• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah ini merupakan jumlah piutang call fee tanpa adanya cadangan atas jumlah piutang yang tidak dapat ditagih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Jumlah ini merupakan jumlah piutang call fee tanpa adanya cadangan atas jumlah piutang yang tidak dapat ditagih"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS AKUNTANSI PIUTANG CALL FEE

SISWADI SULULING MILDAWATI

Universitas Muhammadiyah Luwuk siswadi.sululing@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendiskripsikan dan menganalisis akuntansi piutang call fee pada PT. Pelni (Persero) Cabang Luwuk, dengan pengolahan data menggunakan metode metode deskriptif dan perlakuan akuntansi. Metode deskripitif adalah data dikumpulkan, disusun, dan dianalisis sehingga memberikan keterangan logis bagi pemecahan masalah yang dihadapi, dan perlakuan akuntansi, berdasarkan SK. Direksi No.

01.A/HKO.01/DIR/I-2007 tentang Standar Akuntansi Pokok (SAP) PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) Persero. Perlakuan akuntansi piutang meliputi: pengakuan piutang, pengukuran piutang, dan penyajian piutang. Hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh piutang call fee yang tercantum dalam laporan posisi keuangan PT. PELNI Cabang Luwuk yang ditunjukkan dalam rekening piutang usaha sebesar Rp 168.282.507,-. Jumlah ini merupakan jumlah piutang call fee tanpa adanya cadangan atas jumlah piutang yang tidak dapat ditagih. Piutang call fee tidak diharapkan terjadi karena permintaan uang muka kepada principal/general agent/operator/charterer tidak boleh lebih kecil dari perhitungan biaya disbursement kapal ditambah dengan jasa keagenannya. Laporan posisi keuangan pada PT.

Pelni (Persero) Cabang Luwuk menunjukan piutang call fee disajikan pada aktiva lancar berdasarkan jumlah bruto sebesar Rp 168.282.507,- . Jumlah ini belum termasuk jumlah cadangan atas jumlah piutang yang tidak dapat ditagih (cadangan kerugian piutang). Artinya jumlah piutang yang disajikan didalam laporan posisi keuangan dinilai lebih tinggi dari pada yang seharusnya. Jumlah ini menyebabkan jumlah aktiva lancar pun dilaporkan lebih tinggi sebesar Rp 228.300.644,- dan pada akhirnya jumlah seluruh aktiva pada laporan posisi keuangan menjadi tinggi pula, yaitu sebesar Rp 235.052.308,-.

Kata-kata kunci: akuntansi, piutang call fee.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pada saat perusahaan melakukan sistem penjualannya berupa barang maupun jasa secara kredit maka kemudian akan timbul piutang. Hal ini akan berpengaruh pada laporan keuangan perusahaan terutama berdampak pada arus kas. Menurut Mulya (2010, hal. 198) menyatakan bahwa piutang adalah berupa hak klaim atau tagihan berupa uang atau bentuk lainnya kepada seorang atau suatu perusahaan. Piutang adalah sejumlah tagihan yang akan diterima oleh perusahaan umumnya dalam bentuk kas dari pihak lain (Hery, 2013, hal. 181).

Piutang timbul apabila perusahaan melakukan penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pihak lain (Haryono, 2011). Piutang merupakan salah satu bagian penting dalam harta lancar perusahaan. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa pengendalian piutang merupakan suatu perangkat alat yang perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, karena piutang yang tidak dapat ditagih merupakan faktor yang akan merugikan perusahaan.

(2)

PT. Pelni (Persero) bergerak dalam bidang usaha jasa operasi terminal, pergudangan, angkutan dan ekspedisi, bidang usaha jasa charter dan broker kapal, bidang usaha pemeliharaan kapal dan reparasi kapal, bidang usaha jasa keagenan, dan bidang usaha jasa pengangkutan penumpang dan barang dengan jaringan pelayanan berjadwal maupun pelayaran yang melayani permintaan tertentu. Usaha keagenan merupakan salah satu usaha andalan PT. Pelni yang dimulai sejak tahun 1960 yang meliputi jasa keagenan kapal-kapal baik domestik maupun luar negeri yang didukung oleh tenaga-tenaga berpengalaman dan terlatih. penghasilan dari usaha keagenan atas jasa yang diberikan kepada kapal-kapal yang telah menunjuknya untuk melayani kegiatan kapal di pelabuhan. Penghasilan dari usaha keagenan tersebut sering disebut dengan call fee. Dalam menjalankan aktivitasnya tidak sedikit melakukan kegiatan penjualan jasa keagenan, yang pembayarannya dilakukan dikemudian hari.

Apabila kapal akan berlabuh di salah satu pelabuhan dan menunjuk PT. Pelni (Persero) Cabang Luwuk sebagai agen, maka pemilik kapal akan membuat surat penunjukan keagenan (letter of appoinment). Berdasarkan surat penunjukan keagenan tersebut perusahaan melalui bagian keuangan akan membuat penagihan atau invoice sementara untuk pembayaran yang digunakan dalam mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan penyandaran kapal di pelabuhan. Setelah pelelayanan jasa atau pelaksanaan kegiatan perkapalan telah selesai, bagian keuangan akan membuat kembali invoice secara lengkap dengan rincian biaya disbursement sesuai dengan dokumen kegiatan perkapalan dan melampirkan fotocopy bukti dokumen kegiatan perkapalan. Dari penagihan usaha keagenan tersebut, ada pemilik kapal yang melakukan pembayaran sesuai dengan jatuh tempo dan ada juga yang melakukan pembayaran melebihi tanggal jatuh tempo.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka panulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimana penerapan akuntansi piutang call fee pada PT. Pelni (Persero) Cabang Luwuk?

