Akibatnya laju perkembangan kasus narkoba semakin meningkat dari tahun ke tahun, banyak aparat kepolisian yang mengadili tindak pidana narkoba dan banyak hakim yang sudah menerima putusan. Persekongkolan jahat (samenspanning) adalah tindak pidana melakukan suatu tindak pidana, dapat dikatakan bahwa tindak pidana yang telah disepakati, dipersiapkan atau direncanakan itu belum terjadi. Dalam praktiknya, banyak aparat kepolisian di Indonesia yang masih menggunakan alinea pertama Pasal 132 UU Narkotika untuk menangkap pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Persekongkolan jahat dalam tindak pidana narkotika terjadi dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 659 K/PID.SUS/2021 Terhitung pada hari Kamis tanggal 09 Januari 2020 sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menghubungi Abdul (DPO) untuk membeli Narkotika Gol I menekan sabu. Apa pertimbangan hakim dalam persekongkolan pidana tindak pidana narkotika dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 659 K/PID.SUS/2021. Untuk mengetahui dan menganalisis aturan-aturan tindak pidana narkotika yang berlaku dalam hukum pidana di Indonesia.
Untuk mengetahui dan menganalisis sanksi terhadap tindak pidana permufakatan jahat tanpa hak menguasai narkotika golongan I. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hakim dalam permufakatan jahat narkotika dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 659 K /PID.SUS/2021. Di sana, peran Jaksa Penuntut Umum dalam hal penyelesaian perkara di luar pengadilan diberikan tempat oleh undang-undang, sehingga dapat menjatuhkan pidana denda bagi pelaku tindak pidana dalam perkara perseorangan.
Di Belanda, transaksi ini hampir identik dengan sistem tawar-menawar pembelaan dan hampir 90% dari seluruh kejahatan termasuk dalam transaksi tersebut. Pandangan ini dapat memenuhi fungsinya untuk mengatasi kerugian yang diakibatkan oleh kejahatan (kemanusiaan dalam sistem Pancasila) (Muladi. Pelaku kejahatan akan menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan seperti itu lagi di kemudian hari karena pelaku merasa kejahatannya dirugikan. Jadi kejahatan itu bermanfaat. untuk mendidik dan meningkatkan.
Kerangka Konsep
Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan makna dan penafsiran istilah yang digunakan. Menurut Utrecht, hukum adalah kumpulan peraturan (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat tersebut.” 31. Persekongkolan Pidana dalam KUHP diatur dalam Pasal 88 KUHP. yang berbunyi: “Persekongkolan jahat (samenspanning) dianggap ada apabila dua orang atau lebih sepakat untuk melakukan kejahatan tersebut.”33.
Narkotika adalah zat atau zat yang berasal dari tumbuhan maupun bukan tumbuhan, baik sintetik maupun semi sintetik, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang terbagi dalam beberapa golongan seperti melekat dalam undang-undang. Undang ini.35.
Keaslian Penelitian
Judul penelitian/disertasi: “Kebijakan konseling klien narkoba dalam rangka pencegahan terulangnya kejahatan narkoba (studi kasus di LP Pati)”. Permasalahan dalam skripsi ini adalah: Apa tugas dan hambatan Penyuluh Masyarakat di Lembaga Pemasyarakatan dalam membimbing klien penyalahgunaan Narkoba Mengapa klien Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan melakukan tindak pidana narkoba berulang? Judul skripsi yang menjadi pokok/tema dalam penelitian skripsi ini adalah: Reformulasi Penyelenggaraan Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial Bagi Penyalahguna Narkotika.
Bagaimana bentuk kualifikasi jenis pelanggaran dan kedudukan pengguna narkoba itu sendiri yang tidak terkait dengan jaringan peredaran narkoba dalam hukum pidana? Bagaimana kedudukan pengguna narkoba yang tidak terkait dengan jaringan peredaran narkoba dalam perspektif kriminologi? Berdasarkan peninjauan yang telah dilakukan, sejauh yang diketahui penelitian mengenai: Peninjauan hukum terhadap perbuatan permufakatan jahat tanpa hak menguasai narkotika golongan I (Studi kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 659 K/PID .SUS /2021) juga tidak pernah dilakukan dari segi judul dan isi permasalahan, sehingga penelitian ini orisinil.
Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian
- Metode Pendekatan
- Objek Penelitian
- Alat Pengumpulan Data
- Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data a. Jenis Data
- UUD 1945;
- KUHP
- Analisis Data
Pendekatan-pendekatan tersebut meliputi pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan sejarah, pendekatan komparatif dan pendekatan konseptual.37. Dalam penulisan ini, penulis cenderung menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Dimana pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan mengkaji seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang sedang dipertimbangkan, sedangkan pendekatan kasus dilakukan dengan mengkaji putusan hakim pengadilan dalam suatu perkara yang bersangkutan.
Objek penelitian dalam penulisan tesis ini adalah Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 659 K/PID.SUS/2021. 4. Alat pengumpul data. Alat pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penulisan undang-undang ini adalah studi literatur atau studi dokumen. 37 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 93. buku catatan, literatur, catatan, peraturan perundang-undangan dan artikel-artikel penting dari media internet dan berkaitan erat dengan pokok permasalahan yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini yang kemudian dikelompokkan dalam pengelompokan yang relevan.
