Preman yang masih eksis dan sulit dikendalikan ini tak lepas dari keterlibatan aparat penegak hukum yang seolah menjaga eksistensinya sebagai bentuk simbiosis mutualisme kedua belah pihak. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang-orang dalam sistem hukum, yang mencakup keputusan-keputusan yang mereka buat atau peraturan-peraturan baru yang mereka buat. Isinya juga mencakup hukum yang hidup, bukan hanya peraturan dalam buku hukum.
Sehubungan dengan pembahasan dalam penelitian ini maka muatan hukum yang dimaksud adalah UUPA dan Peraturan Pemerintah No. Hukum yang baik adalah suatu hak yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, yang tentunya juga sesuai atau mencerminkan nilai-nilai. yang berlaku di masyarakat tersebut. Tercapainya kepastian hukum tidak hanya terletak pada adanya aturan hukum umum yang membuat individu mengetahui apa yang boleh atau tidak boleh dilakukannya, namun juga berupa jaminan bagi individu terhadap kesewenang-wenangan pemerintah karena individu dengan adanya aturan umum dapat mengetahui apa yang dapat dilakukannya. dan tidak bisa melakukannya. dibebankan atau dilakukan oleh mereka kepada perorangan.
Persoalan penetapan sanksi pidana tidak lepas dari perumusan undang-undang yang pada hakikatnya merupakan kebijakan politik negara atau legal policy yang dirumuskan oleh DPR dan Presiden. Dalam arti sempit adalah seperangkat asas dan cara yang menjadi landasan dalam menyikapi pelanggaran hukum berupa tindak pidana.
Kerangka Konsep
Sopir atau chauffeur dalam bahasa inggris adalah orang yang mengemudikan kendaraan baik kendaraan bermotor maupun orang yang mengawasi langsung calon pengemudi yang sedang belajar mengemudikan kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor seperti bandi/dokar disebut juga kusir, tukang becak adalah tukang becak.
Keaslian Penelitian
Permasalahan dalam skripsi ini adalah penindakan terhadap oknum polisi yang melakukan tugas ilegal di wilayah hukum Polda Riau. Hambatan penegakan hukum bagi aparat kepolisian yang melakukan tugas melawan hukum di bidang hukum ASI Polda Riau. Judul Penelitian/Skripsi : “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Pungli (Studi Kasus Kabupaten Takalar)”.
Berdasarkan peninjauan yang telah dilakukan, sepanjang pengetahuan kami, penelitian mengenai: Tinjauan hukum terhadap tindak kekerasan pemaksaan terhadap pengemudi truk yang akan melintas (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 85 K/Pid/2020) belum pernah dilakukan. dilakukan, baik itu menilai dari judulnya maupun dari isi masalahnya. Jadi penelitian ini asli.
Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian
- Metode Pendekatan
- Objek Penelitian
- Alat Pengumpulan Data
- Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data a. Jenis Data
- UUD 1945;
- KUHP
- Analisis Data
Alat pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penulisan undang-undang ini adalah studi literatur atau studi dokumen. Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari, membaca dan mencatat dari buku-buku, literatur, catatan, peraturan perundang-undangan dan artikel-artikel yang relevan dari media internet dan berkaitan erat dengan pokok permasalahan yang digunakan untuk menyusun rancangan penulisan hukum. dikelompokkan berdasarkan afiliasinya. Jenis penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan hukum, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Menurut Soerjon Soekanto, penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji bahan pustaka atau data sekunder. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti hasil karya ilmiah para ilmuwan, hasil penelitian, buku, jurnal, internet, e-book dan artikel. Alat pengumpulan data menjadi landasan utama penyusunan skripsi ini, yang didasarkan pada: penelitian kepustakaan; Dengan metode ini penulis dapat mengumpulkan bahan-bahan pustaka, baik berupa putusan pengadilan, buku, majalah, dokumen maupun sumber teori lainnya sebagai landasan penyelesaian permasalahan dalam skripsi ini.
Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif yaitu uraian metode analisis berupa kegiatan pengumpulan data yang kemudian diedit terlebih dahulu kemudian dijadikan bahan kualitatif yaitu data yang memuat sejumlah penjelasan dan makna berkaitan dengan isi dan kualitas isi serta fenomena sosial yang menjadi tujuan atau objek penelitian.66. Metode induktif merupakan suatu cara berpikir yang bersumber dari prinsip-prinsip umum, yaitu menyajikan objek yang akan diteliti, mendeskripsikan objek yang akan diteliti, dan kemudian menarik kesimpulan dari penelitian tersebut.
ATURAN TINDAKAN PEMAKSAAN DENGAN KEKERASAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
- Unsur-unsur Tindak Pidana
- Pembagian Tindak Pidana (Delik)
- Pengertian Pemidanaan
- Filsafat Pemidanaan dan Teori Pemidanaan
- Jenis-Jenis Sanksi Pidana
- Tujuan Pemidanaan
Istilah tindak pidana banyak digunakan oleh Kementerian Kehakiman dan juga digunakan dalam peraturan hukum. Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “Delik Pidana”. Dalam Rancangan KUHP, tindak pidana diartikan sebagai perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang dilarang oleh undang-undang dan dinyatakan dapat diancam dengan undang-undang.
Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. 69 Fransiska Novita Eleanora, “Pembuktian Unsur Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Suap”, Dinamika Hukum dan Masyarakat Vol. Sedangkan dalam buku Teguh Prasetyo dikatakannya bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan pidana, dimana yang dimaksud dengan perbuatan di sini adalah di luar perbuatan aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh undang-undang). serta tindakan pasif (tidak melakukan sesuatu yang sebenarnya diwajibkan oleh undang-undang).71.
Unsur-unsur tindak pidana setidaknya dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu (1) dari sudut pandang teoritis dan (2) dari sudut pandang undang-undang. Sedangkan sudut hukumnya, tindak pidana tersebut dirumuskan sebagai tindak pidana konkrit dalam ketentuan hukum yang ada 72. Berdasarkan rumusan tindak pidana menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang. (sesuai ketentuan hukum), ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).
Dari batasan yang dikemukakan Jonkers dapat dirinci bahwa unsur-unsur tindak pidana adalah perbuatan, melawan hukum (terkait), kesalahan (dilakukan oleh seseorang yang mampu), tanggung jawab. Masyarakat nantinya akan mengetahui bahwa tindakan mengemis di muka umum merupakan tindak pidana karena ditentukan oleh lembaga legislatif. Van Bemmelen menjelaskan kedua hal tersebut sebagai berikut: “Hukum pidana substantif terdiri atas perbuatan-perbuatan pidana yang disebutkan secara berurutan, peraturan-peraturan umum yang dapat diterapkan terhadap perbuatan-perbuatan itu, dan hukuman-hukuman yang diancam atas perbuatan-perbuatan itu.
Menurut teori ini, suatu hukuman dijatuhkan semata-mata karena seseorang telah melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana. Sanksi pidana adalah reaksi yang dengan sengaja diberikan oleh penguasa yang mempunyai kekuasaan, berupa pembebanan penderitaan atau akibat tidak menyenangkan lainnya kepada seseorang yang melakukan pelanggaran aturan hukum atau tindak pidana menurut undang-undang.94 Jenis-jenis sanksi pidana dilihat dari ketentuan Pasal 10 KUHP yang menentukan adanya suatu tindak pidana; Tujuan jangka pendeknya adalah agar sistem peradilan pidana fokus pada rehabilitasi, resosialisasi atau perbaikan pelaku kejahatan.