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan dan menganalisis akuntansi piutang call fee pada PT. Pelni (Persero) Cabang Luwuk.

TINJAUAN PUSTAKA Akuntansi

Menurut (Mursyidi, 2010) akuntansi adalah proses pengidentifikasian data keuangan, memproses pengelolahan dan penganalisaan data yang relevan untuk diubah menjadi informasi yang dapat digunakan untuk pembuatan keputusan. Akuntansi sering disebut sebagai sebagai bahasa bisnis atau sering disebut bahasa dari keputusan keuangan. Hal ini disebabkan oleh karena banyak aspek sehari-hari yang didasarkan pada akuntansi, seperti perencanaan keuangan pribadi, biaya pendidikan, investasi pinjaman, pajak penghasilan dan banyak aspek lainnya. Menurut (Hardono & Warsono, 2010) akuntansi adalah proses pengumpulan, pengidentifikasian dan pencatatan serta pengikhtisaran dari data keuangan serta melaporkannya kepada pihak yang menggunakannya, kemudian menafsirkan guna pengambilan keputusan ekonomi.

(3)

Adapun definisi akuntansi menurut American Institute of Certified Public Accounting (AICPA) yang diterjemahkan oleh (Harahap 2011), akuntansi diartikan sebagai proses mengidentifikasikan, mengukur dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai suatu beban informasi dalam hal mempertimbangkan berbagai alternatif dalam pengambilan keputusan oleh para pemakai.

Perusahaan jasa adalah perusahaan yang bergerak dalam penyediaan berbagai pelayanan atau memproduksi produk yang tidak berwujud dengan tujuan mencari laba.

Seperti layaknya perusahaan pada umunya, siklus akuntansi perusahaan jasa diawali dengan terjadinya transaksi, dengan tindakan lanjut menganalisis bukti transaksi, mencatat ke dalam jurnal umum, mengelompokkan ke dalam buku laporan keuangan berupa laporan rugi/laba, perubahan modal, neraca dan arus kas. Tahap-tahap akuntansi adalah prosedur pencatatan transaksi sehingga menjadi laporan keuangan. Hal ini disebut dengan istilah siklus akuntansi.

Ada tiga tahap dalam siklus akuntansi yaitu tahap akuntansi pencatatan (recording phase), tahap pengikhtisaran (summarizing phase) dan tahap pelaporan (reporting phase).

1. Tahap pencatatan (recording phase)

Di dalam akuntansi, bukti transaksi merupakan dokumen sumber dan syarat mutlak dalam melakukan pencatatan transaksi ke dalam jurnal. Adapun langka-langkah yang ditempuh dalam tahap pencatatan perusahaan meliputi:

a. Menyiapkan sumber dokumen/bukti transaksi

b. Dari sumber transaksi tersebut kemudian dilakukan analisa ke jurnal umum c. Setelah analisa ke jurnal umum, di posting ke dalam buku besar

2. Tahap pengikhtisaran (summarizing phase)

Setelah tahap pencatatan di atas telah selesai, maka langkah selanjutnya adalah tahap pengikhtisaran. Adapun urutan dari pengikhtisaran sebagai berikut:

a. Menyusun neraca saldo b. Ayat jurnal penyesuaian c. Kertas kerja

d. Jurnal penutup, dan neraca saldo setelah penutupan 3. Tahap pelaporan (reporting phase)

Tahap pelaporan ini merupakan tahap yang paling akhir dalam proses akuntansi. Hasil akhir dari proses akuntansi adalah laporan keuangan. Isi laporan keuangan antara lain:

posisi keuangan (financial position), laporan rugi laba (income statement), laporan perubahan modal (capital statement, neraca (balance sheet), laporan arus kas (cash flow), dan informasi komparatif (comparative information).

Kebijakan Penjualan Kredit

Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penjualan kredit:

1. Karena perusahaan berharap dapat menjual lebih banyak dari pada hanya menjual secara tunai saja. Dengan menjual secara kredit perusahaan dapat meningatkan pendapatan dibandingkan dengan hanya menjual secara tunai saja.

2. Kadangkala lebih menyenangkan untuk menjual secara kredit dibanding dengan menjual tunai, contoh, pada saat perusahaan menjual sebuah produk yang harus dikirimkan, adalah merupakan praktek bisnis yang lazim bahwa pembeli membayar barang tersebut bila barang telah sampai, diantara waktu pembeli membayar barang tersebut dan saat pembayaran diterima oleh penjual, kredit diberikan oleh penjual kepada pembeli.

(4)

3. Manajemen meyakini bahwa pemberian kredit akan mendorong pembeli untuk membeli sebuah barang atau produk yang memungkinan tidak akan dibelinya jika barang tersebut dijual secara tunai. Sebagai contoh, pihak pembeli seperti perusahaan kecil mungkin saja tidak mempunyai dana yang mencukupi untuk melakukan pembelian secara tunai, dan pada saat tersebut penjual menawarkan ketentuan kredit sehingga perusahaan tersebut bersedia untuk melakukan transaksi pembelian.

Melihat kondisi tersebut perlu bagi perusahaan untuk melakukan kebijakan dalam penjualan kredit. Kebijakan dalam penjualan kredit ini bertujuan untuk mengelola piutang yang terjadi akibat penjualan kredit terutama menyangkut masalah pengendalian piutang, pengendalian pemberian dan pengumpulan piutang serta evaluasi terhadap politik kredit yang dijalankan perusahaan. Pengendalian dalam pemberian dan pengumpulan piutang ini menyangkut risiko kredit yang mungkin dihadapi oleh perusahaan. Risiko kredit adalah risiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada langganan. Oleh karena itu perusahaan sangat penting melakukan penyaringan para pelanggan. Sebelum memutuskan untuk menyetujui permintaan atau penambahan kredit oleh langganan dengan mengadakan evaluasi kredit dari langganan tersebut. Variabel-variabel kebijakan yang penting dalam pemberian kredit kepada pelanggan adalah standar kredit dan periode kredit, yaitu:

A. Standar kredit

Standar kredit digunakan oleh banyak perusahaan untuk memutuskan pelanggan yang pantas mendapat kredit dan seberapa besar kredit yang akan mereka terima. Penentuan standar kredit menghruskan perusahaan untuk menilai kredibilitas atau kualiatas kredit pelanggan. Penilaian kredibilitas pelanggan melibatkan pertimbangan 5K. Masing-masing K tersebut akan dijelaskan berikut ini:

1. Karakter

Karakter mengacu kepada probabilitas bahwa pelanggan akan memenuhi kewajibannya. Banyak manajer kredit yang menyatakan bahwa karakter merupakan K yang paling penting dari 5K. Karakter mencerminkan kejujuran pelanggan dan tanggungjawab moral yang dimiliki pelanggan.

2. Kapasitas

Kapasitas mengacu kepada kemampuan pelanggan untuk membayar utangnya. Manajer kredit mengkaji catatan utang pembayaran pelanggan dimasa lalu, memiliki pengetahuan umum mengenai bisnis pelanggan dan juga mungkin dengan melakukan observasi fisik atas operasi pelanggan.

3. Kapital

Kapital mengacu kepada kondisi umum bisnis pelanggan seperti yang dipertimbangkan oleh laporan keuangan. Manajer kredit biasanya memberikan perhatian khusus pada ukuran likuiditas serta rasio-rasio modal kerja dan rasio lancar.

4. Kolateral

Kolateral mengacu pada aktiva-aktiva yang ingin diberikan pelanggan sebagai jaminan untuk kredit. Institusi atau lembaga keuangan biasanya meminta kolateral atas kredit- kredit berjumlah besar. Kolateral bisa berbentuk aktiva apapun, seperti: tanah, bangunan atau persediaan.

5. Kondisi

Kondisi mengacu pada trend ekonomi nasional dan regional yang bisa mempengaruhi kemamuan pelanggan untuk membayar, contoh selama periode resesi ekonomi, manajer kredit biasanya memperkuat standar kredit sebagai antisipasi terhadap menurunnya kemampuan para langganan untuk membayar utangnya.

(5)

B. Periode kredit

Jangka waktu kredit sering juga disebut syarat pembayaran yang mungkin dinyatakan sebagai 2/10,n/30. Dalam hal ini potongan sebesar 2% akan diberikan bila pembayaran dilakukan dalam waktu 10 (sepuluh) hari, tetapi keseluruhan pembayaran harus dilakukan dalam waktu 30 hari. Ada kalanya akan memuncak secara musiman. Contoh syarat pembayaran kredit 2/10,n/30 tanggal 15 Juni, berarti tanggal berlakunya faktur adalah 15 Juni, dan potongan dapat diambil bila pembayaran dilakukan selambat-lambatnya 25 Juni (10 hari setelah tanggal 15 Juni). Memperpanjang jangka waktu kredit mungkin akan menaikkan penjualan tetapi juga akan menaikkan dana yang terikat pada piutang. Dengan demikian hendaknya dipertimbangkan apakah tambahan laba karena meningkatnya penjualan lebih besar dari biaya modal yang harus dikeluarkan untuk membelanjai kenaikan investasi dalam piutang.

Piutang

Piutang merupakan komponen aktiva lancar yang penting dalam aktivitas ekonomi suatu perusahaan karena merupakan aktiva lancar perusahaan yang paling besar setelah kas.

Piutang timbul akibat adanya penjualan jasa secara kredit, bisa juga melalui pemberian pinjaman. Adanya piutang menunjukan terjadinya penjualan secara kredit yang dilakukan perusahaan sebagai salah satu upaya perusahaan dalam meningkatkan penjualan.

Biasanya sumber utama piutang adalah aktivitas operasional normal perusahaan yaitu penjualan kredit. Penjualan secara kredit, antara perusahaan dan pihak langganan biasanya diadakan perjanjian baik secara tulisan maupun secara lisan (jarang terjadi). Pelanggan berjanji akan membayar kepada penjual atas nilai semua penyerahan barang atau jasa yang diberikan perusahaan kepadanya, mulai dari saat perusahaan mencatat terjadinya penjualan sampai pada saat kas dapat ditagih, maka perusahaan memiliki tuntutan kepada pelanggan atas nilai barang atau jasa yang telah diserahkan yang disebut sebagai piutang. Piutang juga dapat timbul ketika perusahaan memberikan pinjaman kepada perusahaan lain. Piutang menurut Setiawan (2010) adalah segala bentuk tagihan atau klaim perusahaan kepada pihak lain yang pelunasannya dapat di lakukan dalam bentuk uang, barang, maupun jasa. Menurut PSAK Nomor 1 Paragraf 66 (Revisi 2012), piutang dagang merupakan aset lancar yang dijual, dikonsumsi atau direalisasikan sebagai bahan siklus operasi normal meskipun aset tersebut tidak diperkirakan untuk direalisasikan dalam jangka waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan. Pengklasifikasian piutang dilakukan untuk memudahkan pencatatan transaksi. Menurut Kieso et al (2011), piutang dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Piutang lancar/piutang jangka pendek (current receivables)

Piutang ini diharapkan akan tertagih dalam waktu satu tahun atau selama satu siklus operasi berjalan.

