• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository Universitas Islam Sumatera Utara: PROSES PENYIDIKAN MELALUI RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA (Studi Di Unit Pusat Pengembangan Anak Polrestabes Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Institutional Repository Universitas Islam Sumatera Utara: PROSES PENYIDIKAN MELALUI RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA (Studi Di Unit Pusat Pengembangan Anak Polrestabes Medan)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

Kegiatan perlindungan anak mempunyai akibat hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perlindungan anak mencakup segala upaya yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat memenuhi hak dan kewajibannya, demi tumbuh kembang anak secara wajar, jasmani, rohani, dan sosial. Menurut Shanty Dellyana, perlindungan anak merupakan “usaha yang menciptakan kondisi dimana setiap anak dapat memenuhi hak dan kewajibannya.

Perlindungan anak merupakan perwujudan keadilan dalam suatu masyarakat.”19 Oleh karena itu, perlindungan anak harus diupayakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Peraturan perundang-undangan perlindungan anak merupakan kumpulan ketentuan hukum yang menjadi landasan bagi masyarakat untuk melindungi penyelenggaraan pendidikan anak. hak dan kewajiban .

Kerangka Konseptual

Asumsi

Keaslian Penelitian

Tesis ini menekankan pada efektifitas penjatuhan sanksi pidana dan tidak terbatas pada kasus pembunuhan saja, melainkan kasus pidana yang melibatkan anak sebagai pelakunya. Berdasarkan penulisan hukum di atas, maka penelitian yang dilakukan penulis jika dibandingkan substansi dan topiknya berbeda dengan penelitian yang dilakukan di atas.

Metode Penelitian

  • Sifat Penelitian
  • Metode Pendekatan
  • Alat Pengumpulan Data
  • Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
  • Analisis Data

Pendekatan Kasus32 dilakukan dengan mengkaji kasus-kasus yang berkaitan dengan permasalahan anak sebagai pelaku tindak pidana di bidang persetubuhan. Pendekatan konseptual, dilakukan dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin dalam ilmu-ilmu hukum, menemukan gagasan-gagasan yang dapat memunculkan wawasan hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan permasalahan yang kita hadapi. Pengumpulan data difokuskan pada pokok permasalahan, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan ambiguitas dalam pembahasan dalam penelitian.

Untuk memperoleh hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan, maka data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan metode yaitu penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data. data dengan cara mengkaji bahan pustaka, atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier serta penelitian lapangan. Data sekunder ini mempunyai cakupan yang sangat luas, meliputi surat-surat pribadi, catatan harian bahkan dokumen resmi yang dikeluarkan pemerintah.34. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat,53 terdiri dari: KUHP, undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana, undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan mengenai hukum primer dan sekunder,54 seperti kamus hukum. Analisis data menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji adalah suatu proses menyusun urutan data, mengorganisasikannya.

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan cara mengolah data, mengorganisasikan data, memilahnya menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesisnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Anak yang Berkonflik Dengan Hukum

Perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak meliputi anak yang berhadapan dengan hukum dan anak yang menjadi korban tindak pidana merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Perlu adanya peraturan perundang-undangan untuk mencegah dan mengambil tindakan terhadap pelaksanaan perlindungan anak yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, dan sosial pada anak yang bersangkutan. Perlindungan anak juga menyangkut aspek pembangunan generasi muda dan permasalahan nasional yang memerlukan penataan ke dalam suatu sistem yang terpadu dan terkoordinasi dengan baik.

Kami menggambarkan proses penitipan anak sebagai proses pendidikan terhadap kurangnya pemahaman dan ketidakmampuan anak dalam melakukan tugas-tugas sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan keadilan dalam masyarakat.”41 Oleh karena itu, perlindungan anak harus dilaksanakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Bismar Siregar yang dikutip oleh Maulana Hassan Wadong menyatakan bahwa: “jika kita ingin menggabungkan peraturan perundang-undangan perlindungan anak ke dalam bentuk yaitu aspek peraturan perundang-undangan perlindungan anak, maka ruang lingkup peraturan perundang-undangan perlindungan anak dan advokasi anak lebih terfokus pada hak-hak anak yang diatur menurut undang-undang, dan bukan karena kewajiban, menurut ketentuan secara hukum (legal) anak belum dibebani kewajiban". 42.

