• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-nilai Islami dalam budaya pernikahan adat bugis

N/A
N/A
Jabal Noor

Academic year: 2023

Membagikan "Nilai-nilai Islami dalam budaya pernikahan adat bugis"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

“Nilai-nilai Islami dalam budaya pernikahan adat bugis”

Oleh: Jabal Noor Jabalnooor2702@gmail.com

Pendahuluan

Pernikahan adalah momen yang sakral dan berarti dalam kehidupan manusia. Setiap suku dan budaya di Indonesia memiliki tradisi dan adat istiadat unik yang terkait dengan pernikahan. Salah satu budaya pernikahan yang kaya dan memikat adalah budaya pernikahan adat Bugis. Dalam budaya pernikahan adat Bugis, terdapat berbagai prosesi dan tradisi yang memperlihatkan kekayaan budaya dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Dua prosesi yang penting dalam pernikahan adat Bugis adalah Madduppa botting dan Mappenre botting. Madduppa botting merupakan prosesi di mana kedua mempelai, baik pria maupun wanita, secara simbolis dipisahkan dan ditempatkan di tempat yang terpisah selama beberapa waktu sebelum akhirnya bersatu kembali. Prosesi ini memiliki makna mendalam sebagai persiapan mental dan emosional kedua mempelai dalam memasuki kehidupan pernikahan yang baru.

Sementara itu, Mappenre botting adalah prosesi penting dalam tradisi pernikahan Bugis yang melibatkan pertemuan antara keluarga mempelai pria dan keluarga mempelai wanita. Pertemuan ini menjadi kesempatan bagi kedua keluarga untuk saling mengenal dan membangun hubungan yang lebih erat. Mappenre botting juga mencerminkan pentingnya kerjasama, kesepakatan, dan penghargaan terhadap keluarga dalam tradisi pernikahan Bugis. Dalam pernikahan adat Bugis, tidak ada khutbah nikah yang spesifik seperti dalam tradisi Islam. Namun, terdapat prosesi penyampaian nasihat dan petuah yang dilakukan oleh tetua adat atau pemuka masyarakat. Nasihat tersebut bertujuan untuk memberikan arahan dan membimbing kedua mempelai dalam menjalani kehidupan pernikahan yang bahagia dan penuh berkah. Budaya pernikahan adat Bugis mencerminkan harmonisasi antara nilai-nilai adat dan tradisi lokal dengan ajaran Islam. Dalam pernikahan Bugis, pentingnya persiapan mental, tanggung jawab keluarga, dan keharmonisan dalam hubungan pernikahan ditekankan. Melalui tradisi-tradisi pernikahan ini, masyarakat Bugis menjaga dan menghormati warisan budaya mereka sambil tetap mengikuti prinsip-prinsip agama Islam.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih dalam nilai-nilai Islami dalam budaya pernikahan adat Bugis. Kita akan melihat bagaimana pernikahan adat Bugis mencerminkan prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan berkeluarga. Dari pentingnya kebersihan dan kesucian, kesetiaan dan kekompakan, hingga tanggung jawab keluarga dan persatuan, budaya pernikahan adat Bugis memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana budaya dan agama dapat saling menyatu dalam membangun hubungan pernikahan yang harmonis dan bahagia.

Madduppa botting

Resepsi pernikahan biasanya digelardengan mengundang tamu Siapapun yang menerima undangan, wajib hukumnya untuk hadir. Kecuali mengalami udzur atau kondisi yang tidak memungkinkan untuk hadir. Resepsi pernikahan dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan madduppa botting. Kata ini secara khusus ditujukan untuk menyebut undangan jamuan pernikahan. Di Indonesia, walimah populer disebut resepsi pernikahan atau syukuran pernikahan. Madduppa botting dalam pernikahan Bugis biasanya digelar dengan mengundang beberapa tamu. kegiatan menyampaikan informasi walimah kepada masyarakat yang berhubungan keluarga,kerabat, tetangga dan teman-teman bahwa telah terjadi pernikaha. Hal ini sejalan dengan hadis nabi yang di riwayatkan oleh Ibnu Umar r.a “ apa bila salah seorang kalian di undang ke suatu acara walimah hendaklah iya mendatangi”. Artinya dari dengan adanya maddupa bottingn ini menjadi bagian nilai untuk menjalin hak hak muslim atas muslim lainnya. adalah prosesi di mana kedua mempelai, baik pria maupun wanita, secara simbolis dipisahkan dan ditempatkan di tempat yang terpisah selama beberapa waktu sebelum akhirnya bersatu kembali.

