• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAIDAH ‘AMM DAN KHAS

N/A
N/A
rihan faza

Academic year: 2024

Membagikan "KAIDAH ‘AMM DAN KHAS "

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu (Antropologi Al-Qur’an) (Drs. Basrian, M.Fil. I)

KAIDAH ‘AMM DAN KHAS

Disusun oleh:

Fitria Zahra : NIM. 22

Intan Susilowati : NIM. 220103020036

Rihan Faza Sahana : NIM. 22

Siti Nahjah : NIM. 22

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM ANTASARI FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

BANJARMASIN 2024

(2)

PENDAHULUAN PEMBAHASAN A. Jasad

B. Nafsu C. Akal

Secara etimologi akal berarti melarang atau mencegah yakni kemampuan untuk mengidentifikasi kekeliruan sehingga mencegah seseorah melakukan kekeliruan tersebut.1 Dalam kamus Al-Munawwir, ُلْْقَعلا memiliki beberapa makna diantaranya: ةَلِقاَعْلا ُةّوُْْقلا (kekuatan berpikir), ُن ْْْصِحْلا (benteng), serta َأَْْجْلَمْلا (tempat berlindung).2 Adapun menurut Abd. Aziz Dahlan, terdapat beberapa kata dalam Al-Qur’an yang semakna dengan لقع , yakni nazara (melihat sesuatu yang abstrak), tafakkara (berpikir), faqiha (memahami), tazakkara (mengingat Allah), tadabbara (eksplorasi).3 Secara garis besar akal dapat diartikan sebagai penahan yang bermakna mengatur atau menahan seseorang dari tindakan-tindakan buruk, juga berarti kemampuan untuk memahami serta mengkaji Allah, diri dan lingkungannya.4

Adapun secara terminologis, menurut Al-Ragib, bahwa akal merupakan kemampuan yang dimiliki oleh manusia guna memperoleh ilmu. Demikian juga yang disampaikan oleh Al-Jurjani, bahwa akal merupakan potensi manusia yang sempurna untuk memperoleh pengetahuan melalui proses berpikir. Pendapat lain dari imam Al-Gazali, ia mengklasifikasikan akal ke dalam tiga pengertian: (1) fitrah atau potensi yang sudah pasti membuat seseorang dapat membedakan antara perkara-perkara yang baik dan buruk; (2) kemampuan menyimpulkan berbagai pengalaman yang didapat menjadi landasan berpikir untuk memperoleh kemaslahatan; (3) mengarah pada sikap atau tingkah laku manusia yang terpuji baik perangai, perkataan maupun keputusannya.5

1Nur Shadiq Sandimula, “Konsep Epistemologi Akal Dalam Perspektif Islam,” Potret Pemikiran 23, No. 1 (2019): 20.

2Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 957.

3H. Burhanuddin Yusuf, “Akal Dalam Al-Our’an,” Sulesana 8, no. 1 (2013): 75.

4H. Burhanuddin Yusuf, “Akal Dalam Al-Our’an,” Sulesana 8, no. 1 (2013): 74.

5Sandimula, “Konsep Epistemologi Akal Dalam Perspektif Islam,” 21.

(3)

Dalam Al-Qur’an, istilah akal disebutkan sebanyak 49 kali dengan bentuk fi’il dalam 49 ayat. Dari 49 ayat, 48 ayat menyebutkan istilah akal dalam bentuk fi’il mudhari dan satunya dengan bentuk fi’il madhi. Ayat yang memuat istilah akal dalam bentuk fi’il madhi ialah:

ّمُث ِهّٰٰٰللا َم َلَك َنْوُعَم ْٰٰسَي ْمُهْنّم ٌقْٰٰيِرَف َناَك ْدَقَو ْمُكَل اْوُنِمْؤّي ْنَا َنْوُعَمْطَتَفَا اَم ِدْعَب ِم ٗهَنْوُفّرَحُي ْۢن

ُهْوُلَقَع َنْوُمَلْعَي ْمُهَو

٧٥

Terjemahan: Maka, apakah kamu (muslimin) sangat mengharapkan mereka agar percaya kepadamu, sedangkan segolongan mereka mendengar firman Allah lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahui(-nya)? (QS. Al-Baqarah 2.75)

Selanjutnya, istilah akal tersebar ke dalam 48 ayat dengan bentuk fi’il mudhari.

