Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab hukum sebagai saksi yang memberikan keterangan palsu di muka pengadilan. Secara teoritis, hasil penelitian ini akan memberikan saran dalam bidang ilmu hukum khususnya bidang hukum pidana dalam memberikan informasi palsu. Secara praktis, hasil penelitian ini akan memberikan masukan dalam bidang ilmu hukum, khususnya kaitannya dengan tindak pidana pemberian keterangan palsu di hadapan Pengadilan.
Kerangka Konsep
Keaslian Penelitian
Permasalahan dalam skripsi ini adalah apa perlindungan hukum bagi Notaris pada saat membuat akta apabila yang bersangkutan memberikan keterangan, identitas dan/atau dokumen yang tidak benar pada saat pembuatan akta. Apa saja bentuk-bentuk asas kehati-hatian notaris dalam proses pembuatan akta otentik. Apa akibat hukum dari akta notaris yang dibuat atas dasar surat palsu dan pernyataan palsu? Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, sepanjang pengetahuan kami, telah dilakukan penelitian mengenai: Analisis hukum pertanggungjawaban pidana atas pemberian keterangan palsu di bawah sumpah di hadapan sidang pengadilan (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 988 K/Pid /2018) belum pernah dilakukan, dilihat dari judulnya dan juga dari isi permasalahannya, maka penelitian ini adalah asli.
Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian
- Metode Pendekatan
- Objek Penelitian
- Alat Pengumpulan Data
- Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data a. Jenis Data
- Analisis Data
Dalam tulisan ini penulis mencoba menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Apabila pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan cara mengkaji seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang dihadapi, maka pendekatan kasus dilakukan dengan mengkaji putusan hakim pengadilan terhadap suatu hal yang bersangkutan. Objek penelitian dalam penulisan tesis ini adalah Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 988 K/Pid/2018.
Peneliti sebagai alat utama dalam mengumpulkan data perpustakaan menggunakan alat tulis untuk mencatat bahan yang diperlukan dalam buku catatan, kemudian alat elektronik (komputer) untuk mengetik dan menyusun bahan yang diperoleh, dan flash disk untuk menyimpan berbagai bahan hukum. Data kualitatif, yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata verbal, bukan dalam bentuk angka. yang memuat data kualitatif dalam penelitian ini yaitu gambaran umum mengenai objek penelitian. Alat pengumpulan data menjadi landasan utama penyusunan skripsi ini yang didasarkan pada: penelitian kepustakaan; Dengan metode ini penulis dapat mengumpulkan bahan pustaka, baik berupa putusan pengadilan, buku, majalah, dokumen maupun sumber teori lainnya sebagai landasan penyelesaian permasalahan dalam skripsi ini.
Dari data-data yang dikumpulkan dari studi kepustakaan, baik data primer maupun data sekunder, kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu dengan mengumpulkan bahan, mengkualifikasi kemudian menghubungkan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan menarik kesimpulan untuk mengetahui hasilnya dengan cara melakukan penafsiran perbandingan hukum hukum sejarah hukum dibantu dengan yuridis sosiologis.
PENGATURAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN KETERANGAN DI DEPAN PENGADILAN
Kedudukan Saksi Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Bahwa keterangan saksi harus disertai alasan mengapa ia mengetahui tentang sesuatu yang dijelaskannya. Artinya, isi informasi tersebut hanya bernilai dan mempunyai nilai pembuktian apabila setelah memberikan informasi tersebut, ia kemudian menjelaskan alasan-alasan pengetahuannya. Dapat dipercaya atau tidaknya seorang saksi tergantung pada banyak hal yang harus diketahui oleh hakim.49 Hal ini terlihat dari Pasal 185 ayat 1 KUHAP.
Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang dapat mempengaruhi secara umum dapat dipercaya atau tidaknya kesaksian itu.” Apabila hakim harus mentaati ketentuan-ketentuan tersebut, maka setiap saksi harus dinilai baik dari segi cara hidupnya maupun segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi cara hidup dan moralitasnya, misalnya adat istiadat, harkat dan martabatnya, dan sebagainya. tidak mudah. 50 Oleh karena itu, hakim dalam hal ini diberikan kebebasan untuk mengadilinya.
