Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
PERAN PPNS DALAM MENANGGULANGI
TINDAK PIDANA
ILLEGAL LOGGING
(Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Rangka Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
OBRIKA SIMBOLON NIM. 030200151
BAGIAN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
PERAN PPNS DALAM MENANGGULANGI
TINDAK PIDANA
ILLEGAL LOGGING
(Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Rangka Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
OBRIKA SIMBOLON NIM. 030200151
BAGIAN HUKUM PIDANA
Disetujui oleh :
Ketua Bagian Hukum Pidana
NIP. 131 842 854 (Abul Khair, SH, Mhum)
Pembimbing I Pembimbing II
(Tambah Sembiring SH.) (Berlin Nainggolan SH.,M.Hum.)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Dia yang punya kuasa atas
segala hidup manusia di bumi, Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan
penyertaannya kepada penulis sehingga di dalam penyelesaian skripsi ini penulis
dalam keadaan sehat.
Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana
hukum pada Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi
ini, penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun dengan lapang dada penulis
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang
menaruh perhatian terhadap skripsi ini.
Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis
mengucapkan terima kasuh yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
banyak memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang dirlukan dalam
penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yanh
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., MHum., sebagai dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH., sebagai Pembantu Dekan I Fakultas
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH., sebagai Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara
4. Bapak M. Husni, SH., MH., sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Abul Khair, SH., MHum., sebagai ketua bagian departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
6. Ibu Nurmalawaty, SH., MHum., sebagai sekretaris Departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
7. Bapak Tambah Sembiring, SH., sebagai Dosen Pembingbing I yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan
pembuatan skripsi.
8. Bapak Berlin Nainggolan, SH., MHum., sebagai Dosen Pembimbing II yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan
pembuatan skripsi.
9. Seluruh Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah mengajari dan memberikan ilmunya kepada penulis selama duduk di
bangku perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.
10.Bapak Pudja, SH. selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil di kantor Dinas
Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.
11.Teristimewa kepada Ayahanda Drs. Osmar Simbolon dan Ibunda R. br.
Sitepu, SPd., dengan segala kerendahan hati ku presembahkan karya
sederhana ini. Treima kasih buat doa, kasih saying,erta dukungannya, baik
moril maupun materil yang tiada hentinya mengalir dicurahkan kepada
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
Simbolon dan Michael Simbolon, terima kasih buat doa dan kasih sayangnya
selama ini.
12.Teman-teman stambuk 2003, terima kasih buat dukungannya selama ini.
13.Trima kasih buat adik-adik stambuk 2004, 2005, 2006, dan 2007, terima
kasih buat dukungannya.
14.Buat kawan-kawan GmnI komisariat Fakultas Hukum USU, KMK St.
Fidelis Fakultas Hukum, dan PERMAHI Cabang Medan.
15.Pada pihak-pihak lain yang telah memberkan bantuan kepada penulis untuk
Menyusun skripsi ini, namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari apa yang penulis sajikan dalam skripsi ini masih jauh dari
sempurna, kaena masih banyak ditemui tutur kata yang tidak pada tempatnya
serta bobot ilmiah yang masih jauh dari yang diharapkan karena keterbatasan
ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan petunjuk dan
saran dari pembaca semua.
Akhir kata penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna bagi kita
semua. Serta dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan tentang
permasalahan yang penulis bahas serta dapat menambah refrensi bagi
pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengatasi permasalahan yang penulis angkat
dalam penelitian ini.
Medan, 1 September 2007
Penulis
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAKSI... vi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penulisan... 4
D. Manfaat Penuisan ... 5
E. Keaslian Penulisan ... 6
F. Tinjauan kepustakaan ... 6
G. Metode penelitian... 24
H. Sistematika Penulisan... 26
BAB II : PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA TENTANG TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING A. Peraturan mengenai Tindak Pidana Illegal Logging di Indonesia ... 28
B. Proses Penyidikan Tindak Pidana Illegal Logging ... 42
C. Faktor-ni yang mempengaruhi Tindak Pidana Illegal Logging ... 48
BAB III : PERAN PPNS DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING A. Peran PPNS dalam Tindak Pidana Illegal Logging ... 57
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
C. Pelaku dan modus perandi tindak pidana llegal logging ... 71
BAB IV : KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI PPNS
A. Kendala yang dihadapi PPNS dalam penanggulangan Tindak Pidana Illegal
Logging ... 75
B. Upaya-upaya yang dilakukan ... 84
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan. ... 92
B. Saran . ... 95
DAFTAR PUSTAKA
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan ABSTRAK
Pembalakan hutan di Indonesia menjadi salah satu kejahatan yang berat dan sulit di berantas. Hutan yang berfungsi sebagai sakah satu penentu penentu system penyangga kehidupan. Keadaannya sekarang cenderung menurun kelestariannya. Oleh karena itu pemerintah berusaha mengadakan pengaturan-pengaturan hukum terhadap penebangan liar (illegal logging) yang dilakukan orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Untuk itu diperlukan adanya pengawasan hutan secara terpadu sehingga dapat meminimalkan kerusakan yang terjadi.
Dalam skripsi ini penulis mengangkat persoalan bagaimana peran Penyidik Pegawai Negri Sipil dalam pemberantasantindak pidana illegal logging, dan apa-pa saja kendala yang dihadapi oleh Penyidik Pegawai Negri SIpil dalam usaha pemberantasan tindak pidana illegal logging, serta upaya-upaya yang dilakukan untuk pemberantasan tindak pidana illegal logging.
Penelitian ini dilakukandengan cara penelitian lapangan dengan studi kepustakaan, yaitu dengan melakukan penelusuran terhadap buku-buku literature-literatur yang berkaitan dengan tindak pidana llegal logging juga melakkan wawancara secara langsung dngan pihk-pihak yang terkait dengan pihak-pihak yang terkait dengan penyidik PNS dengan menggunakan data di atas pada Bab Pembahasan dijelaskan dan diuraikan hasil-hasil penelitian melalui data primer dan sekunder yang kemudian di seleksi serta dianalisa sedangkan data yang diperoleh di lapangan di edit sehingga diperoleh suatu kesimpulan sebagai jawaban dari permaslahan yang dibahas yaiu mengenai peran Penyidik PNS.
UU No. 41 Tahun 1999 merupakan upaya untuk menanggulangi tindak pidana illegal logging akan tetapi perkembangan selanjutnya menunjukkan bagaimana variatifnya modus operandi tindak pidana illegal logging. Dalam proses penyidikan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana illegal logging maka tunduk kepada UU No.41 Tahun yang tidak terlepas dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam KUHAP
Peran Penyidik PNS bidang kehutanan dalam tindak pidana illegal logging lebih efektif dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana illegal loging hal ini disebabkan karena keterbatasan yang selalu dihadapi Polri Khususnya keterbatasan personil di bidang penyidik dan keterbatasan di bidang pengetahuan di bidang tertentu yang menyebabkan Polri tidak mampu menangani semua tindak pidana yang terjadi.
