Berikut pandangan Aristoteles mengenai negara hukum bahwa yang dimaksud dengan negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum dan menjamin keadilan bagi warga negaranya. Demikian pula peraturan hukum yang sejati hanya akan ada jika peraturan hukum mencerminkan keadilan dalam interaksi sosial antar warga negara. Sejarah perkembangan hukum mencatat sedikitnya ada 3 (tiga) konsep hukum yang ditemukan manusia, yaitu.
Masing-masing sistem penegakan hukum tersebut didukung dan dilaksanakan oleh aparatur negara atau aparat penegak hukum yang mempunyai peraturan tersendiri.20. 22 Soerjono Soekanto, op. Cit, hal. 3. unsur-unsur pembentuk sistem hukum yang sudah berfungsi.23 Unsur-unsur hukum terdiri atas: Sistem peradilan pidana tidak dapat dipisahkan dari sistem hukum yang terdiri dari muatan hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.
Aparat penegak hukum yang tidak bersih atau korup dapat menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Soejono Soekanto mengatakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum merupakan beberapa faktor dalam penegakan hukum yang tidak dapat diabaikan; jika tidak dipatuhi, mengakibatkan penuntutan yang diharapkan tidak tercapai.29.
Kerangka Konseptual
Susanto, sistem peradilan pidana merupakan suatu sistem pengendalian kejahatan yang terdiri atas lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan bagi narapidana. Soejono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konseptual pada hakikatnya merupakan arah atau pedoman yang lebih konkrit dibandingkan dengan kerangka teori yang seringkali bersifat abstrak, oleh karena itu perlu adanya definisi operasional yang menjadi pedoman konkrit dalam proses penelitian.32. Kerangka konseptual dalam perumusan atau perancangan definisi hukum, penerapannya tidak hanya terbatas pada penjabaran kerangka konseptual saja, namun juga pada upaya merumuskan definisi operasional di luar peraturan perundang-undangan.
Delik merupakan suatu perbuatan yang dilarang menurut ketentuan KUHP dan diancam dengan pidana apabila ada yang melanggarnya. Illegal logging adalah pembalakan liar dan melanggar peraturan perundang-undangan, yaitu berupa pencurian kayu pada kawasan hutan negara atau hutan hak (milik) dan/atau pemegang izin menebang melebihi kuota yang ditentukan dalam izin.36. Tindak Pidana Khusus Polres Pidie Jaya merupakan unsur yang melaksanakan tugas pokok di bawah Kapolda yang bertugas melakukan penyidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional, dan penyelenggaraan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut Penyidik Pegawai Negeri Sipil). menjadi PPNS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. .
Asumsi
Tindak pidana tersebut menurut bentuk atau sifatnya merupakan perbuatan yang melawan hukum, merugikan masyarakat dalam arti menentang atau menghalangi terlaksananya tatanan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Pemberantasan Perusakan Hutan yang merupakan pengaturan khusus dalam rangka penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana di bidang kehutanan pada umumnya dan terhadap tindak pidana pembalakan liar pada khususnya. Penanganan yang dilakukan Unit Kriminal Khusus Polres Pidie Jaya dalam menanggulangi pembalakan liar dilakukan melalui tindakan preventif yaitu penyuluhan masyarakat, pendidikan hukum serta peningkatan kualitas dan kuantitas personel kepolisian.
Kendala yang dihadapi penyidik tindak pidana khusus Polres Pidie Jaya dalam mengungkap kasus illegal logging adalah kendala internal yaitu lemahnya mental aparat penegak hukum dan kurangnya sarana dan prasarana penyidikan.
Keaslian Penelitian
Disertasi Arlin Parlindungan Harahap, NPM Mahasiswa Program Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Tahun 2019 yang berjudul “Tanggung Jawab Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Hasil Illegal Logging (Studi Pada Polda Sumut)”. Tesis: Dhimas Adhi Sulistyo, NIM:C, mahasiswa program Magister Hukum Universitas Hasanuddin Makasar tahun 2020 dengan judul Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Illegal Logging yang Dilakukan Polri (Studi Kasus di Polres Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah). Bagaimana langkah Polri dalam upaya preventif dan represif terhadap kejahatan illegal logging di Polres Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah?
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Illegal Logging Yang Dilakukan Kepolisian Resor Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah. Berdasarkan permasalahan diatas berbeda dengan tesis ini karena yang dibahas adalah penegakan hukum terhadap kejahatan illegal logging, sehingga permasalahan yang diteliti tidak sama.
Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian
- Metode Pendekatan
- Alat Pengumpulan Data
- Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
- Analisis Data
Pendekatan kasus41 dilakukan dengan mengkaji kasus-kasus yang berkaitan dengan permasalahan yang telah menjadi putusan pengadilan. Alat pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data sekunder adalah dengan cara studi literatur. Menyempurnakan penelitian ini agar mempunyai tujuan yang jelas dan terarah serta dapat dipertanggungjawabkan sebagai hasil karya ilmiah.