Bentuk bentuk lafaz tersebut ialah: (1) lafaz

نولقعت

sebanyak 24 kali; (2)lafaz

لقعن

pada Al-Qur’an surah Al-Mulk ayat 10; (3) lafaz

اهلقعي

pada Al-Qur’an surah Al- Ankabut ayat 43; (4) lafaz

نولقعي

sebanyak 22 kali.

Rangkaian huruf serta kata yang dirangkai oleh Allah Swt. dengan lafaz yang menunjukkan makna akal turut memberikan arti yang lebih komprehensif terhadap makna akal itu sendiri. Rangkaian yang dimaksud ialah sebagai berikut:6

1.

ّلعل

, yakni huruf raja’ atau pengharapan.

َنْوُلِقْعَت ْمُكّلَعّل اّيِبَرَع اًنٰاْرُق ُهٰنْلَزْنَا اّنِا ٢

Terjemahan: Sesungguhnya Kami menurunkannya (Kitab Suci) berupa Al- Qur’an berbahasa Arab agar kamu mengerti.

Menurut Al-Qurtubi, makna dari rangkaian ini ialah bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab agar manusia menjadi tertarik untuk mengkaji serta memahami Al-Qur’an.

2.

لفا

, rangkaian lafaz ini dengan lafaz akal memberikan pengertian bahwa akal sangat dibutuhkan untuk memahami, mengkaji, serta menyelidiki suatu objek.

َنْوُلِقْعَت َلَفَا اَهّنلاَو ِلْيّلا ُف َلِتْخا ُهَلَو ُتْيِمُيَو ْحُي ْيِذّلا َوُهَو ِۗر ٖي ٨٠

6Yusuf, “Akal Dalam Al-Our’an,” 77–78.

(4)

Terjemahan: Dialah yang menghidupkan dan mematikan. Bagi-Nyalah (kekuasaan mengatur) pergantian malam dan siang. Apakah kamu tidak mengerti?

Rangkaian kata

لفا

dan

نولقعت

berisi dorongan kuat dari Allah Swt.

kepada manusia agar memanfaatkan potensi akalnya. Menurut Ibnu Katsir, lafaz

َنْوُلِقْعَت َلَفَا

bermakna, “Apa kamu tidak memiliki akal untuk memahami ciptaan Allah Swt Yang Maha Agung? Dan apakah kamu tidak mampu memahami kenyataan bahwa sesungguhnya Dialah pencipta dari segala sesuatu dan segala sesuatu itu pasti akan kembali kepada-Nya.”

3. Beberapa informasi dari huruf

ي

mudhari berisi beberapa informasi tentang fungsi, manfaat, maupun bahaya dari menyia-nyakan akal.

Informasi tersebut: (1) bahwa alam serta fenomena-fenomena di dalamnya diciptakan oleh Allah Swt agar dapat dikaji, dipahami dan dimanfaatkan manusia.7

ْيِتّلا ِكْلُفْلاَو ِراَهّنلاَو ِلْيّلا ِف َلِتْخاَو ِضْرَ ْلاَو ِتٰوٰمّسلا ِقْلَخ ْيِف ّنِا

ْنِم ِء َم ّٰسلا َنِم ُهّٰٰللا َلَزْٰنَا اَٰمَو َساّنلا ُعَٰفْنَي اَمِب ِرْحَبْلا ىِف ْيِرْجَت ۤا

ِفْيِر ْٰٰصَتّو ٍةّب َد ّلُٰٰك ْنِم اَٰٰهْيِف ّثَبَو اَهِتْوَم َدْعَب َضْرَ ْلا ِهِب اَيْحَاَف ٍء ّم ۖ ۤا ۤا

َنْوُٰٰلِقْعّي ٍمْوَقّل ٍتٰيٰ َل ِضْرَ ْلاَو ِء َمّسلا َنْيَب ِرّخَسُمْلا ِباَحّسلاَو ِحٰيّرلا ۤا ١٦٤

Terjemahan: Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengannya Dia menghidupkan bumi setelah mati (kering), dan Dia menebarkan di dalamnya semua jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti. (QS.

Al-Baqarah/2:164)

Menurut pendapat Al-Qurtubi, bahwa lafaz

َنْوُٰٰلِقْعّي ٍمْوَٰٰقّل ٍتٰيٰ َل

merupakan dalil atas kemahaesaan Allah Swt. yang mampu dijangkau bagi mereka yang menggunakan akal. Demikian dalam tafsir Jalalain, bahwa ayat di atas merupakan dalil bagi kemahaesaan Allah Swt. yang akan

7Yusuf, 77.

