampah bukan mengangkut sampah dari tempat penampungan sementara (TPS). Seharusnya Pemerintah Kota Pekanbaru dalam membuat kontrak harus menegaskan kepada perusahaan untuk mengangkut sampah dari rumah ke rumah, sehingga tidak terjadi penumpukan sampah dan tidak muncul tempat pembuangan sampah (TPS) illegal. (https://www.goriau.com/Sabtu, 17 April 2021 14:52

(8)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 26

WIB). Faktor ketidakjelasan manajemen kontrak dalam model kemitraan pemerintah-swasta dalam pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru juga diperkuat dari temuan penelitian (Isril, et al., 2019), mengatakan bahwa Pemerintah Kota Pekanbaru dan sektor swasta yang terlibat mengelola sampah, memandang masalah sampah hanya sebatas masalah pembuangan. Padahal lebih dari itu, keterlibatan swasta seharusnya memunculkan tata kelola yang mengarah pada tujuan yang ditetapkan. Pihak swasta seharusnya tidak hanya menjalankan tugas sebagai pembuang dan pengangkut sampah, tetapi swasta yang mampu mengelola sampah. Kemitraan antara pemerintah dan swasta harus memuat kejelasan kontrak kerja, pembagian tugas dan tanggung jawab yang disepakati oleh kedua belah pihak dan kedua belah pihak harus komitmen dan konsisten melaksanakannya.

Gambar 3. Manajemen Proses Pola Kemitraan Pemerintah Swasta dalam Pengelolaan Sampah di Kota Pekanbaru

Sumber : Data Olahan Peneliti, 2023

Tidak terlaksananya manajemen proses pengangkutan sampah dari pihak swasta langsung pada sumber sampah (rumah tangga) mengakibatkan timbulnya berbagai TPS illegal diberbagai tempat di Kota Pekanbaru. Padahal pengelolaan sampah sebagaimana diatur dalam ketentuan UU No. 18/2018 tentang pengelolaan sampah dan Perda Kota Pekanbaru No.

08/2014 tentang pengelolaan sampah, secara jelas mengatur manajemen proses dan strategi manajemen pengelolaan sampah dimulai dari pembatasan atau pengurangan timbulan sampah sampai dengan pemroses akhir sampah.

Perubahan Model Kolaborasi Dalam Implementasi Pengelolaan Sampah

Untuk mencapai tujuan pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru yang efektif, maka diperlukan perubahan model implementasi dengan konsep kolaborasi model “public private partnership” ditingkatkan dengan konsep “collaborative governance” yang utuh. Dimana kerjasama dalam pengelolaan sampah keanggotannya terdiri dari (Pemerintah, Swasta, Masyarakat dan pihak lain yang relevan). Karakteristik kerjasama ini hubungannya bersifat eksternal dan internal. Mengapa peneliti menawarkan model kolaborasi dalam pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru tidak hanya menggunakan model “public private partnership”.

Karena temuan penelitian lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan, pengangkutan, dan pengolahan sampah tidak terlaksana dengan baik, khususnya pada bagian pemilahan sampah. Hal ini bermakna bahwa partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan sampah sangat rendah. Padahal teori implementasi kebijakan menyatakan bahwa implementasi kebijakan yang efektif, membutuhkan partisipasi publik yang demokratis, (Andy F.W. et & Sujarwoto, 2020).

(9)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 27

Sebagai penghasil sampah, masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk mengurangi timbulan sampah rumah tangga dengan menerapkan tiga R: pengurangan, penggunaan kembali, daur ulang. Undang-undang tersebut dapat diberlakukan dengan menggunakan teknik hukum sosiologis dengan syarat individu mengubah praktiknya mengenai pemisahan sampah organik dan anorganik. Proses pengelolaan sampah tidak dapat berfungsi seefisien seharusnya jika masyarakat terus memilah sampah rumah dengan cara yang sama (Oktapani & Ardiansah, 2021). Menurut , (Rama & Purnama, 2019), (Nugraha et al., 2018), (Minelgaitė & Liobikienė, 2019), partisipasi masyarakat sebagai penghasil sampah merupakan upaya mitigasi yang efektif untuk membatasi laju kenaikan keluaran sampah akibat peningkatan jumlah penduduk.