2. Piutang tidak lancar/jangka panjang (non-current receivables)

Piutang yang akan tertagih dalam waktu lebih dari satu tahun atau lebih dari satu siklus operasi berjalan.

Menurut Hery (2013) dalam praktik, piutang pada umumnya diklasifikasikan menjadi:

1. Piutang usaha (accounts receivable)

Piutang usaha yaitu jumlah yang akan ditagih dari pelanggan sebagai akibat penjualan barang atau jasa secara kredit. Piutang usaha memiliki saldo normal sebelah debet sesuai dengan saldo normal untuk aktiva.

(6)

2. Piutang wesel (notes receivable)

Piutang wesel yaitu tagihan perusahaan kepada pembuat wesel. Pembuat wesel disini adalah pihak yang telah berutang kepada perusahaan, baik melalui pembelian barang atau jasa secara kredit maupun melalui peminjaman sejumlah uang.

3. Piutang lain-lain (other receivable)

Piutang lain-lain yaitu piutang diklasifikasikan dan dilaporkan secara terpisah dalam neraca. Contohnya adalah piutang bunga, piutang pajak, dan tagihan kepada karyawan.

Akuntansi Piutang

Akuntansi piutang yang dimaksud disini adalah sistem dan prosedur pencatatan piutang yang diakukan oleh setiap perusahaan. Menurut (Mulyadi, 2011) pengertian sistem dan prosedur adalah sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan, sedangkan prosedur adalah suatu urutan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang- ulang.

Kegiatan klerikal terdiri dari kegiatan yang dilakukan untuk mencatat informasi dalam formulir, buku jurnal dan buku besar yang meliputi: menulis, menggandakan, menghitung, memberi kode, mendaftar, memilih (mensortir), memindahkan dan membandingkan. Sistem akuntansi piutang yang dimaksud disini mencakup prosedur pencatatan piutang. Prosedur piutang merupakan prosedur akuntansi untuk mencatat timbulnya piutang. Dalam sistem pencatatan piutang ini dilakukan menurut siklus akuntansi yang biasanya dilakukan yaitu dalam metode jurnal dan posting setelah ada bukti atau dokumen sah yang menyatakan bahwa transaksi itu telah terjadi. Untuk memilih metode jurnal perlu dipertimbangkan segi frekuensi transaksi, jumlah pegawai dan banyaknya perkiraan buku besar yang diperlukan.

Metode jurnal yang diperoleh dalam sistem akuntansi untuk pembukuan piutang adalah metode posting langsung ke rekening dan metode tanpa buku pembantu.

1. Metode posting langsung ke rekening

Metode ini dilakukan dengan membuat surat pernyataan piutang bersamaan dengan pekerjaan posting ke buku pembantu piutang. Dengan cara ini faktur yang diterima diposting ke buku pembantu piutang dan surat pernyataan piutang. Jika posting dilakukan setiap hari maka faktur yang diterima setiap harinya di posting ke surat pernyataan piutang dan ke buku pembantu piutang.

2. Metode tanpa buku pembantu

Metode ini dilakukan dengan menyimpan faktur penjualan sesuai dengan nama langganan.

Dalam metode ini tidak menggunakan buku pembantu piutang sehingga tidak ada pekerjaan posting ke buku pembantu piutang. Pada saat terjadi penjualan kredit, maka ada dua perkiraan yang dipengaruhi yaitu penjualan dan piutang.

a. Jurnal saat terjadinya penjualan kredit:

Piutang Rp xxx

Penjualan Rp xxx

(mencatat penjualan kredit)

b. Jurnal saat terjadinya return penjualan:

Return penjualan Rp xxx

Piutang Rp xxx

(mencatat retur penjualan)

(7)

c. Jurnal saat terjadi potongan penjualan, karena pembayaran yang dilakukan belum melewati waktu pemberian potongan:

Kas Rp xxx

Potongan penjualan Rp xxx

Piutang Rp xxx

(mencatatat penerimaan kas dan potongan penjualan)

Perlakuan Akuntansi Atas Piutang Tak Tertagih

Penentuan jumlah piutang yang akan dilaporkan di neraca sebagai aktiva penting karena sejumlah piutang kadang kala tidak dapat ditagih atau dilunasi oleh pelanggan. Untuk memastikan bahwa piutang tidak dinilai terlalu tinggi pada neraca, piutang tersebut disajikan sebesar nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih adalah jumlah bersih dari piutang yang diharapkan akan diterima dalam bentuk kas. Nilai realisasi bersih mengeluarkan jumlah yang diperkirakan tidak akan dapat ditagih oleh perusahaan.

Faktor kunci dalam menilai piutang pada laporan keuangan adalah jumlah kas yang diharapkan akan dapat diterima dan pelunasan piutang. Kas diharapkan akan diterima pada masa yang akan datang. Oleh karena itu secara teoritis, nilai sekarang yang akan dipakai sebagai basis penilaian. Taksiran penerimaan kas dimasa yang akan datang secara teoritis didiskontokan. Walaupun demikian, periode waktu dari pengakuan awal piutang hingga penagian kasnya pada umumnya berlangsung sangat singkat (30-60 hari). Implikasinya, perbedaan antara jumlah yang akan diterima dengan nilai sekarang taksiran arus kas yang mengalir dari piutang dagang dianggap tidak material.

Perusahaan biasanya akan mempunyai beberapa pelanggan yang tidak sanggup membayar atau tidak akan melunasi hutang mereka. Piutang yang mungkin tidak akan dapat ditagih pada periode yang akan datang dijadikan sebagai beban operasi. Piutang yang diperkirakan tidak tertagih dapat ditagihkan dengan metode penghapusan yang biasa dilakukan, yaitu:

1. Metode penghapusan langsung (direct write off method)

Jika perusahaan menggunakan metode penghapusan langsung, pencatatan kerugian yang timbul karena tidak tertagihnya piutang dilakukan setelah piutang tersebut dinyatakan secara pasti tidak tertagih. Tidak ada ketentuan umum ataupun yang merupakan pedoman menentukan kapan suatu piutang atau wesel tidak dapat tertagih. Kenyataan bahwa seorang pelanggan gagal membayar kewajibanya sesuai dengan kontrak yang diterapkan ataupun terpaksa menolak weselnya pada tanggal jatuh tempo belumlah berarti bahwa hutang tersebut tidak akan dapat ditagih.

Petunjuk lainnya ialah perusahaan pelangan itu ditutup, si pelanggan kabur, pembatasan penagihan oleh ketentuan undang-undang. Selain itu debitur sendiri dapat langsung memberitahukan pada perusahaan bila ia benar-benar tidak mampu untuk melunasi hutangnya. Pencatatan yang dapat dilakukan dengan metode penghapusan langsung ini ada tiga, yaitu:

a. Pada saat jumlah piutang yang tidak tertagih diketahui dengan pasti, maka jurnalnya sebagai berikut:

Beban kerugian piutang Rp xxx

Piutang Rp xxx

(mencatat beban kerugian piutang)

(8)

b. Pada saat piutang yang telah dihapuskan dapat ditagih kembali pada periode yang sama, maka jurnalnya sebagai berikut:

Piutang Rp xxx

Beban kerugian piutang Rp xxx (mencatat penagihan piutang yang telah dihapus)

c. Pada saat piutang yang telah dihapuskan dapat ditagih kembali pada periode berikutnya, maka jurnalnya sebagai berikut:

Piutang Rp xxx

Laba ditahan Rp xxx

(mencatat piutang yang telah dihapus)

2. Metode penyisihan (allowance method)

Ada dua dasar yang dapat digunakan untuk mencatat jumlah kerugian piutang, yaitu:

a. Jumlah penjualan

Apabila kerugian piutang itu dihubungkan dengan proses pengumpulan laba yang diteliti, maka dasar perhitungan kerugian piutang adalah jumlah penjualan (pendekatan pendapatan-biaya).

b. Saldo piutang

Apabila saldo piutang digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian piutang maka arahnya adalah melihat aktiva dengan teliti (pendekatan aktiva-hutang).

Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam menaksir biaya piutang yang tidak dapat tertagih atau piutang ragu-ragu dalam penerapan saldo piutang, yaitu:

1. Penyisihan disesuaikan dengan suatu persentase piutang

Dengan cara ini jumlah piutang yang tidak tertagih didasarkan pada taksiran suatu persentase tertentu dengan saldo piutang pada akhir periode akuntansi. Sebagai contoh, yang diambil dari contoh, maka saldo piutang yang tidak tertagih yaitu: Rp 40.000.000 x 2% = Rp 800.000. Jumlah ini merupakan penyisihan piutang tak tertagih ada Rp 500.000 maka yang menjadi biaya sebesar: Rp 300.000 (Rp 800.000 – Rp 500.000). Jurnal penyesuaiannya adalah:

Beban kerugian piutang Rp. 300.000

Penyisihan piutang tak tertagih Rp 300.000 (mencatat beban kerugian piutang)

2. Penyisihan disesuaikan dengan suatu jumlah yang ditetapkan menggunakan umur piutang.

Metode ini mengukur taksiran piutang tak tertagih berdasarkan persentase masing-masing umur piutang dan menggunakan daftar analisa umur piutang dengan cara menggolongkan ke dalam kelompok umur piutang. Titik tolak penentuan umur piutang adalah jatuh tempo piutang tersebut, sehingga dapat dengan mudah menentukan persentase piutang yang tidak dapat ditagih. Semakin lama umur piutang, kemungkinan tertagihnya piutang tersebut semakin kecil dan untuk ini persentase taksiran piutang tak tertagih juga semakin tinggi.

Jumlah hasil dari masing-masing persentase yang tidak tertagih dari tiap piutang yang digolongkan adalah jumlah taksiran piutang yang tertagih:

Beban kerugian piutang Rp xxx

Penyisihan piutang tak tertagih Rp xxx (mencatat beban kerugian piutang)

Jurnal bila piutang yang tidak tertagih dihapuskan:

Penyisihan piutang tidak tertagih Rp xxx

Piutang Rp xxx

(mencatat penghapusan piutang tak tertagih)

(9)

Jurnal bila piutang yang dihapuskan tertagih kembali:

Piutang Rp xxx

Penyisihan piutang tidak tertagih Rp xxx (mencatat piutang yang dihapuskan tertagih kembali)

Jurnal bila pembayarannya diterima:

Kas/Bank Rp xxx

Piutang Rp xxx

(mencatat penerimaan piutang)

Jasa Keagenan (Call Fee)

Keagenan kapal adalah hubungan hukum yang dilakukan PT. Pelni (Persero) melalui SBU Keagenan Pelni (Pelni Shipping Agencies) antara lain kantor pusat, kantor cabang maupun kantor sub-cabang dimana bersepakat membuat perjanjian dengan principal/general agent/operator/charterer. Kapal keagenan adalah kapal yang diageni oleh kantor cabang untuk mengurus semua keperluan kegiatan operasional kapal saat akan masuk ke perairan atau wilayah pelabuhan di Indonesia. Keagenan dilaksanakan oleh PT. Pelni Cabang atas dasar surat penujukan dari principal/general agent/operator/charterer atau perjanjian yang ditandatangani oleh General Manager/Manager PT. Pelni Cabang dengan principal/general agent/operator/charterer.