Sedangkan tata cara pemberian perlindungan didasarkan atas prakarsa penegak hukum dan aparat keamanan atau atas permintaan korban atau saksi. Perlindungan yang menonjol dalam PP ini adalah perlindungan mengenai kerahasiaan identitas korban atau saksi dan adanya mekanisme penyampaian informasi selama proses persidangan tanpa pertemuan langsung dengan tersangka. Ada kalangan yang menilai PP ini kurang memadai terkait prosedur perlindungan, apalagi belum ada aturan baku atau standar mengenai teknis prosedur pemberian perlindungan dan/atau perlindungan saksi.
Khusus mengenai pemberian hak untuk diperiksa di pengadilan tanpa kontak langsung dengan tersangka atau terdakwa, juga tidak jelas bentuknya. Apakah prosedurnya sesuai dengan Pasal 173 KUHAP yang menyatakan bahwa majelis hakim boleh memerintahkan tersangka keluar ruang sidang pada saat saksi sedang memberikan keterangan atau sebaliknya, misalnya dengan pemeriksaan kamera atau telekonferensi? Kurang jelasnya bentuk pemeriksaan tanpa pertemuan tatap muka pada kenyataannya akan bergantung pada penafsiran hakim dalam menentukan bentuk “pertemuan tidak tatap muka dengan tersangka”.
58 Pasal 166 KUHAP menyatakan bahwa terdakwa atau saksi tidak boleh diperiksa secara jebakan. KUHP pada pasal 14c menyebutkan hakim dapat menjatuhkan pidana penangguhan dengan syarat umum dan syarat khusus yang harus dipenuhi selama masa percobaan.
Pengaturan dalam Hukum Internasional
Jaksa harus mengambil langkah-langkah tersebut, terutama selama penyelidikan dan penuntutan kejahatan tersebut. Perbuatan tersebut tidak boleh merugikan atau bertentangan dengan hak tersangka dan peradilan yang adil dan tidak memihak. Angka 2 secara khusus mengatur tentang model pemeriksaan kesaksian. Dinyatakan bahwa sebagai pengecualian terhadap asas pemeriksaan keterangan terbuka sebagaimana diatur dalam Pasal 67 (tentang hak-hak tersangka), maka sidang pengadilan, guna melindungi korban dan saksi atau tersangka, dapat melakukan beberapa tindakan sebagai berikut: mengizinkan pengawasan kamera atau penyerahan bukti melalui sarana elektronik atau cara khusus lainnya.
Ketentuan lain dalam Pasal 68 Statuta Roma juga menyatakan bahwa jika kepentingan para korban dipertaruhkan, maka pandangan dan keprihatinan mereka dapat diungkapkan dan dipertimbangkan. Apabila mengungkapkan bukti-bukti atau keterangan-keterangan yang akan menimbulkan kerugian berat terhadap seorang saksi atau keluarganya, penuntut umum, demi kepentingan perkara, dapat menahan bukti-bukti atau keterangan-keterangan tersebut dan mengajukan ringkasan bukti-bukti tersebut sebelum dimulainya persidangan, atau. Ketentuan lainnya, yaitu pada Pasal 68 huruf 6, menyatakan bahwa suatu negara dapat meminta dilakukannya tindakan-tindakan yang diperlukan sehubungan dengan perlindungan pekerja dan perwakilannya serta perlindungan informasi rahasia dan sensitif.
Kedudukan Saksi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaborator)
Sedangkan ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur lebih lanjut dalam PP. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak hanya mengatur peran masyarakat (masyarakat) dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, namun dengan berbagai akibat yang ditimbulkan dari keikutsertaannya tersebut, sangat rentan terhadap tindakan pembalasan yang dilakukan oleh tersangka. Selain itu, pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi, dan menurut Pasal 42 ayat. 1 dan par. 2, hal ini diatur lebih lanjut dalam PP.
57 Tahun 2003, tentang tata cara perlindungan khusus bagi pelapor dan saksi tindak pidana pencucian uang (TPPU). Perlindungan khusus terhadap pelapor dan saksi tindak pidana pencucian uang lebih maju dibandingkan dengan ketentuan perlindungan saksi pada PP No. Dengan uraian dan penjelasan di atas, maka ketentuan terkait penghargaan atas pelaporan saksi setidaknya ada dalam Hukum Pidana Substantif dalam Undang-Undang Pemberantasan Tipikor no.