Prosesi Madduppa botting biasanya dilakukan setelah pernikahan adat Bugis melalui prosesi ijab kabul atau akad nikah. Pada saat ini, mempelai laki-laki dan perempuan akan dibawa ke ruangan yang berbeda, yang merupakan bagian dari tempat pernikahan. Mereka akan dipisahkan oleh keluarga dan beberapa orang yang ditunjuk.

Selama periode waktu tertentu, biasanya beberapa jam hingga satu hari, kedua mempelai ini akan mengalami proses ini secara terpisah. Hal ini dilakukan sebagai simbol persiapan mereka untuk memasuki kehidupan pernikahan yang baru. Selama waktu ini, mereka diharapkan untuk merenung, memikirkan tanggung jawab mereka, serta menjalani proses spiritual dan introspeksi.

(2)

Setelah periode Madduppa botting berakhir, kedua mempelai kemudian dipersatukan kembali dalam sebuah prosesi yang disebut "botting pasambahan". Ini adalah momen di mana keduanya bertemu kembali, disaksikan oleh keluarga, kerabat, dan tamu undangan. Prosesi ini menandakan akhir dari masa perpisahan dan dimulainya kehidupan pernikahan yang baru bersama- sama.

Madduppa botting dalam pernikahan Bugis memiliki makna mendalam. Selain menjadi momen spiritual dan introspeksi bagi kedua mempelai, itu juga mencerminkan pentingnya persiapan mental dan emosional dalam memasuki pernikahan, serta nilai-nilai kesetiaan dan kepercayaan dalam hubungan pernikahan itu sendiri.

Mappenre botting

Mappenre botting merupakan prosesi penting dalam tradisi pernikahan Bugis yang melibatkan pertemuan antara keluarga mempelai pria dan keluarga mempelai wanita.

Dalam Mappenre botting, keluarga mempelai pria datang ke rumah keluarga mempelai wanita untuk mengadakan pertemuan formal. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas dan menyelesaikan berbagai hal terkait dengan pernikahan, seperti penentuan tanggal pernikahan, masalah mahar (mas kawin), persiapan acara pernikahan, dan lain-lain.

Selama Mappenre botting, perwakilan dari kedua keluarga akan duduk bersama dan berdiskusi. Mereka akan saling berunding dan mencapai kesepakatan mengenai segala hal yang terkait dengan pernikahan. Proses ini biasanya diawasi oleh seorang pemimpin adat atau tetua yang memiliki otoritas dalam memimpin perundingan tersebut.

Mappenre botting juga menjadi kesempatan bagi kedua keluarga untuk saling mengenal dan membangun hubungan yang lebih erat. Hal ini penting dalam budaya Bugis, di mana pentingnya ikatan keluarga dan solidaritas sangat dihargai.

Setelah Mappenre botting selesai dan semua persetujuan tercapai, tanggal pernikahan resmi ditetapkan dan persiapan selanjutnya dilakukan. Prosesi pernikahan adat Bugis kemudian dapat dilanjutkan dengan tahap-tahap lainnya, seperti acara bertukar pinrang (seserahan), prosesi pernikahan di pelaminan, dan resepsi pernikahan.

Mappenre botting dalam adat pernikahan Bugis memiliki peran yang signifikan dalam mengatur dan mempersiapkan pernikahan secara formal. Proses ini mencerminkan pentingnya kerjasama, kesepakatan, dan penghargaan terhadap keluarga dalam tradisi pernikahan Bugis.