(5)

dilihat bagi orang-orang yang mampu melakukan pengkajian (2) Pelajaran dari tamsil-tamsil Allah Swt. hanya dapat didapat serta dipahami oleh orang-orang yang benar-benar memaksimalkan fungsi akalnya.

َنْوُمِلٰعْلا ّلِا اَهُلِقْعَي اَمَو اّنلِل اَهُبِرْضَن ُلاَثْمَ ْلا َكْلِتَو ِۚس ٤٣

Terjemahan: Perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia.

Namun, tidak ada yang memahaminya, kecuali orang-orang yang berilmu.

(QS. Al-Ankabut/29:43)

Dalam tafsir Jalalain dijelaskan terkait penjelasan ayat tersebut, bahwa tamsil-tamsil Allah Swt. hanya mampu dipahami oleh orang-orang yang melakukan tadabbur. (3) Derajat manusia, budaya serta suatu peradaban akan maju bila manusia memaksimalkan fungsi akalnya, yakni memiliki semangat terhadap kajian-kajian keilmuan. (4) kegagalan hidup serta usaha bagi mereka yang tidak mau memaksimalkan nikmat akalnya secara bijak.

(5) Murka dan azab Allah Swt. bagi mereka yang tidak mau memfungsikan akalnya.8

َل َنْيِذّلا ىَلَع َسْجّرٰٰلا ُلَٰٰعْجَيَو ِهّٰٰٰللا ِنْذِاِٰٰب ّلِا َنِمْؤُٰٰت ْنَا ٍسْفَنِل َناَٰٰك اَمَو ۗ َنْوُلِقْعَي ١٠٠

Terjemahan: Tidak seorang pun akan beriman, kecuali dengan izin Allah dan Dia menimpakan azab kepada orang-orang yang tidak mau mengerti.

(QS. Yunus/10:100)

Menurut Ibnu Katsir, lafaz

َس ْجّرلا

pada ayat di atas bermakna azab Allah Swt. berupa kesesatan dan kekacauan bagi manusia yang tidak mau memfungsikan akalnya. (6) Allah Swt. mengumpamakan manusia yang tidak mau memfungsikan akalnya sebagai makhluk yang tuli, bisu dan buta.

ًء َدِٰٰنّو ًء َعُد ّلِا ُعَم ْٰٰسَي َل اَٰٰمِب ُقِعْنَي ْيِذّلا ِلَثَمَك اْوُرَفَك َنْيِذّلا ُلَثَمَو

ۗ ۤا ۤا

َنْوُلِقْعَي َل ْمُهَف ٌيْمُع ٌمْكُب ّمُص ۢ ١٧١

Terjemahan: Perumpamaan (penyeru) orang-orang yang kufur adalah seperti (penggembala) yang meneriaki (gembalaannya) yang tidak mendengar (memahami) selain panggilan dan teriakan (saja). (Mereka)

8Yusuf, 77–78.

(6)

tuli, bisu, dan buta sehingga mereka tidak mengerti. (QS. Al- Baqarah/2:171)

َنْوُلِقْعَي َل َنْيِذّلا ُمْكُبْلا ّمّصلا ِهّٰللا َدْنِع ّب َوّدلا ّر َش ّنِا ۤا ٢٢

Terjemahan: Sesungguhnya seburuk-buruk makhluk yang bergerak di atas bumi dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mau mendengar dan tidak mau mengatakan kebenaran), yaitu orang-orang yang tidak mengerti. (QS. Al-Anfal/8:22)

Dalam tafsir Jalalain, lafaz

نوْْلقعي ل

bermakna manusia yang tidak memikirkan, tidak memahami ajaran-ajaran Allah Swt karena lalai dari memfungsikan akalnya maka ia disebut sebagai makhluk yang paling hina di sisi Allah Swt.9

Dalam Islam, akal memiliki peranan yang penting. Dalam salah satu referensi, akal dibagi menjadi tiga: (1) akal yang mengantar manusia pada akhlak yang luhur. (2) Akal yang mampu menganalisis dan menarik kesimpulan ilmiah sehingga menghasilkan produk pengetahuan. (3) Akal yang mencakup dua bagian sebelumnya secara sempurna, yakni akal yang menghasilkan pengetahuan tetapi tidak kekurangan hikmah.10

ْيِتّلا ِكْلُفْلاَو ِراَهّنلاَو ِلْيّلا ِف َلِتْخاَو ِضْرَ ْلاَو ِتٰوٰمّسلا ِقْلَخ ْيِف ّنِا

ْنِم ِء َم ّٰسلا َنِم ُهّٰٰللا َلَزْٰنَا اَٰمَو َساّنلا ُعَٰفْنَي اَمِب ِرْحَبْلا ىِف ْيِرْجَت ۤا

ِفْيِر ْٰٰصَتّو ٍةّب َد ّلُٰٰك ْنِم اَٰٰهْيِف ّثَبَو اَهِتْوَم َدْعَب َضْرَ ْلا ِهِب اَيْحَاَف ٍء ّم ۖ ۤا ۤا

َنْوُٰٰلِقْعّي ٍمْوَقّل ٍتٰيٰ َل ِضْرَ ْلاَو ِء َمّسلا َنْيَب ِرّخَسُمْلا ِباَحّسلاَو ِحٰيّرلا ۤا ١٦٤

Terjemahan: Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengannya Dia menghidupkan bumi setelah mati (kering), dan Dia menebarkan di dalamnya semua jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti. (QS.

Al-Baqarah/2:164)

9Yusuf, 78.

10Muhammad Amin, “Kedudukan Akal dalam Islam,” Tarbawi : Jurnal Pendidikan Agama Islam 3, no. 1 (Juni 2018): 83–84.

(7)

َةَٰٰمْحَر اْوُٰٰجْرَيَو َةَرِخٰ ْلا ُرَذْحّي اًمِٕى َقّو اًدِجاَس ِلْيّلا َء َنٰا ٌتِناَق َوُه ْنّمَا ۤا ۤا

ُرّكَذَٰٰتَي اَٰٰمّنِا َنْوُٰٰمَلْعَي َل َنْيِذّلاَو َنْوُمَلْعَي َنْيِذّلا ىِوَتْسَي ْلَه ْلُق ّبَر ۗ ٖۗه ࣖ ِباَبْلَ ْلا اوُلوُا ٩

Terjemahan: (Apakah orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dalam keadaan bersujud, berdiri, takut pada (azab) akhirat, dan mengharapkan rahmat Tuhannya?

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Apakah sama orang-orang yang mengetahui (hak-hak Allah) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (hak-hak Allah)?” Sesungguhnya hanya ululalbab (orang yang berakal sehat) yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar/39:9)

D. Hati

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Muhammad. “Kedudukan Akal dalam Islam.” Tarbawi : Jurnal Pendidikan Agama Islam 3, no. 1 (Juni 2018).

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997.

Sandimula, Nur Shadiq. “Konsep Epistemologi Akal Dalam Perspektif Islam.”

Potret Pemikiran 23, no. 1 (2019).

Yusuf, H. Burhanuddin. “Akal Dalam Al-Our’an.” Sulesana 8, no. 1 (2013).

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: al-Wujûh and al-Nazhâ’ir dalam Alquran. Al-Wujûh wa al-Nazhâ’ir merupakan salah satu bahasan yang berkaitan dengan konteks makna kosa kata yang terdapat di dalam

Al-Qur‟an memberikan pandangan progresif dalam melihat posisi dan eksistensi perempuan dalam kehidupan, karena kedudukan pria dan wanita di hadapan Allah SWT adalah sama,

telah menuliskan wahyu untuk Rasulullah Sallahu „Alaihi wa Sallam, oleh karena itu carilah Al Qur‟an dan kumpulkanlah”. Kata Zaid lebih lanjut :”Demi Allah,. sekiranya mereka

Ada beberapa manfaat dari mempelajari nahwu, di antaranya; dapat memahami dengan benar susunan kata-kata Bahasa Arab yang terdapat pada literatur-literatur hukum Islam al-Qur’an,

Dalam konteks lain, penggunaan kata Al Huda dalam konseling bermakna bahwa konselor adalah perantara yang dapat memahami petunjuk Allah, Q.S Al Maidah 5:35 Artinya: “Hai orang-orang

ditetapkan Allah, atau dengan kata lain lebih singkat digunakan oleh Al-Qur‟an untuk bertaqwa kepadaNya.3 Dalam mengkomunikasikan ilmu pengetahuan agar berjalan secara efektif maka