Temuan (Andhika, 2018), (Alfian, et al., 2019), (Febriani, et al., 2021), (Mulasari, et al., 2016), (Suryani, et al., 2020), (Zorpas, 2020), (Khaidir, 2019), (Alhidayati & Candra, 2020) menguatkan rendahnya partisipasi masyarakat Kota Pekanbaru dalam pengelolaan sampah.

Program Bank Sampah untuk melaksanakan konsep 3R (reduce, reuse, recycle), tidak terlaksana secara efektif. (Saputra, et al., 2022), (Jery N.P & Ali Y. 2018), (Ernawaty, 2019) mengatakan pendirian “Bank Sampah” belum efektif dalam mengatasi permasalahan sampah di Kota Pekanbaru. Faktor penyebabnya ialah karena partisipasi masyarakat yang rendah, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap sampah. Selain itu sosialisasi yang kurang terkait program “Bank Sampah”, dukungan anggaran yang kurang, penguatan kapasitas terhadap pengelola Bank Sampah terkait manajemen “Bank Sampah” kurang, sarana dan prasarana yang menunjang. Hal tersebut berdampak pada banyaknya penumpukan sampah di tempat pemrosesan akhir (TPA). (Balai Pelatihan LHK, 2023) mengatakan faktor-faktor penghambat implementasi program 3R melalui “Bank Sampah” ialah aspek kelembagaan yang kurang kuat secara motivasi, pembiayaan dan keuntungan yang masih rendah karena jumlah nasabah yang masih sedikit dan harga jual sangat fluktuatif, pengaturan kerja yang kurang teratur, kurangnya peran serta masyarakat, dan operasional yang tidak berjalan lancar.

Kesukesan program Bank Sampah sangat tergantung dari partisipasi masyarakat, hasil pengujian ( Martha & Nisa, 2021) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara partisipasi masyarakat terhadap aktivitas bank sampah agar bisa berjalan dengan baik.

(Ernawaty, et al., 2019) mengatakan kurangnya kesadaran masyarakat untuk ikut terlibat dalam melakukan pengelolaan sampah menjadi faktor utama yang menghambat semua program pengelolaan sampah yang direncanakan akan sia-sia.

Masyarakat yang menangani sampah dengan cara dibakar atau dibuang sembarangan menunjukkan prilaku tingkat partisipasi masyarakat yang rendah. Faktor penyebab rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah di Kota Pekanbaru ialah minimnya sarana dan prasarana persampahan seperti TPS, belum memadainya cakupan dan kualitas layanan persampahan, belum efektifnya penerapan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) terkait pengelolaan sampah, minimnya pengetahuan tentang metode pengurangan sampah berkelanjutan, seperti sebagai 3R, sikap warga yang tidak peduli, dan lokasi “Bank Sampah”

yang jauh dari pemukiman warga. (Djogeh Harmana et al., 2021), (Pandu Nugraha et al., 2020), (Rama & Purnama, 2019), (Febrianti, et al, 2022).

Faktor lain sebagai penyebab utama rendahnya partisipasi masyarakat menurut (Suryani, et al, 2021), ialah masalah kesempatan dan akses masyarakat untuk ikut “berpartisipasi”.

