• Tidak ada hasil yang ditemukan

KABUPATEN TAPANULI SELATAN (1998-2014)

N/A
N/A
19-022 Riska Yanti

Academic year: 2024

Membagikan "KABUPATEN TAPANULI SELATAN (1998-2014) "

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN TAPANULI SELATAN (1998-2014) Skripsi Sarjana

Dikerjakan

O L E H

NAMA : RISKA YANTI NIM : 190706022

PROGRAM STUDI S1 ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

MEDAN 2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul KABUPATEN TAPANULI SELATAN (1998-2014) untuk memenuhi salah satu syarat adalah menyelesaikan pendidikan pada program studi S1 Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Panajng proses dan perjalanan yang penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat kehendak Allah SWT dan restu dari orang-oranh yang penulis sayangi, penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dalam skripsi ini guna melengkapi kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini memberikan manfaat dan wawasan bagi para pembacanya.

Medan, Desember 2023 Penulis

(3)

Riska Yanti NIM.190706022

PRAKATA

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Dra. T. Thyrhaya Zein, M.A selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, beserta wakil dekan dan seluruh staff administrasi yang telah memfasilitasi penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Budaya

2. Ibu Dra. Lila Pelita Hati, M.Si selaku ketua program studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Junita Setiana Ginting, M.Si selaku wakil ketua program studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera.

4. Ibu Dra, Nina Karina. M.SP. selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

Terimakasih atas arahan, waktu, motivasi, nasihat serta kesabaran selama proses penulisan sehingga skripsi ini dapat selesai..

5. Bapak Drs. Edi Sumarno M.Hum selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam

(4)

penulisan skripsi ini. Terimakasih atas arahan, waktu, nasihat, motivasi serta kesabaran selama proses penulisan sehingga skripsi dapat selesai.

6. Seluruh Bapak/ibu dosen program studi Ilmu Sejarah yang telah memberikan dukungan selama penelitian dan staff administrasi Bapak Pangky atas dukungan dan arahan dalam menyusun skripsi.

7. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis yaitu Bapak Hasiolan Siregar (Alm) dan Ibu Rohlina Harahap yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan nasihat yang diterima penulis. Tidak lupa kepada saudara penulis Henni Marliana Siregar, Anwar Siregar, Dedi Siregar, dan Makmur Siregar yang telah mendukung penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana.

8. Kepada Ibu Maya Sari Siregar selaku Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Tapanuli Selatan telah memberikan informasi selama penelitian dan juga kepada seluruh Staff Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Tapanuli Selatan.

9. Kepada Bapak Erwin Siregar., M.P.d., sebagai Ketua Program Studi Ilmu Pendidikan Sejarah Institut Pendidikan Tapanuli Selatan yang telah memberikan bantuan dan memberikan informasi selama penelitian di Kabupaten Tapanuli Selatan.

10. Kepada teman-teman saya Niah, Rina, Diffany, Tiffany, Lia, Sarmilah, Suci, Dwi dan teman sekelas lainnya di Ilmu Sejarah yang menjadi penghibur saya ketika mengerjakan skripsi.

(5)

Medan,/12023

Penulis

Riska Yanti NIM. 190706022

(6)

ABSTRAK

(7)

ABSTRACT

(8)

DAFTAR ISI

(9)

DAFTAR SINGKATAN

(10)

DAFTAR LABEL

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan metode penelitian yang menjadi dasar penulis dalam menyusun skripsi ini. Di bagian latar belakang penulis memaparkan sedikit latar belakang, alasan penulis mengambil judul ini dan masalah yang akan penulis teliti dalam skripsi ini kemudian masalah tersebut penulis susun menjadi 3 pertanyaan yang masing-masing pertanyaan tersebut akan penulis jawab berdasarkan penelitian yang penulis lakukan. Di bagian tujuan dan manfaat penelitian cantumkan tujuan dan manfaat penelitian yang penulis lakukan. Di bagian tinjauan pustaka penulis mencantumkan literatur-literatur yang menjadi acuan penulis dalam menyusun skripsi ini. Yang terakhir penulis paparkan metode penelitian yang penulis lakukan dalam menyusun skripsi ini.

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap wilayah atau daerah memiliki sejarah atau cerita masing-masing yang telah dilalui. Begitu juga dengan Kabupaten Tapanuli Selatan yang merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara yang ibukotanya berada di Sipirok tepatnya di Dani Situmba, Desa Tolang. Dari perjalanan sejarah dari tahun 1998-2014 banyak hal yang terjadi mulai

(13)

pengurangan wilayah akibat dari pemekaran kabupaten, pemekaran kecamatan dan perpindahan ibukota. Kemudian juga bagaimana kondiri pemerintahan, ekonomi, dan penduduk di Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 1998-2014.

Secara administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan berbatasan dengan : Sebelaha Utara : Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah.

Sebelah Selatan : Kabupaten Mandailing Natal.

Sebelah Timur : Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas, dan Kabupaten Labuhan Batu.

Sebelah Barat : Kabupaten Mandailing Natal.

Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari 15 kecamatan yaitu, Batang Angkola, Sayur Matinggi, Angkola Selatan, Angkola Barat, Batang Toru, Marancar, Sipirok, Arse Dolok Hole, Aek Bilah, Muara Batang Toru, Tano Tombangan Angkola, dan Angkol Muara Tais.

Setelah Indonesia menerima kedaulatan pada akhir tahun 1949, maka pembagian daerah administrasi pemerintah mengalami perubahan kembali. Pada tahun 1960 terbentuklah daerah Tapanuli Selatan yang merupakan penyatuan dari tiga kecamatan yaitu Angkola Sipirok, Padang Lawas dan Mandailing Natal.

Ketiga kecamatan ini ditentukan menjadi wilayah dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Yang di mana pada saat itu Padangsidimpuan dijadikan sebagai ibukota dari Kabupaten Tapanuli Selatan.

Pada periode Bupati Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 1965 terjadi penmabahan 6 kecamatan sehingga menjadi 1 kecamatan . Penambahan tersebut antara lain :

(14)

1. Kecamatan Batang Angkola berasal dari sebagian Kecamatan Padangsidimpuan dengan ibukotanya Pintu Padang.

2. Kecamatan Siabu berasal dari sebagian Kecamatan Panyabungan dengan ibukotanya Siabu.

3. Kecamatan Saipar Dolok Hole berasal dari Kecamatan Barumun dengan ibukotanya Sipagimbar.

4. Kecamatan Sosa berasal dari sebagian Kecamatan Barumun dengan ibukotanya Pasar Ujung Batu.

5. Kecamatan Sosopan berasal dari sebagian Kecamatan Barumun dan sebgaian Kecamatan Padangsidimpuan dengan ibukotanya Sosopan . 6. Kecamatan Barumun Tengah berasal dari sebagian Kecamatan Padang

Bolak dengan ibukotanya Binanga.

Sejak tanggal 30 November 1982, Wilayah Padangsidimpuan dimekarkan menjadi Padangsidimpuan Timur, Padangsidimpuan Barat, Padangsidimpuan Utara dan Padangsidimpuan Selatan. Selanjutnya berdasarkan PP Nomor 32 Tahun 1982 Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Padangsidimpuan Selatan dibentuk menjadi kota administrasi dari Padangsidimpuan.

Pada tahun 1992 Kecamatan Padangsidimpuan Barat dimekarkan sebagian, wilayahnya menjadi Kecamatan Siais dengan ibukotanya Simarpinggan.

Selanjutnya dengan keluarnya Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 1996 tanggal 3 Januari 1996 dibentuklah Kecamatan Haholongan dengan Ibukotanya Hutaimbaru, yang merupakan Kecamatam Padang Bolak.

(15)

Wilayah Kabupaten Dati II Kabupaten Tapanuli Selatan pada saat itu hampir seperempat luas wilayah Provinsi Sumatera Utara, maka atas dasar pertimbangan itu dengan tujuan percepatan, maka atas dasar pertimbangan itu dengan tujuan percepatan pembangunan di wilayah Tapanuli Selatan, dikeluarkan Undang- undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Mandailing Natal dengan ibukotanya Panyabungan dengan jumlah wilayah administrasi 8 kecamatan dan Kabupaten Tapanuli Selatan di Padangisidimpuan dengan jumlah daerah administrasi 16 kecamatan.

Selanjutnya pada tahun 1999 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999, tanggal 26 Mei Tahun 1999 terjadi pemekaran kecamatan di Tapanuli Selatan antara lain :

1. Kecamatan Sosopan dimekarkan menjadi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Sosopan dengan ibukotanya Sosopan dan Kecamatan Batang Onang dengan ibukotanya Pasar Matanggor.

2. Kecamatan Padang Bolak dimekarkan menjadi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Padang Bolak dengan ibukotanya Gunung Tua dan Padang Bolak Julu dengan ibukotanya Batugana.

3. Kecamatan Sipirok dimekarkan menjadi 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Sipurok dengan ibukotanya Sipirok dan Kecamatan Arse dengan ibukotanya Arse.

4. Kecamatan Dolok dimekarkan menjadi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Dolok dengan ibukotanya Sipiongot dan Kecamatan Sigompulon dengan ibukotanya Pasar Simundol.

