• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi Hukum Penandatanganan Surat Kuasa Jual Mutlak Sebelum Debitur Mengalami Kredit Macet

N/A
N/A
Paidi Bohay

Academic year: 2024

Membagikan "Implikasi Hukum Penandatanganan Surat Kuasa Jual Mutlak Sebelum Debitur Mengalami Kredit Macet"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLIKASI HUKUM PENANDATANGANAN SURAT KUASA JUAL MUTLAK SEBELUM DEBITOR MENGALAMI KREDIT MACET

PENDAHULUAN

Pada dasarnya, ekonomi mengalami kemajuan signifikan, dengan sumber daya alam, modal, dan populasi manusia sebagai elemen kunci. Meskipun regulasi di Indonesia melarang penggunaan kuasa mutlak untuk objek tanah, masih banyak pihak yang secara sadar atau tidak sadar membuat surat kuasa mutlak. Surat kuasa mutlak ini tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa dan hanya dapat dihapus dengan pelaksanaan kuasa tersebut. Pembuatan surat kuasa jual diperbolehkan asalkan tidak memuat klausul mutlak dan dilakukan saat debitor sudah mengalami kredit macet. Realitanya, penandatanganan surat kuasa jual sering dilakukan di awal perjanjian kredit tanpa klausul bersyarat, membuka peluang bagi kreditor untuk bertindak sewenang-wenang.1

Kondisi ini sangat merugikan debitor, terutama jika kreditor bertindak dengan itikad buruk. Tindakan kreditor menjual objek jaminan meskipun debitor belum gagal bayar sering kali terjadi. Bahkan, dalam beberapa kasus, objek jaminan dijual saat debitor masih lancar mengangsur kredit. Perbuatan ini didasarkan pada klaim bahwa kreditor memiliki kuasa jual mutlak dari debitor. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang akibat hukum penandatanganan surat kuasa jual mutlak sebelum debitor mengalami kredit macet.

PEMBAHASAN

Kredit menjadi hal umum di masyarakat, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun bisnis. Dalam perjanjian kredit, jaminan yang diberikan biasanya berupa tanah dengan menggunakan Hak Tanggungan, meskipun ada juga yang menggunakan kuasa jual.

Berdasarkan Pasal 1792 KUHPerdata, kuasa jual adalah pemberian kuasa dari debitor kepada kreditor untuk menjual objek jaminan jika debitor gagal membayar hutangnya. Dari

1 Lestari Rhisca Meci, Febriani Ratu Eva Putri, Putri Novi Tri, “Pengaruh Kredit Perbankan Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Sumatera”, Convergence : The Journal Of Economic Development 3, no. 2 (Desember 2021): 179-195.

(2)

perspektif kreditor, kuasa jual mempermudah penjualan objek jaminan saat debitor wanprestasi. Namun, penggunaan kuasa jual mutlak, yang tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa, bertentangan dengan hukum karena tidak memberikan kepastian hukum bagi debitor.

Surat kuasa jual mutlak sering kali dibuat di awal perjanjian kredit tanpa syarat, yang seharusnya hanya dilakukan saat debitor mengalami kredit macet. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa kreditor sering kali menjual objek jaminan bahkan saat debitor masih lancar membayar angsuran, menggunakan kuasa mutlak sebagai alasan.

Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 melarang kuasa mutlak untuk tanah karena tidak dapat ditarik kembali dan memberikan kewenangan penuh kepada kreditor.