Kesimpulan ini didasarkan dari hasil penelitian penyelidikan terhadap persepsi masyarakat pada 2 (dua) “Bank Sampah” induk milik pemerintah Kota Pekanbaru. Dengan sampel sebanyak 335 responden, kesimpulan penelitian menyatakan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga melalui bank sampah di Kota Pekanbaru sebesar 1,52% dikategorikan rendah. Pelibatan (pemberian kesempatan) kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam mengelola sampah melalui “Bank Sampah” masih rendah. Padahal persepsi masyarakat bersedia untuk ikut berpartisipasi. Ini artinya ada kemauan dari masyarakat untuk berpartisipasi, tetapi kemauan masyarakat tidak didukung dengan

(10)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 28

“pemberian kesempatan” untuk ikut terlibat. Jadi, pemberdayaan masyarakat dalam impelementasi program bank sampah tidak tidak terlaksana, sehingga tidak dapat meningkatkan partisipasi dalam pengelolaan sampah rumah tangga melalui program “Bank Sampah” di Kota Pekanbaru.

Dengan demikian, perubahan model kolaborasi dalam implementasi pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru, lebih efektif jika pemerintah Kota Pekanbaru merubah dalam arti menyempurnakan model implementasi kebijakan. Pengelolaan sampah oleh pihak swasta tetap dilakukan, namun kontrak kerjasama dengan pihak swasta tidak hanya melakukan pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara, kemudian dibawa ketempat pembuangan akhir sampah. Tetapi pihak swasta juga harus mampu melakukan pengolahan sampah dengan melibatkan masyarakat luas. Pendekatan “collaborative governance” menitikberatkan pada keterlibatan (ruang partisipasi) masyarakat dan pihak- pihak lain untuk secara aktif melakukan pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru.

Gambar 4. Collaborative Governance Utuh Model Penta Helix atau Multiple Helix Interconnected Governance (ICG) Dalam Pengelolaan Sampah Yang Efektif

Sumber : Elaborasi Teori Kenton, 2019, Bardach 1998, Leydesdorff & Etzkowitz, 1998 dalam Choirul & Hanafi 2021

Menurut (Suci, A. 2023), diperlukan konsep pengelolaan sampah padat terpadu dan berkelanjutan (PSPTB). Artinya, pihak-pihak yang menghasilkan sampah rumah tangga, lembaga, pemerintah, pihak lain, sektor swasta, dan akademisi (perguruan tinggi) semuanya ikut atau memikul sebagian tanggung jawab pengelolaan sampah. Banyak pihak yang bisa mengatasi permasalahan sampah yang sulit di Kota Pekanbaru. Dengan demikian, “tata kelola kolaboratif penta helix atau multiple helix interconnected governance (ICG)” adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan solusi mengatasi masalah sampah yang kompleks.

Strategi pengelolaan sampah KAB (Kumpulkan-Transportasi-Buang), menurut Alfred Suci (2023), hanya akan menambah beban TPA. Oleh karena itu, dapat dikemukakan pengertian KPOB (Gather-Sort-Process-Dispose). Dengan kata lain, sampah dikumpulkan, dipisahkan ke dalam kategori organik dan anorganik, diproses semaksimal mungkin (3R berarti mengurangi,

(11)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 29

menggunakan kembali, dan mendaur ulang), dan sisa material (dikenal sebagai residu) dibuang ke tempat pembuangan sampah.

Metode KPOB mempunyai pembagian peran, maka pendekatan KAB (Kumpulkan- Angkutan-Buang) semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah. Fungsi “Kumpulkan”

dan “Buang” pemerintah dilengkapi dengan peran “Pilah” dan “Olah” para pencemar, yang diciptakan melalui pola sosio-eco-preneurship (paradigma kewirausahaan sosial yang lebih dari sekadar mengejar keuntungan ekonomi) oleh komunitas dan masyarakat, namun juga menekankan pada isu lingkungan dan sosial, seperti Tempat Pengolahan Sampah (TPS3R) 3R dan bank sampah. Untuk sementara, akademisi dapat membangun model pengelolaan sampah terpadu dan memainkan peran pendidikan dalam proses ini.