(16)

Diberlakukannya otonomi daerah melalui Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah menjadi simbol dan beralihnya sistem pemerintahan di Indonesia dari Sentralistik, dimana kebijakan pembangunan selalu bertumpu hanya pada daerah jawa saja.

Lahirnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 ini juga menjadi awal dari maraknya pemekaran daerah yang terjadi di Indonesia. Sebab didalam pasal 6 ayat 4 Undang-undang ini disebutkan bahwa, “daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah”. Terhitung paska undang-undang ini diterbitkan 205 daerah otonomi baru di Indonesia telah terbentuk terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten dan 34 kota telah dimekarkan. Sehingga sampai pada tahun 2014 jumlah daerah otonom di Indonesia menjadi 524, yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota.

Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu daerah yang marak mengalami pemecahan wilayah. Daerah tingkat dua terluas di Provinsi Sumatera ini telah empat kali mengalami pemekaran. Diawali dengan terbitnya Undang- undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal, kemudian pembentukan Kota Padangisidimpuan melalui Undang-undang Republik No. 4 Tahun 2001 dan yang terbaru dengan Undang-undang No.37 tahun 2007 dan Undang-undang No. 38 tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara.

Maraknya pemekaran yang dialami Kabupaten Tapanuli Selatan mengakibatkan kabupaten ini harus mengalami pemindahan ibukota. Sebelumnya yang menjadi ibukota dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Padangsidimpuan,

(17)

namun Padangsidimpuan kemudian menjadi salah satu daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Sehingga secara tidak langsung Padangsidimpuan sudah tidak lagi merupakan bagian dari daerah Kabupaten Tapanuli Selatan atau dengan kata lain sudah tidak berstatus sebagai ibukota dari Kabupaten Tapanuli Selatan.

Pemindahan ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan ditetapkan melalui Undang- undang No. 38 tahun 2007 tentang Pembentukan Padang Lawas pasal 21 ayat 1 dinyatakan bahwa “ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan yang merupakan kabupaten induk berkedudukan di Sipiro” dan ayat 2 “paling lama 18 bulan sejak Undang-undang ini dikeluarkan, secara definitif pusat kegiatan penyelenggaraan pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan telah berada di Sipirok.

Pemindahan ibukota ini ternyata menimbulkan pro dan konta dikalangan elit dan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan. Disebabkan sampai pada tahun 2010 ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan belum juga dipindahkan ke Sipirok.

Bahkan dalam salah satu pidatonya Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan yang menjabat pada saat itu yaitu Bapak Ongku Parmonangan Hasibuan menyatakan bahwa Kecamatan Sipirok tepatnya Desa Tolang tidak layak menjadi ibukota karena Desa Tolang Kecamatan Sipirok daerah yang rawan gempa dahsyat dalam kurun waktu sekali dalam 30 tahun karena berada tepat di atas patahan Semangko dan ditinjau dari Ilmu Planologi tidak memungkinkan karena daeranya berbukit, kemudian juga secara hidrologi juga tidak memungkinkan untuk perkantoran 275 Ha.

(18)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah disebutkan dalam pasal ayat 12 dan ayat 3 bahwa, “penetapan lokasi ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah adanya kajian daerah terhadap aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi, letak, geografis, kependudukan, sosial, ekonomi, sosial, politik, dan budaya”. Artinya penetapan suatu daerah ibukota itu bukan merupakan persoalan politis semata, akan tetapi penetapan ibukota kabupaten harus subjekktif dan perlu dilakukan pengkajian tentang potensi-potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut.

Dari latar belakang yang saya paparkan diatas saya tertarik untuk mengambil judul Kabupaten Tapanuli Selatan (1998-2014) Terdapat dua hal yang menarik tentang Sejarah Kabupaten Tapanuli ini. Pertama, Tapanuli Selatan merupakan salah satu kabupaten yang pertama kali di Provinsi Sumatera Utara yang memekarkan salah satu kecamatannya menjadi sebuah kabupaten yaitu Kecamatan Mandailing Natal mengalami Pemekaran menjadi Kabupaten Mandailing Natal yang ibukotanya di Panyabungan dan juga Kabupaten Toba Samosir (hasil pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara) yang masing-masing memekarkan kecamatannya menjadi sebuah kabupaten pada tanggal 23 November 1998.

Kedua, terjadinya ibukota rangkap antara ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan dengan ibukotanya Padangsidimpuan dari tahun 2001-2014 atau selama 14 tahun yang terletak di Kota Padangsidimpuan tetap menjadi ibukota Tapanuli Selatan sejak setelah Pemekaran Kota Padangsidimpuan dari tahun 2001-2007,

(19)

kemudian walaupun Sipirok telah ditentukan menjadi ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan dalam Undang-undang ternyata hal tersebut baru terealisasi pada tahun 2014. Maka selama 14 tahun Padangsidimpuan menjadi ibukota rangkap antara Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Kota Padangsidimpuan.

Alasan penulis melakukan Penelitian ini dimulai dari tahun 1998 karena pada tahun 1998 keluar Undang-undang Republik Indonesia No. 12 tahun 1998 tentang pengesahan pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi dua kabupaten yaitu Kabupatena Mandailing Natal dengan ibukotanya Panyabungan dengan jumlah daerah administrasi 8 kecamatan.

Batasan akhir Tahun 2014 karena pada tahun 2014 ibukota Kabuaten Tapanuli Selatan baru secara resmi dipindahkan ke Desa Tolang, Kecamatan Sipirok.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka penelitian ino akan mencoba menjelaskan tentang Sejarah Kabupaten Tapanuli Selatan (1998-2014). Penjabaran yang akan dikaji dalam penelitian ini akan diajukan melalui pertanyaan-pertanyaan utama yaitu :

1. Bagaimana kondisi Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum tahun 1998 ? 2. Bagaimana kondisi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 1998-2014 ? 3. Apa saja perubahan yang terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan pada

tahun 2008-2014 ?

(20)

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yakni sebagai berikut :

1. Menjelaskan kondisi Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum tahun 1998.

2. Menjelaskan kondisi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 1998-2014 3. Menjelaskan perubahan yang terjadi di Kabupate Tapanuli Selatan pada

tahun 2008-2014.

Adapaun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam bidang Ilmu Sejarah untuk menambah referensi dan khasanah kajian tentang sejarah perkotaan khususnya di Kabupaten Tapanuli Selatan pada masa reformas.

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum dan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan pada masa lampau khususnya di masa reformasi.

3. Aspek praktis yang bisa diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat menjadi bahan acuan bagi Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dalam mengambil keputusan maupun kebijakan untuk mengembangkan Kabupaten Tapanuli Selatan.

(21)

1.4 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka yang mengacu pada kepustkaan (dapat berbentuk buku, artikel, hasil penelitian berupa skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian) yang diacu dan digunakan dalam menjelaska serta memframing masalah penelitian yang diaajukan dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan pastinya tidak terlepas dari tinjauan pustaka yang menjadi informasi dalam menentukan sumber-sumber dan data yang relevan atas penelitian yang dilakuakn. Sumber-sumber ini dapat berupa jurnal, buku-buku, ataupun dokumen-dokumen yang terkait.

Berikut tulisan-tulisan yan penulis gunakan sebagai kajian pustaka beberapa diantaranya adalah buku karya Fikarwin Zuska dkk (cetakan pertama 2012) yang berjudul “Aspek Pemekaran Daerah di Sumatera Utara”, membahas tentang adanya budaya politik yang bekerja pada saat pemekaran kabupaten- kabupaten di Sumatera Utara. Misalnya saja proses pemekarana atau pembentukan Kabupaten Batubara. Ketidakadilan yang dirasakan oleh satu kelompok primordial tertentu, seperti adanya pembatasan atau keterbatasan akses terhadap sumber daya ekonomi, itu memicu dilancarkannya kampanye pemekaran. Orang Batubara merasakan ini sejak lama, yaitu semenjak dipersatukan dalam satu kabupaten dengan Asahan. Sejak itu orang Batubara mearase selalu tersisihkan, hampir dalam segala lapangan kehidupan bersama, hanya lantaran kendali pemerintahan lebih banyak dipegang oleh Orang Asahan.

Program-program pembangunan, serta bantuan-bantuan lain dari negara kepada masyarakat, itu lebih banyak disalurkan kepada masyarakat atau orang yang

(22)

berdomisili di wilayah Asahan. Buku ini membantu penulis menganalisis bagaimana faktor kabupaten yang baru di Sumatera Utara.

Aprita Natalia Situmorang dalam skripsi “Dinamika Kepemimpinan Tradisional di Tapanuli Selatan 1930-1946)”, (2009) dalam skripsi ini menjelaskan bahwa Tapanuli Selatan pada tahun 1930-1946 bentuk dan fungsi pemimpin tradisional bagi masyarakat di Tapanuli Selatan. Umumnya pemimpin tradisional di Tapanuli Selatan memperoleh jabatan ini berdasarkan ascribed status artinya kedudukan yang diperoleh dengan sendirinya, oleh karena faktor usia, jenis kelamin, asal-usul dan lain sebagainya. Hasil penelitian ini membantu penulis dalam menjabarkan sejarah Tapanuli Selatan sebelum menjadi salah satu kabupaten di Sumatera Utara.

