• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. KESIMPULAN

Di akhir penulisan ini, penulis akan merangkum seluruh hasil penbahasan menjadi kesimpulan. Adapun kesimpulan penulis adalah:

1. Dalam proses penyidikan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana di bidang kehutanan khususnya illegal logging harus tunduk pada Undang- Undang No. 41 Tahun 1999 yang juga tidak terlepas dari pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang penyidikan kemudian menerapkan hukum acara yang berpedoman kepada KUHAP. Penyidik Pegawai Negri Sipil berperan lebih aktif dalam melakukan penyidikan terhadp tindak pidana illegal logging hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang selalu dihadapi oleh penyidik Polri, khususnya keterbatasan personil di bidang penyidik. Selain itu keterbatasan pengetahuan di bidang tertentu menyebabkan Polri tidak mampu menangani semua tindak pidana yang terjadi.

2. Dalam menangani semakin maraknya tindak pidana illegal logging

khususnya di Sumatera Utara aparat penegak hukum selalu berusaha, terutama dalam dalam hal penyidikan terhadap dugaan terjadinya tindak pidana illegal logging. Dimana dalam melakukan penyidikan penyidik memulai tugasnya melalui salah satu proses hukum yaitu dengan adanya laporan atau aduan maupun tertangkap tangan, namun dalam melakukan

Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan

penyidikan Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) sering menemui hambatan- hambatan yaitu antara lain:

a. Lemahnya koordinasi antar penegak hukum

Kewenangan melakukan penyidikan dalam tindak pidana illegal logging yang tidak hanya melibatkan Polri sebagai penyidik tetapi juga PPNS Kehutanan dan polhut yang diberi kewenanagn oleh undang-undang, hal ini yang sering menyebabkan seringnya terjadi tumpang tindih kewenangan. b. Pelaku utama yang sulit tertembus hukum

Pelaku utama atau aktor intelektual dari tindak pidana illegal logging adalah orang-orang yang dekat dengan penguasa, sehingga sulit tertembus oleh aparat penegak hukum.

c. Adanya otonomi daerah

Dimana dalam penanganan illegal logging sudah menjadi hak dari kabupaten/kota, sehingga Dinas Kehutanan tidak dapat langsung menangani perkara tanpa adanya permintaan dari daerah.

d. Keterbatasan sarana dan prasarana

Kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki aparat penegak hukum menjadi faktor penghambat dari pemberantasan tindak pidana illegal logging. e. Keterbatasan dana

Minimnya dana juga merupakan salah satu penghambat dalam kelancaran proses penyidikan tindak pidana illegal logging.

3. Pemerintah dan aparat hukum juga telah melakukan upaya-upaya dalam melakukan pencegahan dan penaggulangan terhadap tindak pidana illegal

Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan

a. Memberikan himbauan kepada masyarakat

Himbauan ini dilakukan melalui media massa seperti media elektronik ataupun media cetak. Bisa juga melalui spanduk dan pamflet yang berisi ajakan masyarakat untuk ikut serta dalam usaha-usaha perlindungan terhadap hutan dan hasil hutan.

b. Mendirikan pos peredaran pengangkutan hasil hutan

Pos ini didirikan di daerah perbatasan dan jalan lintas yang biasa dilewati dalam mengangkut hasil hutan yang tidak sah.

c. Meningkatkan kualitas dan kuantutas Polisi Hutan

hal ini dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia dan Polhut itu sendiri.

d. Memberikan penyuluhan hukum

Penyuluhan hukum ini tidak hanya melibatkan Dinas Kehutanan tetapi juga melibatkan aparat penegak hukum yang lain yaitu kepolisian, Kejaksaan dan pengadilan, serta mengikut sertakan tokoh-tokoh masyarakat.

B. SARAN

Saran-saran yang dapat penulis berikan :

1. Ketentuan peraturan per undang-undangan terhadap tindak pidana illegal

logging di Indonesia belum dapat dilakukan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku untuk itu pemerintah pusat harus memberikan pendidikan dan pelatihan kepada aparatur pemerintah daerah dengan harapan agar setiap pemerintah daerah dapat mempersiapkan aparatur (kualitas dan kuantitas) guna menangani terjadinya tindak pidana illegal loging. Dengan adanya aparatur yang baik (kualitas dan

Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan

kuantitas)maka diaharapkan penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal

logging akan semakin meningkat.

2. Dalam menangani tindak pidana illegal logging diperlukan peran aktif masyarakat sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Untuk itu diharapkan kepada masyarakat lebih berperan aktif untuk melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap hutan dan hasil hutan di sekitarnya dan melaporkan kepada pihak yang berwajib setiap kejadian yang mencurigakan. Pemerintah juga diharapkan untuk lebih memperhatikan keadaan ekonomi masyarakat terutama yang yang tinggal di sekitar daerah hutan yang umumnya tergantung pada hasil hutan. Sehingga tidak terdorong untuk melakukan praktek illegal logging baik untuk kepentingan sendiri maupun atas perintah atau suruhan dari masyarakat luar. Selain itu juga pemerintah harus m,eningkatkan kegiatan penyuluhan hukum sehingga meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan arti dan fungsi hutan.

3. Agar penyidik di bidang Kehutanan dapat lebih menunjukkan eksistensinya maka harus diberikan otoritas dan wewenang yang lebih besar lagi. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa penyidik PNS khususnya di bidang Kehutanan sebagai penyidik Pegawai Negri Sipil yang mempunyai kewenangan yang relatif sempit.

Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan DAFTAR PUSTAKA

Chazawi, Adami, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Echols, M, Jhon, dan Shandly, Hasan,1996, An English-Indnesian Dictionary, Cetakan XXIII, Gramedia, Jakarta

H. SAlim ,S, Dasar-dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika,Jakarta,2002

Harahap, M, Yahya 2000, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta

Husin, M, Harun, 1991, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, Rineka Cipta, Jakarta

K, Satochid, Hukum Pidana Bagian I, Balai Lektur Mahasiswa

Marpaung, Leden, 1995, Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan dan Satwa, Erlangga, Jakarta

Nurjana, IGM, dkk, 2005, Korupsi dan Illegal Logging Dalam Sistem Desentralisasi, Pustaka Pelajar, Jakarta

Parlindungan, AP 1998, Komentar Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung,

Prakoso, Djoko, 1985,Eksistensi Jaksa Ditengah-tengah Masyarakat, Ghalia Remelink, Jan, 2003 Hukum Pidana Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari

Undang- Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Suarga, Riza, 2005, Pemberantasan Illegal Logging, Ctakan I, WWana Aksara, Jakarta

Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi di Dinas Kehutanan

Soekamto,Sojono,2002,Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, cetakan IV,Grafindo, Jakarta

Usfa, Fuad, A, & Tongat, 2004, Pengantar Hukum Pidana, Edisi Pertama, Universitas Muhamadiyah Malang Press, Malang

Zain, S, A, 1996, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan, Rineka Cipta, Jakarta Indonesia, Jakarta Timur

Peraturan Perundang-undangan :

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, 2004,Eko Jaya,Jakarta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentar-komentar lengkap Pasal demi

Pasal, 1994, Politeia Bogor

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, 1997, Departemen Kehakiman RI, Jakarta

Praturan Pemrintah Nomor 45 Tahun 2204 tentang Perlindungan Hutan.

Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Illegal Di kawasan Hutan dan Peredarannya di seluruh Wilayah Republik Indonesia.

Dokumen terkait