Namun, hal ini jauh tidak memadai jika dibandingkan dengan perlindungan terhadap saksi pelapor (whistleblower) dan pelaku yang bekerja sama (judicial associates) pada tataran nilai-nilai universal, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Konvensi PBB Menentang Korupsi tahun 2003, yang kemudian diratifikasi dengan Undang-Undang. TIDAK. Perlindungan terhadap orang-orang tersebut berlaku secara mutatis mutandis sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Konvensi ini. Perlindungan terhadap pelapor tindak pidana (whistleblower) dan saksi ikut serta (legal associate) diatur dalam Pasal 10 UU No.
Saksi pelapor adalah pihak yang mengetahui dan melaporkan bahwa tidak ada tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA dan bukan merupakan bagian dari pelaku tindak pidana yang dilaporkannya.
Jenis – Jenis Saksi
Tipe kedua adalah korban tidak langsung, yakni orang-orang yang secara tidak langsung menderita dan menderita kerugian akibat tindak pidana tersebut, misalnya keluarga, sanak saudara, dan orang-orang lain yang bergantung pada korban baik nyawa maupun kepentingannya. 61 Yoni A. Setyono, Tinjauan Hukum Pembuktian Tindak Pidana Pemerkosaan (dalam Usulan RUU Unggulan/Program Utama Tahun 2009), hal.10-11. Dalam penjelasan Pasal 185 ayat (1) disebutkan bahwa alat bukti tidak termasuk keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain.
Bagaimanapun, menurut Andi Hamzah, keterangan de audito perlu didengari oleh hakim, walaupun ia tidak mempunyai nilai sebagai bukti keterangan, tetapi ia boleh mengukuhkan nilai sebagai keterangan keterangan, tetapi ia dapat menguatkan keyakinan hakim yang diperolehi. daripada dua instrumen lain 64 Bukti audit boleh digunakan sebagai sumber yang menunjukkan bukti, penilaian dan penghakiman diserahkan kepada hakim. Hakim dilarang menggunakan pernyataan de audito sebagai bukti, iaitu tentang situasi yang saksi hanya mendengar daripada orang lain. Keputusan (Keputusan) Landraad Telukbetung, 14 Julai 1938 (T. 148 halaman 1683) enggan memberikan keterangan mengenai keterangan tersebut atas alasan "sesuatu keterangan de auditu tidak boleh dianggap sebagai bukti yang sah".
Dari putusan hakim mengenai keterangan de auditu jelas tidak dapat disebutkan dengan jelas diterima atau tidaknya keterangan de auditu sebagai alat bukti, namun tergantung pada fakta masing-masing perkara.67. Keberatan terhadap kesaksian de auditu (testimonium de auditu) dulu didasarkan pada prinsip bahwa seluruh proses pembuktian.
Aturan Mengenai Memberikan Keterangan Di Depan Pengadilan Ditiinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian atau “the degree
Setiap keterangan saksi yang melampaui apa yang didengarnya sendiri pada peristiwa pidana yang terjadi atau melampaui apa yang dilihat atau dialaminya pada peristiwa pidana yang terjadi, dan keterangan yang diberikan di luar pendengaran, penglihatan atau pengalamannya sendiri sehubungan dengan peristiwa pidana yang telah terjadi. terjadi tidak dapat diperhitungkan. keterangan dan dinilai sebagai alat bukti.” Keterangan seorang saksi di sidang, yang berupa pernyataan berulang-ulang tentang apa yang didengarnya dari orang lain, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti. Keterangan yang mempunyai sifat dan warna pandangan dan pemikiran pribadi saksi tidak dapat dianggap sebagai alat bukti.
Agar keterangan saksi dapat dianggap sebagai alat bukti, maka keterangan tersebut harus “dijelaskan” di pengadilan. Maka keterangan saksi yang menerangkan apa yang didengar, dilihat, atau dialaminya sendiri sehubungan dengan suatu tindak pidana, hanya dapat bernilai sebagai alat bukti apabila saksi mengungkapkan keterangan itu di persidangan. Agar keterangan seorang saksi dianggap cukup untuk membuktikan kesalahan tersangka, harus disertai sekurang-kurangnya dua alat bukti.
Dalam hal demikian, seorang saksi saja sudah cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, karena selain keterangan seorang saksi saja, terdapat cukup bukti atas pernyataan/pengakuan terdakwa. Keterangan beberapa saksi tidak tergantung pada keterangan salah satu saksi dan saksi lainnya.