• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISLAMIC EDUCATION AND INDOCTRINATION - Jurnal

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "ISLAMIC EDUCATION AND INDOCTRINATION - Jurnal"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

634

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 634 – 651

ISLAMIC EDUCATION AND INDOCTRINATION: THE CASE IN INDONESIA INDOKTRINASI SEKOLAH ISLAM TERPADU DALAM PEMBENTUKAN

KARAKTER

Oleh:

Nurdin Rivaldy

Uneversitas Sultan Hasanuddin banten E-mail:

[email protected]

ABSTRACT

This paper is a descriptive analysis of the research conducted by the famous phenomenal writer Charlene Taan, the original title of her book is "Islamic Education and Indoctrination: Cases in Indonesia". This book contains the issue of the existence of negative doctrines that exist in Islamic education in the next stage trying to framing so as to produce narratives and views that Islamic education provides extreme indoctrination that is forced to eventually give birth to radical students and jihadists who are then recruited to become terrorists. However, in conclusion, Cahrlene Tan said that in Indonesia, most Islamic schools do not indoctrinate (except certain schools), most Islamic schools are more independent from general lessons, think and are independent of students. This research was conducted using a qualitative approach with descriptive analysis, literacy studies (references) and observations conducted in several Integrated Islamic Schools in Bekasi.

The focus of the problems in this study are: Indoctrination in an Islamic perspective;Indoctrination in Integrated Islamic Schools; Integrated Islamic School indoctrination in character building. Data collection techniques were taken from literacy, interviews, observation, and documentation. The data collected is then analyzed using data analysis techniques that have been developed by Miles and Huberman, so that the data is analyzed interactively and continuously until complete data is obtained. Positive indoctrination of Islamic schools in Indonesia can be said to be going well, one of which is an integrated Islamic school with religious and national education using an integrated curriculum, namely the national curriculum and the special curriculum for integrated Islamic schools. One of the positive indoctrination carried out at integrated Islamic schools in Bekasi is character building through a student development program, namely Islamic Personal Development. This program is very effective and efficient in character building in Integrated Islamic schools in Bekasi.

Keywords: Indotrinasi, Islamic School, integrated Islamic school, Charlene Tan

ABSTRAK

Tulisan ini merupakan Analisa deskriptif terrhadap peneltian yang dilakukan oleh penulis fenomenal ternama Charlene Taan, judul asli dari bukunya adalah “Islamic Education and Indoctrination : The Case In Indonesia”. Dalam buku ini memuat isu tentang adanya doktrin negative yang ada didalam Pendidikan Islam pada tahap selanjutmya berusaha di framing sehingga mengahsilan narasi dan pandangan bahwa Pendidikan islam memberikan indoktrinasi extrem yang dipaksakan yang pada akhirnya melahirkan peserta didik yang radikal dan menjadi pemuja jihad agar kemudian direkrut menjadi Teroris. Namun dalam kesimpulannya Cahrlene Tan mengatakan bahwa di Indonesia sebagian besar sekolah Islam tidak tidak melakukan indontrinasi negatif (kecuali sekolah tertentu), kebanyakan sekolah- sekolah Islam lebih mengedepankan keterbukaan pemaahaman melalui mata pelajaran

(2)

umum, menekankan logika berfikir dan jiwa mandiri peserta didik. Peneiliian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, studi literasi (referensi) dan observasi yang dilakukan di beberapa Sekolah Islam Terpadu di Bekasi. Fokus permasalahan dalam penelitian ini yaitu: (Aziz, 2016) Indoktrin dalam perspektif islam;

(Abdullah & Islam, 1996) Indoktrin di Sekolah Islam Terpadu; (Agra, 2021) Indoktrin Sekolah Islam Terpadu dalam membangun karakter. Teknik pengumpulan data diambil dari dari literasi, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang terkumpul kemudian dianalisi menggunakan Teknik analisi data yang telah dikembangkan oleh Miles dan Huberman, sehingga data dianalisis secara interaktif dan terus menerus sampai memperoleh data secara tuntas. Indoktrinasi positif dari sekolah Islam yang ada di indonesia dapat dikatakan telah berjalan dengan baik salah satunya adalah sekolah Islam terpadu yang mengedepankan pendidikaan keagamaan dan kebangsaan dengan menggunakan kurikulum terpadu yaitu kurikulum nasional kurikulum agama dan kurikulum khusus sekolah Islam terpadu. Salah satu indoktrinasi positif yang dilakukan di sekolah islam terpadu di Bekasi adalah pembentukan karakter melalui program pembinaan kesiswaan yaitu Bina Pribadi islam. Program ini sangat efektif dan efisien dalam pembentukan karakter di sekolah Islam Terpadu yang ada di Bekasi.

Kata Kunci: Indotrinasi, Sekolah Islam, Sekolah Islam Terpadu, Charlene Tan

1. PENDAHULUAN

Arah kebijakan pendidikan Islam atau politik pendidikan Islam ditentukan oleh ideologi yang diadopsi suatu negara sehingga berpengaruh pada kondisi masyarakat yang ada (Ma’mur, 2016).

Hal ini menunjukan adanya sinergi yang dinamis dan telah menyatu yang tidak terpisahkan antara negara, ideologi, masyarakat dan pendidikan Islam dalam membangun peradaban yang dicita- citakan dalam meralisasikan visi dan misi serta tujuan pendidikan Islam yaitu menjadikan manusia yang memilki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, serta karakter yang baik, memiliki kemampuan bersikap damai dan harmonis dalam hubungan antar agama, pengembangan siswa dalam memahami hidup dan mempraktikkan nilai-nilai

Islam dengan menyelaraskannya dalam sains, teknologi, dan seni (Desmaliza, 2021). Oleh sebab itu, jika hanya dilihat dari satu sisi saja Indonesia menjadi negara yang cukup sulit untuk diamati, karena tantangan pendidikan Islam di Indonesia yang cukup beragam, konfleks serta sulit ditaklukkan.