Jenis penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. ditarik kesimpulan mengenai masalah yang sedang diselidiki. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji bahan pustaka atau data sekunder. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, seperti hasil karya ilmiah para ilmuwan, hasil penelitian, buku, majalah, internet, e-book, dan makalah.
Alat pengumpulan data menjadi landasan utama penyusunan skripsi ini yang didasarkan pada: penelitian kepustakaan; Dengan metode ini penulis dapat mengumpulkan bahan pustaka, baik berupa putusan pengadilan, buku, majalah, dokumen maupun sumber teori lainnya sebagai landasan penyelesaian permasalahan dalam skripsi ini. Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif yaitu uraian metode analisis berupa kegiatan pengumpulan data yang kemudian diedit terlebih dahulu kemudian dijadikan bahan kualitatif yaitu data yang memberikan gambaran. sejumlah penjelasan dan konsep mengenai isi dan kualitas isi serta fenomena sosial yang menjadi sasaran atau objek penelitian.39. Metode induktif merupakan suatu cara berpikir yang bersumber dari prinsip-prinsip umum, yaitu menguraikan objek yang akan diteliti, objek yang diteliti, dan kemudian menarik kesimpulan dari penelitian tersebut.
ATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG BERLAKU DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA
- Pengertian Narkotika
- Penggolongan Narkotika
- Dampak Penyalahgunaan Narkotika
- Pengaturan Tindak Pidana Narkotika
Narkotika sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan, baik sintetik maupun semi sintetik, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, dan dapat menimbulkan rasa sakit. Narkotika sebenarnya mempunyai manfaat apabila digunakan dengan baik khususnya dalam bidang kesehatan, namun bila disalahgunakan dapat menimbulkan bencana, sehingga penggunaan dan penyalahgunaan narkotika harus diatur dengan peraturan perundang-undangan. Sejak diundangkannya Undang-Undang Narkotika 35 Tahun 2009, narkotika dibedakan menjadi narkotika Golongan I, Golongan II, dan Golongan III, serta narkotika dalam bentuk tumbuhan dan bukan tumbuhan.
Pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini mempunyai sanksi yang berbeda-beda, tergantung berat ringannya dampak yang ditimbulkan. Selain jenis ancaman hukuman di atas, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga menambahkan rehabilitasi dan penyitaan aset sebagai ancaman hukuman. Peredaran gelap narkotika adalah setiap kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan tanpa hak dan melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana narkoba. 51 Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, peraturan re.
Dikatakan pengobatan terakhir karena setelah pilihan narkotika golongan III yang ada hanya pilihan narkotika golongan II, narkotika golongan I tidak diperkenankan oleh undang-undang untuk digunakan untuk terapi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi menimbulkan kecanduan. . . Berdasarkan ketentuan pidana yang diatur dalam bab XII Undang-Undang Narkotika, dapat dikelompokkan menurut bentuk deliknya sebagai berikut. Tindak pidana yang berkaitan dengan produksi narkotika diatur dalam pasal 80 UU Narkotika, namun yang diatur dalam pasal ini bukan hanya perbuatan produksi saja melainkan perbuatan serupa berupa pengolahan, pengambilan, pengubahan, perakitan dan penawaran narkotika kepada semua orang. kelompok.
Tindak pidana jual beli obat-obatan terlarang di negara kita tidak hanya sekedar jual beli dalam arti sempit saja, melainkan juga perbuatan ekspor, impor, dan penukaran obat-obatan terlarang yang diatur dalam Pasal 82 Undang-Undang tentang Obat-obatan terlarang. Dalam arti luas yang dimaksud disini adalah perbuatan membawa, mengirim dan mengangkut narkoba, tindak pidana ini diatur dalam Pasal 81 UU Narkoba. Dalam tindak pidana ini undang-undang membedakan antara tindak pidana kepemilikan obat-obatan terlarang golongan I dan tindak pidana kepemilikan obat-obatan terlarang golongan II. dan AKU AKU AKU. tindak pidana pengendalian obat-obatan terlarang Pasal I diatur dalam Pasal 78 UU Narkoba, kemudian untuk obat-obatan terlarang II. dan AKU AKU AKU.
Tindak pidana penyalahgunaan narkoba terhadap orang lain diatur dalam Pasal 84 UU Narkotika, sedangkan tindak pidana penyalahgunaan narkoba untuk diri sendiri diatur dalam Pasal 85 UU Narkotika. Kejahatan yang melibatkan pecandu narkoba tidak dilaporkan. Pasal 46 UU Narkotika mewajibkan pecandu narkoba melaporkan dirinya atau keluarga pecandu. Kemudian, agar pasal 42 UU Narkotika dapat terbit, syarat publikasinya harus pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi.
Proses peradilan meliputi penyidikan perkara pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pengadilan.Menurut Pasal 92 UU Narkotika, perbuatan yang menghalangi jalannya peradilan merupakan tindak pidana. Sehubungan dengan itu, jika penyidik tidak melakukannya dengan baik, maka itu merupakan pelanggaran pidana berdasarkan Pasal 94 UU Narkotika.