Doek dan HMA Drewes yang dikutip oleh Maulana Hassan Wadong memberikan pengertian hukum perlindungan anak dalam pengertian jengdrecht kemudian mengelompokkannya menjadi dua bagian yaitu. Dalam arti luas, undang-undang perlindungan anak adalah segala aturan hidup yang memberikan perlindungan bagi mereka yang belum dewasa dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang. Berdasarkan pengertian hukum tentang perlindungan anak, kita dapat melihat unsur-unsur penting yang membentuk hak-hak anak dalam proses pembinaan/perlindungan dan perlindungan yang ditetapkan oleh undang-undang.

Kepedulian umat manusia terhadap keberadaan anak dan masa depannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

Faktor-Faktor Anak Berkonflik dengan Hukum

Jika tidak ada identifikasi antara orang tua dan anak, mereka akan hidup di dunianya sendiri dan hampir tidak ada kesamaan satu sama lain. Seringkali orang tua tidak mengetahui apa yang dilakukan anaknya, dan anak tidak mengetahui aktivitas orang tuanya. Orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya. Hal ini sangat penting untuk rasa memiliki anak. Kode moral yang digunakan di rumah tidak boleh berbeda dengan kode moral yang terdapat di sekolah atau di masyarakat agar anak dapat memahami dan tidak mencari kebenaran dengan caranya sendiri.

Oleh itu, manfaat terbesar kepada kanak-kanak harus dilihat sebagai manfaat terbesar kepada kelangsungan hidup umat manusia. Kanak-kanak mesti dilindungi daripada kesan negatif perkembangan pesat, trend globalisasi dalam bidang komunikasi dan maklumat, kemajuan dalam sains dan teknologi, dan perubahan dalam gaya dan cara hidup sesetengah ibu bapa, yang telah membawa perubahan sosial yang asas dalam kehidupan masyarakat, yang mempunyai kesan yang kuat terhadap nilai dan tingkah laku seseorang kanak-kanak. Jika keluarga menjadi contoh yang baik, ini akan memberi kesan positif kepada anak dan akan mewujudkan tingkah laku sosialnya, walaupun sebaliknya, jika terdapat hubungan yang buruk dalam keluarga, maka besar kemungkinan anak akan berkelakuan buruk. dalam persatuannya.

Dengan perkembangan masyarakat yang semakin modern, sering kita jumpai orang tua yang kebanyakan sibuk dengan urusannya sendiri. Dengan kondisi seperti ini, otomatis orang tua kurang bisa mengawasi anaknya, sehingga terkadang demi memenuhi kebutuhannya sendiri, seorang anak melakukan tindakan yang tidak pantas (seperti mencuri, memeras, menjarah dan lain sebagainya). Kondisi sekolah yang buruk dapat mengganggu proses belajar mengajar siswa yang pada akhirnya dapat memberikan peluang bagi siswa untuk melakukan perilaku menyimpang.

Dengan demikian, pengaruh lingkungan sosial khususnya pengaruh teman sangatlah besar, sehingga anak dapat melakukan apa yang dianggap baik.

Penyelesaian Perkara Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum

Penegakan keadilan terhadap anak yang melakukan tindak pidana merupakan tugas utama badan peradilan. Sanksi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum berupa sanksi pidana yang terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan. Penyidikan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dilatarbelakangi oleh filosofi bahwa hal tersebut semata-mata demi kepentingan terbaik bagi anak.

Bukan itu yang diinginkan SPPA.” SPPA menegaskan, bagi anak yang berhadapan dengan hukum yang melakukan suatu tindak pidana atau suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana maksimum yang dapat dijatuhkan adalah pidana penjara bagi anak, sebesar 10 (sepuluh) tahun 52. Ketentuan tambahan pidana dalam KUHP dibandingkan dengan ketentuan dalam UU SPPA menunjukkan bahwa dalam UU SPPA tidak mensyaratkan dikenakan pidana tambahan terhadap anak yang melakukan kenakalan berupa perampasan tertentu. hak, serta pengumuman putusan hakim SPPA tidak ingin anak yang melakukan pelanggaran dihukum lebih lanjut berupa pengumuman putusan hakim.