Anggapan miring (baca: tuduhan) terhadap beberapa sekolah Islam di Indonesia seperti madrasah dan khususnya pondok pesantren, perlu mendapatkan perhatian khusus. Pesantren dan Madrasah dipandang sebagai lembaga pendidikan Islam yang memberikan pendidikan yang tidak baik, bahkan cenderung menanamkan kepada siswanya doktrin militansi yang salah (Hamdani & Sartono, n.d.). Para orangtua di United State of Amerika

(3)

636

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 634 – 651

berpandangan bahwa pemberian materi pengantar tentang Islam di sekolah umum merupakan salah satu bentuk indoktrinasi terhadap peserta didik sehingga mereka menolak keras mata pelajaran tersebut.

Sedangkan beberapa tokoh pendidikan Islam berpendapat bahwa pola pendidikan yang selama ini dilakukan oleh Pondok Pesantren dan Madrasah harus tetap dipertahankan, karena menurut mereka konsep teologi sangat diperlukan dalam agama sebagai doktrin fundamental tentang hal-hal yang mutlak, kebenaran normatif, dan aspek trasendental dari suatu agama (Kadir, 2013).Namun ada hal yang perlu kita sadari bahwa karakteristik teologi yang melekat juga memiliki potensi negatif, yaitu ketika karakteristik tersebut menyatu dengan keberagaman seseorang atau kelompok tertentu akan menimbukan “enclave- enclave” yang memiliki kecenderungan yang bersifat emosional, eksklusif, dan kaku yang pada akhirnya akan memunculkan “truth claim” yang biasanya muncul pada lembaga pendidikan.

Pembahasan masalah pendidikan Islam yang akhir-akhir ini banyak

“dituduh” menyebarkan doktrin negatif pada peserta didik, memicu munculnya banyak definisi pendidikan Islam yang berbeda-beda oleh para ahli pendidikan.

Pendidikan Islam diartikan “usaha sadar

dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, menghayati, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengerjakan Ajaran Islam”. Secara umum, bisa dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha memunculkan sifat-sifat kemanusiaan manusia dalam artian sebagai upaya untuk mengembangkan potensi manusia menuju manusia seutuhnya baik jasmani maupun rohani.

Charlene Tan secara tajam menganilsa dan komprehensip menjelaskan konsep indoktrinasi yang terjadi di dalam lembaga Pendidikan Islam dengan konteks studi kasus yang terjadi di Indonesia (Lickona, 2022).

Buku ini menggambarkan bahwa Ketika sesorang mempunyai keyakinan tertentu dan memiliki keyakinan control yang melahirkan totalisme idiologi maka indoktrinasi dapat terjadi. Disisi lain, buku ini juga menjelaskan tentang bagaimana terjadinya sebuah proses indoktrinasi terjadi di Lembaga Pendidikan Islam. Sebagagai contoh adalah Lembaga yang didirikan oleh Abu Bakar Baasyir dan Jamaah Islamiyah.

Selanjutnya buku ini juga menawarkan usulan mengenai cara-cara dalam menghindari dan melawan indotrinasi yang terjadi di lembaga Pendidikan baik formal, non-formal, dan informal. Salah satu usulannya yaitu

dengan menciptakan dan

(4)

mempromosikan budaya Pendidikan yang didukung oleh pluralisme pemahaman agama, cara berfikir yang ilmiah , dan otonomi yang kuat (Martin Ricard, 1985).

Selanjutnya dihadirkan juga contoh- contoh tradisi Islam yang mendidik dan baik di Indonesia yang dianggap menerapkan pola indoktrinasi secara filosofis dengan penelitian empiris pada lembaga pendidikan, sehingga buku ini hadir sebagai sumbangan tepat waktu dalam mempelajari isu-isu kontemporer dan sharing kontroversial dalam pendidikan Islam.

Penulis ingin mengkaji bahwa indoktrinasi tidak selamanya menghasilkan pemahaman yng negatif akan tetapi juga menghasilkan pemahaman yang postif apabila dilakukan dengan melibatkan cara berfikir kritis dengan melibatkan kurikulum Pendidikan agama Islam yang diperluas bukan hanya bermakna sebagai pendidikan mata pelajaran saja (PAI) yang memiliki empat ranah materi pelajaran yaitu akidah akhlak, fikih, Al Qur’an hadits, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah, akan tetapi pendidikan agama Islam meluas maknanya dengan menambahkan semua kegiatan pembelajaran yang mencakup semua pembelajaran agama Islam, seperti belajar membaca Al Qur’an, belajar bahasa Arab, dan masih banyak lagi yang berkaitan

dengan Islam (Dalmeri, 2014). Konteks pendidikan agama Islam ini akan melahirkan peserta didik yang faham secara kajian keislaman, Mengkontrol kegiatan sekolah dalam pembinaan Kesiwaan yang dilakukan di sekolah Islam terpadu dalam membangunkarakter peserta didik.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Secara etimologi indoktrinasi berasal dari Bahasa latin “docere” yang artinya untuk mengajar, dan “doctrina”

yang artinya apa pun yang diajarkan (Ahmad & Manusia, 2018). Sehingga Indoktrinasi dapat diartikan sebagai proses menyampaikan sesuatu untuk diajarkan. Sebagaimana disampaikan oleh Charlene Tan dalam bukunya Islamic Education and Indoctrinastion bahwa pada awalnya kata doktrin tidak terkait dengan agama sampai kemudian menjadi identik ajaran Gereja Katolik Roma pada abad pertengahan dan indoktrinasi tidak diartikan menyimpang atau merendahkan dengan dibuktikan masuk dalam Oxford English Dictionary pada tahun 1900 (Pratywi, 2019). Namun pada awal abad ke-20 muncul banyak konotasi negatif terhadap indoktrinasi di barat terutama di Amerika akibat dari sikap para pendidik progresif yang memandang negatif segala bentuk pendidikan otoriter dan kebenciam

(5)

638

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 634 – 651

mereka terhadap Nazi Jerman dan Komunis Tiongkok karena terkenal teknik cuci otak mereka selama perang dunia II.