Hal ini merugikan debitor karena kuasa mutlak bisa digunakan secara sewenang-wenang oleh kreditor. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa surat kuasa jual tidak memuat klausul mutlak dan dibuat hanya saat debitor mengalami kredit macet.2

Penandatanganan surat kuasa jual mutlak di awal perjanjian kredit dianggap bertentangan dengan kepentingan umum karena tidak ada transparansi dalam penjualan objek jaminan. Kebebasan berkontrak memungkinkan para pihak membuat perjanjian, tetapi harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Surat kuasa jual mutlak yang melanggar syarat objektif perjanjian dapat batal demi hukum karena tidak memenuhi sebab yang halal, yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan Undang- Undang. Dalam praktiknya, surat kuasa jual mutlak sering kali melanggar Undang-Undang yang mengatur perjanjian kredit dan jaminan. Oleh karena itu, regulasi harus ditegakkan untuk melindungi hak-hak debitor dan memastikan keadilan dalam perjanjian kredit.3

Surat kuasa jual mutlak tidak sah jika ditandatangani di awal perjanjian kredit tanpa syarat jelas kapan kuasa tersebut berakhir. Berdasarkan UU Perbankan, penyerahan sukarela atau berdasarkan kuasa untuk menjual harus dilakukan ketika debitor tidak dapat

2 I Nyoman Sandita Nugraha, “Kedudukan Surat Kuasa Menjual Mutlak di Bawah Tangan Sebagai Bentuk Jaminan (Studi Kasus di Lembaga Perkreditan Desa Desa Adat Batur)” (Tesis, Universitas Gadjah Mada, 2023), 6.

3 Ghina Rezki Putri, “Akta Jual Beli Berdasarkan Akta Kuasa Mutlak Sebagai Pengikat Perjanjian Hutang Piutang”, Indonesia Notary 3, no. 7 (2021), 166-167.

(3)

memenuhi kewajibannya. Penandatanganan kuasa jual di awal, yang tidak bersyarat dan mengandung klausul mutlak, melanggar KUHPerdata dan Instruksi Menteri Dalam Negeri.

Peraturan ini penting untuk melindungi kepentingan debitor dan memastikan bahwa penjualan objek jaminan dilakukan secara adil. Kebijakan ini juga memastikan bahwa kreditor tidak menyalahgunakan kuasa jual untuk keuntungan pribadi saat debitor masih lancar membayar hutang.

Pentingnya perlindungan hukum bagi debitor dalam perjanjian kredit. Surat kuasa jual harus dibuat dengan syarat yang jelas dan hanya digunakan saat debitor mengalami kredit macet. Regulasi yang melarang kuasa mutlak perlu ditegakkan untuk mencegah kreditor bertindak sewenang-wenang. Pembuatan surat kuasa jual dengan klausul mutlak tidak memberikan kepastian hukum dan merugikan debitor. Penelitian ini penting untuk memastikan bahwa perjanjian kredit dilakukan dengan transparan dan adil bagi kedua belah pihak. Dengan demikian, perlu adanya kesadaran hukum yang lebih tinggi di kalangan masyarakat dan kreditor untuk mengikuti regulasi yang berlaku demi tercapainya keadilan dalam perjanjian kredit.

PENUTUP

Pembuatan dan penandatanganan surat kuasa jual sebenarnya diperbolehkan selama tidak memuat klausul kuasa mutlak dan disertai syarat-syarat tertentu. Jika surat kuasa jual ditandatangani di awal dengan klausula bersyarat, maka kuasa tersebut akan berakhir setelah perjanjian kredit selesai dan hutang dilunasi. Namun, jika surat kuasa jual memuat klausul mutlak, maka surat tersebut batal demi hukum karena tidak memenuhi salah satu syarat objektif perjanjian, yaitu suatu sebab yang halal. Terdapat dua bentuk perlindungan hukum bagi debitor, yaitu preventif dan represif. Perlindungan preventif dilakukan melalui regulasi seperti Pasal 12A ayat (1) UU Perbankan dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982. Sementara itu, perlindungan represif dapat dilakukan dengan mengajukan pembatalan Akta Jual Beli di Pengadilan Negeri jika kreditor bertindak dengan itikad buruk.