Alinapia dalam jurnal “Kedudukan Hukum Ibukota Kabupaten setelah Dimekarkan Menjadi Pemerintahan Kota”. Dalam artikel ini menjelaskan bahwa kedudukan Ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan setelah terjadinya pemekaran menjadi Pemerintahan Kota adalah tetap menjadi ibukotan kedua dari Pemerintahan antara Kabupaten Tapanuli Selatan dan Pemerintahan Kota Padangsidimpuan dari tahun 2001 sampai tahun 2014. Sekalipun setelah lahirnya Undang-undang No.38 tahun 2007 tentang pembentukan Pemerintahan antara Kabupaten Padang Lawas Utara dan Padang Lawas, ada ketentuan bahwa Sipirok menjadi Ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan, akan tetapi baru bisa dipindahkan pada tahun 2014. Pengaruh ibukota rangkap antara Kabupaten Induk dan Pemerintahan Kota Padangsidimuan pada umumnya dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan roda pemerintahan di antara kedua pemerintahan. Hasil

(23)

penelitian ini dapat membantu penulis dalam menjelaskan kedudukan hukum Ibukota Induk setelah terjadinya pemekaran Kota Padangsidimpuan dan hukum ibukota rangkap antara rangkap antara dua daerah otonom.

Syukri Mujahid dan Darwin P. Lubis dalam Jurnal “Artikel Potensi Kecamata Sipirok sebagai ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan” Artikel ini dapat membantu penulis dalam menjelaskan tentang kondisi potensi nonfisik di Kecamatan Sipirok dan untuk menjelaskan kesesuaian atau kelayakan Kecamatan Sipirk menjadi ibukota dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Populasi dalam artikel ini adalah potensi-potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Sipirok, mencakup potensi fisik dan potensi nonfisik.

Wida Safitri dalam Jurnal “Pengaruh Pemekaran Wilayah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi Kasus Tujuh Provinsi Hasil Pemekaran Wilayah di Indonesia (1992-2012).” Artikel ini menjelaskan tentanh dampak pemekaran wilayah terhadap perekonomian di tujuh provinsi yaitu Maluku Utara, Papua Barat, Banten, Bangka Belitung, Gorontalo, Kepaulauan Riau, dan Sulawesi Barat. Artikel ini dapat membantu penulis dalam menjelaskan dampak dari pemekaran suatu provinsi di Indonesia.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian sejarah adalah penelitian yang mempelajari kejadian-kejadian atau peistiwa-peristiwa pada masa lampau manusia. Penelitian sejarah mempunyai lima tahap yaitu pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan penulian.

(24)

Penulis menggunakan metode sejarah untuk mengkaji dan mengolah data dari berbagai sumber. Dari penulisan sejarah ini melakukan empat tahap yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

Heuristik menjadi langkah pertama yang penulis lakukan. Pencairan seumber melalui studi pustaka dan studi lapangan yang berhubungan dengan topik penelitian Kabupaten Tapanuli Selatan (1998-2014) baik dalam bentuk buku, jurnal, dan penelitian yang berkaitan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.

Untuk itu penulis mengunjungi Kantor Sekretariat Kabupaten Tapanuli Selatan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Tapanuli Selatan, Dinas BAPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten Tapanuli Selatan, dan melakukan observasi dengan para pegawai. Setelah menndapatkan sumber- sumber yang diinginkan, tahap selanjutnya yaitu kritik sumber.

Kritik Sumber merupakan tahap verifikasi sumber-sumber yang penulis temukan. Maka dari itu diperlukan kritik baik ekstern dan intern. Kritik ekstern Yaitu kritik keaslian sumber apakah sumber dapat digunakan penulis untuk penulisan mengenai topik penelitian. Kritik intern yaitu kritik penulis setelah dilakukan keautentikan sumber data seperti buku, arsip dan hasil wawancara dengan para tokoh-tokoh masyarakat setempat dan para pegawai Kantor Dinas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pegawai Kantor Kesektariatan, Pegawai Dinas Perpustakaan dan Kearsipan mengenai kondisi Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum dan sesudah tahun 1998-2014. Dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu interpretasi.

(25)

Interpretasi merupakan tahap penulis melakukan penafsiran sumber- sumber yang sebelumnya sudah dikritik lalu diuraikan kembali sumber data mana yang memungkinkan untuk dijadikan sumber pasti dalam penelitian. Lalu penulis akan menyatukan data-data yang relevan dan ditemukan apa kesimpulan bagaimana kondisi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 1998-2014.

Historiografi menjadi menjadi tahap keempat atau terakhir dari metode penelitian sejarah ini.Tahap ini merupakan proses penulis menulis hasil interpetasi data-data menjadi sebuha telisan yang berurut mengenai penggambaran mengenai perkembangan sejarah Kabupaten Tapanuli Selatan seperti apa dan sesuai dengan outline yang sudah disusun sebelumnya.

(26)

BAB II

KONDISI KABUPATEN TAPANULI SELATAN SEBELUM TAHUN 1998

Bab ini berisi tentang wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan yang mencakup topografi dan demografi Kabupaten Tapanuli Selatan. Masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan yang terdiri dari berbagai etnis membuat masing- masing memiliki sejarah dan mata pencaharian yang berbeda. Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan kabupaten bekas kerajaan lokal yaitu Harajaon Natolu (Kerajaan yang Tiga). Masing-masing harajaon tersebut berpusat di Para Sorat, Baringin dan Sipirok. Ketiganya merupakan huta tempat bersemayamnya Raja yang berkedudukan sebagai pemimpin tertinggi dalam setiap harajaon. Oleh karena itu maka masing-masing kerajaan lokal tersebut dinamakan Harajaon Parau Sorat, Harajaon Baringin dan Harajaon Sipirok. Ketiganya menjalankan kekuasannya masing-masing menurut adat Sipirok.

2.1 Geografis

Tapanuli Selatan secara umum untuk daerah-daerah yang berada dipedalaman Pulau Sumatera bagian Utara berikut pantai pesisirnya, Timur maupun Barat. Tapanuli Selatan terletak diantara 0°10´sampai dengan 1°50´

Lintang Utara dan 98°50´ sampai dengan 100°10´Bujur Timur, dengan ketinggian 0-1915 m di atas permukaan laut dengan luas lebih kurang 12.275,80 km². Posisi geografis membujur dari tenggara ke Barat Laut secara teratur, sehingga menciptakan beberapa teluk besar dan kecil di pesisir pantai yang dapat dijadikan

(27)

sebagai bandar dan pelabuhan. Selama era kekuasaan Negara Orde Baru, Kabupaten Tapanuli Selatan tidak yang secara geografis memiliki wilayah paling luas di Provinsi Sumatera Utara, terkesan gemuk sangat gemuk sehingga nyaris tidak biasa bergerak.

Topografi daerah pedalaman Tapanuli Selatan berupa bentangan lahan berbukit-bukit, berlembah, diselang-selingi daratan yang tidak begitu luas.

Sebagaian besar daerah Tapanuli Selatan ditutupi hujan tropis yang lebat.

Misalnya gugusan pegunungan dari Kawasan Teluk Sibolga, Lubuk Raya di Angkola, dan terus ke pedalaman ke daerah Ganting dan kemudian membelok ke Selatan hingga daerah Rao.

Dari gugusan pegunungan yang ada di Tapanuli Selatan ada beberapa nama gunung dan bukit dengan daerah asalnya di antaranya, Sorik Marapi (2.145 meter), Si Tampa di Mandailing Godang, Kulabu (2.172 meter) dan Tanjung Agam di Pakantan, Lubuk Raya (1990 meter), Dolok Sigupang, Tengabegu dan Sibual-buallo (1.819 meter), di Angkola Jae, Taro na Pijar di Batang Toru, Nagalang Gulang, Simpang Maropat, Sikara Kara di Natal, Simare-mare dan Siatap di Sibolga, Parambunan dan Toman Rajang di Sirudur, Sitio-tio dan Patua Nalungun di Kalangan. Sebagian besar gunung di Mandailing dan Angkola ketinggian 2.500 sampai 3.0000 kaki di atas permukaan air laut.

Selain bergunung dan berbukit-bukit, bentang alam Tapanuli Selatan juga mmeiliki danau seperti danau Gosong Telaga di daerah Singkel, Danau Siais di Angkola, Danau Marsabut, di Sipirok, Danau Siabu di Mandailing, dan Danau Pandan di Pinangsori. Sebagian besar wilayah Tapanuli Selatan juga masih

(28)

ditutupi hujan tropis yang lebat dengan pohon-pohon besar yang belum memiliki nama tertentu, dan pemberian nama pun biasanya sesuai nama kampung yang ada di sekitarnya, seperti Hutan Siabu, Hutan Sayurmatinggi, Hutan Sibual-buali, Hutan Aek Bariba, Hutan Simapil-apil, Hutan Batang Toru, dan Hutan Lubuk Raya.

Di sepanjang kawasan pesisir pantai Tapanuli Selatan juga terdapat muara sungai, teluk dan tanjung. Di beberapa muara sungai tumbuh pemumikan penduduk yang sebagian diantaranya pernah menjadi pusat kegiatan ekonomi dan politik yang relatif penting untuk kawasan Tapanuli Selatan. Beberapa ini sungai yang mempunyai peran ekonomis yang realif penting di Tapanuli Selatan adalah Sungai Singkel, Batang Gadis, Sungai Singkuang, dan Batang Natal, Batang Lingga Natal, Batang Linggabayu, Batang Pane, Batang Barumun, Batang Sirumambe, Sirudut, Sibuluan, dan Kalangan.