Pemilihan principal/general agent/operator/charterer terlebih dahulu memperhatikan hal sebagai berikut: 1) mengetahui secara pasti dan jelas alamat kantor dari principal/general agent/operator/charterer dan contact person pada saat awal negosiasi rencana penunjukan keagenan kapal, agar mempermudah komunikasi saat berlangsungnya kegiatan keagenan kapal, dan 2) mengetahui secara pasti dan jelas kapal yang akan diageni agar tidak bertentangan atau melanggar aturan yang berlaku pada bisnis usaha keagenan.

Dalam melaksanakan keagenan kapal terlebih dahulu memperhatikan hal sebagai berikut: 1) melakukan penawaran dan negosiasi biaya keagenan dengan biaya operasional yang wajar agar dapat bersaing dengan perusahaan pelayaran swasta yang melakukan kegiatan bisnis yang sama di bidang jasa keagenan kapal, 2) berkoordinasi mengenai estimasi biaya operasional yang akan ditawarkan kepada pemilik kapal, 3) berupaya meningkatkan penghasil call fee dan menekan biaya operasional guna memberikan penghasilan yang maksimal kepada perusahaan, namun tetap dapat melakukan persaingan biaya operasional dengan perusahaan pelayaran yang lain, 4) melakukan prosedur pelaporan kepada instansi terkait sesuai dengan etentuan yang berlaku agar tidak terjadi kesalahan yang berakibat merugikan perusahaan, 5) melakukan pelayanan kepada kapal dan kru kapal agar tidak terjadi keterlambatan kegiatan operasional kapal dan kru kapal demi terwujudnya kepuasan atas layanan yang diberikan, dan 6) melaporkan secara periodik kepada principal/general agent/operator/charterer dan SBU Kantor Pusat tentang semua kegiatan operasional kapal ataupun jika ada kejadian di luar kegiatan operasional seperti kecelakaan kapal atau hal lain yang dianggap penting untuk dilaporkan guna menghindari terjadinya tuntutan kerugian.

(10)

Penerimaan penunjukan keagenan dapat diterima dengan ketentuan sebagai berikut: 1) penunjukan keagenan dinyatakan sah atau legal jika sudah dikeluarkan letter appoinment atau surat penunjukan keagenan oleh principal/general agent/operator/charterer. surat penunjukan keagenan diperlukan sebagai syarat untuk pengurusan dokumen ke semua instansi terkait, 2) memastikan alamat dan contact person principal/general agent/operator/charterer yang dapat dihubungi guna kelancaran komunikasi selama kegiatan keagenan kapal, dan 3) menerima uang muka dari principal/general agent/operator/charterer sesuai estimasi biaya yang diajukan dalam periode sebulan sampai dengan seminggu sebelum kedatangan kapal

Penerimaan penunjukan keagenan dari principal/general agent/operator/charterer yang tidak mengirimkan uang muka sesuai permintaan yang diajukan, maka principal/general agent/operator/charterer harus menyertakan guarantee letter sebagai tanda kesanggupan principal/general agent/operator/charterer dalam hal pembayaran biaya operasional keagenan kapal berdasarkan estimasi biaya yang telah diajukan principal.

Pengelolaan uang muka terlebih dahulu memperhatikan hal sebagai berikut: 1) permintaan uang muka harus sesuai dengan keperluan biaya yang terlebih dahulu dihitung berdasarkan estimasi biaya kegiatan operasional selama kapal akan diageni agar tidak menimbulkan piutang, 2) melakukan permintaan uang muka tambahan jika uang muka sebelumny tidak mencukupi realisasi biaya atas kegiatan operasional kapal dalam melayani kegiatan operasional sampai kapal berangkat, dan 3) memberi laporan secara periodik atas penggunaan uang muka agar tercatat secara terperinci guna pertanggung jawaban kepada principal.

Tarif jasa keagenan atau call fee ditagih sesuai dengan kondisi pesaing dan kondisi kegiatan operasional, serta sesuai dengan pelayanan jasa keagenan yang akan diberikan terhadap kapal yang diageni. Laporan bulanan atas realisasi kegiatan keagenan baik kuantitatif maupun kualitatif harus dilaporkan secara periodik paling lambat tanggal 6 setiap bulan.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan metode deskriptif dan perlakuan akuntansi yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta, objek, atau subjek dan karakteristik objek yang diteliti secara tepat.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada PT. Pelni (Persero) Cabang Luwuk, Jl. Danau Limboto No. 74 Luwuk Sulawesi Tengah. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - September 2016.

(11)

Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari pihak yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan dan penyimpanan data seperti pencatatan piutang call fee (Sugiyono, 2013). Data sekunder adalah data yang sebelumnya telah tersedia, seperti data yang diperoleh dari laporan keuangan dan catatan akuntansi tentang piutang call fee, dan kebijakan akuntansi yang berhubungan dengan topik penelitian.

Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan perlakuan akuntansi, dimana metode deskripitif adalah data dikumpulkan, disusun, dan dianalisis sehingga memberikan keterangan logis bagi pemecahan masalah yang dihadapi, dan perlakuan akuntansi, berdasarkan SK. Direksi No. 01.A/HKO.01/DIR/I-2007 tentang Standar Akuntansi Pokok (SAP) PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) Persero, perlakuan akuntansi piutang meliputi pengakuan piutang, pengukuran piutang, dan penyajian piutang.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengakuan Piutang Call Fee

Berdasarkan penelitian pada PT. PELNI (Persero) Cabang Luwuk, piutang call fee diakui pada saat nota tagihan/nota debet atau invoice kepada principal/general agent/operator/charterer kapal menunjukan jumlah biaya operasional kapal dan jasa keagenan lebih besar dari jumlah uang muka diterima. Uang muka yang telah diterima kemudian akan langsung dijurnal oleh bagian keuangan menggunakan aplikasi oracle, secara keseluruhan penerapan sistem akuntansi dalam menajalankan aktivitas penjurnalan sudah memakai sistem yang terkomputerasi. Jurnal apabila uang muka telah diterima dari principal/general agent/operator/charterer sebagai berikut.

Tabel 1. Jurnal Penerimaan Uang Muka

Tanggal Keterangan Debet Kredit

Kas/Bank Rp. xxx

Uang Muka Keagenan Rp. xxx

(Mencatat Uang Muka Diterima

Jurnal pada saat piutang call fee diakui, apabila PPn call fee, pendapat call fee dan biaya disbursement, lebih besar dari uang muka keagenan diterima berdasarkan nota tagihan/nota debet atau invoice akan dibuatkan jurnal voucher sebagai berikut.

Tabel 2 Jurnal Piutang Call Fee

Tanggal Keterangan Debet Kredit

Piutang Call Fee Rp. xxx

Uang Muka Keagenan Rp. xxx

Pendapatan Call Fee Rp.xxx

Disbursement keagenan Rp.xxx

Hutang PPN Keluaran Rp.xxx

(Mencatat Terjadinya Piutang Call Fee)

(12)

Apabila pembayaran piutang telah diterima dari principal/general agent/operator/charterer, jurnalnya sebagai berikut.

Tabel 3. Jurnal Penerimaan Piutang Call Fee

Tanggal Keterangan Debet Kredit

Kas/Bank Rp. xxx

Piutang Call Fee Rp. xxx

(Mencatat Penerimaan Piutang Call Fee)

Contoh kasus:

1. Pada tanggal 23 Desember 2015, diterima uang muka keagenan dari PT. Trada Maritme atas penunjukan kapal TB. Sea Huskey ETA (Estimates Time Arrival) 25 Desember 2015 sebesar Rp 23.500.000,-

2. Kegiatan TB. Sea Huskey berlangsung selama 1 Minggu. Setelah kegiatan selesai, kapal TB. Sea Huskey diberangkatkan ke tujuan berikutnya. Setetah kapal diberangkatkan kemudian diketahui disbursement yang digunakan selama kegiatan perkapalan berlangsung adalah sebesar Rp. 35.000.000,- pendapatan call fee sebesar Rp 1.500.000,- dan PPn call fee sebesar Rp 150.000,-

3. Pada tanggal 5 Januari 2016, PT. Trada Maritme melunasi sisa tagihan selama kegiatan perkapalan berlangsung.

Penyelesaian:

1. Penerimaan uang muka yang diterima dari PT. Trada Maritme sebesar Rp 23.500.000,-:

Tabel 4. Jurnal Penerimaan Uang Muka

Tanggal Keterangan Debet Kredit

23/12/2015 Kas/Bank Rp.23.500.000

Uang Muka TB. Sea Huskey Rp.23.500.000

(Mencatat Penerimaan Uang Muka)

2. Dibuatkan jurnal voucher (J/V) atas disbursement selama kegiatan perkapalan berlangsung.

Tabel 5. Jurnal Piutang Call Fee

Tanggal Keterangan Debet Kredit

31/12/2015 Piutang Call Fee Rp. 13.150.000

Uang Muka Keagenan Rp.23.500.000

Pendapatan Call Fee Rp.1.500.000

Disbursement keagenan Rp.35.000.000

Hutang PPN Keluaran Rp.150.000

(Mencatat Terjadinya Piutang Call Fee)

3. Pelunasan atas sisa biaya disbursement.

Tabel 6. Jurnal Penerimaan Uang Muka

Tanggal Keterangan Debet Kredit

23/12/2015 Kas/Bank Rp.13.150.000

Piutang Call Fee TB. Sea Huskey Rp.13.150.000

(Mencatat Penerimaan Sisa Biaya Disbursement)

(13)

Penilaian Piutang Call Fee

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, piutang call fee yang tercantum dalam laporan posisi keuangan PT. PELNI Cabang Luwuk yang ditunjukan dalam rekening Piutang Usaha adalah sebesar Rp 168.282.507,-. Jumlah ini merupakan jumlah piutang call fee tanpa adanya cadangan atas jumlah piutang yang tidak dapat ditagih.

Penyajian Piutang dalam Laporan Keuangan

Piutang call fee tidak diharapkan terjadi karena permintaan uang muka kepada principal/general agent/operator/charterer tidak boleh lebih kecil dari perhitungan biaya disbursement kapal ditambah dengan jasa keagenannya. Laporan posisi keuangan pada PT.

Pelni (Persero) Cabang Luwuk menunjukan piutang call fee disajikan pada aktiva lancar berdasarkan jumlah bruto sebesar Rp 168.282.507,- . Jumlah ini belum termasuk jumlah cadangan atas jumlah piutang yang tidak dapat ditagih (cadangan kerugian piutang).