Studi dokumen digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mempelajari, menelaah, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan objek penelitian. Data sekunder ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku, temuan penelitian dan dokumen undang-undang terkait penegakan hukum terhadap kejahatan illegal logging. Pengumpulan data difokuskan pada pokok permasalahan, sehingga dalam penelitian tidak terjadi penyimpangan dan ambiguitas dalam pembahasan.
Dari penelitian kepustakaan dikumpulkan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.44. Data sekunder ini mempunyai cakupan yang sangat luas meliputi surat-surat pribadi, catatan harian bahkan dokumen resmi yang dikeluarkan pemerintah.45. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan mengenai perdamaian dalam tindak pidana illegal logging.
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer yang berupa putusan pengadilan, buku-buku yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Putusan pengadilan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah putusan yang memperhatikan tujuan penelitian ini dan dengan melihat ciri-ciri dan ciri-ciri objek yang diteliti serta hasilnya yang nantinya akan digeneralisasikan. Analisis data menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji adalah suatu proses menyusun rangkaian data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. 46 Data sekunder yang diperoleh kemudian disistematisasikan, diolah dan diteliti serta dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif melalui kualitatif. mendekati.
Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan cara mengolah data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.47 Jadi dapat memaparkan hasil penelitian ini secara menyeluruh dan sistematis.
TAHUN 1999 A. Tindak Pidanai Illegal Loging
Tindak Pidana Illegal logging Menurut Undang-Undang 19 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun
Menurut Zainal Abidin Farid disebutkan bahwa hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dapat diterapkan terhadap setiap orang pada umumnya, sedangkan hukum pidana khusus ditujukan hanya untuk orang-orang tertentu, atau merupakan hukum pidana yang hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran tertentu saja, misalnya Hukum Ekonomi. Hukum Pidana, Hukum Pidana Lingkungan Hidup, Hukum Fiskal. Keberhasilan pencegahan kejahatan harus dikondisikan pada keterpaduan beberapa pendekatan, yang secara garis besar dapat kita bagi menjadi pendekatan penal, melalui penerapan hukum pidana dan upaya non-kriminal, yaitu kebijakan pencegahan tanpa penerapan hukum pidana, namun justru menekankan pada upaya pencegahan. berbagai kebijakan sosial. Pendekatan punitif ini menekankan penggunaan hukum pidana sebagai alat represif berupa pemusnahan setelah suatu kejahatan terjadi.81.
Penegakan hukum pidana terhadap kejahatan di bidang kehutanan pada umumnya dan kejahatan illegal logging secara khusus, ketentuan mengenai sanksi pidana yang dapat diterapkan terhadap kejahatan illegal logging antara lain Pasal 78 UU Kehutanan, Pasal 82 sampai dengan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (selanjutnya disebut Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan). Produk legislasi nasional digolongkan dalam bentuk hukum pidana khusus terkait dengan tindak pidana illegal logging yaitu Undang-Undang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, dan penggunaan kawasan hutan. 82Deasy Soeikromo, Ketentuan Hukum Pidana Terhadap Praktek Illegal Logging dan Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup di Indonesia, Jurnal Hukum Unsrat Vol.21/No.5 Januari 2016, hal.3.
Menurut Pasal 78 UU Kehutanan ayat 2, barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 50 ayat 3 huruf a, huruf b atau c, dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun. dan denda paling banyak lima miliar rupiah). Menurut Pasal 78 UU Kehutanan ayat 5, disebutkan siapa pun yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam § 50 ayat 3 huruf e atau huruf f diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh). tahun dan denda paling banyak Rp lima miliar rupiah. ). Menurut sistem hukum pidana Indonesia, yang dapat dikenai hukum pidana adalah orang perseorangan atau manusia.
Namun Pasal 78 ayat (14) UU Kehutanan menyebutkan bahwa “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha. badan, penuntutan dan sanksi" Pidana yang dijatuhkan kepada pengurus, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, diancam pidana sesuai dengan ancaman pidananya masing-masing ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan." Tanggung jawab dalam hukum pidana berarti suatu orang yang melakukan tindak pidana, baik dapat dihukum atau tidak.Menurut ketentuan Pasal 78 ayat (2) UU Kehutanan “barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a , huruf b atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.
Menurut Pasal 78 ayat (5) Undang-Undang Kehutanan, “Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 50 ayat (3) huruf e atau huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah. maksimal Rp .
Analisis
Ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan kayu mendorong terjadinya pembalakan liar di taman nasional dan hutan lindung. Selama ini praktik pembalakan liar masih dikaitkan dengan lemahnya penegakan hukum, dimana penegakan hukum hanya berurusan dengan masyarakat lokal atau pemilik alat angkutan kayu. Selain itu, disebut-sebut ada pejabat korup yang justru berperan penting dalam melegalkan pembalakan liar.
Hak pengusahaan hutan selama ini diserahkan kepada pemerintah pusat, namun di sisi lain, sejak diterapkannya kebijakan pemerintahan daerah sendiri, pemerintah daerah harus berupaya untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan daerahnya. Kondisi ini mendorong pemerintah daerah untuk berupaya menggali berbagai potensi daerah yang mempunyai nilai ekonomi yang tersedia di daerahnya, termasuk potensi ekonomi hutan.