Di Angkola terdapat delapan sungai besar yang mengalir melewati desa- desa penduduk, sehingga sungai-sungai tersebut memiliki arti sangat penting.

Adapun kedelapan sungai besar di Angkola seperti berhulu di Gunung Lubuk Raya di Angkola Julu dan membentang dari arah Barat Laut ke arah Tenggara yang melewati Desa Hutaimbaru, Kampung Huta Baru dan Surumatinggi.

Kemudian Batang Aangkola bergabung dengan Batang Gadis atau disebut juga Batang Singkuang. Sepanjang aliran Batang Angkola hulu hanya bisa dilayari sampan kecil dari Padangsidimpuan ke Surumatinggi. Selain itu, Batang Salai berhulu di Gunung Tindoah, Angkola Julu, Kampung Baru dan mengalir ke arah

(29)

Tenggara melalui Kuria Kampung Baru dan bergabung dengan Batang Gadis di daerah Natal.

Ada juga Aek Sangkunur yang berhulu di Gunung Pakoetantoeas di Hutaimbaru dan mengalir ke arah Barat melewati Desa Kampung Baru dan bergabung Batang Danau Siais. Aliran sungai ini tergolong tenang dan dalam, sehingga dapat dilayari perahu bermuatan 30 pikul. Kemudian Batang Toru yang behulu di Sitopan, Toba, dan mengalir dari arah Barat Laut ke arah Tenggara Gunung Lubuk Raya, dan kemudian terus mengalir ke arah Barat melewati Kampung Silingoan, Sigompulan, Latuna dekat Batang Toru, dan terus ke Pisang Aek Malombu, Aek Janji Maria, dan bermuara di laut daerah Jamburan. Sungai ini dapat dari muara laut hingga Pisang. Sungai ini dapat dilayari dari muara laut hingga ke Pisang. Di Sipirok, ada Batang Miha, sungai berhulu di Gunung Sibual- buali, mengalir dari Arah Timur ke arah Barat melintasi Desa Sipirok terus ke Batang Pane di Lembah Padang Lawas.

Lalu Batang Janji Maria berhulu di pegunungan Na Golang-Golang di Said Nihuta dan mengalir ke arah Barat Daya melalui sebagian Lumut. Sungai ini dapat dilayari denga perahu kecil dari Air Kah dekat Tapalam, namun banyak perahu yang mengalami kerusakan berat akibat sulitnya jalur air ini. Aek Lumut berhulu di pegunungan dekat Kampung Simanasser yang mengalir dari utara ke barat Lumut dan terus ke arah tenggara dan kemudian ke arah barat laut melewati Partubuan dan bergabung dengan Sungai Pinangsori sebelum bermuara di luat daerah Djaga-jaga. Sungai ini dapat dilayari dari Partubuan ke Djaga-jaga dengan muatan empat sampai lima koyan, sedangkan di daerah hulunya dari Partubuan ke

(30)

Lumut hanya bisa dilayari perahu-perahu kecil bermuatan setenga koyan.

Sementara Sungai Pinangsori berhulu di Pegunungan Na Golang-Golang mengalir dari timur ke barat dan bergabung dengan Aek Lumut sebelum bermuara di Laut Djaga-jaga. Sungai ini dapat dilayari bermuatan lima sampai enak koyan.

Di luar sungai itu, masih banyak lagi aliran anak sungai wilayah Angkola seperti Batang Ayumi, Batang Kamberi, Batang Mandurana, Aek Sibantai, Aek Ringkareh, Aek Sarupuk, Aek Pogas, Aek Sobatang, Aek Mossa, Aek Simanorak, Aek Sisumbai, Aek Sisiombuk, Aek Niram, Aek Sagala, Aek Godang, Aek Sungidoras dan Aek Pogo.

Di wilayah Mandailing juga terdapat banyak aliran sungai seperti Batang Gadis, Batang Sibodak, Batang Pungkuk, Aek Pakantan Aek Sawani, Aek Si- angi, Aek Talao, Aek Botung, Aek Silanting, Aek Si Ombuk, Aek Singingu, Aek Siapi-api, Aek Mais, Aek Tambangan, Aek Matta, Aek Papoan, Aek Glaga, Aek Bargot, Aek Sarien, Aek Guo, Aek Sama, Aek Plampungan, Aek Nangali, Air Antunu, Air Bonko, Sungai Dras, Sungai Kakoh, Muara Tapus, Rantau Pauran, dan Perlang tengah.

Dari semua sungai yang ada di Mandailing, Batang Gadis atau Batang Singkuang merupakan sungai paling besar, karena hampir semua sungai yang ada di daerah Mandailing bergabung dengan Batang Gadis sebelum akhirnya bermuara ke Laut daerah Singkuang. Batang Gadis memiliki lebar sekitar 50 km di daerah muaranya. Sungai ini dapat dilayari dengan perahu-perahu ukuran kecil dengan muatan lebih kurang 1,5 ton hingga ke hulu selama dua sampai tiga hari.

Bagi masyarakat Batang Gadis merupakan jalur utama untuk transportasi air

(31)

karena menghubungkan beberapa daerah di Mandailing dan Angkola dan daerah- daerah sepanjang alirannya, sehingga memperlancar kegiatan perdagangan dan aktivitas sehari-hari masyarakat yang tinggal di daerah hulu (pedalaman) dan daerah hilir (muara sungai dan muara pantai).

Di wilayah Natal juga terdapat beberapa aliran sungai yang berperan penting bagi aktivitas ekonomi masyarakat setempat, seperti Sungai Batahan yang berhulu di Gunung Ulu Pungkuk, Mandailing Julu dan dapat dilayari seajuh delapan sampai sepeuluj paal ke hulunya. Sungai Natal berhulu di Sanah doreh di kakai bukit dan dapat dilayari oleh perahu-perahu besar bermuatan 50-60 pikul kopi di wilayah Natal, dan jika hendak lebih jauh ke daerah hulunya dapat menggunakan sampan-sampan kecil, Sungai Tabuyung berhulu di Bukit Sidoar- doar, dan Batanga Gadis yang berhulu di Gunung Kulabu, Rao, Sungai Tabuyung, dan Batang Gadis yang berhulu di Gunung Kulabu. Sungai Tabuyung dan Batang Gadis dapat dilayari perahu-perahu besar sejauh 15 paal ke daerah hulunya. Selain sungai-sungai tersebut, masih ada sungai-sungai lain yang mengalir di wilayah ini seperti Kangkang, Sinunukan, dan Batu Mundam.

Dari semua sungai di Tapanuli Selatan sungai-sungai yang berada di wilayah Lumut dan Natal dianggap paling cocok dan aman untuk dilayari. Aliran sungai tersebut biasanya dimanfaatkan penduduk daerah hulu dan hilir sebagai jalur transportasi pengangkatan barang-barang kebutuhan sehari-hari dan barang ekspor dari daerah pedalaman seperti hasil hutan dan hasil pertanian penduduk seperti lada dan kopi.

(32)

Di Tapanuli Selatan, konsentrasi permukiman umumnya di daerah pedalaman. Hal ini disebabkan karena daerah pedalaman kaya akan hasil hutan dan juga merupakan kawasan yang subur dan cocok untuk ditanami dengan beraneka ragam tanaman perdagangan. Tingkat kesuburan tanah yang tinggi ini berada di sekitar gunung berapi, di mana kesuburan diperolehnya dari abu yang disemburkan oleh gunung berapi ketika meletus.

Pada umumnya permukiman awal penduduk Tapanuli Selatan terbentuk di dataran antara bukit-bukit dan di sekitar aliran. Pola permukiman ini dibangun menghadap langsung ke arah sungai dan jika pun tidak langsung ke arah sungai, permukiman tersebut dibangun di kawasan yang memiliki akses ke sungai. Pola seperti ini merupakan awal permukiman tertua di Sumatera, yang mana sungai merupakan denyut nadi dalam sejarah pertumbuhan berbagai bentuk permukiman di sepanjang alirannya hingga ke muara di pesisir pantai.

Di daearh Angkola tumbuh beberapa permukiman di sepanjang aliran Batang Angkola seperti Hutaimbaru, Kampung Huta Baru, dan Suruamatinggi.

Kemudian aliran Batang Angkola bergabung dengan Batang Gadis di daerah Mandailing. Di sepanjang aliran Batang Gadis tumbuh pula beberapa permukiman seperti Pakantan, Panyabungan, Siabu, dan bermuara di Singkuang, sehingga aliran Sungai Batang Gadis ini dikenal juga dengan Batang Singkuang di daerah muaranya.

Umumnya, sungai yang mengalir bermuara di pesisir pantai Tapanuli, maka permukiman yang tumbuh di kawasan itu juga dapat dikatakan kecil. Kalau ada permukiman yang berkembang menjadi besar, maka umumnya berada di

(33)

muara sungai yang relatif besar pula. Biasanya sungai tersebut adalah sungai yang dapat dilayari hingga jarak yang jauh ke pedalaman.