Pembahasan

Proses pencatatan akuntansi piutang call fee pada PT. Pelni (Persero) Cabang Luwuk secara keseluruhan belum cukup baik karena dengan adanya aplikasi oracle tersebut, bagian keuangan akan langsung menjurnal aktivitas piutang dan tidak lagi membuat buku pembantu piutang. Sedangkan dengan adanya buku pembantu piutang bagian keuangan akan lebih mudah dalam melakukan kontrol piutang khususnya piutang call fee mengingat dari usaha keagenan ini terdapat banyak macam perusahaan pelayaran yang mempercai kapalnya di ageni oleh PT. Pelni (Persero) Cabang Luwuk.

Piutang call fee yang tercantum dalam laporan posisi keuangan PT. Pelni (Persero) Cabang Luwuk adalah sebesar Rp 168.282.507,-. Cara pengakuan dan penilaian yang dilakukan oleh PT. Pelni (Persero) Cabang Luwuk tersebut menyimpang dari teori akuntansi piutang sehingga mempengaruh kewajaran laporan keuangan yang tercermin pada laporan posisi keuangan. Selain itu, hal tersebut juga tidak dapat menunjukan jumlah piutang call fee yang diharapkan akan dapat ditagih diakibatkan tidak adanya cadangan atas jumlah piutang call fee yang tidak dapat ditagih.

Berdasarkan prinsip akuntansi, rekening piutang yang terdapat di dalam laporan posisi keuangan haruslah disajikan dengan nilai bersihnya, yaitu sebesar jumlah bruto piutang kemudian dikurangi dengan jumlah cadangan atas jumlah piutang yang tidak dapat ditagih.

Pada laporan posisi keuangan, jumlah piutang call fee yang dicantumkan sebesar Rp 168.282.507,-. Jumlah ini belum termasuk jumlah cadangan atas jumlah piutang yang

tidak dapat ditagih. Artinya jumlah piutang yang disajikan didalam laporan posisi keuangan dinilai lebih tinggi dari pada yang seharusnya. Jumlah ini menyebabkan jumlah aktiva lancar pun dilaporkan lebih tinggi sebesar Rp 228.300.644,- dan pada akhirnya jumlah seluruh aktiva pada laporan posisi keuangan menjadi tinggi pula, yaitu sebesar Rp 235.052.308,-.

(14)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan sebagai berkut:

1. Piutang call fee yang dimaksud dalam penelitian ini adalah piutang usaha pada financial position.

2. Proses pencatatan piutang call fee pada PT. Pelni (Persero) Cabang Luwuk sudah menggunakan aplikasi yang disebut dengan aplikasi oracle, dengan adanya aplikasi tersebut bagian keuangan langsung menjurnal aktivitas piutang dan tidak lagi membuat buku pembantu piutang call fee, sehingga tidak diketahui secara jelas yang belum dilunasi kecuali ditelusuri secara manual disbursement keagenannya.

3. Perlakuan akuntansi piutang call fee yang dilakukan oleh PT. Pelni (Persero) Cabang Luwuk belum sepenuhnya sesuai dengan teori akuntansi piutang karena piutang yang disajikan belum termasuk cadangan atas jumlah piutang yang tidak dapat ditagih.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Untuk mempermudah dalam melakukan kontrol terhadap piutang call fee melalui disbursement keagenan, bagian keuangan disarankan agar membuat buku pembantu piutang call fee berdasarkan nama kapal yang diageni.

2. Seharusnya dalam laporan posisi keuangan dicantumkan cadangan atas kerugian piutang atau piutang tak tertagih agar jumlah piutang usaha yang disajikan tidak dinilai lebih tinggi dari pada jumlah yang seharusnya.

3. Sebagai sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian dengan objek yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Haryono, J.A. 2011. Dasar-dasar Akuntansi. Yogyakarta: STIE YKPN.

Hardono, & Warsono, S. 2010. Prinsip-prinsip Akuntansi. Jakarta: Asghard Chapter.

Hery. 2013. Akuntansi Keuangan Menengah. Yogyakarta: CPAS.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2017. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

Kieso. 2011. Intermediate Accounting (IFRS). New Jearsey: Jhon Wiley & Sons.

Mulyadi. 2011. Sistem Akuntansi. Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Empat.

Mulya, H. 201. Memahami Akuntansi Dasar. Edisi 2. Jakarta: Mutiara Wawancara Media.

Mursyidi. 2010. Akuntansi Dasar. Bogor: Ghalia Indonesia.

Runtuwene, I.H. 2013. Penerapan Akuntansi Piutang Leasing Untuk Perencanaan dan Pengendalian pada PT. Suzuki Financial Indonesia Cabang Manado. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi. 1 (4).

Setiawan, I. 2010. Akuntansi Keuangan Menengah (Intermediate Accounting), Buku Satu.

Bandung: Refika Aditama.

Soryan, S.H. 2011. Statement of Basis Accounting Theory (ASOBAT). Jakarta: Rajawali Pers.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Widiawati, M. 2013. Penerapan Akuntansi Piutang pada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Usaha Bersama Desa Sialang Rindang. Jurnal Mahasiswa Prodi S1 Akuntansi. 1 (1).

Yulianti, Y. 2013. Pengaruh Perputaran Piutang Jaminan Kesehatan Daerah. Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Pembayaran Uang Kelebihan Berdasarkan kas pinjaman beserta bukti pendukungnya, pembayaran uang kelebihan dicatat sebagai berikut : Hutang Kepada Nasabah ARRUM xxx Kas xxx 4.11