• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Penentuan Jenis Asam Amino Dalam Sampel

N/A
N/A
PKB@045_ Celyta Nirmala Putri Talia

Academic year: 2024

Membagikan "JURNAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Penentuan Jenis Asam Amino Dalam Sampel "

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Penentuan Jenis Asam Amino Dalam Sampel

Disusun Oleh Celyta Nirmala Putri Talia

PKB 2022 22030194045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2023

(2)

A. Judul Percobaan

Penentuan Jenis Asam Amino Dalam Sampel B. Hari/Tanggal Percobaan

Kamis/30 November 2023 C. Selesai Percobaan

Pukul 13.00-17.00 D. Tujuan Percobaan

Menentukan asam amino yang terdapat dalam sampel dengan kromatografi kertas

E. Dasar Teori

1. Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit- analit dalam sampel terdistribusi antara dua fase yaitu fase diam dan gerak.

Prinsip dasarnya adalah pada kesetimbangan konsentrasi komponen- komponen yang dituju antara dua fase yang tidak saling tercampur (Rohman, A, 2020). Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula. Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam.

Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam dapat berupa bahan padat dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Sedangkan fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Fase- fase ini dipilih secara teliti sehingga komponen-komponen sampel mempunyai kelarutan atau afinitas yang berbeda pada tiap fase. Perbdaaan migrasi senyawa-senyawa berperan pada pemisahannya. Jika gas digunakan sebagai fase gerak maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan berbentuk cair (Indiyana, R, S, 2020). Untuk mengetahui jenis- jenis dari asam amino yang terkandung dari suatu bahan/sampel, biasanya

(3)

digunakan metode kromatografi kertas. Kromatogrfi kertas diterapkan untuk analisis campuran asam amino karena asam amino memiliki sifat yang larut dalam air dan tidak mudah menguap sehingga dapat dipisahkan melaui perpindahan fasa gerak (eluen) pada fasa diam (adsorben). Asam amino akan terbawa oleh fasa gerak dan akan mengendap atau menempel pada fasa diam (adsorben) setelah menempuh jarak tertentu. Adsorben dalam kromatografi kertas adalah kertas saring, yakni selulosa. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan ke ujung kertas yang kemudian digantung dalam wadah. Kemudian dasar kertas saring dicelupkan ke dalam pelarut yang mengisi dasar wadah. Setiap asam amino bergerak dari titik awal sepanjang jarak tertentu. Setiap jenis asam amino akan selalu menempuh jarak yang khas dari masing-masing asam amino asalkan jenis kertas, eluen, dan pelarutnya sama. Beberapa senyawa dalam campuran bergerak sejauh dengan jarak yang ditempuh pelarut; beberapa lainnya tetap lebih dekat pada garis dasar. Jarak tempuh relative pada pelarut adalah konstan untuk senyawa tertentu sepanjang anda menjaga segala sesuatunya tetap sama, misalnya jenis kertas dan komposisi pelarut yang tepat.

2. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis ( Thin- layer chromatography/TLC ) merupakan teknik kromatografi yang berguna untuk memisahkan senyawa organic karena kesederhanaan dan kecepatan TLC, sering digunakan untuk memantau kemajuan reaksi organik dan untuk memeriksa kemurnian produk. Kromatografi lapis tipis adalah teknik kromatografi planar sederhana, hemat biaya, dan mudah dioperasikan yang telah digunakan di laboratorium kimia umum selama beberapa dekade untuk memisahkan senyawa kimia dan biokimia secara rutin (Rosamah, E, 2019).