Para orangtua di Amerika sangat takut dengan materi “pengenalan ajaran Islam” yang ada dibeberapa sekolah umum karena menurut mereka itu merupakan usaha indoktrinasi, bahkan muncul pandangan bahwa sekolah- sekolah Islam melakukan indoktrinasi terhadap siswa-siswinya untuk melakukan jihad dengan cara menjadikan dirinya pelaku bom bunuh diri (Rahman, 2014). Sehingga muncul banyak istilah buruk untuk madrasah dan sekolahislam diantaranya, yaitu mesin pencetak radikalisme dan tempat pencetak jihad, tempat mendoktrin para siswa muslim untuk sebuah idiologi kekerasan, intoleransi dan kebencian.

3. METODE PENELITIAN

a. Indoktrinasi dalam Perspektif Islam.

Menurut M. Syaiful Rahman bahwa doktrin adalah konsep ajaran yang bersistem, maka doktrin Islam merupakan ajaran bersistem yang direima dan diajarkan oleg Rosulullah yang bersumber dari wahyu berupa Al Quran dan Hadits kemudian diinterpretasikan oleh para ulama (Anas & Alkrienciehie, 2013).Dalam Islam proses penyebaran

ajarannya menggunakan prinsip rahmatan lil’aalamiin (kasih sayang bagi seluruh alam semesta) sehingga seorang muslim berkewajiban menebarkan kasih sayang dan kebaikan dimana pun mereka berada dengan menunjukan contoh sikap mulia sebagai tauladan di tengah masyarakat (Schuon, Astuti, & Widjanarko, 1993). Hal ini menunjukan hal yang berbeda dan bertolak belakang dengan isu yang ada dibelahan dunia terutama di dunia barat yang menggaggap bahwa indotrinasi islam sangat membahayakan masayarakat dunia.

Dalam bukunya juga Charlene Tan menjelaskan bahwa hanya sebagian kecil dari lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang terindikasi memiliki indoktrinasi yang negatif, sehingga dapat diartikan bahwa lebih banyak lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang memiliki indoktrinasi positif dalam proses pembelajarannya kepada peserta didik.

Proses indoktrinasi itu sendiri membutuhkan suatu teknik tertentu yang digunakan dalam proses pembelajarannya kepada peserta didik. Dimana teknik merupakan cara kongkret sebuah proses pembelajaran berlangsung, dan pembelajaran proses kombinasi yang tersistem dari nilai kemanusiaan, materil, fasilitas, media, dan prosedur yang saling terintegrasi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga dapat dikatakan bahawa teknik pembelajaran adalah suatu

(6)

cara kongkrit yang digunakan guru dalam mengintegrasikan berbagai unsur pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (Suyatno, 2013). Menurut Noeng Muhadjir ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam pembelajaran Pedidikan Agama Islam, diantaranya yaitu teknik indoktrinasi, teknik meramalkan konsekuensi, teknik moral reasoning, dan teknik internalisasi.

Teknik pembelajaran indoktrinasi memiliki tahapan tahapan yaitu: pertama, brainwashing, yaitu sebelum menanamkan pendidikan nilai, guru mengosongkan pikiran siswa sehingga kesadaran rasionalnya tidak mampu dikontrol dan pendiriannya menjadi labil, dengan berbagai metode brainwashing diantaranya yaitu metode tanya jawab, wawancara yang mendalam dengan teknik dialektik, dan sebagainya (Indonesia, 2014). Kedua, menanamkan fanatisme, yakni guru mulai menanamkan nilai-nilai baru yang benar sesuai dengan kurikulum Al Quran dan hadits sehingga siswa menerima nilai-nilai tersebut masuk ke dalam pikiran mereka tanpa melalui pertimbangan rasional dan menerimanya secara emosional, barulah guru menanamkan doktrin yang sebenarnya. Ketiga, tahap penanaman doktrin, yakni pada tahapan ini diperkenalkan hanya ada satu kebenaran, tidak ada alternatif lainnya dan semua siswa harus menerimanya. Penanaman

doktrin dapat dilakukan melalui pendekatan emosional dan keteladanan.

Tujuan dari penerapan teknik pembelajaran indoktrinasi itu sendiri adalah untuk membentuk karakter melalui pedidikan (Nasional, 2003). Dalam pandangan Bahasa Pendidikan berasal dari bahasa latin “educare” yang berarti menyuburkan (mengolah tanah agar subur dan menumbuhkan tanaman yang baik).

Sehingga pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses untuk menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, menata dan mengarahkan berbagai potensi manusia yang ada dalam dirinya agar dapat berkembang dengan baik dan bermanfaat untuk dirinya, oranglain, dan lingkungannya.

Berdasarkan undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagaman, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Para ahli pendidikan Islam mengistilahkan pendidikan sebagai tarbiyah yang memiliki makna asalnya sebagai proses mengurus pohon dengan sabar, tarbiyah dapat diartikan sebagai

(7)

640

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 634 – 651

pembentukan karakter peserta didik hingga memiliki etika yang sempurna, hidup yang mahir, Analisa yang tajam , kemampuan membaca diri, dan mampu mengungkapkan ide melalui ucapan dan tulisan yang tertata dengan baik.(Sofanudin, n.d.)Dapat dikatakan bahwa Pendidikan adalah system yang direncanakan sehingga membentuk suasana yang kondusif dalam pembelajaran sehinghga dapat mengembangkan potensi religiusitas keagamaan, emosional, pengendalian diri, pribadi yang baik, kecerdasan, kemulyaan akhlak, serta ketrampilan yang dibutuhkan dalam hidup bermasyarakat.

Secara harfiah karakter berarti arti kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Sedangkan dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Menurut Thomas Lickona dalam Dalmeri Mawardi bahwa karakter adalah watak bathin dalam menghadapi situasi yang lebih baik secara moral dan karakter bisa dipahami dalam tiga bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan, perasaan dan yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Maka karakter terbangun dari pengetahuan seseorang tentang nilai-nilai moral yang dirasakan penting dan bermanfaat

kemudian terwujud melalui perilaku sehari-hari.