Tindak Pidana Pemerasan dan Pengancaman
- Pengertian Tindak Pidana Pemerasan dan Pengancaman
- Bentuk-bentuk Kekerasan dan Pengancaman Pencurian dengan kekerasan
Menurut rumusan dalam KUHP, selain ketentuan umum (bentuk dasar), ada pula bentuk khusus di samping tindak pidana pemerasan. Pasal 369 ayat (2) KUHP menyatakan bahwa tindak pidana ini merupakan “tindak pidana pengaduan” mutlak, yaitu tindak pidana tersebut dituntut atas dasar pengaduan orang yang terkena tindak pidana tersebut. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 368(2), aparat penegak hukum dapat bertindak tanpa adanya pengaduan dari pihak yang terkena dampak kejahatan.
Selain itu, apabila seseorang menentang hak untuk memaksa orang lain melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka Pasal 335 KUHP dapat menimbulkan tindakan gangguan berdasarkan pengaduan korban. Concursus Idealis merupakan suatu bentuk persekongkolan tindak pidana yang diatur dalam VI. pasal KUHP (KUHP). Hal ini lebih tepat diatur dalam alinea pertama Pasal 63 yang berbunyi: “Apabila perbuatan itu termasuk dalam beberapa peraturan pidana, maka hanya diucapkan salah satu peraturan itu, jika berbeda, yang memuat pokok ancaman pidana yang paling utama.” "berat".
Pasal 368 ayat (1) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu yang seluruhnya atau sebagian miliknya kepada orang itu atau orang lain; atau menerbitkan utang atau menghapus tagihan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun karena pemerasan. Pasal 369 ayat (1) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran nama baik, baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan memberitahukan suatu rahasia, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu yang seluruhnya atau sebagian. milik orang lain, atau untuk melunasi utang atau menghapus tagihan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Sesuai dengan isi pasal ini, tindak pidana pemerasan dan pengancaman dilakukan dengan menggunakan ancaman kekerasan (dalam tindak pidana pemerasan) dan ancaman untuk mengungkap rahasia (dalam tindak pidana pengancaman).
Spesialis Derogat Legi Generali tentang tindak pidana pemerasan dan pengancaman melalui sistem elektronik (Studi Putusan Pengadilan Negeri Padang Panjang No. 15/PID.B/2015/PN/PDP)”, Recidive Vol. Namun ketentuan lain mengenai pemerasan dan pengancaman tertuang dalam Pasal 27 ayat (4) UU No. 11 Tahun 2008, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menyatakan bahwa “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan dan/atau memberikan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang mengandung unsur pemerasan dan/atau pengancaman.” Selain itu, dalam penjelasan Pasal 27 ayat 4 UU ITE dijelaskan bahwa “ketentuan dalam ayat ini mengacu pada ketentuan pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)”.
Perumusan perbuatan dalam Pasal 27 UU Nomor 11 Tahun 2008 sendiri pada dasarnya merupakan penataan ulang terhadap tindak pidana yang terdapat dalam pasal-pasal KUHP yang dalam hal ini merupakan penataan ulang terhadap Pasal 368 ayat 2. (1) dan Pasal 369 ayat ) dalam KUHP.112.
Kebijakan Kriminal
Kekerasan dan ancaman, kekerasan yang bertujuan untuk mempersiapkan, memfasilitasi, atau jika tertangkap basah, memungkinkan untuk melarikan diri. Kekerasan dan ancaman kekerasan ditujukan kepada masyarakat dalam rangka penyerahan barang, pemberian utang, dan penghapusan piutang. Kebijakan kriminal adalah ilmu tanggapan (criminal policy is the science of responds to crime).
Kebijakan kriminal adalah ilmu yang merancang perilaku manusia sebagai kejahatan. Kebijakan kriminal adalah agregat rasional dari respon terhadap kejahatan (criminal policy is a rasional respon terhadap kejahatan). Politik kriminal pada hakekatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya perlindungan masyarakat (pertahanan sosial) dan upaya mencapai kesejahteraan sosial.Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama politik kriminal atau kebijakan kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai tujuan sosial. . amal.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa politik kriminal pada hakikatnya merupakan bagian integral dari politik sosial.