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah tipe kromatografi cair yang fase diamnya berupa lapisan tipis. Kromatografi lapis tipis dilakukan dengan menggunakan sepotong kaca, logam atau plastik kaku yang dilapisi lapisan tipis silika gel atau alumina. Silika gel (atau alumina) adalah fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis juga sering mengandung zat yang berfluoresensi dalam sinar UV. Fase gerak adalah pelarut cair yang cocok

(4)

atau campuran pelarut. Campuran senyawa-senyawa yang akan dipisahkan biasa disebut contoh uji (sample) dan susunan individunya di sebut komponen (components) atau yang terlarut (solutes). Sample dalam bentuk larutan, diaplikasikan berupa spot pada lempeng KLT. Lempengsn terdiri dari bahanan dasar padat, seperti gelas, plastic atau alumunium yang dilapisi dengan suatu lapisan adsorbent atau biasa disebut fase diam (stationary phase), yang khusus dipilih untuk memberikan efek pada pemisahannya.

Sekarang ini sudah banyak dijual lempengan KLT yang siap untuk dipakai untuk tujuan pemisiahan. Lempengan yang sudah diberi spot-spot kemudian disimpan dalam sebuah tank yang berisi pelarut (eluting solvent) atau fase gerak yang akan bergerak pada permukaan KLT. Solute harus diaplikasikan pada jarak yang sudah ditentukan jaraknya dari bawah lempeng KLT, yang biasa disebut batas awal (origin). Setelah pemisahan, campuran terbagi menjadi dua komponen penyusun dan keduanya diidentifikasi dengan mnengeringkan plat dari tank (chamber), membiarkan pelarutnya kering dan untuk sampel khusus, plat ditempatkan dalam larutan iodine agar spot- spot memberikan warna. Jarak yang ditempuh spot-spot pda permukaan plat diukur dan dengan menggunakan persamaan dapat dihitung besarnya nilai Rf (Rosamah, E, 2019). Dalam prosedur dasar KLT, larutan sampel diaplikasikan ke dalam pelat, dan pelat dikembangkan dengan memasukkannya ke dalam bejana tertutup dan bagian dasar dari bejana diisi dengan fase geraknya (eluen) yang biasanya terdiri dari campuran dari beberapa pelarut. Setelah pengembangan, pelat di angkat dari bejana dan ditandai untuk dihitung nilai Rf-nya (nisbah antara jarak pita yang terpisah dan jarak eluennya). Pemilihan eluen merupakan faktor yang paling berpengaruh pada sistem KLT. Eluen dapat terdiri dari satu pelarut atau campuran dua sampai enam pelarut. Campuran pelarut harus saling tercampur dan tidak ada tanda-tanda kekeruhan. Fungsi eluen dalam KLT:

a. Untuk melarutkan campuran zat,

b. Untuk mengangkat atau membawa komponen yang akan dipisahkan melewati sorben fase diam sehingga noda memiliki Rf dalam rentang yang dipersyaratkan,

(5)

c. Untuk memberikan selektivitas yang memadai untuk campuran senyawa yang akan dipisahkan. Eluen juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 Memiliki kemurnian yang cukup,

 Stabil,

 Memiliki viskositas rendah,

 Memiliki partisi isotermal yang linier,

 Tekanan uap yang tidak terlalu rendah atau tidak terlalu tinggi,

 Toksisitas serendah mungkin

Pemilihan eluen yang cocok dapat dilakukan melalui tahapan optimasi eluen. Optimasi eluen diawali denganmenentukan sifat fisika kimia analit yang akan dianalisis dan jenis sorben fase diam yang digunakan. Misalnya sorben dengan prinsip pemisahan berdasarkan muatan ion diperlukan data tentang jenis dan intensitas muatan ion analit dalam pemilihan komposisi eluen. Pada sorben dengan prinsip pemisahan berdasarkan polaritasdibutuhkan nilai koefisien partisi (P atau log P) dan tetapandissosiasi (pKa) analit dalam penentuan eluen. Nilai koefisien partisi analit digunakan untuk menentukan afinitas analit terhadapfase diam dan fase gerak. Nilai tetapan disosiasi (pKa) digunakan untuk menentukan bentuk analit (ion atau molekul) pada pHlingkungan tempat analit berada.

Bila analit berada pada pH dibawah pKa, analit akan berbentuk molekul.