Kemudian Thomas Lickona juga menjelaskan Pendidikan karakter merupakan usaha yang disadari untuk membantu orang memahami, peduli, dan berbuat didasarkan pada nilai nilai etika inti. Dan dalam bukunya yang lain menjelaskan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha yang disengaja dalam mewujudkan kebaikan, dengan kulitas kemanusiaan yang obyektif, namun bukan hanya kebaikan untuk individu atau kebaikan perseorangan. Tetapi juga kebaikan untuk masyarakat secara keseluruhan. Berdasarkan penjelaskan diatas menunjukan bahwa pendidikan akhlak dan karakter bangsa dapat diartikan sebagai usaha sadar dan sungguh-sungguh yang terencana dan tersistem untuk membantu memahamkan, membentuk, menumbuhkan kepedulian, memupuk nilai-nilai etika, dan sampai mampu mewujudkan dalam tindakan menjadi kebiasaan yang baik untuk dirinya sendiri, lingkungan sekitar dan orang lain sebagai warga masyarakat.

Adapun tujuan dari pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertujuan menciptakan peserta didik, putra-putri Indonesia, yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

(8)

kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Nilai-nilai pendidikan karakter dapat dikelompokan menjadi lima nilai utama berdasarkan kajian berbagai nilai agama, peraturan atau hukum, etika akademik, norma sosial, dan prinsip-prinsip hukum.

Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut yaitu :

1) Nilai karakter yang berkaitan hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, nilai ini bersifat religious.

2) Nilai karakter yang ada hubungannya dengan diri sendiri.

3) Nilai karakter hubungannya dengan lingkungan, dan

4) Nilai kebangsaan.

Dalam desain pendidikan secara keseluruhan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

menjelaskan bahwa peran

dikonfigurasikan dalam konteks proses psikososial dan sosiokultural dari 4 kelompok utama, yaitu:

1. Latihan hati (perkembangan mental dan emosional);

2. Pemikiran (perkembangan intelektual);

3. Olahraga dan kinestetik (pengembangan fisik dan kinestetik); dan

4. Latihan rasa dan keinginan (perkembangan emosional dan kreatif).

Menurut Kementrian Pendidikan

Nasional, nilai karakter bangsa terdiri atas beberapa hal, Meliputi agama, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreativitas, kemandirian, demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, keramahan atau kemasyarakatan, cinta damai, cinta membaca, dan peduli lingkungan. Tiga lembaga yang saling terkait, yaitu keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Institusi sekolah dapat berupa Sekolah Negeri yang didirikan dan dikelola oleh Pemerintah dan Sekolah Swasta yang didirikan dan dikelola oleh pihak swasta para pemerhati Pendidikan Sekolah Islam Terpadu

Sekolah swasta lebih khusus Sekolah Islam menurut Charlene Tan di Indonesia dapat di bagi menjadi tiga, yaitu Pondok Pesantren, Madrasah, dan Sekolah Islam.

Lebih lanjut Tan menyebutkan bahwa majalah internasional seperti Time dan Newsweek menggunakan label “Islam dengan wajah tersenyum” untuk menggambarkan bentuk Islam di Indonesia yang bersifat inklusi, progresif, dan modern, dimana sebuah sekolah Islam dikatakan bersifat inklusi jika menjadi pluralis, bersifat progresif jika menerapkan rasionalitas dan otonomi yang kuat, dan bersifat modern jika mempersiapkan peserta didiknya untuk dapat menghadapi dan mampu bersaing dalam tantangan globalisasi dunia dan ekonomi yang

(9)

642

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 634 – 651

berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sekolah Islam di Indonesia digambarkan memiliki ketiga sifat tersebut diatas sehingga dapat menghilangkan paradigma negatif tentang sekolah Islam.

Sekolah Islam di Indoensia dalam kurikulumnya telah memadukan kurikulum pendidikan umum yang berkualitas berdasarkan kurikulum pemerintah dan penerapan nilai-nilai keislaman, bukan hanya nilai dan prisip keislaman yang masuk kedalam kurikulum tetapi lebih ditekankan lagi pada praktik pengamalan nilai dan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti beribadah, do’a, membaca Al Qur’an, dan lain sebagainya. Charlene Tan mengamati pondok pesantren Ngruki yang di dirikan oleh Abu Bakar Ba’asyir melakukan upaya penanaman control beliefs pada peserta didiknya agar dapat melahirkan ideological totalism melalui tiga aspek yaitu kurikulum Pendidikan agama, kegiatan sekolah dan kurikulum sekolah yang tidak nampak (hidden curriculum), sehingga menghasilkan indoktrinasi yang negatif. Namun Charlene tan juga mengusulkan alternatif solusi untuk menghindari dan melawan indoktrinasi dengan menciptakan dan memajukan tradisi kependidikan, sehingga tradisi kependidikan menjadi salah satu anti- totalistic yang kemudian menjadi dasar control belief dari pluralism agama,

kekuatan otonomi (kemandirian), dan kekuatan rasionalitas.

Kesimpulan dari pembahasan hasil survey dan analisa sekolah-sekolah Islam di Indonesia, Tan menyampaikan bahwa sekolah Islam di Indonesia kebanyakan tidak didasarkan pada tradisi indoktrinasi.

Namun sebaliknya, sekolah-sekolah Islam di Indonesia secara terbuka menerima pengetahuan dari beberapa pelajaran non- agamis, menekankan pada rasionalitas, dan kekuatan otonomi (kemandirian) melalui pembelajaran di sekolah yang terpusat pada aktifitas siswa, termasuk didalamnya salah satu sekolah Islam yang banyak berkembang di daerah perkotaan di Indonesia yaitu Sekolah Islam Terpadu yang dipandang oleh masyarakat menengah keatas sebagai sekolah Islam modern yang memiliki kurikulum sesuai dengan perkembangan pengetahuan saat ini.

Madrasah Terpadu mulai bermunculan pada akhir tahun 1980-an, diawali dengan berdirinya Madrasah Terpadu Nurul Fikri dari Taman Kanak- Kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) yang menginspirasi berdirinya ribuan Madrasah Terpadu di seluruh Indonesia. Madrasah Terpadu di Indonesia saat ini tergabung dalam Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) yang dikelola di seluruh Indonesia dan memiliki anggota sekitar 1.000 madrasah

(10)

terpadu, dan masih ada sekitar 10.000 madrasah terpadu yang belum tergabung dalam JSIT. Tugas utama mendirikan sekolah Islam komprehensif adalah mewujudkan sekolah Islam yang efektif mengembangkan proses pendidikan untuk mendorong dan mengembangkan potensi peserta didik guna mewujudkan visi membentuk generasi yang bertakwa dan berkarakter. Dalam Buku Kriteria Mutu JSIT dijelaskan bahwa Sekolah Islam Terpadu (SIT) pada hakekatnya adalah sekolah yang mengimplementasikan konsep pendidikan Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah dan berlandaskan Undang-Undang Sisdiknas.

Konsep operasional dari Sekolah Islam Terpadu berasal dari akumulasi proses pengembangan, pembudayaan, dan pewarisan ajaran agama Islam serta peradaban Islam dari generasi ke generasi.

Istilah “Terpadu” dalam SIT memiliki makna sebagai penguat (taukid) dari Islam itu sendiri, maksudnya adalah Islam yang utuh, menyeluruh, integral, bukan parsial, syumuliah bukan juz’iyah. Hal inilah yang kemudian menjadi semangat utama para pakar pendidikan Islam dalam bergerak menyampaikan dakwah di bidang pendidikan, sebagai wujud “perlawanan”

terhadap pemahaman yang mulai berkembang seperti sekuler, dikotomi, dan juz’iyah.

SIT dalam apliasinya diartikan

sebagai sekolah yang melaksanakan proses pendidikannya menerapkan pendekatan terpadu dengan kurikulum yang memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama. Dengan pendekatan ini, seluruh mata pelajaran dan kegiatan sekolah tidak lepas dari bingkai ajaran dan pesan nilai Islam. Setiap bahasan mata pelajaran selalu dikaitkan dengan hikmah dan nilai-nilai Islam sehingga tidak terpisahkan, tidak ada dikotomi, dan tidak ada “sekularisasi” dengan tetap menjaga konteks kemaslahatan kehidupan masa kini dan masa depan. Pelajaran umum seperti IPA, matematika, bahasa, IPS, keterampilan, dan jasmani/Kesehatan dibingkai dengan pedoman nilai-nilai ajaran Islam. Sementara Pelajaran Agama Islam (PAI), kurikulum di perkaya dengan kurikulum yang menerapkan pendekatan kekinian, kemanfaatan, dan kemaslahatan.

Keterpaduan juga ditekankan dalam metode pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan ranah kognitif, konatif, dan afektif. Keterpaduan ini akan menjadikan proses pembelajaran semakin kaya, dan variatif dengan memanfaatkan media yang ada dan sumber belajar yang luas dan juga luwes, sehingga pembelajaran dapat memicu optimalisasi pemberdayaan potensi otak peserta didik.

Berdasarkan pemahaman tersebut, proses pembelajaran SIT dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan berbasis

(11)

644

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 634 – 651

(a) pemecahan masalah, sehingga melatih siswa berpikir logis, kritis, sistematis dan pemecahan masalah; berpikir imajinatif, orisinal dan luwes; (c) keterampilan untuk melatih siswa untuk melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan. Selain itu, kurikulum SI juga memadukan pendidikan aqliyah, ruhiyah dan jasadiyah untuk memberikan pendidikan bagi peserta didik untuk mengembangkan kecerdasan dan intelektualitas, meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, mengembangkan akhlak mulia, serta peserta didik juga memiliki kebugaran, kesehatan dalam kehidupan sehari-hari dan keterampilan.

Prinsip yang melatarbelakangi penyelenggaraan madrasah terpadu adalah, pertama-tama, keyakinan bahwa pendidikan Islam merupakan kegiatan dakwah, yaitu kegiatan mulia yang memerlukan dedikasi, kerja keras, dan pengabdian. Kedua, pendidikan dilakukan dengan cara pengabdian yang tinggi, ikhlas dan bijaksana, yang dipandang sebagai kewajiban yang tertuang dalam Al-Qur’an An Nahl ayat 125 untuk melaksanakan perintah Allah SWT yaitu mengajak dan membimbing orang jalan menuju Allah SWT. Ketiga, pendidikan pada hakekatnya mengajarkan seluruh ajaran Islam, termasuk keseluruhan Al- Qur'an dan Hadits “ilmu Allah”.

Berdasarkan filosofi pendidikan Islam yang terangkum dalam Al Qur'an, kemudian sekolah Islam Bersama-sama memantapkan misi pendidikan, yaitu: (1) mencapai tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam kurikulum nasional, (2) mengajarkan cara membaca Al-Qur'an (tartil) dan mendidik siswa untuk mengajinya dengan baik. dan standar mutu yang benar sesuai dengan hukum Tajwid Al-Qur'an (tahfidzul quran), standar minimal setiap satuan pendidikan adalah dua juz, (3) memperkuat dan memperdalam pembelajaran Islam dengan memperkaya materi muatan mata kuliah, membimbing peserta didik agar memiliki pemahaman dasar Islam, mengajarkan dan membudayakan Islam, Islam dan Islam, (4) Secara bertahap membudayakan budi pekerti dan akhlak mulia bagi peserta didik untuk membentuk generasi penerus masa depan yang cerdas dan bertakwa.