(4)

TANGUNG JAWAB PERUSAHAAN DALAM CORPORATE SOCIALRESPONSIBILITY

PENDAHULUAN

Perubahan dalam gaya hidup dan pendapatan antara karyawan perusahaan dan komunitas sekitar bisa mengganggu aktivitas perusahaan, terutama jika terjadi ketidakseimbangan yang signifikan dalam pendapatan tersebut. Ketidaksetaraan ini bisa memicu rasa iri di antara individu yang berbeda status ekonominya, termasuk di antara karyawan lokal dan pendatang, termasuk juga karyawan asing. Tidak hanya itu, masalah kerusakan lingkungan di sekitar lokasi perusahaan juga bisa menjadi tantangan serius.4

Untuk mengatasi hal ini, banyak perusahaan swasta saat ini menerapkan konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR). Ini mencerminkan kesadaran perusahaan terhadap kepentingan komunitas di sekitarnya. Implementasi CSR yang efektif melibatkan komitmen hukum dan integrasi nilai-nilai etika serta keberlanjutan dalam operasional bisnis. Dengan menjalankan CSR, perusahaan berperan sebagai agen perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melindungi lingkungan, dan mendukung keadilan sosial. Kunci keberhasilan CSR adalah pengawasan, pemantauan, dan transparansi yang tinggi dari perusahaan. Kesadaran akan dampak positif jangka panjang dari praktik CSR yang berkelanjutan menjadi faktor utama dalam mencapai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

ISI

Dalam menjalankan CSR, perusahaan harus mengintegrasikan program ini dengan strategi bisnis mereka agar menjadi bagian integral dari operasi perusahaan. Selain itu, perusahaan perlu membangun komitmen jangka panjang untuk memastikan keberlanjutan program CSR yang dijalankan. Evaluasi dan perbaikan program secara rutin sangat diperlukan untuk menjaga efektivitas dan efisiensi pelaksanaan CSR. Dampak positif dari

4 Fauzi, I. (2019). Corporate Social Responsibility and Local Community Welfare: A Case Study of Mining Companies in South Sulawesi, Indonesia. Journal of Economics and Sustainable Development, 10(16), 140- 147.

(5)

program CSR yang baik antara lain peningkatan kualitas hidup masyarakat, peningkatan kesejahteraan, dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam berbagai aspek.5 Hal ini menunjukkan bahwa program CSR yang dijalankan secara baik dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat.

Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan CSR merupakan langkah penting untuk memastikan program tersebut dijalankan sesuai dengan yang direncanakan. Instansi pemerintah seperti Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan memiliki peran dalam mengawasi pelaksanaan CSR di bidang masing-masing.

Laporan tahunan dan rencana kerja CSR dari perusahaan harus ditinjau oleh dinas terkait untuk memastikan kepatuhan dan efektivitas program. Selain itu, pemeriksaan lapangan dan wawancara dengan stakeholder terkait juga dilakukan sebagai bagian dari pengawasan.

Tantangan yang dihadapi dalam pengawasan termasuk kurangnya ketentuan yang jelas dan terbatasnya sumber daya yang tersedia. Oleh karena itu, kerjasama antara sektor publik, swasta, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk memperkuat pengawasan terhadap pelaksanaan CSR.

Perusahaan yang melaksanakan CSR dengan baik dapat menerima berbagai insentif sebagai bentuk penghargaan atas kontribusinya. Insentif ini dapat berupa penghargaan dari pemerintah atau organisasi masyarakat, potongan pajak, dan peningkatan reputasi di mata publik. Sebaliknya, perusahaan yang tidak menjalankan CSR atau melakukannya dengan tidak memadai dapat dikenai sanksi. Sanksi tersebut dapat berupa teguran lisan atau tertulis, denda finansial, hingga penghentian kegiatan usaha. Kebijakan insentif dan hukuman ini bertujuan untuk mendorong perusahaan agar lebih serius dalam menjalankan tanggung jawab sosial mereka. Beberapa regulasi di Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012, telah mengatur tentang pelaksanaan dan sanksi terkait CSR.