Dan berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa.
Kendala-kendala yang dihadapi Penyidik PNS dalam penanggulangan tindak pidana illegal logging secara umum adalah : lemahnya koordinasi antar penegak hukum, pelaku utama (actor intelektual) yang sulit ditembus oleh hukum, adanya otonomi daerah, kurangnya sarana dan sarana dan prasarana, dan keterbatasan dana.
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Negara Indonesia merupakan negara yang subur akan kekayaan alam yamg
terkandung di dalamnya. Di Indonesia hutan terancam kekayaan alamnya baik itu
dari alam ataupun dari tangan manusia itu sendiri. Untuk itu pemerintah melakukan
pengelolaan sumber daya hutan sebagai ekosistem secara adil, demokratis, efisien,
dan profesional guna menjamin keterlanjutan fungsi dan manfaatnya untuk
kesejahteraan bagi masyarakat.
Kerusakan hutan di berbagai belahan bumi sudah terjadi sejak pecahnya
perang Dunia I memasuki abad teknologi industri di Prancis dan Inggris. Di Negara
berkembang, kersakan hutan tampak makin mencemaska dengan pesatnya daya
pengelolaan hutan yang tidak diikuti dengan norma-norma yang tela ditetapkan
secara yuridis.1
Persoalan yang paling mencolok di bidang kehutanan adalah marakanya
praktek pembalakan liar atau illegal logging. Penebangan liar (illegal logging)
nyatanya hingga saat ini masih hampir terjadi di seluruh dunia, namun yang paling
parah justru banyak dilakukan di kawasan Asia pasifik, khususnya di Negara-negara
Amerika latin, Benua Afrika, dan ASEAN yang keadaanya makin hari semakin
mengkhawatirkan. Diduga illegal logging yang menghancurkan jutaan hektare hutan
hujan tropis ini, diatur oleh semacam sindikat yang terkoordinasi rapi hingga pihak
berwajib pun sulit untuk membongkarnya.
1
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
Menghadapi kenyataan seperti ini diperlukan langkah-langkah pengamanan
yang efisien dan sefektif mungkin, dengan cara pengamanan hutan oleh Polri dan
masyarakat serta seluruh komponen bangsa Indonesia memiliki tanggung jawab
bersama dalam menjaga dan memelihara keamanan dalam negri termasuk keamanan
hutan
Lahirnya Undang-Undang no. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagai
dasar penegakan hukum terhadap aksi illegal logging di Indonesia memang
dirasakan belum maksimal. Polri sebagai institusi yang bertugas melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap suatu tindak pidana masih banyak mengalami
hambatan dan keterbatasan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya.
Penyidikan tindak pidana di bidang kehutanan merupakan salah satu bentuk
penyidikan yang dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negri Sipil. Penyidikan ini
dimaksudkan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau yang
berkenaan laporan atau keterangan berkenaan tindak pidana di bidang illegal
logging.
Dalam melakukan tugasnya penyidik di bidang tindak pidana kehutanan
selaku penyidik Pegawai Negri Sipil harus berlandaskan kepada Undang-Undang
No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan dan KUHAP. Selanjutnya berdasarkan pasal 7
ayat (2) KUHAp dinyatakan adanya koordinasi dan pengawasan oleh penyidik Polri.
Pada hakekatnya penyidikan tindak pidana di bidang kehutanan merupakan
salah satu upaya untuk menegakkan ketentuan peraturan perundang-undangan
kehutanan. Penyidikan merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
Penyidik menurut pasal 1 huruf 1 KUHAP adalah Polisi NegaraRepublik
Indonesia Atau Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan. Keberadaan Penyidik Pegawai
Negri Sipil didorong oleh suatu kebutuhan akan aparat penegak hukum di bidang
tertentu yang disebabkan perkembanagan dewasa ini. Keberadaan Penyidik Pegawai
Negri Sipil secara implisit diatur di dalam pasal 6 ayat 1 huruf b KUHAP dengan
wewenang sesuai yang ditetapkan dalam Undang-Undang yang menjadi dasar
hukumnya.
Keberadaan Penyidik Pegawai Negri Sipil dalam sistem peradilan pidana
berada dalam satu komponen yang sama dengan Polri sehingga oleh karenanya
KUHAP mengatur pula bahwa di dalam pelaksanaan tugas penyidikan Pegawai
Negri Sipil berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri. Hal ini
sesuai denganm ketentuan Pasal 6 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan bahwa
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat(1) huruf b mempunyai
wewenang sesuai dengan Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya
masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan
pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.
Hal ini disebabkan karena keterbatasan yang selalu dihadapi Polri khususnya
keterbatasan personil di bidang penyidik, dan keterbatasan pengetahuan di bidang
tertentu menyebabkan Polri tidak mampu menangani semua tindak pidana yang
terjadi. Meskipun kewenangannya selaku penyidik umum memungkinkan Polri
menjangkau semua jenis tindak pidana.
Dengan keberadaan Penyidik Pegawai Negri Sipil tersebut, maka tindak
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
termasuk tindak pidana di bidang kehutanan yang penyidikannya dan
penanganannya dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negri Sipil.
B. PERMASALAHAN
Tindak pidana di bidang kehutanan seperti yang tercantum dalam
Undang-Undang 41 tahun 1999 bukan merupakan delik aduan. Oleh sebab itu Penyidik
dalam bidang kehutanan baik Polisi maupun Penyidik Pegawai Negri Sipil dapat
melakukan penyidikan baik setelah menerima laporan atau pengaduan maupun
belum menerima laporan dari masyarakat dan orang yang dirugikan.
Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini, sebagai berikut :
1. bagaimana kinerja Penyidik Pegawai Negri Sipil dalam penanggulangan
tindak pidana illegal logging?
2. Bagaimana kendala-kendala Penyidik Pegawai Negri Sipil dalam
menanagani Tindak pidana illegal logging serta upaya yang dilakukan?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran Penyidik Pegawai Negri Sipil dalam
penanggulangan tindak pidana di bidang kehutanan khususnya illegal
logging.
2. untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Peyidik
Pegawai Negri Sipil dalam penanggulangan tindak pidana Illegal
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi tindak pidana di bidang illegal logging.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. secara toritis
diharapkan menjadi bahan untuk pengembangan wawasan dan untuk
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi
perbendaharaan dan koleksi ilmiah serta memberikan kontribusi
pemikiran yang menyoroti dan membahas mengenai peran Penyidik
Pegawai Negri Sipil, yang diharapkan dapat memberikan sumbangan
bagi perkembanagan hukum pidana Indonesia.