Sebagai contoh permukiman yang termasuk dalam kelompok ini adalah Singkel. Permukiman yang tumbuh berkembang ini adalah Singkel. Permukiman yang tumbuh berkembang menjadi besar di wilayah Tapanuli Selatan lainnya adalah Barus, Sibolga, dan Natal. Namun permukiman tersebut tidak seperti Singkel yang memiliki muara sungai yang lebar, namun lebih karena di tiga daerah permukiman ini mempunyai teluk, sehingga kapal dan perahu yang berlabuh di muara sungai relatif aman dari terpaan gelombang Samudera Hindia.

2.2 Demografis

2.2 Ekonomi

Di masa Orde Baru, dinamika perekonomian masyrakat Kabupaten Tapanuli Selatan mulai menggeliat. Namun penguasaan masyarakat atas aset-aset yang yang ada, termasuk sumber-sumber daya alam, berkurang. Kepentingan nasionalisme dalam semangat ideologi Pancasila menuntut rakyat agar tunduk pada pemerintahan pusat.

Masyarakat Sipirok pada umumnya baik yang menetap di kawasan Sipirok maupun di Kecamatan Saipar Dolok Hole hidup dari sektor pertanian. Dengan kata lain bertani merupakan mata pencaharian utama bagi mereka. Tapi selain itu ada juga sebagian kecil dari penduduk Sipirok yang bekerja sebagai pedagang, pengusaha kerajianan tangan, pegawai negeri, guru, dan sebagainya. Mereka berusaha di bidang pertanian sebagai sumber penghasilan tambahan.

(34)

a. Bertani

Sektor pertanian semakin berkembang dimana Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi salah satu daerah sentral besar untuk Provinsi Sumatera Utara.

Tapai pada sektor industri, Kabupaten Tapanuli Selatan tertinggal. Kehadiran sejumlah investor di tengah-tengah masyarakat, yang salah satunya bergerak di bidang agribisnis berupa budidaya karet, tidak memberi kontribusi yang berarti terhadap pendapatan daerah. Kebijakan Pemerintah Orde Baru mengemaskan para investor dengan memberi mereka kemudahan serta lahan, membuat penguasaan rakyat atas aset-aset menjadi berkurang. Tanah-tanah ulayat dan hutan dibabat.

Dominasi pemerintahan sangat besar, akhirnya membuat kehadiran inveetoe tidak memberi dampak positif apa pun terhadap Tapanuli Selatan. Keadaan alam Sipirok yang indah berbukit-bukit, dikelilingi hutan sekunder dan lembah-lembah yang landai dan curam, tampaknya ikut membentuk pola pertanian yang berkembang sejak lama di Sipirok. Di lembah-lembah dan bukit, yaitu sebaghagian dari pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari arah utara ke selatan, terdampar areal persawahan penduduk. Lokasi persawahan bagian atas perbukitan yang tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai areal persawahan mereka tanami dengan berbagai jenis tanaman keras.

Alam Kecamatan Sipirok sedikit berbeda degan Kecamatan Saipar Dolok Hole, dan perbedaan ini sedikit banyak juga ikut memberi pengaruh variasi pola pertanian penduduknya. Di Kecamatan Sipirok terdapat areal persawahan seluas 3. 580 hektar, sementara di Kecamatan Saipar Dolok Hole hanya sekitar 1.600 hektar. Di kedua tempat ini tekhnik pengairan masih tergolong sederhana, belum

(35)

ada irigasi tekhnis, bahkan di daerah Saipar Dolok Hole masih banyak ditemui arela perladangan dengan dengan tanaman utama padi. Pengembangan areal perswahan di daerah Saipar Dolok Hole kurang mencapai kemajuan antara kain karena kesulitan pengairan dan kualitas lahan yan ada. Hampir di sepanjang jalan utama dari arah Sipangambat ke Sipagimbar kita lebih banyak menyaksikan tumbuhan ilalang yang menutupi bukit-bukit yang hampir tandus, yang belum dapa dikelola menjadi areal persawahan. Keadaan itu kiranya mendorong penduduk kawasan Saipar Dolok Hole lebih mengkonsentrasikan aktivitas pertaniannya untuk menanam tanaman keras, seperti kopi, kayu manis, karet, dll.

Selain itu mereka juga giat menanami lahannya dengan palawija.

Daerah perbukitan dimanfaatkan oleh penduduk untuk menanam tanaman keras misalnya, karet, kopi, kayu manis, karet, dll. Hasil tanaman seperti ini menjadi sumber uang tunai karena pendudunya bisa lekas dijual. Selain itu produksi gula aren merupakan sumber uang tunai yang juga banyak diusahakan penduduk Sipirok. Lingkungan alam daerah Sipirok yang kaya dengan pohon aren yang tumbuh secara alamiah menjadikan daerah ini sebagai salah satu sentarl produksi gula aren di Tapanuli Selatan yang tinggi kualitasnya.

Produksi tahun karet terakhir ini para perantau Sipirok dan Saipar Dolok Hole penduduk di Kawasan itu biasanya mengumpulkan hasil karet sekali dalam minggu menjelang hari pekan. Sedangkan hasil dari kebun kopi sangat tergantung kepada keadaan musim. Selain hasil tanaman karet dan kopi para petani juga mengandalkan penghasilan rutinnya dari usaha penanaman sayur-mayur. Hasil- hasil pertanian tersebut dijual oleh petani di pasar, baik di pasar Sipirok,

(36)

Sipangambat, Sipagimbar dan juga pasar-pasar lainnya yang terdapat di daerah tersebut.

Beberapa tahan terakhir ini para perantau Sipirok dan Saipar Dolok Hole menaruh perhatian yang besar untuk mengembangkan potensi alam yang ada untuk peningkatan kemampuan dan akses masyarakat Sipirok dalam meningkatkan kesejahteraannya melalui perbaikan kualitas sumber mata pencaharian mereka. Salah satu usaha yang mereka lakukan adalah mendirikan bank perkreditan yang berperan membantu petani di bidang permodalan. Terkait dengan usaha pendirian bank tersebut mereka juga menghimpun modal dan sumber daya lainnya untuk mengembangkan budi daya tembakau. Pada masa lampau daerah Sipirok terkenal sebagai daerah produsen tembakau berkualitas baik. Melalui berbagai upaya dan didorong oleh para perantau tersebut dimungkinkan semakin terbukanya peluang bagi petani untuk meningkatkan kualitas usahanya di sektor pertanian tanaman industri.

Selain itu juga upaya pengembangan potensi daerah Sipirok sebagai sumber pemasok bibit tanaman hortikultura yang kegiatannya dipusatkan di Arse.

Usaha-usaha tesebut merupakan wujud kepedulian nyata dalam angka meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat Sipirok di kampung halaman melalui perbaikan kualitas mata pencaharian. Soal apakah usaha-usaha yan telah dilakukan itu telah memberikan hasil positif atau tidak kepada warga masyarakat yang menjadi sasaran program, kiranya masih memerlukan suatu penelitian tersendiri.

b. Usaha Kerajinan Tenun Kain

(37)

Suatu hal yang khas di daerah Sipirok dan tidak ditemukan di daerah lain di Tapanuli Selatan adalah keberadaan usaha pertenunan kain yang sudah menjadi tradisi sejak lama. Kegiatan bertenun kain (martonun) sudah dikenal masyarakat Sipirok sejak awal abad ke-20, bahkan mungkin jauh sebelumnya. Tifak diperolej keterangan yang pasti sejak kapan sesungguhnya kegiatan bertenun tersebut n berkembang di Sipirok. Tapi yang jelas keberadaan usaha pertenunan tersebut yang memproduksi kain adat abit godang dan paroma sadun sejak alma telah menjadi pemasuk utama untuk memenuhi keperluan masyarakat Angkola Mandailing kan kedua jenis kain adat tersebut dalam berbagai kegiatan upacara adat yang membutuhkan kehadirannya, misalnya pada upacara adat yang membutuhkan kehadirannya, misalnya pada upacara perkawinan, kematian, upacara danak tubu, manjagit parompa dan lain sebagainya.

Pada awalnya perkembangannya usaha pertenunan ini merupakan kegiatan sampingan yang dilakukan para ibu rumah tangga dan anak gadis untuk pengadaan bahan sandang atau atribut upacara adat. Dalam cerita-cerita lisan semisal turi-turian, sering digambarkan bahwa kepadaian bertenun merupakam salah satu hal yang dituntut dari seorang gadis. Dalam sebuah kerajaan biasanya terdapat sebuah bangunan khusus yang disebut sopo partonunan atau balai pertenuna tempat di mana para gadis belajar bertenun.

Sejak tahun 1960-an seorang ibu rumah tangga di Dasa Hutasuhut yang kini lebih dikenal dengan nama Ompu Rivai telah mengembangkan kegiatan pertenunan sebagai sebuah usaha ekonomi. Kegiatan pertenunan sudah mampu menyerap sejumlah tenaga kerja wanita di daerah Sipirok, sebagian di antara

(38)

mereka menjadikan pekerjaan tersebut sebagai mata pencaharian pokok sedangkan sebagian lagi memanfaatkannya sebagai sumber penghasilan tambahan disela-sela aktivitas pertanian atau pekerjaan lainnya.