Bila analit berada pada pH diatas pKa, analit berbentuk ion. Saat analit berbentukmolekul afinitas analit terhadap fase diam dan fase gerak akansesuai dengan nilai koefisien partisinya tetapi ketika analit berbentuk ion maka analit akan bersifat polar atau sebagian besarlarut dalam pelarut polar dan hampir tidak dapat larut dalam pelarut non polar. Oleh karena itu nilai log P dan pKa analit menentukan apakah analit satu dengan analit yang lain dapat dipisahkan dengan metode KLT. Bila dua analit memiliki koefisien partisi (log P) sama dan nilai tetapan disosiasi (pKa) juga sama, maka kedua analit tersebut akan sulit dipisahkan denganmetode KLT. Bila dua analit memiliki nilai log P sama tetapi nilai pKa berbeda, maka kedua

(6)

analit masih dapat dipisahkan dengan cara mengatur pH dari eluen yang digunakan. pH eluen diatur agar salah satu analit berada dalam bentuk molekul sedangkan analityang lain berada dalam bentuk ion. Selain nilai log P dan pKa tentu sifat fisika kimia yang lain (misalnya ikatan kimia) juga menentukan proses pemisahan analit. Analit yang bersifat polar akan memiliki afinitas tinggi terhadap pelarut polar dan afinitasnya rendah terhadap pelarut non polar. Sebaliknya analit yang bersifat non polar akan memiliki afinitas tinggi terhadap pelarut non polar dan afinitasnya rendah terhadap pelarut polar. Pencarian eluen berdasarkan pustaka yang ada juga dapat membantu tahapan optimasi eluen. Eluen dari pustaka dapat dimodifikasi untuk mendapatkan pemisahan yang efisien. Bilanoda yang dihasilkan belum bagus (noda masih berekor atau belumsimetris), eluen dapat dimodifikasi dengan menambahkan sedikit asam atau basa sehingga merubah pH eluen. Dari beberapa eluenyang dicoba dalam optimasi eluen dapat ditentukan efisiensi kromatogram yang dihasilkan sehingga dapat diperoleh eluen yang optimal (Indiyana, R, S, 2020).

Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-masing komponen dalam fase diam dan fase gerak. Berbagai mekanisme pemisahan terlibat dalam penentuan kecepatan migrasi.

Kecepatan migrasi komponen sampel tergantung pada sifat fisika kimia dari fase diam, fase gerak dan komponen sampel. Retensi dan selektivitas kromatografi juga ditentukan oleh interaksi antara fase diam, fase gerak dan komponen sampel yang berupa ikatan hidrogen, pasangan electron donor atau pasangan elektron-akseptor (transfer karge), ikatan ion-ion, ikatan ion- dipol, dan ikatannya. Metode cincin terkonsentrasi pada kromatografi lapis tipis digunakan untuk menentukan komposisi eluen yang tepat dan nilai Rf dari zat warna. Berikut adalah langkah-langkah metode cincin pada kromatografi lapis tipis: Pada sebuah pelat ditotolkan beberapa sampel noda yang sama. Setiap noda ditotolkan eluen yang berbeda. Kemudian, pada setiap noda sampel yang sama, dibuatkan cincin dengan pensil. Pelat dimasukkan ke dalam wadah yang berisi eluen. Wadah ditutup dan dibiarkan sampai eluen naik hingga mencapai cincin. Jarak antara pelarutan

(7)

bersifat relatif, sehingga nilai Rf dapat dihitung dengan rumus Rf = jarak keliling zat / jarak keliling pelarut. Metode cincin menunjuk pada kromatografi lapis tipis merupakan cara termudah untuk menentukan jenis eluen. Menurut (Yazid, 2005), Beberapa kelebihan dari KLT yaitu sebagai berikut:

a. Waktu pemisahan lebih cepat.

b. Sensitif, artinya meskipun jumlah cuplikan sedikit masih dapat dideteksi.

c. Daya resolusinya tinggi, sehingga pemisahan lebih sempurna.