2. Secara praktis
a. sebagai masukan atau pedoaman bagi aparat penegak hukum
maupun praktisi hukum dalam menentukan kebijakan untuk
menangani dan menyelesaikan perkara-perkara tindak pidana illegal
logging khususnya
b. Memberikan sumbangan pikiran dan kajian tentang peran Penyidik,
terutama Penyidik Pegawai Negri Sipil di bidang kehutanan.
c. Memberikan sumbangan pemikian bagi masyarakat khususnya
memberikan informasi ilmiah mengenai wewenang penyidik di
bidang tindak pidana kehutanan.
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
Skripsi ini berjudul “ Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana
Illegal Logging”
Penulisan ini dilakukan oleh peneliti dimulai dengan mengumpulkan
bahan-bahan yang berkaitan dengan tindak pidana illegal logging, baik melalui literatur
yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan di
samping itu juga diadakan penelitian. Dan sehubungan degan keaslian judul skripsi
ini, pada saat penulis menulis skripsi ini belum ada judul yang sama, walaupun ada
judul yang berbicara tentang “illegal logging” namun judul dan objek pembahasan
yang dibicarakan tidak sama.
Bila di kemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis
oleh orang lain dalam bentuk skripsi, maka hal itu menjadi tanggung jawab penulis
sepenuhnya.
F. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Peyidikan
1.1Pengertian Penyidikan
Sebelum sampai pada tahap Penyidikan terhadap suatu peristiwa yang
daianggap sebagai tindak pidana terlebih dahulu harus dilakukan suatu proses yang
disebut penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
Undang-Undang ini (Pasal 1 angka 5 KUHAP).
Dengan kata lain penyelidikan tersebut dilakukan untuk menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan terhadap suatu peristiwa yang dianggap sebagai
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI) seperti yang termuat dlam pasal
4 KUHAP.
Pada tahap penyelidikan ini penyelidik berusaha atas inisiatif sendiri
menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana adalah benar merupakan
tindak pidana sehingga dapat diproses lebih lanjut. Berita Acara Penyelidikan dan
melaporkannya kepada Penyidik untuk diproses lebih lanjut. Berita Acara
Penyelidikan ini akan dijadikan Penyidik sebagai dasar dalam rangka proses
Penyidikan. Terutama dalam menentukan tindakan-tindakan apa yang diperlukan
untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan sehingga menjadi
jelas tindak pidananya (criminal act) dan siapa pelaku yang akan bertanggung jawab
terhadap tindak pidana yang terjadi tersebut.(criminal responsibility)2
1) Penyidik adalah :
.
Dalam pasal 1 angka1 KUHAP dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyidik
adalah Pejabat Polisi Negara atau Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. Dalam
pelaksanaanya lebih lanjut pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menentukan
bahwa:
a. pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertenti sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi.
b. Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu. 2) dalam hal di suatu tempat sektor Kepolisian tidak ada Pejabat Penyidik
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannya adalah Penyidik
2
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, ditunjuk oleh kepala Kepolisian Republik Indonesia sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
4) Wewenang peunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat
dilimpahkan kepada Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
5) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, diangkat oleh mentri atas usul dari Departemen yang membawahkan Pegawai Negri tersebut. Mentri sebelum melaksanakan pengangkatan terlebih dahulu mendengar pertimbangan Jaksa Agung dan Kepolisian Republik Indonesia.
6) Wewenang Pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dapat
dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Mentri3
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) jo Pasal 1 angka 1 KUHAP ada dua badan yang
berhak dan berwenang melakukan penyidikan yaitu: .
a. Pejabat Polisi Negara republik Indonesia
b. Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh Undang-Undang.
Namun selain kedua penyidik di atas ada dikenal juga penyidik perwira
TNI-AL dan kewenangan melakukan penyidikan oleh Kejaksaan terhadap tindak pidana
khusus sepertiTindak Pidana Ekonomi, Tindak Pidana Subversi, dan Tindak Pidana
Korupsi. Hal ini didasarkan pada Pasal 284 ayat (2) KUHAP yang menyatkan bahwa
dalam dua tahunsetelah berlakunya KUHAP masih diberi wewenang untuk
melakukan penyidikan.4
Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa Polisi memiliki tugas ganda yaitu
selain dibebanitugas sebagai Penyidik, polisi juga dibebani tugas sebagai seorang
penyidik. Dari Pengertian Penyelidikan dan Peyidikan yang tercantum dalam
KUHAP menunjukkan bahwa antara Penyelidikan dan Penyidikan adalah
merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dan saling menunjang
3
M.Yahya Harahap,Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hal 97
4
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
antara satu dengan yang lain. Proses Penyelidikan yang baik dan benar sesuai
dengan ketentuan yang berlaku akan memperlancar proses Penyidikan terhadap
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.
Di samping pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 6 KUHAP, dalam
Pasal 10 KUHAP ditentukan pula tentang pejabat Penyidik pembantu. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983, ditentukan
penyidik pembantu adalah :
1) Penyidik Pembantu adalah:
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi. (Serda).
b. Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu dalam Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia atas usul Komandan atau Pimpinan Kesatuan Masing-masing.
c. Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat
dilimpahkan kepada Pejabat Kepolisian Negara Reublik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.5
Dengan demikian istilah “Kepolisian Sebagai Penyidik Tunggal” tidaklah tepat
dan idak lebih tepat lagi bila istilah tersebut dihubungkan dengan ketentuan Pasal 17
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 yang menyatakan : “ Penyidikan
menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 284 ayat
2 KUHAP dilaksanakan oleh penyidik yang berwenang lainnya”6
1.2 kewenanagan penyidikan
Dari pengertian penyidikan yang tercantum dalam pasal 1 angka 2 KUHAP:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”
Dari rumusan pengertian penyidikan di atas maka tugas utama penyidik adalah :
5
M. Yahya Harahap, Op.Cit,hal.98
6
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
a. Mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti-bukti tersebut
membuat terang tindak pidana yang terjadi.
b. Menemukan tersangka
Demi tercapainya tugas utama penyidik diberikan kewenangan-kewenangan dalam
melaksanakan kewajibannya yang diatur dalam pasal 7 KUHAP yaitu:
1) Penyidik sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewjibannya mempunyai wewenang “
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana ;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian ;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka atau memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
d. melakukan penangkapan,penahanan,penggeledahan,dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
g. memanggil orang untuk didengar atau didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubunganya dengan pemeriksaan perkara;
i. mengadakan penghentian penyidikan;
j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. 2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai
wewenang sesuai dengan Undang-Undang Yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a.
3) Dealam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Secara umum hak seorang Penyidik pegawai Negri Sipil dengan Penyidik Polri
itu adalah sama, hanya saja ruang lingkup dan kewenangan masing-masing yang
berbeda. Kewenangan Penyidik Pegawai Negri Sipil itu terbatas pada kejahatan
tertentu dalam ruang lingkup tugas instansi di tempat pejabat tersebut berada.