Berbeda dengan jenis usaha lainnya, kegiatan bertenun di daerah Sipirok merupakan pekerjaan khas wanita. Sejauh ini tak seorangpun tenaga kerja beranggapan bahwa pekerjaan bertenun merupakan bidang pekerjaan yang hanya sesuai untuk wanita, dan seorang pria yang mau melakukan pekerjaan itu dianggap aneh dan memiliki kelainan. Tentu saja anggapan demikian hanya pada proses produksi, sedangkan pada proses pemasaran kain hasil tenunan kehadiran pria tidak dianggap aneh sama sekali.

Pada mulanya usaha pertenunan kain di Sipirok hanya memproduksi dua jenis kain adat yang telah disebutkan di atas, yaitu abit godang dan parompa sadun. Tapi sejak pertengahan 1980-an mulai dikembangkan jenis tenunan lain seperti bakal baju, kain sarung atau songket, hiasan dinding taplak meja, tempat sirih, dompet, dan lain sebagainya. Hal ini tidak terlepas dari adanya bantuan pemerintah yang memberikan suntikan modal, peralatan ATBM, pelatihan dan bahan-bahan tenunan yang diperlukan.

Penganekaragaman jenis produk tenunan tersebut secara langsung meningkatkan permintaan jumlah tenaga kerja terampil. Menurut keterangan seorang informan pada tahun 1992, terdapat sebanyak 436 orang yang aktif dalam kegiatan pertenunan ini dan mereka tersebar di 34 desa. Desa yang memiliki jumlah pengrajin paling banya adalah Hutasuhut 1 (orang), Kelurahan Pasar Sipirok (47 orang), Hutasuhut II (46 orang), Bagas Nagodang IV (30 orang),

(39)

Hurabaan (17 orang), Paranjulu (15 orang), Bagas Nagodang IV (12 orang), Bunga Bondar (10 orang). Sedangkan 20 desa lainnya yaitu Anturmangan, Purbasinombatua, Purbatua, Huraba, Silangge, Sigiring-giring Lombang, Tanjung Medan, Tanjung Tua, Padang Bujur, Paran Padang, Saba Tolang, Parsorminan, Langsar, Sampean, Padang Bulan, Simaninggir, Garoga, Baringin, dan Muara Siregar, masing-masing memiliki pengrajin kurang dari 10 orang.

c. Bedagang

Kegiatan perdagangan merupakan jenis mata pencaharian hidup lain di luar pertanian dan usaha kerajinan di Sipirok. Paling tidak kegiatan di bidang ini dapat digolongkan atas dua penggolongan besar, yaitu mereka yang berdagang komoditi hasil bumi dan hasil pertanian penduduk, menampung dan menyalurkan ke pasar yang lebih luas, dan mereka yang berdagang untuk menyalurkannya ke pasar yang lebih luas, dan mereka yang berdagang untuk menyediakan bahan- bahan kebutuhan masyarakat Sipirok yang tidak diproduksi di daerah ini.

Para pedagang golongan pertama pada umumnya tidak memiliki basis yang tetap, karena mereka sangat mobil mencari komoditi hasil hutan dan hasil pertanian penduduk ke kampung-kampung. Mereka pada umumnya merupakan kelompok elit di kampungnya. Sedangkan pedagang golongan kedua pada umumnya memiliki basis yang tetap di pasar-pasar, mereka memiliki toko dan warung yang menyediakan segala macam kebutuhan hidup masyarakat.

d. Pekerjaan Lain

Selain berdagang masih ada bidang pekerjaan lain yang juga menjadi sumber mata pencaharian sebagian kecil penduduk Sipirok, yaitu menjadi guru

(40)

atau pegawai pemerintah. Sesungguhnya sulit membuat batasan yang tegas dalam hal okupasi ini di tengah-tengah masyarakat, karena selalu ada tumpang tindih yang bisa mengaburkan klarifikasi yang akan dibuat. Misalnya, seorang guru kadangkala sekaligus juga menjalankan aktivitas pertanian atau berdagang.

Seorang pedagang juga memiliki lahan pertanian yang digarap sendiri atau diupahkan kepada orang lain, dan sebagainya. Namun secara garis besar, gambaran diatas memadai untuk memperlihatkan keadaan sistem mata pencaharaian Sipirok.

2.3 Pemerintahan

Tapanuli Selata ditetapkan menjadi satu daerah otonom di wilayah Propinsi Sumatera Utara bedarsarkan Undang-Undang Nomo 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten- Kabupaten Dalam Lingkungan Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara.

Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut Afdeeling Padangsidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen dan berkedudukan di Padangsidimpuan. Afdeeling Padangsidimpuan dibagi atas 3 (tiga) oder afdeeling, yang masing-masing dikepalai oleh seorang Contreleur dibantu oleh masing-masing Demang, yaitu :

1. Onder Afdeeling Angkola dan Sipirok, berkedudukan di Padangsidimpuan.

Onder ini dibagi atas 3 (tuga) Onder Distrik oleh seorang Asisten Demang, yaitu :

a. Distrik Angkola berkedudukan di Padangsidumpuan b. Distrik Batangtoru berkedudukan di Batangtoru

(41)

c. Distrik Sipirok berkedudukan di Sipirok

2. Onder Afdeeling Padang Lawas yang berkedudukan di Sibuhuan, onder ini dibagia atas 3(tiga Onder distrik yang juga dikepalai oleh seorang Asisten Demang, yaitu :

a. Distrik Padang Bolak berkedudukan di Gunung Tua b. Distrik Barumum dan Sosa berkedudukan di Sibuhuan c. Distrik Dolok berkedudukan di Sipiongot

3. Onder Afdeeling Mandailing Natal berkedudukan di Kota Nopan. Onder ini dibagi atas 5 (lima) Onder Distrik yang dikepalai oleh seorang Asisten Demang, yaitu :

a. Distrik Panyabungan berkedudukan di Panyabungan b. Distrik Kota Nopan berkedudukan di Kota Nopan c. Distrik Muara Sipongi berkedudukan di Muara Sipongi d. Distrik Natal berkedudukan di Natal

e. Distrik Batang Natal berkedudukan di Muara Soma

Tiap-tiap onder distrik dibagi atas beberapa Luhat yang dikepalai oleh seorang Kepala Luhat (Kepala Kuria) dan tiap-tiap Luhat dibagi atas jampung yang dikepalai oleh seorang Hoofd dan dibantu oleh seorang Kapala Ripo apabila kampung tersebut mempunyai penduduk yang besar jumlahnya.

Sesudah tentara Belanda memasuki Padangsidimpuan dan Gunung Tua, daerah administratif pemerintahan masih tetap sebagaimana biasa, hanya Kantor Bupati dipindahkan secara gerilya ke derah aman yang belum dimasuki oleh Belanda.

(42)

Setelah negara Republik Indonesia menerima kedaulatan pada akhir Tahun 1949, maka pembagian daerah Administratif Pemerintahan mengalami perubahan kembali. Pada Tahun 1950 terbentuklah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan yang merupakan penyatuan dari tiga kecamatan dan seluruh pegawai yang ada pada keriganya ditentukan menjadi pegawai Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan yang berkedudukan di Padangsidimpuan. Pada Maret 1951 Tapanuli Selatan dipimpin oleh seorang Bupati pertamanya yang bernama Muda Siregar, berjalan sebulan digantikan oleh H. Abdul Azis Lubis. Sejak 2 Mei 1951 sampai Februari 1954 Bupati Tapanuli Selatan dijabat oleh Raja Junjungan Lubis. Pada periode ini terjadi penambahan 6 (enam) kecamatan sehingga menjadi 17 (tujuh belas) kecamatan, yaittu :

1. Kecamatan Batang Angkola berasal dari sebagian Kecamatan Padangsidimpuan dengan ibukotanya Pintu Padang.

2. Kecamatan Siabu berasal dari sebagian Kecamatan Panyabungan dengan ibukotanya Siabu.

3. Kecamatan Saipar Dolok Hole berasal dari sebagian Kecamatan Sipirok dengan ibukotanya Sipagimbar.

4. Kecamatan Sosa berasal dari sebagian Kecamatan Barumun dengan ibukotanya Pasar Ujung Batu.

5. Kecamatan Sosopan berasal dari sebagian Kecamatan Barumun dan Sosa dengan ibukotanya Sosopan.

6. Kecamatan Barumun Tengah berasal dari sebagian Kecamatan Padang Bolak dengan ibukotanya Binanga.

(43)

Tabel 1

Kecamatan yang Telah Dimekarkan Tahun 1999

No Kecamata Ibu Kota Kecamatan

1. Batang Angkola Pintu Padang

2. Siabu Siabu

3. Saipar Dolok Hole Sipagimbar

4. Sosa Pasar Ujung Batu

5. Sosopan Sosopan

6. Barumun Binanga

Total 6 kecaamatan

Sejak tanggal 30 November 1982, wilayah Padangsidimpuan dimekarkan menjadi Kecamatan Padangisimpuan Timur, Padangsidimpuan Barat, Padangsidimpuan Utara, dan Padangsidumpuan Selatan. Selanjutnya beradsarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1982, Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Padangsidimpuan Selatan dibentuk menjadi Kota Administratif Padangsidimpuan.

Pada tahun 1992 Kecamatan Padangsidimpuan Barat dimekarkan.

Sebagian wilayahnya menjadi Kecamatan Siais dengan ibukotanya Simarpinggan.