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan tujuan pembentukan kepribadian peserta didik melalui berbagai kegiatan sekolah. Terdapat 7 Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Sekolah Islam Terpadu sebagai berikut:

1. Memiliki keyakinan yang teguh 2. Beribadah dengan benar

3. Berwatak dewasa dan berakhlak mulia

4. Serius, disiplin, dan mampu menolak

(12)

warna

5. Kemampuan yang baik dalam membaca, menghafal dan memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah

6. Memiliki bidang pandang yang luas 7. Memiliki kecakapan hidup

Madrasah Terpadu menjaga mutu dengan selalu menitikberatkan dan meningkatkan persyaratan mutu dan standar akreditasi internal jaringan madrasah terpadu. Jaringan Pesantren Terpadu telah menetapkan 11 standar mutu, Khususnya, standar pendidikan dan personalia, standar sarana dan prasarana, standar pembiayaan, standar kurikulum, standar manajemen, standar kerjasama, standar kinerja, standar evaluasi, standar pelatihan, standar pendidikan agama Islam, dan standar kompetensi lulusan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Indoktrinasi Sekolah Islam Terpadu Dalam Pembentukan Karakter

Dalam proses pembentukan karakter Sekolah Islam Terpadu memiliki dua Standar Program yang menjadikan unggulan dalam proses pembelajaran dan pembentukan karakternya yaitu pertama, Standar PAI yang disusun berdasarkan kurikulum nasional, dan kurikulum JSIT, dan Kedua, Standar Pembinaan Kesiswaan. Kedua Standar tersebut merupakan program keunggulan Sekolah

Islam Terpadu yang berada dinaungan Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) yang dijelaskan dalam buku Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu. Mata pelajaran Agama Islam di sekolah Islam Terpadu dituntut untuk dapat mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan melahirkan manusia yang berbudi pekerti, jujur, adil, saling menghargai, produktif, disiplin, dan harmonis baik personal maupun sosial. Maka mata pelajaran Agama Islam di SIT menjadi standar kurikulum tersendiri yang diperkaya dengan empat materi pokok, yaitu pertama, mata pelajaran pendidikan agama Islam yang berfungi sebagai wasilah untuk

menanamkan akhlak mulia,

mengembangkan keimanan dan ketakwaan, membentuk karakter, memperbaiki diri dari kesalahan, mencegah seseorang dari hal-hal yang mungkar, mengajarkan ilmu Allah (qauliyah & kauniyah), mempersiapkan untuk mendalami pendidikan agama ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Kedua, mempelajari Al-Qur'an, menanamkan rasa tenang, nyaman dan keistimewaan, membiasakan hidup dengan Al-Qur'an, serta melatih spiritual, emosional dan intelektual. Ketiga, bahasa Arab memiliki fungsi menanamkan rasa percaya diri, menghargai peradaban Islam, dan meningkatkan semangat Islam.

(13)

646

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 634 – 651

Adapun ruanglingkup dari pendidikan Agama Islam meliputi aspek-aspek, diantaranya yaitu al quran dan hadits, aqidah, akhlak, fikih, dan sejarah kebudayaan Islam. Sedangkan bidang Al Quran ruang lingkupnya meliputi tahsin, tilawah, dan tahfizh al Quran. Dan terkahir bahasa Arab memiliki ruang lingkup sebagai berikut, yaitu mendengar (istima’), membaca (muthola’ah), berbicara (muhadtsah), dan menulis (kitabah).

Sedangkan pada Standar Pembinaan Siswa terdapat tujuh ranah dan arah pembinaan siswa yang bertujuan dalam pendidikan watak, nilai, dan disiplin siswa dalam kerangka nilai-nilai keislaman (syaksiyyah Islamiyyah). Tujuh ranah dan arah pembinaan siswa tersebut yaitu : 1. Kepemimpinan dan karakter bangsa, 2. Keterampilan sosial,

3. Jiwa wirausaha,

4. Pola perilaku hidup sehat dan alami, 5. Gaya hidup suka beribadah, bangga dengan Islam,

6. Minat dan spesialisasi,

7. Pengembangan keterampilan penalaran dan penelitian.

Melalui Program Pengembangan Pribadi Islami, menumbuhkan kecintaan beribadah dan gaya hidup bangga terhadap Islam tercermin dalam pola pikir, pola sikap, dan pola kehidupan siswa sehari- hari. Model bimbingan belajar dilakukan oleh guru dalam kelompok kecil melalui 4

elemen proyek, yaitu:

1. Pengembangan karakter Islami, 2. Kebiasaan beribadah,

3. Memahami dan mengimplementasikan Al-Qur'an,

4. Pengabdian Masyarakat. Salah satu program pembinaan kesiswaan yang diunggulkan di Sekolah Islam Terpadu adalah program Bina Pribadi Islami yang bertujuan untuk menanam karakter keislaman dan akhlak mulia. Bina Pribadi Islami (BPI) adalah program kegiatan pendidikan dan pembinaan agama Islam bagi siswa yang wajib dilaksanakan bagi Sekolah Islam Terpadu yang tergabung menjadi anggota Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT). Tim JSIT telah menyusun buku pedoman kurikulum yang telah dipadukan antara kurikulum nasional dengan kurikulum ke khasan JSIT sehingga Sekolah Islam Terpadu yang telah menjadi anggota JSIT tidak perlu menyusun kurikulum sendiri dalam pembinaan siswanya. Program BPI dilaksanakan oleh guru BPI secara intensif setiap pekan dan berkelanjutan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 9 – 12 siswa. Pembinaan dilakukan dengan materi aqidah untuk menanamkan keyakinan dan keimanan kepada Allah SWT, pembinaan akhlak dalam upaya pembentukan perilaku santun, bersih, amanah, peduli, dan bertanggungjawab, Pembinaan ibadah mengarah pada

(14)

pembiasaan pelaksanaan ibadah rutin seperti sholat wajib dan sunnah, dzikir, doa, puasa, dan tilawah Al Quran dengan baik dan benar, serta pengabdian masyarakat dalam bentuk bakti sosial dalam rangka menumbuhkan jiwa kepedulian terhadap masyarakat sekitarnya. Pola pembinaan BPI dilakukan secara rutin oleh guru secara berkelompok melalui 4 unsur program, yaitu:

1. Pembinaan Karakter Islami,, 2. Pembiasaan Ibadah,

3. Pemahaman dan implementasi Al Quran,

4. Pengabdian Masyarakat.

Unsur pertama yaitu pembinaan karakter Islami dilakukan dengan cara pertemuan secara intens setiap pekan sekali oleh guru BPI per kelompok 9 – 12 siswa dengan berbagai metode penyampaian materi agar bisa menarik peserta didik dalam menerima materi pendidikan karakter . Selain itu, guru BPI juga diberikan kebebasan dalam memilih tempat pertemuan yang disepakati oleh guru dan siswa, misalnya di taman sekolah, masjid, gazebo, dan tempat lainnya yang terdapat di lingkungan sekolah.

Pelaksanaan BPI bukan hanya sekedar pembelajaran yaitu proses transfer ilmu pengetahuan, tetapi merupakan proses pendidikan yang dibutuhkan adanya perubahan sikap dan karakter dari hasil ilmu yang didapatkan, serta ilmu

pengetahuan tersebut terserap hingga ke jiwa yang pada akhirnya terbentuknya siswa yang berkarakter dan berakhlak Islami. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut maka ada adab-adab seorang guru BPI dalam melaksanakan proses pembinaan BPI yaitu meningkatkan kedekatan diri seorang guru BPI kepada Allah SWT dengan menjaga amalan ibadahnya, meningkatkan pengetahuan mengenai materi yang akan disampaikan sebagai bentuk profesionalisme dalam melaksanakan tugasnya dan tauladan dalam bersikap dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

Unsur kedua, yaitu pembiasaan ibadah ritual yang dilakukan secara rutin dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Ibadah yang dilakukan yaitu sholat fardhu lima waktu, sholat sunnah rawatib, sholat dhuha, sholat tahajud, tilawah Al Quran, shoum sunnah dan shodaqoh. Ibadah harian tersebut dilaksanakan oleh peserta didik dan dilaporkan ke guru Pembina BPI disetiap pertemuan per pekan dalam rangka membentuk kebiasaan taat beribadah. Guru Pembina BPI mengevalusi laporan ibadah harian peserta didik dengan memberikan apresiasi bagi yang melaksanakan dengan maksimal dan motivasi bagi yang masih belum maksimal dalam melaksanakan ibadah hariannya.

Unsur ketiga, yaitu pemahaman dan

(15)

648

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 634 – 651

implementasi Al Quran yang dimulai dengan memperbaiki bacaan peserta didik dalam membaca Al Quran (Tahsin Al Quran). Ketika pertemuan BPI seluruh peserta didik membaca beberapa Al Quran kemudian dikoreksi atau diperbaiki bacaannya oleh guru Pembina BPI, oleh karenanya guru BPI harus memiliki kompetensi Al Quran yang baik. Diakhir pertemuan BPI peserta didik diberikan tugas untuk membaca Al Quran dirumah yang disesuaikan dengan kemampuannya masing-masing yang bertujuan melatih kelancaran peserta didik dalam membaca Al Quran dan sekaligus sebagai pembiasaan dalam membaca Al Quran di rumah setiap hari.

Guru BPI menjelaskan hikmah dari ayat Al Quran yang dibaca agar memberikan pemahaman mengenai ayat Al Quran tersebut dan menjelaskan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik menjadi terbiasa membaca dan memahami ayat Al Quran melalui terjemahnya maupun dari buku-buku tafsirnya. Guru BPI biasanya menyampaikan materi melalui beberapa metode pembelajaran, diantaranya yaitu metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode simulasi, metode latihan, dan metode penugasan. Selain menggunakan delapan metode di atas, proses pembelajaran BPI menggunakan berbagai sarana yang dapat

dilakukan untuk merealisasikan kurikulum BPI. Beberapa sarana pelaksanaan BPI peserta didik yang dilakukan diantaranya yaitu pertemuan pekanan, menginap bersama (mabit), karantina Al Quran, penugasan, kajian umum, kajian khusus, tahsin dan tahfizh Al Quran, sholar berjamaah, shaum sunnah, sholat sunnah, organisasi peserta didik, wisata, tadabur alam, ekstrakurikuler, kunjungan tokoh masyarakat, olah raga, pramuka, kepanitiaan, dan sebagainya.

Unsur terakhir, Keempat yaitu pengabdian masyarakat, biasanya dilakukan dengan pemberian pemahaman kepada peserta didik tentang pentingnya dan keutamannya berperan aktif memberikan manfaat untuk masyarakat.

Dilanjutkan dengan penugasan untuk aktif di lingkungan misalnya organisasi remaja masjid, taman pendidikan Al Quran (TPA), perlombaan HUT RI dilingkungan rumah, dan kegiatan lainnya yang bermanfaat yang diadakan dilingkungan masyarakat tempat peserta didik berada.

Selain itu, kegiatan lainnya yang bisa dilakukan dalam menunbuhkan jiwa kepedulian atau pengabdian terhadap masyarakat yaitu menggalang dana dan memberikan bantuan ketika terjadi bencana atau musibah yang terjadi di masyarakat.

Doktrin atau pendidikan yang dilakukan Sekolah Islam Terpadu melalui

(16)

Bina Pribadi Islami berisi nilai-nilai prinsip yang sesuai dengan syari’at Islam untuk ditanamkan kepada peserta didik dalam rangka membentuk karakter dan pribadi Islami. Nilai-nilai prinsip tersebut tersusun SKL peserta didik yang telah dibuat oleh Jaringan Sekolah Islam terpadu (JSIT). Penelitian tentang sekolah islam terpadu melalui bina pribadi islam dalam pembentukan karakter sudah banyak dilakukan baik jenjang S1, S2 maupun S3, salah satunya dilakukan oleh Yanto dengan judul penitian Penerapan Program Bina Pribadi Islami Dalam Membentuk Karakter Siswa di Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu Al-Ghazali Jember.

5. SIMPULAN

Pembahasan di atas, terlihat bahwa di barat khususnya di Amerika muncul banyak “tuduhan” terhadap sekolah Islam, yaitu sekolah-sekolah Islam dipandang telah melakukan indoktrinasi terhadap siswa-siswinya untuk melakukan jihad dengan cara menjadi pelaku bom bunuh diri. Sehingga muncul banyak istilah buruk untuk madrasah dan sekolah islam yang tentunya sangat berdampak pada pencitraan Pendidikan Islam di mata dunia .

Padahal tujuan yang seharusnya dari penerapan teknik pembelajaran

indoktrinasi itu sendiri adalah untuk membentuk karakter melalui pedidikan, dan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut yaitu nilai karakter yang berkaitan hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, nilai ini bersifat religious, nilai karakter yang ada hubungannya dengan diri sendiri, nilai karakter hubungannya dengan lingkungan, dan nilai kebangsaan.

Charlene Tan setelah melakukan pembahasan Hasil survei dan analisis madrasah di Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar madrasah di Indonesia tidak berbasis indoktrinasi.

Madrasah di Indonesia, di sisi lain, secara terbuka menerima pengetahuan mata pelajaran non-agama, menekankan pada rasionalitas, dan kekuatan otonomi (kemandirian) melalui pembelajaran di sekolah yang terpusat pada aktifitas siswa, termasuk didalamnya salah satu sekolah Islam yang banyak berkembang di daerah perkotaan di Indonesia yaitu Sekolah Islam Terpadu yang dipandang oleh masyarakat menengah keatas sebagai sekolah Islam modern yang memiliki kurikulum sesuai dengan perkembangan pengetahuan saat ini.

Dimana Sekolah Islam Terpadu melalui program Bina Pribadi Islami berupaya menanamkan nilai-nilai keislaman, karakter dan akhlak Islami berdasarkan SKL JSIT kepada peserta

(17)

650

JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 2, (2022) Agustus : 634 – 651

didiknya sehingga tradisi kependidikan menjadi salah satu anti-totalistic yang kemudian menjadi dasar control belief dari pluralism agama, kekuatan otonomi (kemandirian), dan kekuatan rasionalitas untuk menghindari indoktrinasi negatif, dan pada akhirnya terbentuknya karakter dan pribadi Islami yang kokoh dan kuat melawan arus pengaruh negatif lingkungan dan globalisasi sehingga terwujud masyarakat yang berkarakter, bertanggungjawab, dan demokratis.

6. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, & Islam, Studi. (1996).

Normativitas atau Historisitas.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Agra, Hanif. (2021). Implementasi Program Bina Pribadi Islami (BPI) dalam Membentuk Karakter Peserta Didik. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(5), 2268–2276.

Ahmad, Jumal, & Manusia, A. Proses Kejadian. (2018). Paradigma pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, 3, 320.

Anas, Salahudin, & Alkrienciehie, Irwanto. (2013). Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa. Bandung: CV

Pustaka Setia.

Aziz, Abdul. (2016). Hamka, Karakter Guru Profesional, Melahirkan Murid Unggul Menjawab Tantangan Masa Depan. Jakarta: PT Al-Mawardi Prima, Cet: IV.

Dalmeri, Dalmeri. (2014). Pendidikan Untuk Pengembangan Karakter (Telaah terhadap Gagasan Thomas Lickona dalam Educating For Character). Al-Ulum, 14(1), 269–288.

Desmaliza, Desmaliza. (2021).

Indoktrinasi di Sekolah Islam: Studi Kasus di Indonesia. Indo-Islamika, 2(1), 149–154.

Hamdani, Rangga Ahmad, & Sartono, Hadi. (n.d.). TINGKAT PERCAYA

DIRI ATLET CABANG

OLAHRAGA INDIVIDUAL DAN BEREGU. Jurnal Kepelatihan Olahraga, 13(1).

Indonesia, JSIT. (2014). Kekhasan Sekolah Islam Terpadu. Jakarta:

Tanpa Penerbit.

Kadir, Abdul. (2013). Konsep pembelajaran kontekstual di sekolah.

Dinamika Ilmu.

Lickona, Thomas. (2022). Character matters (Persoalan karakter):

Bagaimana membantu anak mengembangkan penilaian yang baik, integritas, dan kebajikan penting lainnya. Bumi Aksara.

Ma’mur, Jamal. (2016). Buku panduan internalisasi pendidikan karakter di

(18)

sekolah.

Martin Ricard, C. (1985). Approaches to Islam in Religious Studies. USA: The Arizona Board of Regents.

Nasional, Departemen Pendidikan. (2003).

Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SMP dan MTS. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Pratywi, Yofany Amalia. (2019).

Implementasi Teknik Pembelajaran Indoktrinasi Muatan Lokal Ke NU an Dalam Meningkatkan Pendidikan Karakter Siswi MA Mu’allimat NU Kudus. IAIN Kudus.

Rahman, M. Syaiful. (2014). Islam dan pluralisme. Fikrah, 2(2).

Schuon, Frithjof, Astuti, Rahmani, &

Widjanarko, Putut. (1993). Islam dan Filsafat Perenial. Mizan, Bandung.

Sofanudin, Aji. (n.d.). TIPOLOGI

KURIKULUM PENDDIKAN

AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH

ISLAM TERPADU (SIT)

CURRICULUM TYPOLOGY OF ISLAMIC RELIGION EDUCATION

IN INTEGRATED ISLAMIC

SCHOOL (SIT).

Suyatno, Suyatno. (2013). Sekolah Islam terpadu; Filsafat, ideologi, dan tren baru pendidikan Islam di Indonesia.

Jurnal Pendidikan Islam, 2(2), 355.

Referensi

Dokumen terkait

Hal yang berbeda dari kedua sekolah terteliti adalah bahwa SMPIT Fitrah Insani merupakan anggota Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) yang memiliki jaringan secara nasional

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA ISLAM TERPADU ASH-SHIDDIIQI ISLAMIC BOARDING

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al- Haraki Kota Depok adalah salah satu sekolah Islam swasta yang menerapkan manajemen berbasis sekolah dalam penyelenggaraan pendidikannya

Peran kaum terdidik dari umat Islam adalah salah satunya memberi pencerahan (al-Tanwir) bukan pemalsuan (al-Tazwir) dengan mengedepankan politik yang santun dan jujur, serta

4 Akumulasi dari ketidaksukaan Belanda atas gerakan Islam, menjadikan Belanda lebih kuat dalam melakukan pendeskreditan terhadap sekolah-sekolah Islam, yaitu

Memperhatikan masalah yang terjadi, maka perlu diadakan penelitian untuk meningkatkan keterampilan proses pembelajaran IPA di Sekolah Dasar,Salah satunya adalah

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA ISLAM TERPADU ASH-SHIDDIIQI ( ISLAMIC BOARDING SCHOOL ).. Alamat

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA ISLAM TERPADU ASH-SHIDDIIQI ( ISLAMIC BOARDING SCHOOL ).. Alamat