Ketentuan mengenai penyidikan terhadap kejahatan di bidang kehutanan diatur
secara khusus dalam Pasal 77 UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
“ Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagai penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”7
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan ,dan hasil hutan;
Pasal 77 ayat (1) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ini adalah merupakan
penjabaran dari Pasal 6 ayat(1) KUHAP. Dalam penjelasan Pasal 77 ayat (1) UU
No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu meliputi Pejabat Pegawai Negri Sipil di tingkat
pusat maupun tingkat daerah yag mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam
pengurusan hutan.
Mengenai kewenangan dari PPNS Kehutanan tersebut diatur dalam Pasal 77
ayat (2) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagai bentuk penjabaran dari
Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa wewenang PPNS diatur dalam
Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
Pasal 77 ayat (2) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan :
Pejabat Penyidik Pegawai Negri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk :
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
c. Memeriksa tanda pengenal seorang yang berada dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;
d. Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak
pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutansesuai dengan peraturan perundangn yang berlaku;
e. Menerima keterangan dan barang bukti dari orang atau badan huklum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan kawasan hutan,dan hasil hutan;
7
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
f. Menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan
penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
g. Membuat dan menendatangani berita acara;
h. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.8
Sedangkan mengenai kewenangan yang lainnya adalah berbeda.
Perbedaan-perbedaan itu ditemukan di dalam melakukan penahanan dan penangkapan.
Penyidik Pegawai Negri Sipil tertentu dikatakan sebagai seorang penyidik apabila
telah memenuhi syarat yang antara lain harus sehat jasmani dan rohani serta
sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (II/b). setelah memenuhi
syarat-syarat tersebut maka penyidik tersebut haruslah mempunyai surat
pengangkatan dari Mentri Kehakiman atas usul Departemen yang membawahi
pejabat tersebut, dengan terlebih dahulu mendengar Jaksa Agung dan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia.
Selain PPNS Kehutanan dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
ada juga dikenal Polisi Hutan (polhut) yang bertugas melakukan perlindungan hutan
yang dahuklu dikenal dengan istilah “jagawana”. Mengenai kewenangan Polhut ini
diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu
disebutkan bahwa :
“ Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada
pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaanya diberikan wewenang
kepolisin khusus”.
Kewenangan Polisi Kehutanan (polhut) ini diatur dalam Pasal 51 ayat (2) UU
No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Yaitu:
8
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
a. mengadakan Patroli / perondaan di dalam kawasan hutan atau
wilayah hukumnya
b. memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan
pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah
hukumnya;
c. menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang
menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan;
d. mencari keterangan dan baranag bukti terjadinya tindak pidana
yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan;
e. dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk
diserahkan kepada yang berwenang.
f. Membuat laporan dan menendatangani laporan tentang
terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan
hutan dan hasil hutan.
Bila dibandingkan dengan kewenangan penyidik yang dimuat dalam pasal 7
KUHAP, maka PPNS Kehutanan dan Polisi Hutan (Polhut) tidak mempunyai
kewenangan :
a. melakukan penangkapan dan penahanan
b. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
c. mengambil sidik jari dan memotret seseorang
d. mendatangi seorang ahli
e. mengadakan tindakan lain yang menurut hukum bertanggungjawab.
Mengenai mekanisme tata kerja PPNS Kehutanan diatur juga secara khusus dalam
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
“ Pejabat Pegawai Negri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikandan menyerahkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”
Bila kita perhatikan rumusan dari pasal 77 ayat (3) ini agak menyimpang dari apa
yang diatur dalam pasal 7 ayat (2) KUHAP menngenai mekanisme tat kerja PPNS.
Di dalam pasal 7 ayat (2) KUHAP dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya
PPNS berada di bawah pengawasan dan koordinasi penyidik Polri namun dalam
pasal 77 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 secara tegas memberikan kewenangan
kepada PPNS kehutanan dalam melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus
Kehutanan yang langsung diserahkan berkasnya kepada Penuntut Umum untuk
proses hukum lebih lanjut, ini berarti dapat dilakukan penyidikan tanpa koordinasi
dengan Polri. Tumpang tindihnya kebijakan ini akan membawa dampak negatif
yaitu akan muncul arogansi masing-masing penyidik yang diberi kewenangan oleh
Undang-Undang untuk melakukan perlindungan dan penanggulangan tindak pidana
di bidang kehutanan.
Selain Penyidik Polri dan Penyidik PPNS Kehutanan dan Polisi Hutan
(Polhut) penyidik perwira TNI-AL atas dasar kerjasama dengan departemen
kehutanana juga diberikan kewenangan dalam rangka peyidikan terhadap
penyeludupan kayu illlegal yang merupakan bagian dari kejahatan illegal logging9
2 TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING
.
Kondisi seperti ini tentu memungkinkan sekali terjadi tumpang tindih penyidikan
terhadap satu tersangka tindak pidana illegal loggiong masing-masing berjalan
sendiri-sendiri dan tidak terintegrasi ke dalam suatu lembaga penyidikan yang
terpadu sehingga berpotensi menciptakan konflik antar penyidik tersebut.
9
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
2.1 Pengertian tindak pidana
Pidana berasal dari Bahasa Belanda yaitu straf, yang kadang-kadang disebut
dengan istilah hukuman. Walaupun istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman,
karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht.
Pidana dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau
diberikan oleh negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum
(sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana.
Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah asing terdapat di dalam hukum
pidana Belanda (WvS) yang dikenal dengan istilah “stafbaarfeit”, dimana seperti
kita ketahui bahwa WvS Hindia Belanda yangsekarang menjadi KUHP kita adalah
merupakan terjemahan dari WvS Belanda. Tetapi tidak ada penjelasan resmi
mengenai arti dan isi dari istilah tersebut, baik dalam WvS Belanda maupun dalam
WvS Hindia Belanda (KUHP). Tindak pidana adalah prilaku yang ada pada waktu
tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak dapat ditolerir dan harus
diperbaiki dengan mendayagunakan sarana-sarana yang disediakan oleh hukum.10
1. Straf diterjemahkan sebagai pidana atau hukuman
Istilah stafbaarfeit ini terdiri dari (3) tiga kata yaitu :
2. Barr diterjemahkan sebagai dapat atau boleh
3. Feit diterjemahkan sebagai perbuatan
Jadi istilah Strafbaar feit secara etiomologi dapat diartikan sebagai perbuatan yang
dapat dipidana atau dihukum.
10
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
Istilah lain yang sering dipergunakan baik dalam perundang-undangan yang ada
maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strsfbaarfeit
adalah :
a. tindak pidana, yang merupakan istilah resmi dalam perundang-undangan
kita yang sering digunakan.
Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum. Peristiwa tidak
saja menunjuk pada perbuatan manusia, melainkan mencakup pada
seluruh kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan
manusia semata, tetapi juga oleh alam, seperti matinya seorang karena
disambar petir atau tertimbun tanah longsor yang tidak penting dalam
hukum pidana, baru menjadi penting dalam hukum pidana,apabila
kematian orang itu diakibatkan oleh perbuatan manusia baik aktif
maupun pasif. Tindak pidana menunjuk pada hal kelakuan manusia
dalam arti positif atau aktif. Perbuatan aktif maksudnya suatu bentuk
perbuatn untk mewujudkannya diperlukan atau disyaratkan adanya suatu
gerakan atau gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh manusia,
misalnya mengambil yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP.
b. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin “delictum” juga
digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan
starfbaarfeit.
Delik merupakan perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena
merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana11
c. Pelanggaran Pidana.
.
11
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
d. Perbuatan yang boleh dihukum
e. Perbuatn yang dapat dihukum
f. Perbuatan Pidana
Karena tidak adanya penjelasan yang resmi mengenai arti dan isi dari
istilah “straffbaarfeit” tersebut maka beberapa ahli hukum berusaha memberikan
pendapat mereka mengenai defenisi dari istilah “straffbaarfeit” tersebut antara lain:
Pompe, ia merumuskan bahwa strafbaarfeit itu sebenarnya adalah titindak lain dari
pada suatu tindakan yang menurut suatu rumusan undang-undang telah dinyatakan
sebagai tindakan yang dapat dihukum.12 Sedangkan R. Tresna merumuskan bahwa
peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang
bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya,
terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.13
1. Harus merupakan suatu perbuatan manusia
Dari rumusan defenisi
strafbaarfeit (tindak pidana) yang dikemukakan oleh beberapa ahli hukum maka
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan strafbaarfeit (tindak pidana) adalah
perbuatan manusia yang dilarang oleh undang-undang ataupun peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku dimana perbuatan tersebut diancam dengan
hukuman dan atas perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh pelaku.
Jadi suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana apabila memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut, yaitu:
2. Perbuatan tersebut dilarang dan diberi ancaman hukuman baik oleh
undang-undang maupun peraturan perundang-undangan lainnya.
12
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 72
13
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
3. Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang yang dapat dipersalahkan
karena melakukan perbuatan tersebut. (Simon)14
Dari sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu
dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan
perundang-undangan yang ada. Dalam KUHP terdapat adanya beberapa unsur dari tindak
pidana, yaitu :
a. Unsur tingkah laku
b. Unsur melawan hukum
c. Unsur kesalahan
Di samping itu dalam ilmu hukum pidana dikenal beberapa jenis yindak pidana,
diantaranya adalah:
1. Menurut dari sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan dan pelanggaran.
Kejahatan diatur dalam Buku II KUHP, dimana kejahatan dijatuhkan
terhadap tindak pidana yang berat, misalnya pembunuhan. Pelanggaran
diatur dalam Buku III KUHP, pelanggaran dijatuhkan terhadap tindak
pidana ringan, seperti tidak memakai helm pada waktu berkendaraan di
jalan raya.
2. Menurut cara perumusannya, dibedakan antara tindak pidana formil dan
tindak pidana materil. Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang
perumusannya, dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang, jadi
tindak pidana tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan yang
dilarang sebagaimana yang dirumuskan dalam peraturan
perundang-undangan pidana. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu perbuatan melarang
14
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
untuk mengambil milik orang lain. Tindak pidana materil adalah tindak
pidana yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang dilarang.
Jadi tindak pidana ini baru selesai apabila akibat yang dilarang itu telah
terjadi. Misalnya Pasal 338 KUHP, akibat yang dilarang tersebut adalah
hilangnya nyawa orang lain.
3. Berdasarkan macam perbuatannya dibedakan, antara tindak pidana
komisi dan tindak pidana omisi. Tindak pidana komisi adalah tindak
pidana yang terjadi karena suatu perbuatan seseorang. Tindak pidana
omisi adalah tindak pidana yang terjadi karena seseorang tidak berbuat
sesuatu. Misalnya tidak menghadap sebagai saksi di pengadilan.
4. Berdasarkan bentuk kesalahannya dibedakan antara dolus dan culpa,
dolus adalah tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja sedangkan
culpa adalah tindak pidana yang dilakukan dengan kelalaian atau karena
kealpaan.
5. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, dibedakan
antara tindak pidana aduan (klachtdelict) dan tindak pidana biasa. Tindak
pidana aduan adalah tindak pidana yang dilakukan itu baru dapat
dilakukan penuntutan, apabila ada pengaduan. Misalnya Pasal 284
KUHP, mengenai tindak pidana perzinahan.
Tindak pidana aduan ada dua macam, yaitu tindak pidana aduan mutlak
atau absolut dan tindak pidana aduan relatif. Tindak pidana aduan
mutlak, yaitu tindak pidana aduan yang setiap kejadian syarat pengaduan
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
ialah hanya dalam keadaan tertentu atau jika memenuhi syarat maka
tindak pidana itu menjadi aduan.
Tindak pidana biasa maksudnya tindak pidana yang untuk dilakukannya
penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak disyaratkan adanya
pengaduan dari yang berhak.
6. Berdasarkan sumbernya, tindak pidana dibagi dua, yaitu tindak pidana
umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah semua
tindak pidana yang dimuat dalam KUHP, yaitu yang terdapat dalam
Buku II dan Buku III KUHP, sedangkan tindak pidana khusus adalah
semua tindak pidana yang pengaturannya terdapat di luar KUHP, seperti
Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Walupun sudah
ada kodifikasi tetapi adanya tindak pidana di luar KUHP adalah suatu
keharusan yang tidak dapat dihindari. Karena perbuatan-perbuatan
tertentu yang dinilai merugikan masyarakat dan patut diancam dengan
pidana itu terus berkembang, sesuai dengan perkembangan teknologi dan
kemajuan ilmu pengetahuan.
7. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya. Tindak pidana yang
terjadi seketika, bahwa untuk terwujudnya atau terjadinya dalam waktu
seketika atau dalam waktu singkat. Tindak pidana yang berlangsung
lama,. Yakni setelah perbuatan dilakukan. Tindak pidana itu masih
berlangsung terus, tindak pidana itu dapat disebut sebagai tindak pidana
yang menciptakan keadaan terlarang.
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
Dalam peraturan Perundang-undangan yang berlakau tidak ada yang secara eksplisiy
menyebutkan defenisi dari istilah illegal logging secara tegas. Bahkan di dalam
peraturan perundang-undangan yang ada tidak pernah ada di temukan istilah illegal
looging, istilah illegal logging ini pernah digunakandalam Inpres RI No. 5 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Illegal (illegal logging ) dan
Peredaran Hasil huutan ilegal di kawasan ekosis tem Leuser dan Taman Nasional
Tanjung Putting dimana istilah Illegal logging ini disamakan dengan Penebangan
Kayu Illegal tetapi dengan berlakunya Inpres No. 4 Tahun 2005 tentang
Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di kawasan hutan dan peredarannya
di seluruh wilayah Republik Indonesia maka Inpres No. 5 Tahun 2001 tidak berlaku
lagi. Dalam Inpres No. 4 tahun 2005 tersebut tidak ada menggunakan istilah “
Penebangan Kayu Secara Illegal” begitu pula halnya sdengan UU No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan juga tidak ada menggunakan istilah “illegal logging”
Secara terminologi istilah illegal logging yang merupakan bahasa Inggris terdiri
dari 2 kata :
1. illegal, yang artinya tidak sah, dilarang arau bertentangan dengan
huku m, haram.
2. Log, yang artinya batang kayu, kayu bundar dan gelondongan.
Sehingga kata logging berarti menebang kayu dan membawa ke
tempat gergajian.15
Dari pengertian “Illegal logging” tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian dari illegal logging adalah menebang kayu dan kemudian membawa ke
15
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
tempat gergajian yang bertentangan dengan hukum atau menebang kayu secara tidak
sah menurut hukum.
Forest Wacth Indonesia (FWI) dan Global Forest Wacth (GFW) menggunakan
istilah :Pembalakan Illegal” sebagai sinonim dari “illegal logging”. Pembalakan
kayu adalah semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan
pemanenan, pengelolaan dan perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hukum
yang berlaku di Indonesia. Sementara menurut Drs. IGM. Nurdjana Illegal logging
adalah rangkaian kegiatan dalam bidang kehutanan dalam rangka pemanfatan dan
pengelolaan hasil hutan hingga kegiatan ekspor kayu yang tidak mempunyai izin
dari pihak yang berwenang sehingga tidak sah atau bertentangan dengan aturan
hukum yang berlaku oleh karena dipandang sebagai suatu perbuatan yang merusak
hutan. Sedangkan Riza Suarga megatakan bahwa illegal logging adalah sebuah
praktek eksploitasi hasil hutan berupa kyu dari kawasan hutan negara melalui
aktifitas penebangan pohon atau pemanfaatan dan peredaran kayu atau olahannya
yang berasal dari hasil tebanagn yang tidak sah.16
Terkait dengan pengrusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang
menimbulkan perubahan langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang Esensi yang penting dalam praktek Illegal logging ini adalah perusakan hutan
yang akan berdampak pada kerugian baik dari aspek ekonomi, ekologi dan sosial
budaya. Oleh karena kegiatan itu tidak melalui perencanaan secara komprehensif,
maka illegal logging mempunyai potensi merusak hutan yang kemudian berdampak
pada pengrusakan lingkungan.
16
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang
Pembangunan berkelanjutan.
Dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dalam penjelasan Pasal 50 ayat
(1) yaitu bahwa “Yang dimaksud dengan kerusakan hutan adalah terjadinya
perubahan fisik, sifat fisik atau hayatinya yang menyebabkan hutan tersebut
terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya”.
Dari pengertian illegal logging di atas maka dapat dilihat bahwa kejahatan
illegal logging tersebut bukan hanya sebatas menebang kayu secara illegal tetapi
lebih luas lagi. Selain penebangan kayu, mengangkut kayu, pengelolaan kayu
penjualan kayu, pembelian kayu yang tidak dilengkapi dengan surat izin dari pihak
yag berwenang adalah merupakan bagian dari kejahatn illegal logging.
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, metode yang digunakan adlah metode penelitian
yuridis empiris (sosiologis yang deskriptif. Dalam hal penelitian hukum yang
sosiologis menggunakan Peraturan Perundang-undangan yang berhubungan
dengan judul skripsi ini yang berjudul “ PERAN PPNS DALAM
MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING” dan juga
melekukan penelitian mengenai kendala-kendala apa saja yang di hadapi
PPNS dalam Penanggulangan tindak pidana Illegal logging.
2. Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian yang akan Penulis laksanakan adlah
di Dina Kehutanan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
Data yang didapat dalam penulisan ini adalah bersumber dari :
a. Data Primer, yang merupakan data pokok yang bersumber dari
responden yang ada terkait dengan permasalahn dalam penulisan
skripsi ini.
b. Data Sekunder, data yang diperileh dari bahan baku pennjang
yang mencakup bahan yang memberi petunjuk maupun
penjelasan terhadap data Primer dan data yang diperoleh dari
Peraturan PerUndang-Undangan yang berlaku. Yang berkaitan
dengan Permasalahan dalam skripsi ini.
4. Metode Pengumpulan data
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adlah
a. Studi Kepustakaan, yaitu dengan membaca dan mempelajari berbagai
literatur yang berhubengan dengan judul skripsi ini.
b. Wawancara Langsung, melakukan penelitian langsung ke lapangan
dalam hal ini Penulis langsung mengadakan penelitian ke Kantor
Dinas Kehutanan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara dengan
menggunakan teknik wawancra secara lisan.
5. Analisis Data
Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu
analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat tanpa
menggunakan rumus-rumus statistik sehingga diperoleh gambatan yang jelas
dan menyeluruh mengenai Peranan Penyidik PNS dalam menanggulangi
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
H. Sistematika Penulisan
Dalam rangka memberukan gambaran yang jelas dari maksud dan tujuan
serta hubungan antara bagian yang terpenting dalam tuisan ini, maka sistematika
penulisan skripsi ini dibagi dalam Bab-Bab dan masing-masing Bab dibagi ke
dalam Sub Bab yabg secara garis besar terdi dari:
1. BAB I : Pendahuluan
Yang menjadi sub Bab terdiri dari, yaitu Latar Belakang Penelitian, Identifikasi
Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan
Kepustakaan Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
2. BAB II : Perspektif Hukum Indonesia Tentang Illegal logging
tang terdiri dari sub bab : Peraturan menegenai tindak pidana Illegal logging di
Indonesia, Proses Penyidikan Tindak Pidana ILLegal Logging, Faktor-faktor
yang mempengaruhi illegal logging.
3. BAB III : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal
Logging
yang terdiri dari sub bab, Peran PPNS Dalam Tindak Pidana Illegal Logging,
Hubungan antara PPNS dan Penyidik Polri, Pelaku dan Modus Operandi Tindak
Pidana Illegal Logging
4. BAB IV : Kendala-Kendala Yang dihadapi PPNS
yang terdiri dari sub bab, Kendala Yang Dihadapi PPNS Dalam Penanggulangan
Tindak Pidana Illegal Logging, Upaya- upaya yang dilakukan.
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
dalam bab ini penulis membuat satu Kesimpulan dan juga saran-saran yang
menjadi bahan masukan untuk penelitian mengenai masalah ini dan dalam
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan BAB II
PERPEKTIF HUKUM INDONESIA TENTANG
TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING
A. Peraturan mengenai tindak Pidana Illegal logging
A.1 ketentuan pidana di bidang kehutanan
Sejak bangsa Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 sampai sekarang
ternyata Pemerintah dengan persetujuan DPR telah berhasil menetapkan peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dalam bidang Kehutanan. Pada
saat diberlakukannya UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan maka berdasarkan
ketentuan Penutup Undang-Undang tersebut, Pasal 83 mencabut Undang-Undang
No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan
Semakin berkembang dan kompleksnya kejahatan di bidang kehutanan
dirasakan tidak lagi memenuhi rasa keadilan masyarakat atau dengan kata lain UU
No. 5 Tahun 1967 tidak efektif lagi untuk di pertahankan. Melihat keadaan ini maka
Pemerintah (Presiden bersama DPR) memberlakukan UU No.. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan.
Dalam UU No. 5 tahun 1967 tidak diatur tentang sanksi pidana terhadap kejahatan
di bidang Kehutanan namun diatur dalam Peraturan Pelaksananya berdasarkan Pasal
15 UU No. 5 tahun 1967 tersebut. Namun demikian dalam Pasal 82 Undang-Undang
No. 41 Tahun 199 disebutkan bahwa: “ Semua peraturan pelaksana dari peraturan
perundang-undangan di bidang kehutanan yang telah ada, sepanjang tidak
bertentangan dengan dikeluarkannya Peratuaran Pelaksana yang berdasarkan
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
Untuk menegakkan hukum pidana terhadap kejahatan di bidang Kehutanan
pada umumnya dan kejahatan Illegal logging pada khususnya maka ketentuan
pidana yang dapat diterapkan pada kejahatan illegal logging antara lain pasal 78
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan untuk menerapkan sanksi
pidana. Ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 78 UU. No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan adalah merupakan salah satu dari upaya perlindungan hutan
dalam rangka mempertahankan fungsi hutan secara lestari.
Dalam penjelasan umum paragraf ke 18 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
dikatakan, diberikannya sanksi pidana yang berat terhadap setiap orang yang
melanggar hukum di bidang kehutanan ini adalah agar dapat menimbulkan efek jera
bagi pelanggar hukum di bidang Kehutanan. Efek jera yang dimaksud bukan hanya
kepada pelaku yang telah melakukan tindak pidana di bidang kehutanan akan tetapi
juga kepada orang lain, yang mempunyai kegiatan di dalam bidang kehutanan
menjadi enggan melakukan perbuatan melanggar hukum karena sanksi pidananya
berat.
Ada tiga jenis sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 78 UU No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan yaitu;
1. Pidana Penjara
2. Pidana denda
3. Pidana Perampasan benda yang digunakan untuk melakukan perbuatan
pidana.
Ketiga jenis pidana ini dapat dijatuhkan secara kumulatif. Hal ini dapat dilihat dalam
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
pidana itu merupakan sanksi yang diberikan kepada pelaku yangmelakukan
kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 50 UU No. 41 Tahun 1999.
Adapun dasar dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
bersumber dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 (Pasal 33 ayat 3), yang berbunyi:
“ Bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
Dari penjelasan UUPA mengenai hal ini dinyatakan bahwa wewenang Hak
Menguasai dari Negara ini dalam tingkatan tertinggi :
a. mengatur dan meyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,
dan pemeliharaannya.
b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang mempunyai atas (bagian dari)
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antar
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.17
Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, maka dibentuklah berbagai peraturan
perundang-undangn yang berlaku di Indonesiayang mengatur mengenai Illegal
logging, yang akan di uraikan satu persatu di bawah ini:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA)
Pada dasarnya undang-undang ini tidak secara tegas mengatur secara khusus
tentang Kehutanan, tetapi yang diatur hanyalah hubungan-hubungan hukum yang
17
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
berkaitan dengan hasil hutan, yaitu yang tercantum dalam Pasal 46 UUPA, yang
berbunyi:
1. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan dapat dipunyai oleh Warga Negara Indonesia dan diatur dengan peraturan Pemerintah
2. Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara tidak sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.
Ketentuan ini memberikan kesempatan kepada Warga Negara Indonesia
(terutama yang memenuhi syarat ) untuk memungut hasil hutan, seperti kayu, rotan,
getah dan lain-lain. Kepada pemungut hasil hutan hanya diberikan hak untuk
memungut hasil hutan semata-mata, sedangkan tanahnya tetap dikuasai oleh negara
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kehutanan
Undang-Undang Pokok Kehutanan (UUPK) terdiri dari 8 Bab dan 22 pasal.
Hal-hal yang ditur dalam UUPK, adalah : (1) pengertian hutan, hasil
hutan,kehutanan, hutan menurut pemilikannya, dan fungsinya; (2) perencanaan
hutan; (3) pengurusan hutan; (4) pengusahaan hutan ; (5) perlindungan hutan; dan
(6) ketentuan pidana dan penutup.
UUPK dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud, seperti :
a. PP Nomor 22 Thun 1967 tentang Hak Penguasaan Hutan dan Iuran Hasil
Hutan
b. PP Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Penguasaan Hutan dan Hak
Pemungutan Hasil Hutan.
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
d. PP Nomor 18 Tahun !975 tentang Perubahan Pasal 9 PP No. 21 tahun 1970
tentang hak Penguasaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan.
e. PP Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan
f. PP Nomor 7 tahun 1990 tentang Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri
g. Kepres Nomor 66 tahun 1971 tentang Peningkatan Prasarana Pengusahaan
Hutan
h. Kepres Nomor 20 Tahun 1975 tentang Kebijaksanaan di Bidang Pemberian
Hak Pengusahaan Hutan
i. Kepres Nomor 19 Tahun 1974 Tentang berlakunya Kepres Nomor 66 Tahun
1971 tentang Peningkatan Prasarana Pengusahaan Hutan Untuk Seluruh
Wilayah RI.
j. Kepres Nomor 48 tahun 1977 tentang Simpanan Wajib Pemegang
Pengusahaan Hutan dan Eksportir Kayu.
k. Kepres Nomor 20 Tahun 1979 tentang Penggunaan Dana Simpanan Wajib
Pemegang Hak Pengusahaan Hutan dan Eksportir Kayu.
l. Kepres Nomor 39 Tahun 1979 tentang Perubahan atas Kepres Nomor 48
Tahun 1977 tentang Simpanan Wajib Pemegang Hak Pengusahaan Hutan
dan Eksportir Kayu
m. Kepres Nomor 3 Tahun 1985 tentang Pembangunan Taman Wisata Curug
Dago sebagai Taman Hutan Rakyat Ir. H. Djuanda.
n. Kepres Nomor 25 Tahun 1990 tentang Perubahan Kepres Nomor 15 tahun
1984 tentang Susunan Organisasi Departemen.
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
p. Kepres Nomor 30 Tahun 1990 tentangt Pengelolaan Kawasan Hutan
Lindung
q. Kepres Nomor 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah Bagi
Pembangunan Kawasan Industri.
3. Undang-Undang Nomor 41 Thun 1999 sebagai Pengganti dari
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967.