KESIMPULAN

Kajian ini menyimpulkan bahwa kebijakan pengelolaan sampah yang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2014 belum dilaksanakan secara efektif. Ketidakpastian kontrak pengelolaan antara Pemerintah Daerah (DLHK) dan pihak swasta menjadi penyebab belum tercapainya outcome dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru dengan model kemitraan publik-swasta. Pengelolaan sampah dengan sistem KAB (Kumpul-Angkut-Buang), itupun pengumpulannya tidak langsung pada sumber sampah.

Tetapi mengangkut pada tempat pembuangan sampah sementara. Kurangnya sarana prasarana seperti TPS yang disedikan oleh DLHK, dan armada yang disediakan oleh pihak swasta pada 2 (dua) zona kurang memadai atau mencukupi dalam melakukan pengangkutan sampah dibanding jumlah sampah yang diproduksi rumah tangga maupun maupun yang diproduksi oleh lembaga komersial, industri dan lain-lain pada setiap harinya. Kesadaran masyarakat untuk memilah sampah organik dan anorganik dan mengumpulkannya pada TPS yang legal pada jam yang telah ditentukan kurang atau bahkan tidak dilaksanakan. Sehingga, implementasi kebijakan pengelolaan sampah dengan model kemitraan antara pemerintah dan pihak swasta ((public private partnership) kurang tepat untuk dilaksanakan dalam konteks pengelolaan sampah yang membutuhkan partisipasi luas masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini memberikan merekomendasikan agar model implementasi kebijakan pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru perlu mempertimbangkan model strategi yang baru yaitu model “collaboratif governance” yang utuh atau model penta helix atau multiple helix interconnected governance (ICG) dengan membangun “jaringan kebijakan” pada banyak stakholders (pemerintah, swasta, masyarakat, perguruan tinggi dan kelompok-kelompok masyarakat yang relevan). Untuk itu diperlukan “hybrid model” (top-down dan bottom- up) dalam strategi implementasi kebijakan. Aktor-aktor komunikator implementor semuanya menjadi agen penggerak dalam proses implementasi kebijakan untuk memaksimalkan partisipasi dalam pengelolaan sampah.

DAFTAR PUSTAKA

Andy, F.W. Ainul H, Sujarwoto. (2020) Dinamika Kebijakan Publik. Unvirsitas Terbuka.

Tengerang Selatan.

Audya Dewintha, (2015). Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kelurahan Sungai Pinang dalam Kecamatan Sungai Pinang pada UPT Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Samarinda. eJournal Pemerintahan Integratif, Volume 3, Nomor, 1 2015.

Andhika, L. R. (2018). Elemen dan Faktor Governansi Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah.

Inovasi Pembangunan : Jurnal Kelitbangan, 6(03), 207–222.

https://doi.org/10.35450/jip.v6i03.1 12

Alfian, A., Fatimah, E., & Suhendrayatna, S. (2019). Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Masyarakat terhadap Pengelolaan Sampah Berbasis 3R di Provinsi Aceh. Jurnal Arsip Rekayasa Sipil Dan Perencanaan, 2(1), 38–47.https://doi.org/10.24815/jarsp.v2i1. 13213

(12)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 30

Alhidayati, & candra, leon. (2020). Faktor- faktor yang Mepengaruhi Pemilahan Sampah di PAsar Sail Kota Pekanbaru Tahun 2017. EcpNews, 3(1).

Biglen & Bogdan, 1998. Qualitative research Methodology. New York: Harper and Row.

Chairul, S. Imam H. (2020) Kolaborasi Pemerintahan. Universitas Terbuka. Tangerang Selatan Chris Ansell, Alison Gash, Collaborative Governance in Theory and Practice, Journal of

Public Administration Research and Theory, Volume 18, Issue 4, October 2008, Pages 543–571, https://doi.org/10.1093/jopart/mum032

Dunn, William N. (2003), Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi 3, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Dailiati, S., Hernimawati, H., Prihati, P., & Utami, B. C. (2018). Cleanliness Policy Implementation: Evaluating Retribution Model to Rise Public Satisfaction. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 156(1).

https://doi.org/10.1088/1755-1315/156/1/012011

Ernawati, Zulkarnain, Yusni I.S, Baharuddin (2019) Pengelolaan Sampah di Kota Pekanbaru.

Jurnal Dinamika Lingkungan Indonesia. Vol 6, No 2 (2019)..

DOI: http://dx.doi.org/10.31258/dli.6.2.p.126-135.

Febriani, L., Yusni Ikhwan Siregar, & Ridwan Manda Putra. (2021). Analisis Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat Di Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru. Photon: Jurnal Sain dan Kesehatan, 11(1), 16–26.

https://doi.org/10.37859/jp.v11i1.2 089

Febrianti, R., Dewi, R., & Mardiah, A. (2022). Analisis Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Tuah Madani Kota Pekanbaru. PUBLICNESS:

Journal of Public Administration Studies, 1(2), 103–116.

https://doi.org/10.24036/publicness.v1i2.16

Gushilda, D., Yuliani, F., & Asari, H. (2022). Inovasi The Gade Clean & Gold Pada Bank Sampah Mutiara Di Kota Pekanbaru. JPAP: Jurnal Penelitian Administrasi Publik, 8(1), 72–88. https://doi.org/10.30996/jpap.v8i1.5746

Hardiyansyah, Effendi. (2014). Model Implementasi Kebijakan Publik Dalam Pengelolaan Sampah Dan Kebersihan Kota Palembang. Mimbar Jurnal Sosial dan Pembangunan.

Volume 30, No. 1, Year 2014. DOI: https://doi.org/10.29313/mimbar.v30i1.572

Huanming Wang, Wei Xiong, Guangdong Wu & Dajian Zhu (2018). Public–private partnership in Public Administration discipline: a literature review. Public Management Review Volume 20, 2018 - Issue 2. https://doi.org/10.1080/14719037.2017.1313445 Isril., Febrina, R., & Harirah, Z. (2019). Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam Kebijakan

Pengelolaan Sampah di Kota Pekanbaru. Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 17(1), 60. https://doi.org/10.35967/jipn.v17i1.7059

Ibrahim S. M. (2020). Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah di Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya (Studi di Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya) Vol 5 No 4

(2020): Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia.

DOI: http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v5i4.1079

Kirk Emerson, Tina Nabatchi. (2015). collaborative governance regimes. Georgetown University Press Washington, DC

Khaidir, F. (2019). Waste Management in Pekanbaru City, Riau Province, Indonesia Using Normative System Modeling. Social Sciences, 8(1), 6.

https://doi.org/10.11648/j.ss.20190 801.12

Kemala Hayati, Nugraheni Restu Kusumaningrum, Khairul Amri, A. (2020). Kinerja Pengelolaan Sampah Di Kota Pekanbaru Performance of Waste Management in Pekanbaru City. Jurnal Kelitbangan, 10(1), 81–94.

Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya.

(13)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 31

Miles, M.B, Huberman,A.M, dan Saldana,J. 2014.Qualitative Data Analysis, A. Methods Sourcebook Edition 3.

Mulasari, S. A., Husodo, A. H., & Muhadjir, N. (2016). Analisis Situasi Permasalahan Sampah Kota Yogyakarta dan Kebijakan Penanggulangannya. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 11(2), 259. https://doi.org/10.15294/kemas.v11 i2.3989

Martha, E., & Nisa, C. (2021). Hubungan Partisipasi Masyarakat terhadap Aktivitas Bank Sampah. Public Health and Safety International Journal, 1(02), 16–26.

https://doi.org/10.55642/phasij.v1i02.114

Nugraha, A., Sutjahjo, S. H., & Amin, A. A. (2018). Analisis Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Jakarta Selatan. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management), 8(1), 7–14. https://doi.org/10.29244/jpsl.8.1.7- 14

Pratama, Jery N., and Ali Yusri. "Tata Kelola Sampah di Kota Pekanbaru (Studi Kasus pada Bank Sampah di Kota Pekanbaru Tahun 2016)." Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, vol. 5, no. 1, Apr. 2018, pp. 1-15.

Purwadi, Yudi A., and Isril Isril. "Implementasi Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 08 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah (Studi Tentang Forum Masyarakat Peduli Sampah)." Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, vol. 4, no. 2, Oct. 2017, pp. 1-14.

Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 08 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah Rama, G. A., & Purnama, S. G. (2019). Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat

terhadap Program Pengolahan Samapah Terpadu-3R (TPST-3R) Desa Kesiman Kertalangu Kota Denpasar. Archive Of Community Health, 4(1), 1.

https://doi.org/10.24843/ACH.2017 .v04.i01.p02

Oktapani, S., & Ardiansah, A. (2021). Problematika Hukum Pengelolaan Sampah Di Kota

Pekanbaru. UNES Law Review, 3(3), 214–222.

https://doi.org/10.31933/unesrev.v3i3.175

Suryani, S. (2020). Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Masyarakat dalam Membuang Sampah di Sungai Sago Pekanbaru. Dinamika Lingkungan Indonesia, 7(1),58 https://doi.org/10.31258/dli.7.1.p.5 8-61

Suryani, Mulyadi, A., Thamrin, & Afandy, D. (2021). Society Participation in Household Waste Management Through Waste Bank In Pekanbaru City. Review of International Geographical Education Online, 11(5), 236–244.

https://doi.org/10.48047/rigeo.11/5/24

Saputra, T., Astuti, W., Nasution, S. R., & Zuhdi, S. (2022). Partisipasi Masyarakat Dalam Community Participation in. Jurnal Kebijakan Publik, 13(3), 246–251.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah

Wibisono, H., Firdausi, F., & Kusuma, M. E. (2020). Municipal solid waste management in small and metropolitan cities in indonesia: A review of surabaya and mojokerto. IOP Conference Series.Earth and Environmental Science, 447(1) doi:https://doi.org/10.1088/1755-1315/447/1/012050

Yandra, Alexsander; UTAMI, Bunga Chintia; HUSNA, Khuriyatul. Distortion of Government Policy Orientation in Public-Private Partnership (PPP). Policy & Governance Review.

Vol 4 No. 1 January (2020).

https://journal.iapa.or.id/pgr/article/view/172.doi: https://doi.org/10.30589/pgr.v4i1.172 .

Yulistia, Gusrini, et al. "Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah Kota Semarang Menurut Perda Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah." Indonesian Journal of Public Policy and Management Review, vol. 4, no. 3, 2015, pp. 174-185.

(14)

Jurnal Trias Politika, 2024. Volume 8 No 1 : 19 - 32 32

Yudi A.P. (2017). Implementasi Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 08 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah (Studi Tentang Forum Masyarakat Peduli Sampah) JOM FISIP Vol. 4 No. 2 Oktober 2017

Zainal, Z., Rambey, R. R., & Rahman, K. (2021). Governance of Household Waste Management in Pekanbaru City. MIMBAR: Jurnal Sosial Dan Pembangunan, Vol 37 No 2 December 2021, 1–11.

Zulfa, H., Isril, Rury, F. (2020). Politik Pengelolaan Sampah (Studi tentang Implementasi Kemitraan Pengelolaan Sampah di Kota Pekanbaru). Journal of Government Civil Society, Vol 4 No 1 April 2020. DOI: 10.31000/jgcs.v4i1.2355

Zorpas, A. A. (2020). Strategy development in the framework of waste management. Science of The Total Environment, 716, 137088. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.

2020.137088

Zebua, B. H. N., Adlin, A., & Nissa, F. (2023). Kemitraan Pemerintah Swasta dalam Penerapan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 08 Tahun 2014 tentang Sampah. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), 6(1), 203–211.

https://doi.org/10.34007/jehss.v6i1.1807

Internet :

Abdul M. ( 09 November 2022). Pj Walikota Pekanbaru Nilai Kontrak Kerjasama Angkutan Sampah Asal-asalan. https://betuah.com/ tajam dan berimbang.

