INDUSTRI KREATIF INDONESIA:
ANTARA INVENTOR DAN INNOVATOR
Ken Sudarti, SE., MSi Dosen FE Unissula Semarang
Sudah banyak artikel yang membahas tentang mental masyarakat Indonesia. Dari sekian banyak ulasan tentang hal itu, sebagian besar mengatakan bahwa mental masyarakat Indonesia cenderung negatif. Mulai sifat malas, suka meniru, feodal, tidak percaya diri, tidak disiplin, mengabaikan tanggungjawab, ingin cepat kaya dan lain sebagainya. Berbagai karakter negatif itu disebabkan karena bangsa Indonesia terjajah selama ratusan tahun.
Namun dari sekian banyak karaktek negatif yang dilontarkan oleh para budayawan dan sosiolog, ada beberapa sifat positif yang memberikan secercah harapan untuk kemajuan bangsa ini, salah satunya adalah sifat kreatif. Sifat kreatif adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru, baik yang berasal dari ggasan lama atau gagasan yang relatif berbeda dengan apa yang sudah ada sebelumnya. Orang yang kreatif adalah orang yang melihat hal yang sama tapi berfikir dengan cara yang berbeda, “think new things or old thing in new way”
(Zimmer, 1995). Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat perbedaan.
Muchtar Lubis, seorang wartawan senior dan budayawan, mengatakan bahwa sifat kreatif bangsa Indonesai tidak lepas dari kepercayaan terhadap benda-benda gaib. Orang Indonesia percaya adanya kekuatan gaib di sekitar mereka, sehingga mereka merasa perlu mengatur hubungan khusus dengan kekuatan ini, harus hidup selaras dengan alam. Orang Indonesia lebih banyak hidup dengan naluri atau perasaan. Ini semua mengembangkan daya artistik yang besar, yang dituangkan dalam segala rupa kerajinan yang indah, beraneka ragam dan warna-warni. Karakter kreatif dan artistik inilah yang menyebabkan hasil-hasil seni orang Indonesia mendapat apresiasi internasional dan tersimpan di musium-musium terkemuka di berbagai negara.
Selain itu, industri kreatif ini berkembang pesat karena Indonesia kaya akan budaya serta tradisi yang beragam dan bervariasi sebagai sumber kreativitas. Kreativitas inilah yang nantinya menciptakan inovasi. Jika kreativitas diartikan sebagai proses menciptakan perbedaan, maka inovasi adalah membuat perbedaan itu memiliki nilai komersial. Inovasi inilah yang selalu digembar gemborkan para akademisi sebagai senjata tajam untuk memenangkan persaingan.
Sadar akan keunggulan ini, pemerintah berupaya memaksimalkannya dengan mendorong segala kegiatan yang mengarah pada peningkatan kreativitas sehingga terbentuk
industri kreatif yang kokoh. Pengelolaannyapun tidak main-main, sampai level kementrian.
Industri kreatif atau ekonomi kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Industri kreatif dipandang semakin penting dalam mendukung kesejahteraan dalam perekonomian dan telah menyumbangkan 5,4% penyerapan tenaga kerja (Dirjen IKM kementrian perindustrian, 2016).
Namun harapan yang baik itu terkotori oleh fenomena di lapangan dimana di beberapa sektor industri kreatif seperti fashion, kerajinan, perfilman dan lain sebagainya, ada kecenderungan hanya meniru. Banyaknya lagu jiplakan, cerita tiruan, ukiran yang hanya perterjemah ide, tempat wisata meniru barat dan lain sebagainya telah menimbulkan keraguan tentang kualitas kreativitas bangsa Indonesia. Fenomena tiru meniru itu sepertinya tidak lepas dari sifat bangsa Indonesia yang memang senang meniru, tidak mau bekerja keras, tidak sabar dan ingin cepat kaya. Kreativitas yang muncul seolah-olah hanya sebagai hasil pemanfaatan sumber daya yang melimpah dan kondisi ekonomi yang lemah. Pendek kata, mereka hanya sebatas innovator tapi bukan inventor. Pertanyaannya adalah, akan dibawa kemana industri kreatif kita? Apakah akan menjadi inventor atau hanya sekedar innovator?
Sebagai negara yang kaya akan segala sumber daya, sebenarnya tidak berlebihan jika kita memilih mengembangkan keduanya. Memang jika hanya dilihat dari karakteristik masyarakat Indonesia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, predikat sebagai negara yang innovator lebih memungkinkan dibandingkan inventor. Terbukti dari hasil survey yang dilakukan WIPO (World Intellectual Property Organization) tahun 2013, Indonesia masuk peringkat ke 6 negara paling kreatif. Namun, jika kita lebih teliti lagi, ternyata tidak sedikit anak bangsa yang telah menjadi inventor. Kita bisa ambil contoh Dr. Johny Setiawan yang menemukan 10 planet baru, Ricky Elson yang menemukan mobil listrik dan masih banyak lagi.
Jika kita ingin keduanya bisa dikembangkan, beberapa halangan perlu dihilangkan.
Pertama, harus ada penghargaan dari pihak pemerintah, jangan sampai para innovator dan inventor ini lebih memilih tinggal di negera lain karena merasa hasil karyanya tidak mendapat tempat di negeri sendiri. Kedua, harus ada edukasi ke masyarakat bahwa jangan hanya puas menjadi follower, para kreator harus mencari sesuatu yang betul-betul unik. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pengetahuan dan berbagi pengetahuan melalui pembentukan komunitas, karena kreativitas tidak akan berfungsi dalam ketidaktahuan. Dalam mengerjakan suatu proyek misalnya, sebaiknya para kreator ini saling
berkolaborasi sehingga terjadi open sharing. Ketiga, memberikan efek jera bagi para pelanggar hak cipta, sehingga tidak menyurutkan para kreator untuk terus berkreasi.
Keempat, melindungi kreasi anak bangsa dengan perlindungan hak cipta yang saat ini masih dirasa lemah. Kelima, mendorong program “Aku Cinta Produk Indonesia” dan menciptakan rasa bangga memakai produk-produk Indonesia. Gerakan menggunakan batik pada hari tertentu dapat menjadi contoh dukungan riil bagi kelangsungan industri kreatif Indonesia.
Akhirnya, industri kreatif diharapkan mampu berperan dalam revolusi mental dan pendorong munculnya insan-insan kreatif. Semakin banyak insan kreatif, semakin kuat daya saing bangsa. Jayalah industri kreatif Indonesia!.