Sedangkan beberapa kerugian dari KLT diantaranya yaitu KLT bisa menjadi pekerjaan yang kurang bersih, khususnya bila plat disiapkan sendiri. Para peneliti disarankan untuk menggunakan plat yang siap pakai.

KLT dapat dibuat sebagai kromatografi kuantitatif, dengan memodifikasi peralatan kromatografi. KLT memerlukan biaya yang tidak sedikit, lebih baik untuk menggunakan analisa semi kuantitatif (Rosamah, E, 2019).

Faktor-faktor yang mempengaruhi KLT adalah ketika pengovenan, ada kondisi plat yang tumpang tindih, yang tertindih tidak akan sama pada saat penguapan air dengan plat yang tidak tumpang tindih, sehingga akan mempengaruhi nilai Rf, misal eluen yang digunakan polar, akan mempengaruhi air yang digunakan pada fasa diam. Faktor lainnya adalah sifat fisik plat KLT, pelarut dan derajat kemurnian fase gerak dan derajat atau tingkat kejenuhan dan uap dalam chamber.

3. Metode Pemisahan Pada Kromatografi

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitufase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas) yang menyebabkan terjadinya perbedaan migrasi dari masing-masing komponen.

Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing- masing komponen dalam fase diam dan fase gerak. Afinitas senyawa dalam fase diam dan fase gerak ditentukan oleh sifat fisika kimia dari masing- masing senyawa. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan migrasi komponen-komponen dalam sampel meliputi faktor pendorong migrasi

(8)

analitdan faktor penghambat migrasi analit Faktor pendorong migrasi meliputi gaya gravitasi, elektrokinetik, dan hidrodinamik. Faktor penghambat migrasi meliputi friksi molekul, elektrostatik, adsorbsi, kelarutan, ikatan kimia dan interaksi ion. Adanya gaya gravitasi yaitu gaya yang menarik benda selalumenuju ke bawah, elektrokinetik yaitu pergerakan molekul karena adanya listrik dan hidrodinamik yaitu pergerakan suatu cairan, dapat mendorong pergerakan molekul analit sehingga mempercepat migrasi analit. Sedangkan adanya friksi molekul yaitu gaya yang muncul dengan arah gerakan yang berlawanan dengan arah gerakan molekul, adanya elektrostatik yaitu gaya yang dikeluarkan oleh medan listrik statik (tidak berubah/bergerak) terhadap objek bermuatan yang lain, adanya sifat adsorbsi yaitu suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas pada suatu padatan atau cairan (zat penjerap, sorben) dan membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan, adanya kelarutananalit, adanya ikatan kimia dan atau interaksi ion antara analit fasediam dan fase gerak dapat menghambat pergerakan molekul analit.

Metode pemisahan pada kromatografi sangat tergantung dari jenis fase diam yang digunakan. Jenis fase diam yang digunakan menentukan interaksi yang terjadi antara analit dengan fase diam dan fase gerak. Metode pemisahan pada kromatografi terbagi menjadi:

a. Pemisahan berdasarkan polaritas

Metode pemisahan berdasarkan polaritas, senyawa-senyawa terpisah karena perbedaan polaritas. Afinitas analit tehadap fase diam dan fase gerak tergantung kedekatan polaritas analit terhadap fase diam dan fase gerak (like dissolve like). Analit akan cenderung larut dalam fase dengan polaritas sama. Analit akan berpartisi diantara dua fase yaitu fase padat-cair dan fase cair-cair. Ketika analit berpartisi antara fase padat dan cair faktor utama pemisahan adalah adsorbsi. Sedangkan bila analit berpartisi antara fase cair dan fase cair, faktor utama pemisahan adalah kelarutan. Prinsip pemisahan dimana analit terpisah karena afinitas terhadap fase padat dan fase cair biasa disebut dengan adsorbs dan metode kromatografinya biasa disebut kromatografi adsorbsi. Sedangkan prinsip pemisahan dimana analit