Demikian juga dengan Kecamatan Batang Natal dimekarkan dan terbentuklah Kecamatan Batang Gadis dengan ibukotanya Singkuang dan Kecamatan Batahan dengan ibukotanya Batahan. Selanjutnya dengan keluarnya Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 1996 Tanggal 3 Januari dibentuklah Kecamatan Hangonan dengan ibukotanya Huta Imbaru yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Padang Bolak.

(44)

BAB III

KONDISI KABUPATEN SELATAN PADA TAHUN 1998-2014

(45)

Pada bab ini berisi tentang kondisi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 1998-2014. Baik dari segi Geografis ,Demografis dan Pemerintahan di Kabupaten Tapanuli Selatan.

3.1 Geografis

a. Batas administrasi Daerah dan Luas Wilayah

Kabupaten Tapanuli Selatan secara astronomis terletak diantara 0° 10’

sampai sampai dengan 1° 50° Lintang Utara dan 98° 50° sampai dengan 100° 10’

Timur dengan luas wilayah ± 4.367,05 Km² yang terdiri dari 14 kecamatan (empat belas), 36 (tiga puluh enam) kelurahan dan 212 (dua ratus dua belas) desa dan berbatasan dengan :

 Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah

 Sebelah Selatan : Kabupaten Mandailing Natal

 Sebelah Timur : Kabupaten Padang Lawas

 Sebelah Barat : Kabupaten Mandailing Natal dan Samudera Indonesia Sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 37 dan nomor 38 Tahun 2007 menyatakan bahwa ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai kabupaten induk berkedudukan di Sipirok, namuan sampai tahun 2013 pusat pemerintahan masih berada di Padangsidimpuan. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan terus berupaya agar pusat pemerintahan dapat dipinndahkan ke Sipirok. Upaya yang dilakukan untuk mempersiapakan sarana dan prasaranya yaitu penyediaan lahan perkantoran. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 244/Menhut-II/2011, telah mendapat izin

(46)

untuk lahan perkantoran dan berlangsung pembangunan perkantoran di lokasi lahan tersebut yang rencananya pada Tahun 2024 sudah bisa digunakan khususnya untuk Sekretariat Dearah Kabupaten Tapanuli Selatan.

Dari sudut aksesiblitas terdapat beberapa alternatif jalur darat menuju ke Kabupaten Tapanuli Selatan antara lain adalah :

 Jalan negara dan propinsi dari Kota Medan melalui jalur Medan Pematangsiantar- Balige- Sipirok ata dapat juga melalui Sibolga sampai ke Padangsidimpuan.

 Dari Kota Bukit Tinggi dapat melalui jalur Bukit Tinggi- Mandailing Natal- Padangsidimpuan- Sipirok.

 Dari Kota Pekanbaru melalui Pekan Baru-Dumai/Duri- Padangsidimpuan.

Tabel 2

Wilayah Kabupaten Desa Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan

(47)

No Kecamatan Ibu Kota Luas Wilayah (Km²)

Jumlah

Kel Desa

1. Batang Angkola Pintu Padang 474,70 6 30

2. Angkola Timur Pargarutan 463,50 2 13

3. Angkola Selatan Simparpingga n

258,70 4 14

4. Angkola Barat Sitinjak 323,94 2 9

5. Batang Toru Batang Toru 248,09 4 19

6. Sipirok Sipirok 577,18 6 34

7. Arse Jonggol Hulu 143,67 2 8

8. Saipar Dolok Hole

Sipagimbar 474,13 2 12

9. Sayurmatinggi Sayurmatinggi 302,64 1 17

10 Marancar Marancar 289,35 1 11

11 .

Aek Bilah Biru 327,17 - 12

12 .

Muara Batang Toru

Huta Raja 96,91 3 6

13 .

Tano Tombangan Angkola

Situmba 216,96 1 17

14 .

Angkola Sangkunur

Simataniari 170,15 2 10

Jumlah 4.367,05 36 212

Sumber : BSP Kabupaten Tapanul Selatan Dalam Angka, 2014 b. Kondisi Topografi

Keadaan topografi Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari Dataran Rendah, Bergelombang, Berbukit, dan Bergunung. Daerah ini dikrlilingi oleh Gunung Gonggonan Angkola Barat ddan Gunung Sibual-buali di Kecamatan Sipirok. Kabupaten Tapanuli Selatan mempunya ketinggian antara 0 – 2009

(48)

m di atas permukaan laut. Berdasasarkan kemiringan Lahan, Kabupaten Tapanuli Selatan secara umum dibgi dalam 4 (empat) kawasan yaitu :

1. Kawasan Gunung dan Perbukitan sebagian besar adalah jalur pegunungan Bukit Barisan yang merupakan kawasan hutan lindung (kemiringan diatas 40%) yang harus dijaga kelestariannya sebagai kawasan penyangga air bagi sungai-sungai yang melintas di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

Kawasan gunung atau perbukitan terdapat disebagian besar Kecamatan Batang Angkola, Sipirok, Saipar Dolok Hole dan Aek Bilah.

2. Kawasan bergelombang hingga berbukit (kemiringan 15-40%) merupakan kawasan potensional untuk Pertanian dan Perkebunan Rakyat meliputi Sipirok, Saipar Dolok Hole, Angkola Barat, dan Batang Toru.

3. Kawasan Landai sampai bergelombang (kemiringan 15 – 40 %) adalah kawasan pertanian dan perkebunan besar meliputi Kecamatan Saipar Dolok Hole dan Batang Toru.

4. Kawasan Dataran (kemiringan 0 – 2%) sebagian besar yang merupakan lahan sawah, padang rumput yang potensial sebagai kawasan pengembalaan ternak meliputi Kecamatan Batang Angkola dan sebagian Dataran adalah Kawasan Pantai dengan Garis Pantai sepanjang ± 35 km yang terdapat di 2 Kecamatan yaitu Angkola Barat dan Kecamatan Muara Batang Toru, dan merupakan kawasan potensial bagi pengembangan usaha tambak dan perikanan darat.

c. Keadaan Iklim dab Curah Hujan

(49)

Kondisi iklim di Tapanuli Selatan memiliki rata-rata 7 bulan basah dan 2 bulan kering serta menunjukkan pola hujan bimodal (dengan 2 periode basah dalam satu tahun). Curah hujan di Kabupaten Tapanuli Selatan cenderung tidak teratur di sepanjang tahun. Pada Bulan Maret terjadi curah hujan tertinggi (1.508mm )sedangkan hari hujan terbanyak terjadi di Bulan November yaitu 22 hari . Iklim Kabupaten Tapanuli Selatan berdasarkan ketinggian daerah terdiri atas iklim dataran rendah pada ketinggian kurang dari 500m dari permukaan laut, sedangkan pada ketinggian 500-1000m diatas permukaan laut. Untuk rata-rata temperatur di Tapanuli Selatan 28°C dan suhu maksimum 33°C dan suhu minimum 12°C di daerah pegunungan.

d. Geologi

Secara geologi, wilayah pesisir Pulau Sumatera Bagian Barat termasuk Kabupaten Tapanuli Selatan dilalui patahan aktif Seasr Seamangko.

Patahan ini diperkirakan bergeser sekotar 11cm per tahun dan merupakan rawan gempa dan lonngsor.

3.2 Demografis

Penduduk adalah kekayaan bangsa sekaligus modal dasar pembangunan.

Hal ini dapat terjadi jika jumlah penduduk yang besar tersebut dapat diberdayakan jika jumlah penduduk yang besar tersebut dapat dibedayakan sesuai kodrat, keahlian dan bidang kerjanya masing-masing. Sebaliknya apabila jumlah penduduk yang besar tadi tidak dapat diberdayakan akan menjadi beban pembangunan itu sendiri.

(50)

Kecamatan yang paling tinggi kepadatan penduduknya di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Kecamatan Batang Angkola. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk yang paling rendah terdapat di Kecamata Aek Bilah.

Gambarab umum penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan yang tersebar di 14 Kecamatan pada tahun 2013, meliputi :

Tabel 3 Jumlah Penduduk

No Kecamatan Jumla

h KK

Menurut Jenis Kelamin

Laki-laki

Jumlah

1. Batang Angkola 9.266 18.685 19.191 37.876

2. Angkola Timur 4.956 10.735 10.569 21.304

3. Angkola Selatan 7.597 17.521 16.486 34.007

4. Angkola Barat 6.418 14.054 14.110 28.164

5. Batang Toru 8.464 18.395 17.568 35.963

6. Sipirok 8.321 17.471 17.649 35.120

7. Asre 2.271 4.500 4.497 8.997

8. Saipar Dolok Hole 3.413 7.307 7.255 14.562

9. Sayur Matinggi 6.627 13.684 13.961 27.645

10. Marancar 2.554 5.460 5.409 10.869

11. Aek Bilah 1.742 4.064 3.952 8.035

12. Muara Batang Toru 3.428 7.660 7.262 14.922

13. TanoTombangan Angkola

4.064 8.181 8.487 16.688

14. Aangkola Sangkunur 5.120 12.432 11.681 24.293

Jumlah 74.241 160.168 158.257 318.425

Sedangkan rata-rata tingkat partispisasi sekolah penduduk Tapanuli Selatan menunjukkan penurunan pada umur 7-12 tahun. Pada tahun 2012 tercatat penduduk kelompok umur sekolah dasar (7-12 tahun) yang sedang sekolah

(51)

sebesar 96,12 %. Sedangkan pada tahun 2011 sudah mencapai 99,30%. Namun untuk tingkat pendidikan perguruan tinggi menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada kelompok umur 19-24 tahun dari 17,84% naik menjadi 20,11%.