Keberlanjutan program CSR sangat bergantung pada komitmen perusahaan dan integrasi program dengan strategi bisnis. Program CSR yang berkelanjutan harus menjadi

5 Budiarto, E. (2013). Dampak Sosial Ekonomi Perusahaan Terhadap Masyarakat Sekitar. Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis, 13(1), 1-12

(6)

bagian integral dari kegiatan operasional perusahaan untuk memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat. Perusahaan juga harus memastikan bahwa program CSR yang dijalankan dapat memberikan dampak positif yang berkelanjutan, seperti peningkatan pendapatan, akses terhadap layanan dasar, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pembangunan berkelanjutan.6 Melalui evaluasi dan perbaikan yang rutin, perusahaan dapat meningkatkan kualitas program CSR mereka. Program CSR yang baik juga harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat untuk meningkatkan rasa memiliki dan keberlanjutan program tersebut

Kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan LSM sangat penting dalam mendukung pelaksanaan dan pengawasan CSR. LSM memiliki peran penting dalam melakukan penelitian, analisis, dan advokasi terkait pelaksanaan CSR. Mereka dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat dan perusahaan akan pentingnya CSR.

Selain itu, LSM juga dapat memberikan rekomendasi untuk perbaikan program CSR berdasarkan hasil penelitian mereka. Meski begitu, pengawasan terhadap CSR masih menghadapi beberapa kendala, seperti kurangnya regulasi yang jelas dan terbatasnya sumber daya. Dengan peningkatan kolaborasi dan perbaikan regulasi, diharapkan pengawasan CSR dapat dilakukan dengan lebih efektif dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.

PENUTUP

Pelaksanaan CSR yang efektif memerlukan integrasi dengan strategi bisnis perusahaan, komitmen jangka panjang, serta pengawasan dan evaluasi yang rutin. Program CSR yang baik mampu memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, seperti peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Pengawasan dari instansi pemerintah dan kolaborasi dengan LSM memainkan peran penting dalam memastikan kepatuhan dan efektivitas program CSR. Tantangan seperti kurangnya regulasi yang jelas dan terbatasnya sumber daya perlu diatasi melalui kerjasama antara sektor publik, swasta, dan masyarakat. Dengan demikian, CSR bukan hanya

6

(7)

tanggung jawab perusahaan tetapi juga kesempatan untuk menciptakan hubungan harmonis dan manfaat berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.

Referensi

Dokumen terkait

Bertolak dari uraian diatas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana keberadaan kuasa mutlak dalam perikatan jual beli hak alas tanah hila dihubungkan dengan

Ketika dalam perjalanan kredit dengan jaminan ijazah timbul suatu resiko kredit dalam hal ini berupa kredit macet yang disebabkan oleh kesalahan dari debitur, maka

Masalah yang dihadapi oleh Bank X adalah belum adanya standar yang baku mengenai variabel-variabel yang menyebabkan kredit macet dan bagaimana menentukan profil debitur

Penyelesaian Kredit Macet Tanpa Agunan Terhadap.. Debitur Yang Terpidana

Prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam surat kuasa mutlak guna mengikuti RUPSLB yaitu; Kuasa mutlak tidak boleh ditarik kembali oleh Pemberi Kuasa, kuasa

Untuk penyelesaian kredit macet akibat debitur wanprestasi agar mendapatkan hasil yang adil untuk kedua belah pihak, maka bagi debitur apabila kemampuan melunasi

Kedudukan jaminan dalam pemberian kredit oleh Bank selaku kreditur kepada pihak debitur, yang merupakan persyaratan mutlak dengan tujuan untuk adanya kepastian hukum yang secara tegas

Upaya penyelesaian kredit macet dapat dilakukan dengan melelang objek jaminan debitur oleh bank yang tertera pada Pasal 1151 KUHPerdata, selain itu bank dapat melakukan eksekusi hak