(9)

terpisah karena afinitas terhadap fase cair danfase cair disebut dengan partisi dan metode kromatografinya biasa disebut kromatografi cair (Wulandari, L, 2011).

b. Pemisahan berdasarkan muatan ion

Pemisahan berdasarkan muatan ion dipengaruhi oleh jumlah ionisasi senyawa, pH lingkungan dan keberadaan ion lain. Pemisahan yang disebabkan oleh kompetisi senyawa-senyawadalam sampel dengan sisi resin yang bermuatan sehingga terjadi penggabungan ion-ion dengan muatan yang berlawanan disebut kromatografi penukar ion. Pemisahan yang terjadi karena perbedaan arah dan kecepatan pergerakan senyawa- senyawa dalam sampel karena perbedaan jenis dan intensitas muatan ion dalam medan listrik disebut elektroforesis.

c. Pemisahan berdasarkan ukuran molekul

Ukuran molekul suatu senyawa mempengaruhi difusi senyawa- senyawa melewati pori-pori fase diam. Pemisahan terjadi karena perbedaan difusi senyawa-senyawa melewati pori-pori fase diam dengan ukuran pori- pori yang bervariasi. Senyawa dengan ukuran molekul besar hanya berdifusi kedalam pori-pori fase diam yang berukuran besar, sedangkan senyawa dengan ukuran molekul kecil akan berdifusi ke dalam semua pori-pori fase diam, sehingga terjadi perbedaan kecepatan pergerakan molekul melewati fase diam. Senyawa dengan ukuran molekul besar memiliki kecepatan yang lebih besar dibanding senyawa dengan ukuran molekul kecil. Metode pemisahan ini biasa disebut dengan kromatografi permeasi gel.

d. Pemisahan berdasarkan bentukan spesifik

Pemisahan senyawa berdasarkan bentukan yang spesifik melibatkan ikatan kompleks yang spesifik antara senyawa sampel dengan fase diam.

Ikatan ini sangat selektif seperti ikatan antara antigen dan antibody atau ikatan antara enzim dengan substrat. Pemisahan ini biasa disebut dengan kromatogafi afinitas. Fase diam KLT dengan sorben yang memiliki bentukan spesifik dengan selektifitas tinggi dalam bentuk lempeng siap pakai belum tersedia dipasaran. Prinsip dalam percobaan ini adalah mengidentifikasi asam amino berdasarkan perbedaan nilai Rf dengan

(10)

menggunakan metode kromatografi lapis tipis yang fase geraknya terdiri dari campuran n-butanol, asam asetat dan akuades serta fase diamnya berupa plat KLT di mana uji positifnya ditandai dengan terbentuknya noda,serta mengidentifikasi asam amino yang terdapat dalam sampel melaui nilai Rf standar yang dihitung dengan membandingkan nilai Rf yang diperoleh pada praktikum dengan nilai Rf yang terdapat pada tabel

4. Penentuan Nilai Rf

Nilai Rf adalah rasio jarak yang dipindahkan oleh suatu zat terlarut terhadap jarak yang dipindahkan oleh garis depan pelarut selama waktu yang sama. Nilai Rf yang identik untuk suatu senyawa yang diketahui dan yang tidak diketahui dengan menggunakan beberapa system pelarut berbeda memberikan bukti yang kuat bahwa nilai untuk kedua senyawa tersebut adalah identic, terutama jika senyawa tersebut dijalankan secara berdampingan di sepanjang pita lapis tipis (KLT) yang sama (Underwood, 1999). Pada KLT, identifikasi awal suatu senyawa didasarkan pada perbandingan nilai Rf dibandingkan Rf standar. Nilai Rf umumnya tidak sama dari laboratorium ke laboratorium bahkan pada waktu analisis yang berbeda dalam laboratorium yang sama, sehingga perlu dipertimbangkan penggunaan Rf relatif yaitu nilai Rf noda senyawa dibandingan noda senyawa lain dalam lempeng yang sama. Faktor-faktor yang menyebabkan nilai Rf bervariasi meliputi dimensi dan jenis ruang, sifat dan ukuran lempeng, arah aliran fase gerak, volume dan komposisi fase gerak, kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan metode persiapan sampel KLT sebelumnya. Konfirmasi identifikasi dapat diperoleh dengan mengerok noda dalam lempeng kemudian analit dalam lempeng dielusi dan dideteksi dengan spektrometri inframerah (IR), spektrometri Nuclear magnetic resonance (NMR), spektrometri massa, atau metode spektrometri lain jika senyawa hasil elusi cukup tersedia. Metode identifikasi ini juga dapat menggunakan untuk menandai zona langsung pada lapisan (Wulandari, L, 2011). Rumus Rf:

(11)

Pengukuran dapat dilakukan dengan mengukur jarak dari titik pemberangkatan (pusat zona campuran awal) ke garis depan pengembang dan pusat rapatan tiap zona. Nilai Rf akan menunjukkan identitas suatu zat yang dicari, contohnya asam amino. Kromatografi kertas dapat dilakukan dengan satu dimensi atau dua dimensi. Apabila macam komponen tidak terlalu banyak maka biasanya disebabkan karena macam komponennya terlalu banyak, maka cara 2 dimensi seringkali diperlukan. Untuk ini diperlukan 2 macam eluen, yang satu diperlukan untuk ke satu arah dan yang kedua untuk ke arah lain yang tegak lurus pada satu elusi pertama.

Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan kromatografi kertas adalah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat.

Pemisahan memakan waktu yang berjam-jam bila dikerjakan dengan kromatografi kertas. Pada kromatografi lapis tipis, pemakaian pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit, kemungkinan penotolan cuplikan berganda (saling membandingkan langsung cuplikan praktis) dan tersedianya beberapa metode. Penentuan macam asam amino dapat dilakukan dengan membandingkan harga Rf masing-masing asam amino dengan harga Rf asam amino yang terdapat pada tabel.

5. Penanganan Chamber

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan chamber adalah kondisi chamber dan jenis chamber. Chamber harus dipastikan dalam kondisi bersih (bebas dari kotoran) dan kering (bebas dari adanya air).

Adanya kotoran dan air dalam chamber akan menggangu kromatogram yang dihasilkan dan mempengaruhi reprodusibilitas pemisahan KLT. Jenis chamber yang digunakan juga harus diperhatikan untuk menentukan teknik pengembangan yang akan digunakan. Ada berbagai jenis chamber KLT, masing-masing dirancang dengan fitur khusus untuk mengontrol reprodusibilitas pengembangan KLT (Wulandari, L, 2011).

6. Asam Amino

Asam amino adalah senyawa organic yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia

(12)

seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.

Gambar Struktur Asam Amino (Rosamah, E, 2019)

Dimana R adalah gugus fungsi yang menentukan jenis dari asam amino. Semua asam amino ditemukan pada protein yang memiliki ciri yang sama yaitu adanya gugus karboksil dan amina yang diikat pada atom karbon yang sama. Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hydrogen (H), dan satu gugus sisa (R) atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.

Atom C pusat tersebut dinamai atom Cα sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cu ini, senyawa tersebut merupakan asam α-amino. Asam amino biasanya diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia rantai samping menjadi empat kelompok. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika nonpolar (Salsabila, F, 2021). Pemisahan asam amino dengan metode kromatografi ini didasari oleh kemampuan suatu jenis asam amino terlarut dalam suatu

(13)

campuran larutan tertentu pada fase stasioner. Untuk memperoleh pemisahan asam amino yang baik dapat digunakan dua fase pelarut, misalnya pasangan fenol-air, n-Butanol-air, atau dengan tiga fase pelarut dimana setiap jenis asam amino mempunyai koefisien partisi. Terdapat dua puluh asam amino alami yang lazim. Dua puluh asam amino alami ini memiliki rangka yang terdiri dari gugus asam karboksilat dan gugus yang terikat secara kovalen pada atom pusat (karbon α). Dua gugus lainnya pada karbon α ialah hidrogen dan gugus R yang merupakan rantai samping asam amino. Sifat kimia gugus rantai sampinglah yang menyebabkan perbedaan sifat pada asam amino (Fessenden, 1997).

Berikut adalah tabel Rf standar asam amino:

No Asam Amino Nilai Rf

1. Histidin 0,11

2. Glutamin 0,13

3. Lisin 0,14

4. Arginin 0,20

5. Asam aspartat 0,24

6. Glisin 0,26

7. Serin 0,27

8. Asam glutamat 0,30

9. Treonin 0,35

10. Alanin 0,38

11. Sistein 0,40

12. Prolin 0,43

13. Tirosin 0,45

14. Asparagin 0,50

15. Metionin 0,55

16. Valin 0,61

17. Triptofan 0,66

18. Fenilalanin 0,68

19. Isoleusin 0,72

(14)

20. Leusin 0,73 Gambar Tabel Rf Standar Asam Amino (Ashudik, P, C, 2017)

7. Ninhidryn

Pada percobaan ini penyemprotan dengan larutan ninhydrin dilakukan untuk pewarnaan noda-noda asam amino pada kertas kromatografi yang te;ah kering. Asam amino yang bereaksi dengan ninhydrin membentuk suatu produk yang disebut ungu Ruhmann. Reaksi ini biasanya digunakan sebagai uji bercak untuk mendeteksi adanya asam amino pada kertas kromatografi. Uji ninhydrin terjadi apabila ninhydrin dipanaskan bersama asam amino maka akan terbentuk kompleks berwarna.

Asam amino dapat ditentukan secara kuantitatif dengan menggunakan intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi asam amino.

Reaksi ninhydrin dengan asam amino:

+ RCHO + CO2 + H2O + H+

(Ninhidrin + Asam amino → ninhydrin tereduksi (pigmen ungu) + RCHO + CO2 + H2O + H+ )

Gambar Reaksi Ninhidrin dengan Asam Amino (Salsabila, F, 2021)

Ketika asam amino bereaksi dengan ninhidrin terjadi pelepasan CO2

dan NH3 sehingga asam amino dapat ditentukan secara kuantitatif dengan mengukur jumlah CO2 atau NH3 yang dilepaskan. Prolin dan hidroksi prolin

(15)

menghasilkan kompleks yang berbeda warnanya dengan asam amino lainnya. Kompleks berwarna yang terbentuk mengandung dua molekul ninhidrin yang bereaksi dengan amonia yang dilepaskan pada oksidasi asam amino. Reaksi ninhydrin yang digunakan untuk mendeteksi dan menduga asam amino secara kuantitatif dalam jumlah kecil. Pemanasan dengan ninhydrin berlebih menghasilkan produk berwarna ungu pada semua asam amino yang mempunyai gugus α amino bebas, sedangkan produk yang dihasilkan oleh protein berwarna kuning karena pada molekul ini terjadi substitusi gugus α amino. Pada kondisi yang sesuai intensitas warna yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengukur asam amino secara kolorimetrik. Metode ini amat sensitive bagi pengukuran konsentrasi asam amino (Ashudik, P, C, 2017). Keseluruhan reaksi asam amino dengan ninhidrin adalah sebagai berikut: (1) dekarboksilasi oksidatif dari asam amino dan produksi ninhidrin tereduksi, amonia, dan karbon dioksida (2) reaksi ninhidrin tereduksi dengan molekul ninhidrin yang lain dan dengan molekul amonia yang dibebaskan dan (3) pembentukan kompleks berwarna biru.

(16)

F. Alat dan Bahan Alat

Nama Alat Jumlah Alat

Gelas kimia 250 ml 1 buah

Gelas ukur 25 ml 1 buah

Plat KLT 1 buah

Pipa kapiler 6 buah

Pipet tetes 1 buah

Oven 4 buah

Chamber 2 buah

Penggaris 1 buah

Tali/ benang wol 1 buah

Solatip 1 buah

Botol semprot 2 buah

Pinset 1 buah

Bahan

Nama Bahan Jumlah Bahan

Asam asetat glasial 6 ml

N-Butanol 25 ml

Aquades 25 ml

Larutan asam amino standar Secukupnya

Ninhydrin Secukupnya

(17)

G. Alur Percobaan

1. Pembuatan Larutan Pengelusi

1. Ditambahkan 6 ml asam asetat glasial sambil dikocok 2. Ditambahkan 25 ml aquades sambil dikocok

3. Ditempatkan dalam chamber 4. Didiamkan selama 24 jam

Reaksi:

CH3CH2CH2CH2OH(aq) (n-butanol) + CH3COOH(aq) (asam asetat glasial)

→ CH3COOCH2CH2(aq) (ester) + 3H2O(l) (air)

2. Menentukan Komponen Asam Amino

1. Digambarkan batas atas 0,5 cm; batas bawah 1 cm; batas samping kiri dan kanan masing-masing 0,5 cm

2. Diberi titik sampel dengan jarak antarsampel A, B, C,D 1 cm menggunakan pensil

3. Dioven pada suhu 100℃ selama 1 menit

4. Ditotolkan 4 macam larutan (A,B,C,D) menggunakan pipa kapiler dan besar noda totolan diameter tidak melebihi 0,4 cm (3 sampel secara acak)

5. Digantungkan dalam chamber untuk dijenuhkan dengan uap eluen sampai mencapai batas atas

6. Dikeluarkan dari chamber 25 ml n-butanol

Hasil

Plat KLT 4 x 5 cm

Plat KLT yang telah dialiri eluen

Plat KLT yang telah dialiri eluen

(18)

7. Dioven pada suhu 100℃ selama 3 menit 8. Disemprot dengan larutan ninhydrin 9. Dioven selama 3 menit pada suhu 100℃

10. Ditandai warna sampel dengan pensil 11. Ditutup dengan selotip permukaan plat KLT 12. Dihitung harga Rf tiap noda

13. Dicatat warnanya

14. Dibandingkan harga Rf nya dengan Rf asam amino standar

Reaksi:

+ RCHO + CO2 + H2O + H+

(Ninhidrin + Asam amino → ninhydrin tereduksi (pigmen ungu) + RCHO + CO2 + H2O + H+ )

Gambar Reaksi Ninhidrin dengan Asam Amino (Salsabila, F, 2021) Plat KLT dengan noda asam amino

Hasil

(19)

H. Daftar Pustaka

Ashudik, P, C, 2017. Kadar Asam Amino.

Fessenden, 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta: Binarupa Aksara.

Indiyana, R, S, 2020. Laporan Praktikum Kimia Kromatografi Lapis Tipis.

Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Rohman, A, 2020. Analisis Farmasi dengan Kromatografi Cair.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Rosamah, E, 2019. Kromatografi Lapis Tipis: Metode Sederhana Dalam Analisis Kimia Tumbuhan Berkayu. Samarinda: Mulawarman University Press

Salsabila, F. 2021. Laporan Praktikum Penentuan Jenis Asam Amino Dalam Sampel. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Underwood dan Day, 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Wulandari, L, 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT. Taman Kampus Presindo. Universitas Jember

Yazid, 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: ANDI, Haqiqi, Sohibul

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan asam benzoat dalam sediaan obat batuk tradisional dilakukan secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis menggunakan fase gerak pentana : asam asetat glasial

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel 60 GF 254, ftse gerak toluen:etil asetat (93:z) dan penampak noda anisaldehid : H2SOapu, spekiofotodensitomefii

Hasil Uji Penegasan Kromatografi Lapis Tipis KLT dari Ekstrak Etanol 96% No Senyawa Fase gerak BP Jarak yang ditempuh pelarut Jarak yang ditempuh noda sp Rf sampel