Ada empat pertimbangan ditetapkannya Undang-Undang ini yaitu:
a. Bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah dari Tuahan Yang Maha Esa yang
dianugrahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai
oleh negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya
wajib disyukuri, diurus dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga
kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi
sekarang maupun generasi mendatang;
b. Bahwa hutan, sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan
sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu
keberadaanya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya
secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka,
profsional, serta bertanggung-gugat;
c. Bahwa pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan mendunia
harus menampung dinamika aspirasi dan peran serta masyarakat, adat dan
budaya, serta tata nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum
nasional;
d. Bahwa Undang-Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
sesuai lagi dengan prinsip penguasaan dan pengurusan hutan, dan tuntutan
perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;
hal-hal yang ditur dalam Undang-Undang ini, yaitu ;
a. Ketentuan Umum
b. Status dan Fungsi Hutan (Pasal 5 s/d Pasal 9)
c. Pengurusan Hutan (Pasal 10)
d. Perencanaan Kehutanan (Pasal 11 s/d Pasal 20)
e. Pengelolaan Hutan ( Pasal 21 s/d Pasal 51)
f. Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Latihan serta Penyuluhan
Kehutanan (Pasal 52 s/d Pasal 65)
g. Penyerahan wewenang ( Pasal 66)
h. Masyrakat hukum adat ( Pasal 67)
i. Peran serta masyarakat (Pasal 68 s/d Pasal 69)
j. Gugatan Perwakilan (Pasal 71 s/d Pasal 73)
k. Penyelesaian sengketa Kehutanan ( Pasal 74 s/d Pasal 76)
l. Penyidikan (Pasal 77)
m. Ketentuan Pidana ( Pasal 78 s/d Pasal 79)
n. Ganti rugi dan sanksi adaministratif ( Pasl 80)
o. Ketentuan Peralihan ( Pasal 81 s/d Pasal 82)
p. Ketentuan Penutup ( Pasal 83 s/d Pasal 84)
UU No 41 tahun 1999 merupakan ketentuan yang bersifat menyeluruh karena
telah memuat ketentuan-ketentuan baru, yang belum dikenal dalam UUPK No. 5
Tahun 1967. hal-hal baru itu adalah seperti gugatan perwakilan (class action), yaitu
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupn masyarakat;
penyelesaian sengketa Kehutanan; ketentuan pidana; ganti rugi dan sanksi
administratif.
UU Kehutanan dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan perundangan lainnya.
Peraturan Perundangan yang dimaksud seperti :
a. Perpu No 1 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan
b. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
c. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
d. Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan
e. Instruksi Presiden No. 4 Athun 2005 tentang Pemberantasan Penebanagn
Kayu secara Illegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh
Wilayah Republik Indonesia.
f. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Penebangan Kayu illegal (Illegal logging) dan Peredaran Hasil Hutan
Illegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Tanjung
Putting.
4. Undang Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Ada lima pertimbangan dikeluarkannya Undang-Undang ini, yaitu;
a. Lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang
Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia yang merupakan ruang
bagi kehidupan dalam aspek kemanusiaan sesuai dengan Wawasan
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
b. Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan
kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UUD 1945 dan untuk
mencapai kebahagian hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan
Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup
berdasarkan kebijakan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa
depan.
c. Dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk
melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang
serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
d. Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkunagn hidup telah
berkembang sedemikian rupa sehingga pokok materi sebagaimana diatur
dalam UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan yang berawasan lingkungan hidup.
Hal-hal yang diatur dalam Undang-undang ini, yaitu;
a. Ketentuan umum (Pasal 1 s/d Pasal 2)
b. Azas, tujuan dan sasaran (Pasal 3 s/d Pasal 4)
c. Hak, Kewajiban dan Peran serta masyarakat (Pasal 5 s/d Pasal 7)
d. Wewenang Pengelolaan lingkungan hidup (Pasl 8 s/d Pasal 13)
e. Pelestarian fungsi lingkungan hidup ( Pasal 14 s/d Pasal 17)
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
g. Penyelesaian sengketa Lingkungan hidup (Pasal 30 s/d 39)
h. Penyidikan (Pasal 40)
i. Ketentuan pidana (Pasal 41 s/d Pasal 48)
j. Ketentuan Peralihan (Pasal 49)
k. Ketentuan Penutup (Pasal 50 s/d Pasal 52)
5. Undang-undang Nomor 19 tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undng-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang
Ada tiga pertimbanagn Undang-Undang ini di tetapkan, yaitu ;
a. Bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
tidak mengatur kelangsungan perizinan atau perjanjian pertambangan yang
telah ada sebelum berlakunya Undang Undang tersebut;
b. Bahwa hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dalam berusaha di
bidang pertambangan yang di kawasan hutuan terutama bagi investor yang
telah memiliki izin atau perjanjian sebelum berlakunya Undang-Undang
tersebut, sehingga dapat menempatkan pemerintah dalam posisi yang sulit
dalam mengembangkan iklim investasi;
c. Bahwa dalam rangka terciptanya kepastian hukum dalam berusaha di bidang
pertambangan yang berada di kawasan hutan, dan mendorong minat serta
kepercayaan investor untuk berusaha di Indonesia, Pemerintah telah
menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan
A.2. Ketentuan pidana lain terkait dengan illegal logging
Tindak pidana di bidang Kehutanan adalah merupakan tindak pidana khusus
yang diatur dengan ketentuan pidana dan hukum acara tersendiri. Kejahatan illegal
logging merupakan tindak pidana khusus yang dalam kategori hukum pidana yang
perbuatannya khusus, yaitu untuk delik-delik kehutanan yang menyangkut
pengelolaan hasil hutan 18
1. Pengrusakan
Pada dasarnya kejahatn illegal logging, secara umum kaitannya dengan
unsur-unsur tindak pidana umum dalam KUHP, dapat dikelompkkan dalam
beberapa bentuk kejahatansecara umum yaitu:
Pengrusakan sebagaimana diatur dalam Pasal 406 sampai 412 KUHP
terbatas hanya mengatur tentang pengrusakan barang dalam arti barang-barang biasa
yang dimiliki orang. Barang tersebut dapat berupa barang terangkat, namun
barang-barang yang mempunyai fungsi sosial artinya dipergunakan untuk kepentingan
umum.
Unsur Pengrusakan terhadap hutan dalam kejahatan illegal logging berangkat
dari pemikiran tentang konsep perizinan dalam sistem pengelolaan hutan yang
mengandung fungsi pengendalian dan pengawassan terhadap hutan, untuk tetap
menjamin kelestarian fungsi huutan. Ancaman hukuman dalam Pasal 406 sampai
denagn Pasal 412 KUHP paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp.
4500 (empat ribu lima ratus rupiah) yaitu bagi pengrusakan terhadap rumah(gedung)
atau kapal. Hukuman itu di tambah sepertiganya apabila dilakukan bersama-sama.
2. Pencurian
18