Afred Suci, (2023) Pengelolaan Sampah https://unilak.ac.id/berita/detail/pengelolaan-sampah- terpadu-berbasis-masyarakat-di-kota-pekanbaru

CNBC. (2019, Juli 21). Sebegini Parah Ternyata Masalah Sampah Plastik di Indonesia.

https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20190721140139-33-86420/sebegini-parah- ternyata-masalah-sampah-plastik-di-indonesia. Diakses pada 6 Juli 2021.

Go Riau.Com Gudangnya Informasi Riau (17, April 201) Tak Spesifik, DPRD Pekanbaru:

Isi Kontrak Pengangkutan Sampah 'Mengambang. https://www.goriau.com/

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, (2022). Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Naisonal. https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/public/data/timbulan. Diakses 5 Mei 2022

Pengelolaan Sampah Buruk Di Pekanbaru Berujung di Meja Hijau, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah Daerah? https://aliansizerowaste.id/2022/02/04/pengelolaan-sampah-buruk- di-pekanbaru-berujung-di-meja-hijau-apa-yang-harus-dilakukan-pemerintah-

daerah/ February 4, 2022

Syafruddin Mirohi. Kembali Swastanisasi Sampah DPRD sebut Siapa yang Bisa Jamin Sampah Tidak Bertumpuk Lagi. http:/ /www.google.co.id/amp/

pekanbaru.tribunnews.com/amp/2017/06/19/ kembali-swastanisasi-sampah-dprd- sebutsiapa-yang-bisa-jamin-sampah-tidakmenumpuk-lagi diakses tanggal 24 Oktober 2017 pukul 11.00

Tim Advokasi Sapu Bersih Kota Pekanbaru Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau, YLBHI, LBH Pekanbaru, GPS Plastik, RWWG, Perkumpulan Elang Paradigma RI, (3 Agustus 2022). Walikota, DLHK dan DPRD KoTA Pekanbaru harus tunduk putusan pengadilan negeri pekanbaru. https://www.walhi.or.i

Cara Kutip Artikel Ini:

April, M., Alkadafi, M., & Ilyas, I. (2024). IMPLEMENTASI KEMITRAAN PEMERINTAH- SWASTA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA PEKANBARU. JURNAL TRIAS POLITIKA, 8(1), 19 - 32. doi:https://doi.org/10.33373/jtp.v8i1.5793

Referensi

Dokumen terkait

yang berhubungan daengan ‘’ Kontrak pelayanan antara sektor swasta dan pemerintah dari persaingan untuk kemitraan pada pemerintah daerah kabupaten sorong’’ ” sebab metode

area publik Ruang Terbuka Hijau Merbabu Family Park di Kota Malang. 2) Dapat mengetahui dominasi yang ada di dalam kemitraan antara Pemerintah. Kota Malang dan

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya masyarakat yang melangsungkan perikehidupan

Hasil penelitian menunjukkan belum berjalan optimal, karena kurangnya kesadaran pengelola kawasan untuk mengelola sampah secara mandiri, masyarakat cenderung acuh

Bentuk kemitraan BOO ini dipilih oleh Pemerintah Daerah Sarbagita karena dalam bentuk kerjasama seperti ini pihak swasta yakni PT NOEI memiliki tugas untuk membangun,

Keterlibatan atau keikutsertaan pihak swasta merupakan sebuah bentuk kontribusi dari pihak swasta dalam adanya sebuah pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan

sedangkan faktor eksternal yakni faktor yang datang di luar Bank Sampah Kekait Berseri yakni kesadaran masyarakat masih rendah untuk memilah sampah plastik dan sampah organik, kesadaran

Hal ini menyiratkan bahwa hubungan saling percaya dengan lembaga publik dapat berperan penting bagi responden sektor swasta dalam mengelola aktivisme sosial, dan hasil yang dihasilkan