Ketentuan legalitas UU SPPA Perlindungan Acara Pidana dapat disebut dengan acara pidana anak, yang secara khusus mengatur tentang peradilan anak dengan segala fenomena hukum dan keutamaan legalitas dalam penanganan kejahatan anak atau anak yang menjadi korban kejahatan atau pelanggaran pidana. Ketentuan dalam asas ini mengutamakan sistem penafsiran kecacatan anak agar lebih transparan dalam proses peradilan anak.57 Dengan adanya UU SPPA maka hal ini menjadi hukum acara pidana bagi anak yang diposisikan sejajar dengan hukum acara pidana anak. ketentuan UU SPPA. prinsip lex spesialis derogat lex spesialis umum. Oleh karena itu, penjabaran UU SPPA merupakan bagian mendasar dari hukum acara pidana anak positif.

Ketentuan UU SPPA juga menghapus beberapa ketentuan pokok terkait anak yang diatur dalam Pasal 45, 46, dan 47 KUHP, baik terkait batasan usia, proses pidana dan lain sebagainya.

Analisis Penulis

Berdasarkan hasil studi perbandingan efisiensi pidana, perbandingan angka rata-rata residivisme atau tingkat pengakuan pelaku pertama kali berbanding terbalik dengan usia pelaku. Walaupun tindak pidana yang dilakukan oleh anak terkadang sama dengan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa, namun bukan berarti hukuman yang diberikan sama. Anak tetaplah anak-anak yang tentunya masih mengalami proses perkembangan fisik, mental, psikis, dan sosial menuju kesempurnaan seperti halnya orang dewasa.

Akibatnya, respons terhadap anak tidak sama dengan respons orang dewasa, yakni cenderung lebih bersifat menghukum. Bahwa Indonesia sebagai negara pihak pada Konvensi Hak Anak yang mengatur prinsip-prinsip perlindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.61. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dirumuskan pentingnya perangkat hukum dan kelembagaan yang khusus disediakan bagi anak yang secara tidak sengaja berkonflik dengan hukum.

Meskipun anak dapat melakukan perbuatan salah baik secara kualitatif maupun kuantitatif, sama seperti orang dewasa, namun perlakuan yang diberikan mungkin tidak sama dengan perlakuan yang diberikan kepada orang dewasa yang melakukan tindak pidana. Hukuman bagi orang yang terbukti melakukan kejahatan mempunyai fungsi mendidik kembali dan memperbaiki sikap dan perilaku pelaku kejahatan agar ia dapat meninggalkan perilaku buruk yang dilakukannya. Penjatuhan pidana oleh hakim terhadap anak yang melakukan tindak pidana merupakan suatu bagian yang penting, karena fungsi pemidanaan bagi anak adalah untuk memberikan perlindungan.

Kebebasan tersebut bukanlah kebebasan mutlak tanpa batas, namun harus memperhatikan sifat dan beratnya kejahatan yang dilakukan dan.

Referensi

Dokumen terkait

Wakil Ketua Komisi Hukum Aziz Syamsudin mengatakan undang-undang ini dibuat guna mewujudkan peradilan yang menjamin perlindungan kepada nakal yang berhadapan dengan hukum,

11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan “Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak

UU SPPA menegaskan bahwa terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yang telah melakukan suatu tindak pidana atau kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau

Adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut dengan UU SPPA), memuat beberapa perubahan penting, salah satu

Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum (Studi Terhadap Undang-undang Peradilan Anak Indonesia dan Peradilan Adat Aceh).. Fakultas Syariah & Hukum UIN

Selanjutnya dalam mengimplementasikan Surat Keputusan Bersama (SKB) Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum, telah mengeluarkan kebijakan melalui surat Jaksa Agung Muda

Ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak yang berhadapan dengan hukum yang tidak diatur dalam KUHP mengenai sanksi terhadap anak yang

Padahal sudah jelas tercantum di dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwasanya pendampingan dan penanganan kasus anak yang berhadapan hukum harus didampingi oleh Pekerja