Khutbah Nikah

Khutbah nikah adalah pidato atau ceramah yang disampaikan oleh seorang pendeta, ulama, atau penceramah pada saat pernikahan dalam tradisi Islam. Khutbah nikah biasanya dilakukan setelah prosesi ijab kabul atau akad nikah, di hadapan kedua mempelai dan para tamu undangan.

Dalam konteks pernikahan adat Bugis, tidak ada khutbah nikah yang spesifik dalam tradisi adat mereka. Namun, pada saat pernikahan adat Bugis, terdapat prosesi penyampaian nasihat dan petuah yang dilakukan oleh tetua adat atau pemuka masyarakat. Mereka akan memberikan nasihat kepada kedua mempelai dan mengingatkan mereka tentang nilai-nilai adat, tanggung jawab dalam pernikahan, dan pentingnya menjaga keharmonisan dalam keluarga.

Dalam prosesi ini, tetua adat atau pemuka masyarakat akan berbicara dengan penuh hikmah dan pengalaman, memberikan nasihat yang bermanfaat kepada kedua mempelai dan juga kepada para tamu undangan. Tujuannya adalah untuk memberikan arahan dan membimbing kedua mempelai dalam menjalani kehidupan pernikahan yang bahagia dan penuh berkah.

Meskipun tidak ada khutbah nikah dalam pernikahan adat Bugis, namun nasihat dan petuah yang disampaikan oleh tetua adat atau pemuka masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga nilai-nilai adat dan tradisi dalam pernikahan Bugis, serta untuk memberikan arahan yang sesuai dengan ajaran Islam bagi kedua mempelai dalam membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Kesimpulan

Budaya pernikahan adat Bugis mencerminkan harmonisasi antara nilai-nilai adat dan tradisi lokal dengan ajaran Islam. Prosesi pernikahan seperti Madduppa botting dan Mappenre botting menekankan persiapan mental, tanggung jawab keluarga, dan keharmonisan dalam hubungan pernikahan. Meskipun tidak ada khutbah nikah, nasihat dan petuah yang disampaikan oleh tetua adat

(3)

atau pemuka masyarakat berperan penting dalam menjaga nilai-nilai adat dan memberikan arahan sesuai dengan ajaran Islam.

Referensi

Dokumen terkait

Tetapi menurut penulis pernikahan adat Rambang ini perlu dipertahankan tentunya adat yang sesuai dengan syari’at Islam seterti kebiasaan dalam wali nikah langsung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam upacara perkawinan adat masyarakat Bugis Bone pada umumnya yang terdiri atas beberapa tahap kegiatan tahapan pra-nikah, tahapan nikah

Simbol dan makna yang terdapat dalam rangkaian kegiatan upacara adat pernikahan tersebut memiliki nilai yang masih dianggap cukup tinggi oleh masyarakat Sunda

Adapun nilai pendidikan Islam yang ingin penulis lihat disini adalah nilai-nilai pendidikan yang terdapat dari adat pernikahan yang secara umum dilakukan di Minangkabau.Setelah

Existensi Adat Pernikahan Masyarakat Mandar di Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene menurut syara ialah pernikahan menurut hukum islam adalah suatu akad atau

Tahapan- tahapan yang terjadi pada prosesi pernikahan adat budaya Flores di Kabupaten Manggarai Barat yakni“prapeminang”, “peminang” dan “nikah adat”.Istimewah,

Universitas Muhammadiyah Pruworejo, Vol.. menyaksikan upacara tersebut, penulis baru bisa memberikan kesimpulan bahwa upacara tersebut adalah upacara adat pernikahan

Berdasarkan data dan pembahasan hasil penelitian, dari observasi, wawancara dan dokumentasi kepada sepasang pengantin, Mak andam, Pemuka adat, Kepala Desa, dan