Untuk itu perlu mendapat perhatian yang lebih pada kelompok umur 7-15 tahun karena merupakan wajib belajar Pendidikan Dasar.

3.3 Kondisi Ekonomi

a. Potensi Unggulan Daerah

Mata Pencaharian penduduk di Tapanuli Selatan pada umumnya bertani dan berkebun, buruh tani, pegawai neheri, pedagang, karyawan swasta, nelayan dan pensiunan. Untuk perkebunan rakyat meliputi karet, kopi, kulit manis, cengkeh, coklat dan kemenyan, disamping itu pertanian pangan meliputi padi sawah, kentang, jahe, sayur mayur, jeruk, salak, dan lain-lain. Dari hasil perikanan di Tapanuli Selatan dihasilkan ikan dari usaha nelayan dan petambak berupa ikan tuna, tambak udang, ikan tawar dari lubuk larangann, perairan umum dan budidaya kolam ikan. Dibidang usaha peternakan meliputi sapi, kerbau dan kambing.

Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki sumber daya alam yang memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan terutama sektor pertanian dan perkebunan. Selain itu masih banyak potensi yang belum dikelola secara optimal seperti perikanan dan kelautan, perdagangan dan

(52)

jasa industri kecil/UMKM dan pertambangan dan bahan galian serta sektor pariwisata.

b. Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan selama kurun waktu 2008 -2012, yang diukur dengan besaran PDRB Atas Dasar Harga Berlaku terus mengalami peningkatan. Dari tabel 3.a dibawah, dapat dilihat kinerja ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2008 hanya sebesar Rp.2,56 triliun.

Angka ini kemudian meningkat menjadi Rp. 2,76 triliun di tahun 2009, lalu meningkat lagi menjadi Rp. 3,15 triliun di tahun 2010, juga meningkat lagi menjadi menjadi Rp. 3,57 triliun di tahun 2011, sedangkan pada 2012 kinerja ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan sudah mencapai Rp. 4,01 triliun lebih.

Hal yang sama juga berlaku untuk PDRB atas dasar harga konstan 2.000 pada tahun 2008, PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan atas dasar harga konstan 2.000 mencapai Rp. 1, 63 triliun. Angka ini meningkat lagi menjadi Rp. 1,78 triliun di tahun 2011 dan pada tahun 2012 sudah melewati Rp. 1,98 triliun.

Tabel 4

Perkembangan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2008-2012 (Jutaan Rp)

TAHUN Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan 2000

2008 2. 558. 434, 15 1.631.791,07

2009 2. 761. 514, 37 1.697. 914, 58

2010r) 3. 145. 330, 15 1. 783.878., 80

2011*) 3. 573. 330, 15 1. 877. 662, 46

2012**) 4.006. 028, 82 1. 976. 502, 67

Catatan : r) Angka Perbaikan *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

(53)

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan pada periode 2008 s/d 2012 relatif tidak banyak berubah, dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 4-5 persen per tahun.

Kinerja perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2012 bila dibandingkan dengan tahun 2011, yang digambarkan oleh PDRB atas dasar harga tahun dasar 2000, mengalami sedikit perlambatan sebear 0,08 persen pertumbuhan pada beberapa sektor ekonomi. Perlambatan ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan pada beberapa sektor ekonomi. Sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor bangunan serta sektor listrik, gas dan iar bresih merupakan sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 4, 18 persen, 3, 33 persen, dan 2,02 persen dibandingkan dengan sktor pertambangan dan penggalian 0, 79 persen, sektor industri pengolahan sebesar 0, 68 persen, sektor jasa-jasa sebesar 0, 41 persen serta sektor keuanga, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 0. 25 persen. Sedangkan sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotek dan restoran mengalami sedikir percepatan pertumbuhan yaitu sebesar 0, 94 persen dan 0,8 persen dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2011.

(54)

Tabel 5

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2009- 2012 (Persen)

No Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012

1. Pertanian 5, 477 7, 11 5, 61 6, 55

2. Pertambanangan dan Penggalian

6,04 4, 09 9, 67 8, 88

3. Industri Pengolahan 2, 49 3, 41 4, 32 3, 64

4. Listrik, Gas dan Air Bersih

2, 26 7, 19 6, 77 4, 75

5. Bangunan 5, 39 6, 00 6, 61 3, 28

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

4, 81 2, 77 3, 54 4, 61

7 Pengangkutan dan Komunikasi

4, 92 5, 37 6, 40 2, 22

8 Keuangan,

Persewaan, dan Jasa Perusahaan

2, 56 4, 28 3, 86 3, 61

9. Jasa-jasa 3, 86 8, 90 10, 18 9, 77

c. PDRB Perkapita

PDRB perkapita secara tidak langsung menggambarkan rata-rata pendapatan yang diterima oleh penduduk di suatu wilayah selama setahun. Angka PDRB perkapita ini diperoleh dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.

Selama periode 2008-2012, PDRB Perkapita Atas Dasar Harga berlaku Kabupaten Tapanuli Selatan masih sekitar Rp. 9, 61 juta atau Rp. 800 ribu per orang per bulan. Tahun 2009 angka naik menjadi Rp. 10, 42 nuta per orang per

(55)

bulan. Sedangkan di tahun 2010, angka tersebut naik lagi menjadi Rp. 11, 92 juta atau Rp. 993 ribu per orang per bulan. PDRB perkapita atas dasar harga berlaku Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2011 sebesar Rp. 13, 49 juta atau sekitar Rp. 1, 12 juta per orang per bulan, naik sekitar 13, 12 persen dibandingkan tahun 2010.

Dan PDRB perkapita atas dasar harga berlaku Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2012 sebesar Rp. 14, 94 juta atau sekitar Rp. 1, 24 juta per orang per bulsn, nak sekitar 11, 333 persen dibandingkan tahun 2011.

Tabel 6

PDRB Perkapita Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2008-2012 (jutaan Rp).

Tahun

PDRB Perkapita ADH Berlaku

PDRB Perkapita ADH Harga Konstan 2000 Nilai (Rp) Perubaha

n (%)

Nailai (Rp)

Perubahan (%)

1 2 3 4 5

2008 9, 61 9, 28 6, 13 5, 43

2009 10, 42 8, 44 6, 41 4, 53

2010 11, 92 14, 39 6, 76 5, 52

2011 13, 42 12, 58 7, 05 4, 29

2012 14, 96 11, 33 7, 37 4, 54

3.4 Pemerintahan

Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan sebeelum tahun 1998 hampir seperempat dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara. Maka atas pertimbangan tersebut dengan tujuan untuk percepatan pembangunan, dikeluarkan lah Undang-

(56)

Undang Nomor 12 Tahun 1998 dan isahkan pada Tanggal 23 November 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal. Kabupaten Mandailing Natal dengan wilayah administrasi 8 Kecamatan dengan ibukotanya Panyabungan.

Sehingga jumlah wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Selatan berkurang menjadi 16 Kecamatan.

Selanjutnya Tahun 1999 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999 Tanggal 26 Mei 1999 terjadi pemekaran kecamatan yaitu :

1. Kecamatan Sosopan dimekarkan menajdi 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Sosopan dengan ibukotanya Sosopan dan Kecamatan Batang Onang dengan ibukotanya Pasar Matanggor.

2. Kecamatan Padang Bolak dimekarkan menjadi 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Padang Bolak Julu dengan ibukotanya Gunung Tua dan Kecamatan Padang Bolak Julu dengan ibukotanya Batugana.

3. Kecamatan Sipirok dimerkan menjadi 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Sipirok dengan ibukotanya Sipirok dan Kecamatan Arse dengan ibukotanya Arse.

4. Kecamatan Dolok dimekarkan menjadi 2 (dua) yaitu Kecamatan Dolok dengan ibukotanya Sipiongot dan Kecamatan Dolok Sigompulan dengan ibukotanya Pasar Simundol.

(57)

Tabel 7

Kecamatan yang Telah Dimekarkan Tahun 1999

No Kecamatan sebelum Dimekarkan Kecamatan setelah Dimekarkan

1. Sosopan Sosopan

2. Padang Bolak Padang Bolak, Padang Bolak Julu

3. Sipirok Sipirok

4. Dolok Dolok, Dolok Sigumpulon

Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka, 2014

Setelah dilaksanakannya otonomi daerah secara resmi pada Tahunn 2001 di seluruh Indonesia, peluang pemekaran daerah semaki terbuka. Kabupaten Tapanuli Selatan kembali dimekarkan bedasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Padangsidimpuan. Dengan demikian wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan kembali berkurang dan administrasi kepegawaian kembali berubah karen sebagian pegawai Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan telah menjadi pegawai Pemko Padangsidimpuan. Dengan demikian jumlah kecamatan Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi 18 Kecamatan dengan luas wilayah ± 12. 261, 55 Km².

Untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan serta mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan kembali mengeluarkan kebijakan Pembentukan 10 (sepuluh) kecamatan baru berdasark

Gambar

Tabel 3 Jumlah Penduduk

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil.. Coral of

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan dan Kabupaten Ogan

bahwa dengan telah ditetapkannya Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering

Undang Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014

bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, maka

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor