KAJIAN YURIDIS MEKANISME PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ( PPN ) DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE DI INDONESIA
Rizky Saeful Hayat, S.Pd.,M.H.1 Salsa Wahyu Agustin2 Sarah Indriani3
Program Studi Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara
Email : [email protected] , [email protected] , [email protected]
Abstract : This study discusses the juridical study of the value added tax (ppn) collection mechanism in e-commerce transactions in indonesia. With the development of current technology, it has a significant impact on the taxation system, one of which is the existence of digital transactions that provide convenience for the community because shopping is easier and saves time. The purpose of this study is to find out about the relationship between value added tax (ppn) and e-commerce, How the mechanism is and the juridical instruments of ppn in e-commerce transactions. The research method in this research is normative juridical research, an approach based on secondary legal materials. This research is a normative juridical research on the juridical study of value added tax collection mechanisms in e-commerce transactions in indonesia. The approach based on normative juridical literature review shows that in transactions carried out in e-commerce, value added tax is imposed.
Keywords: VAT, E-Commerce, Mechanism
ABSTRAK : Penelitian ini membahas tentang kajian yuridis mekanisme pemungutan pajak
pertambahan nilai ( ppn) dalam transaksi e-commerce di indonesia. Berkembangannya teknologi saat ini memberikan dampak yang segnifikan dalam sitem perpajakan salah satunya dengan adanya transaksi digital yang memberikan kemudahan bagi masyarakat karna berbelanja lebih mudah dan menghemat waktu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang keterkaitan pajak pertambahan ( ppn) dengan e-commerce bagaimana mekanismenya serta instrumen yuridis ppn dalam transaksi e-commerce. Metode penelitian yang dalam penelitian ini yaitu penelitian yuridis normatif, Pendekatan berdasarkan bahan hukum sekunder. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif tentang kajian yuridis mekanisme pemungutan pajak pertambahan nilai dalam transaksi e-commerce di indonesia.Pendekatan berdasarkan tinjauan kepustakaan yuridis normatif menunjukan bahwa dalam transaksi yang dilakukan di e-commerce dikenakan pajak pertambahan nilai. Mekanisme pemungutan pajak pertambahan nilai diatur dalam peraturan kementerian keuangan Nomor 48/PMK.03/2020.
Kata Kunci : PPN, E-Commerce,Mekanisme
PENDAHULUAN
Berkembangnya teknologi saat ini memberikan dampak yang sangat pesat dalam sistem perekonomian di indonesia, Salah satunya dengan adanya transaksi digital yang memberikan kemudahan bagi masyarakat. E-commerce menjadi salah satu metode perdagangan yang sedang populer di kalangan remaja Indonesia. Pembeli lebih merasa mudah untuk berbelanja melalui sistem online. Selain dimudahkan dalam hal waktu, pembeli juga lebih mudah dalam hal jarak tempuh, Pembeli bisa melakukan transaksi dimanapun dan kapanpun (Sitompul, 2001 dalam Paramitari et al., 2019:115).
Munculnya E-commerce pada saat ini membuat masyarakat memilih berbelanja online dengan kemudahan akses, hanya dengan bermodalkan internet masyarakat bisa dengan mudahnya melakukan transaksi. kenyamanan berbelanja dari rumah, beragam pilihan produk, harga yang terbilang lebih murah karna dengan adanya promosi dan diskon yang menarik. Selain itu, adanya fitur gratis ongkir (ongkos kirim), cashback (potongan harga),dan flash sale (penjualan kilat) pada jam-jam tertentu menjadi salah satu alasan banyaknya masyarakat menggunakan e-commerce. Strategi seperti menyediakan promo, memberi kemudahan akses, dan keamanan transaksi, menurut Nailul akan menjadi faktor kunci sektor ekonomi digital untuk bersaing pada 2022. “Ekosistem digital yang dibangun akan memainkan peran penting dalam persaingan. Semakin lengkap ekosistemnya, akan semakin mudah pula masyarakat untuk mengakses layanan lainnya.
Masyarakat yang menggunakan e-commerce tidak melihat Batas usia baik itu orang yang sudah berumah tangga, remaja, maupun anak-anak dapat dengan mudah memanfaatkannya. Hal ini disebabkan karena aplikasi terbilang mudah untuk dijangkau dan mudah digunakan dengan smart phone yang mereka punya. Sehingga para pelaku bisnis pun juga mudah dalam menawarkan produknya. Tidak harus toko offline untuk bisa menggunakannya tetapi toko online pun dapat menawarkan produk mereka dengan tampilan yang lebih menarik (Azizah & Aswad, 2022:430).
Pemungutan pajak merupakan hak negara dan pembayaran pajak merupakan kewajiban masyarakat.
Pakar perpajakan mengatakan pajak merupakan peralihan kekayaan dari sektor privat ke sector publik yang pemungutannya tidak mendapatkan imbalan secara langsung, namun akan digunakan untuk kepentingan umum yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Berdasarkan hal demikian, belanja negara, pajak dan pungutan lain dimaksud harus diatur dengan undang-undang (Ayza 2017:2).
Dikeluarkan beberapa regulasi dan kebijakan untuk mengakomodir pajak sektor digital, khususnya pajak e-commerce, yaitu Permenkeu No. 48/PMK.03/2020 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka menghadapi Ancaman
Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang- Undang (selanjutnya disingkat UU No. 2/2020) (Ramadayanti et al., 2022:5).
Dalam e-commerce terdapat beberapa jenis pajak yang berlaku seperti PPN dan pajak penghasilan.
Berlakunya PPN dalam transaksi e-commerce sama dengan transaksi konvensional, seperti yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. dalam Surat Edaran direktur jendral pajak Nomor SE- 62/PJ/2013 poin F menjelasakan bahwa ketentuan yang tertuang dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan peraturan pelaksanaannya juga berlaku bagi wajib pajak yang melakukan transaksi e-commerce. Jadi baik transaksi konvensional maupun transaksi online sama-sama dikenakan pajak.
keputusan pemerintah untuk mengenakan pajak pada e-commerce didorong oleh kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman yang semakin canggih dan memastikan bahwa seluruh aktivitas ekonomi berkontribusi terhadap pendapatan pajak negara. PPN dipungut di tempat dimana barang atau jasa tersebut dikonsumsi, Perpajakan ini penting untuk menjamin keadilan dan menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tangen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (publieke uitgaven) (Rochmat, 1990 dalam kusumo 2016:397).
pemungutan pajak e-commerce bisa menambah penerimaan negara. Namun agar efektif maka harus ada sistem yang menghubungkan berbagai jenis pembayaran elektronik atau transaksi non tunai pada semua instrumen bank dengan prinsip interkoneksi dan interoperabilitas (National Payment
Gateway), sehingga memudahkan penarikan PPN disetiap transaksi digital. Serta rencana pemerintah menarik pajak dari ecommerce juga harus segera terealisasi. Yustinus Prastowo dan Danny
Darussalam Tax Center (DDTC) (Bawono Kristiadji 2017 dalam Adam & Astin, 2019:219).
Penerimaan negara yang memiliki andil besar menyumbang kepada (kas) negara adalah sektor perpajakan. Oleh karena itu, regulasi terkait perpajakan menjadi urgensi terlebih transaksi e- commerce bersifat borderless yaitu tidak mengenal batasan geografis dan perlu diantisipasi agar potensi penerimaan pajak tidak menjadi hilang (Ramadayanti et al., 2022:3). Penelitian ini mengkaji lebih dalam mengenai kajian yuridis mekanisme pajak e-commerce dan bagaimana mekanisme pertambahan nilai dalam transaksi e-commerce ini dalam bentuk jurnal ilmiah yang terbatas pada ruang lingkup transaksi e-commerce di Indonesia dan dasar pengenaan pajak dalam transaksi e- commerce.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. pendekatan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum, serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Dalam penelitian yuridis normatif, Metode penelitian hukum normatif juga disebut metode penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan. Dinamakan penelitian hukum doktrinet dikarenakan penelitian ini hanya ditujukan pada nilai, norma dan peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada perpustakaan karena akan membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada perpustakaan (Ridho, 2021:521)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterkaitan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) Dengan E-Commerce
E-commerce atau yang sering disebut dengan berbelanja online barang dan jasa yang diakses melalui internet yang memudahkan penggunanya untuk mengakses, menurut Ribble dan bailey dalam sembilan elemen digital citizenship yaitu adanya transaksi e-commerce (E-commerce) yaitu hal yang bekaitan pada pembahasan bagaimana cara menjalankan bisnis secara online, termasuk bagaimana keamanan saat bertransaksi, privasi, dan penanganan barang maka dari itu jika kita membeli barang lewat e-commerce dikenakan biaya layanan yang bertujuan untuk biaya atas penggunaan dan pemanfaatan layanan Aplikasi dalam pelaksanaan transaksi pembelian barang/jasa.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam menjalankan bisnis perdagangan atau sering dikenal dengan istilah e-commerce bagi perusahaan kecil dapat memberikan fleksibilitas dalam produksi,
memungkinkan pengiriman ke pelanggan secara lebih cepat untuk produk perangkat lunak, mengirimkan dan menerima penawaran secara cepat dan hemat, serta mendukung transaksi cepat tanpa kertas (Widagdo, 2016:2).
Pemerintah telah menginisiasi bisnis menjadi industri sebagai landasan pembangunan, dengan melibatkan pemangku kepentingan yaitu e-commerce dan asosiasi pemerintah seperti Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Bentuk dukungan pemerintah adalah membangun posisi strategis melalui tujuh aspek antara lain: logistik, keuangan, pajak, pengembangan SDM berkualitas, pengembangan infrastruktur komunikasi, perlindungan konsumen, dan keamanan internet (Syarif dkk., 2022:14).
Perkembangan e-commerce di indonesia mulai berkembang pesat saat masa pandemi covid-19 yang mendorong masyarakat untuk terlibat dalam berbagai kegiatan online, kegiatan tersebut terus
berlanjut sampai saat ini karena masyarakat merasa dengan berbelanja online lebih efektif dan efesien.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), transaksi e-commerce di Indonesia pada tahun 2020 mencapai Rp253,4 triliun, meningkat 26,7% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2021, transaksi e-commerce meningkat lagi menjadi Rp337,7 triliun, tumbuh 33,2%.Gubenur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan pada 2023, transaksi e-commerce diproyeksi kembali meningkat tinggi, sebesar 17 persen menjadi Rp572 triliun.
Dengan meningkatnya jumlah pengguna E-commerce di Indonesia membuat pemerintah melakukan suatu kebijakan yaitu dengan adanya sistem pajak pertambahan nilai di e-commerce agar proses pelaksanaan berbelanja online aman, terpercaya, dan berjalan dengan lancar. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, berlakunya PPN pada transaksi online sama dengan berlakunya pajak pada perdagangan konvensional, dalam Surat Edaran direktur jendral pajak Nomor SE-62/PJ/2013 poin F menjelasakan bahwa ketentuan yang tertuang dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan peraturan pelaksanaannya juga berlaku bagi wajib pajak yang melakukan transaksi e-commerce. Jadi baik transaksi konvensional maupun transaksi online sama-sama dikenakan pajak.
Sejalan dengan pemberlakuannya Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 yang mengatur tentang tata cara pemberian izin inisiasi pajak, inisiasi pajak, penyetoran, dan PPN yang disebabkan oleh penggunaan barang kena pajak dan/atau pabean jasa dari luar. Negara melalui perdagangan elektronik. Peraturan ini akan mulai berlaku pada 1 Juli 2020 dan menyatakan bahwa semua transaksi perdagangan elektronik akan melibatkan penggunaan metode pembayaran yang aman, tanda tangan elektronik, dan komunikasi langsung dengan pemerintah sebagai perusahaan induk negara.
Objek PPN berdasarkan pasal 4 UU PPN dan PPnBM pajak pertambahan nilai dikenakan atas : a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b. Impor barang kena pajak
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean oleh pengusaha
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di daalam daerah pabean;
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam derah pabean f. Ekspor barang kena pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak;m
g. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak; dan h. Ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Subjek pajak e-commerce adalah orang pribadi atau perusahaan yang memperoleh penghasilan dengan menjual produk atau memberikan jasa. Subjek pajak berdasarkan Undang-Undang Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 adalah: Perorangan; Badan tidak termasuk bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha yang peredaran brutonya tidak melebihi Rp 4.800.000.000 per tahun. Subjek pajak pertambahan nilai dapat dibagi 2 kelompok, yaitu kelompok pengusaha kena pajak dan kelompok bukan pengusaha kena pajak. Artinya PPN itu tidak bisa dihindarkan, baik PKP maupun bukan PKP keduanya kena PPN (Masyahrul et.,al, 2008:17).
Apabila pajak dari transaksi e-commerce tidak diberlakukan sama seperti pedagang konvensional akan mampu mengakibatkan tidak di implementasikannya prinsip-prinsip keadilan dalam
menegakkan hukum yang terjadi tentunya ketidakseimbangan persaingan antar pengusaha
dikarenakan beban-beban pajak yang tidak bisa merata antara Wajib Pajak Online dan Offline. Maka dari itu pajak e-commerce dapat dikatakan sebagai alat pemerataan pendapatan masyarakat
(Paramitari et al., 2019:118). Oleh karena itu berlakunya Pajak Pertambahan Nilai dalam E-commerce menjadi sarana berlakunya prinsip keadilan dalam Penegakan hukum di Indonesia agar terwujudnya suatu keseimbangan.
Mekanisme Pajak PPN di E-commerce
Semakin populernya transaksi online di indonesia, pemerintah telah menetapkan pedoman e- commerce dan menetapkan penjualan online sebagai salah satu komponen pajak pertambahan Nilai (PPN) hal tersebut menjadi peluang bagi pemerintah menghasilkan pendapatan tambahan dari PPN tersebut karena transaksi e-commerce semakin meluas dimasyartakat,Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas transaksi jual beli barang dan jasa kepada wajib pajak orang pribadi atau badan.
Mekanisme ini ditetapkan melalui penerbitan Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 yang mengatur tata cara penunjukan pemungut pajak, pemungutan pajak,
penyetoran, dan pelaporan PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak. dan/atau jasa dari luar daerah pabean melalui perdagangan elektronik. Berdasarkan UU No 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan pemerintah menaikan tarif PPN menjadi 11% yang berlaku per 1 april 2021, khusus atas ekspor BKP/JKP tarif PPN adalah 0%. PPN dikenakan atas penyerahan BKP/JKP di dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya, mekanisme pemungutan PPN adalah:
1. Rekanan memiliki kewajiban dalam membuat faktur pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) atas tiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
2. Faktur pajak dibuat sesuai ketentuan di bidang perpajakan.
3. Mencantumkan NPWP dan identitas rekanan dan melakukan penandatanganan SPP yang dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas nama rekanan tersebut.
4. Atas penyerahan BKP, selain terutang PPN, yakni terutang pula PPnBM, maka rekanan mencantumkan pula jumlah PPnBM terutang pada faktur pajak.
5. Faktur pajak dibuat rangkap 3. Lembar pertama untuk BUMN, lembar kedua untuk rekanan, dan ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN.
6. SSP dibuat rangkap 5 Lembar pertama untuk rekanan, kedua untuk KPPN lewat bank persepsi atau kantor pos, ketiga untuk rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN, keempat untuk bank persepsi atau kantor pos, kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi pemungut PPN.
7. Melakukan pemungutan wajib menyertakan cap “Disetor tanggal ……….” dan menandatanganinya pada faktur pajak.
8. Faktur pajak dan SSP adalah bukti pemungutan dan penyetoran atas PPN dan PPnBM.
Mekanisme pemungutan PPN adalah PKP (pengusha kena pajak) rekanan yang menerbitkan faktur pajak dan menerbitkan SSP atas setiap penyerahan BKP/JKP ke pemungut PPN. Pelaporan PPN dilakukan setiap bulan dan laporannya disampaikan ke KPP (kantor pelayanan pajak) tempat BUMN terdaftar. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang- Undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal, yaitu sebesar 10%.
Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud dengan pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya (Sutedi:97)
Tarif ini diterapkan dalam UU No. 18 Tahun 2000 (UU PPN dan PPnBM) yang menggunakan tarif proporsional sebesar 10%. Pajak yang terutang:
a. Rp15.000.000,00 x 10% =Rp1.500.000,00
b. Rp25.000.000,00 x 10% =Rp2.500.000,00 c. Rp40.000.000,00 x 10% =Rp4.000.000,00 d. Rp60.000.000,00 x 10% =Rp6.000.000,00
Contohnya: PPN akan dikenakan tarif sebesar 10% atas berapa pun penyerahan barang/jasa kena pajak, PPh Badan yang dikenakan tarif sebesar 28% atas berapa pun penghasilan kena pajak. PPN 10% x Rp 700.000,00 = Rp70.000.00 PPN 10% x Rp1.500.000,00 = Rp150.000,00. (Russel 2017:47) Berdasarkan pasal 8A ayat (1) Undang-undang HPP, Pajak pertambahan nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dengan dasar pengenaan pajak yang meliputi Harga jual, Nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain. Contoh: penerapan tarif 12% (dua belas persen) pengusaha kena pajak A , menjual Barang kena pajak dengan harga jual Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Pajak pertambahan nilai yang tertutang= 12% x
Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.200.000,00 pajak pertambahan nilai sebesar Rp. 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tersebut merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh pengusaha kena pajak A.
Pajak Masukan dan Pajak Keluaran adalah dua konsep yang digunakan dalam pemungutan pajak Pertambahan Nilai. Pajak masukan adalah pajak pertambahan nilai yang dibayar oleh pengusaha kena pajak karena perolehan Barang kena Pajak dan/atau penerimaan Jasa Kena Pajak atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau Impor Barang Kena Pajak. Sedangkan Pajak keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak (Waluyo, 2008:265, dalam Rachman, 2011).
Definisi Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan atau transaksi Barang Kena Pajak (BKP) yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984. Berdasarkan definisi tersebut, pihak yang melakukan perdagangan melalui e-commerce wajib dikenakan pajak karena melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP). Namun, akan timbul kesulitan dalam menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan (Nugroho, 2016:4).
Dalam mekanisme pemungutannya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mengenal dua prinsip pemungutan, yaitu prinsip tempat asal (origin principle) dan prinsip tempat tujuan (destination principle). Prinsip tempat asal mengandung pengertian bahwa Pajak Pertambahan Nilai dipungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Sedangkan berdasarkan prinsip tempat tujuan, Pajak Pertambahan Nilai dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi (Ridho, 2021:525).
Menurut peraturan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor-62/PJ/2013 di Indonesia bentuk e- commerce terbagi menjadi empat bagian yaitu antara lain:
Online marketplace adalah platform digital yang menyediakan tempat bagi penjual untuk menjual barang dan menyediakannya kepada pembeli. Model bisnis ini disebut dengan PPN, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, dan/atau PPh Pasal 4 (2). Dikenakan PPN 10%
Classified platform adalah iklan baris yang memberikan ruang bagi penjual untuk memasang iklan barang dan jasa. Model bisnis ini dikenal dengan nama PPN pajak.Dikenakan PPN 10 %
Daily deals adalah situs yang menawarkan diskon eksklusif untuk barang dan jasa selama periode waktu terbatas. Model bisnis ini dikenal dengan nama PPN pajak. Dikenakan PPN 10%
Online retail mengacu pada toko online yang menawarkan barang dan jasa kepada pelanggan secara diam-diam dan aman. Model bisnis ini disebut dengan PPN, PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 23. Dikenakan PPN 10%. Pengenaan pajak terhadap e-commerce di Indonesia bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam pemungutan pajak, serta untuk meningkatkan penerimaan negara.
Sistem perpajakan di Indonesia sendiri menggunakan sistem self assesment yaitu memberikan wewenang dan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan, dan mempertanggungjawabkan sendiri jumlah pajak yang terutang (Yusuf, 2011 dalam Trisnayanti & Jati, 2015:294). Yang dimana wajib pajak dianggap dalam kegiatan pembayaran pajak dapat menghitung pajak, mempunyai kejujuran yang tinggi dan menyadari bahwa membayar pajak itu penting untuk berbelansungan sistem perekonomian.
Self Assessment System menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dan pengawasan lebih dari pemerintah agar jalannya pemungutan pajak tersebut terlaksana dengan baik. Mekanismes pemeriksaan yang baik merupakan tindakan pengawasan atas pelaksanaan akan pelaksanaan sistem self assessment, agar dapat menumbuhkan kepatuhan wajib pajak sehingga dapat membentuk suatu sistem yang khas dalam rangka mewujudkan efektifitas dan efisiensi pemeriksaan (Suandy, 2011 dalam Winarsih, 2018:29).
Pemerintah telah menyedikan berbagai fasilitas Online untuk sistem pembayaran pajak khususnya dalam transaksi di E-commerce yaitu dengan adanya aplikasi API (Aplication Program Interface) pajak E- Commerce yang dimana gunanya untuk kebutuhan integrasi aplikasi dalam menghitung, menyetor dan melapor pajak secara online dan mudah di dalam satu aplikasi terpadu. Pemerintah memiliki wewenang atas transaksi E-Commerce untuk menjamin keadilan dan menghasilkan
pendapatan, sebagaimana pertumbuhan transaksi digital menjadikan jual beli online sebagai salah satu objek pajak pertambahan nilai (PPN).
Instrumen Yuridis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Transaksi E-commerce
Pada prinsipnya peran dari market digital memberi peluang usaha komprehensif pada setiap keadaan dan kemudahan yang dirasakan masyarakat luas serta kegemaran secara masif. Dengan berbagai tampilan fitur aplikasi yang tersedia untuk diakses di dunia maya dan kemudahan dalam mendapat barang maupun jasa memberikan kontribusi besar untuk pemulihan ekonomi mikro maupun makro tinjauan demikian menjadi wacana besar untuk strategi penerapan di pada program berikutnya. Untuk mencapai target penerimaan negara tersebut maka pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak) berupaya untuk menerbitkan peraturan (kebijakan) perpajakan yang dapat mengarahkan pada pencapaian target tersebut. Upaya-upaya tersebut dapat berupa intensifikasi maupun ekstensifikasi perpajakan. Intensifikasi pajak dapat berupa peningkatan jumlah Wajib Pajak (WP) (Kurnianingsih, 2021 dalam Djufri, 2022:395).
Salah satu sumber pendapatan pemerintah yang cukup potensial adalah pajak. Pajak bagi Pemerintah tidak hanya merupakan sumber pendapatan, tetapi juga merupakan salah satu variabel kebijakan yang digunakan untuk mengatur jalannya perekonomian. Salah satu jenis pajak yang mempunyai peranan besar dalam penerimaan Pemerintah adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). PPN adalah pajak yang dikenakan atas nilai tambah dari suatukomoditi, dan dipungut pada setiap tahapan produksi, PPnBM adalah pajak yang dikenakan terhadap Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, Berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang memang hanya dikenakan kepada wajib pajak yang membeli atau memiliki barang kena pajak yang tergolong mewah yang rata-rata berpenghasilan menengah keatas (Sambur et al., 2015:133).
Pada tanggal 7 Oktober 2021 pemerintah mengeluarkan UU Nomor 7 Tahun 2021. (disebut dengan UU HPP) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Terdapat 6 (enam) ruang lingkup (kluster) peraturan yaitu: 1) Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP), Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Pajak Karbon serta Cukai. Keenam peraturan perundangan perpajakan yang jadi poin utama perubahan regulasi pajak dalam UU HPP, jika diuraikanterdapat beberapa ketentuan pajak terbaru yangmenjadi bagian dari perubahan beberapaUU Pajak terbaru tersebut.
Kesadaran wajib pajak pribadi memiliki pengaruh besar terhadap kepedulian nilai sosial dan fungsi akan penting membayar pajak. Perhitungan secara kumulatif terhadap jumlah WP pribadi apabila mampu berlangsung dengan dasarNegaraakan mengalamikenaikan atas pendapatan.
Karena dengan adanya sadar diri dapat mempengaruhi keadaan dan konsistensi kebersamaan sosial, kesadaran perpajakan juga berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak (Jatmiko, 2006 dalam Cindy & Yenni, 2013:50).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dimana dalam Rancangan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan pada Pasal 7 disebutkan bahwasanya
( 1 ) Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu :
a. Sebesar 11% ( sebelas persen ) yang mulai berlaku pada tanggal 1 april 2022
b. sebesar 12% ( dua belas persen ) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 januari 2025
( 2 )Tarif pajak pertambahan nilai sebesar 0% ( nol persen ) diterapkan atas a. Ekspor barang kena pajak berwujud
b. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud ; dan c. Ekspor jasa kena pajak
Pajak konsumsi adalah pajak yang dikenakan atas pengeluaran yang ditujukan untuk konsumsi.
Untuk membedakan pajak konsumsi dibagi menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan langsung dan tidak langsung PPN termasuk pajak tidak langsung. Kenaikan PPN secara bertahap ini menjadi perhitungan besar bagi pemerintah untuk menentukan kriteria dan klustermana yang berhak membayar pajak. Hal ini berarti seiring pendapatan per kapita naik maka penerimaan PPN juga akan semakin tinggi. Tarif pajak pertambahan nilai bertujuan untuk
mengoptimalkan penerimaan pajak guna meningkatkan tarif pajak agar tercapai basis pajak yang kuat.
Menurut kementrian RI bahwa reformasi perpajakan dapat memperluas basis perpajakan dan menciptakan sistem perpajakan yang leibih baik dengan administrasi yang sederhana dan efisien sejalan dengan tren perpajakan global untuk meningkatkan kepatuhan pajak. (Aryani & tambunan 2022 dalam Purwanti et al., 2023:3)
Situasi kenaikan pajak memberi pengaruh pada kenaikan harga kebutuhan pokok dan BBM, apabila pemerintah tidak stabil dalam mengatasi kenaikan pajak maka akan terjadi inflasi. Inflasi yang tidak seimbang mendistorsi harga-harga relatif, tingkat pajak, dan suku bunga riil pendapatan masyarakat terganggu (Utari, 2008 dalam Djufri, 2022:402)
Peraturan kementrian Keuangan Nomer 48/PMK.03/2020 yaitu :
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID- 19) dan atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/
atau Stabilitas Sistem Keuangan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/ atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik
Peraturan ini akan mulai berlaku pada 1 Juli 2020 dan menyatakan bahwa semua transaksi
perdagangan elektronik akan melibatkan penggunaan metode pembayaran yang aman, tanda tangan elektronik, dan komunikasi langsung dengan pemerintah.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Layanan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Ketentuan perizinan usaha, pembinaan dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sitem elektronik poin penting yang disampaikan dalam peraturan tersebut:
Fasilitasi Promosi: Permendag mengatur bahwa media sosial (medsos) hanya digunakan untuk memfasilitasi promosi barang atau jasa, tidak untuk transaksi langsung. Hal ini bertujuan untuk memhindari penyalahgunaan data pribadi masyarakat
Pembatasi Transaksi: Platform digital tidak boleh bertindak sebagai produsen, dan transaksi impor harus bernilai di atas 100 Dolar AS
Larangan Medsos Merangkap: Pemerintah akan melarang medsos merangkap sebagai e- commerce untuk mencegah penyalahgunaan data pribadi masyarakat
Perlakuannya Sama: Permendag menyatakan bahwa perlakuannya sama dengan yang ada di dalam negeri atau offline. Hal ini mencakup aspek seperti sertifikat halal, BPOM.
Berdasarkan Surat Edaran Direktorat jenderal pajak Nomor SE-62/PJ/2023 (poin F) ketentuan dan tata cara perpajakan atas transaksi E-Commerce. Ketentuan dalam undang-undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dan peraturan pelaksanaannya juga berlaku bagi wajib pajak yang melakukan transaksi e-commerce. Ketentuan tersebut antara lain:
1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
3. Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
4. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan/atau angka 3.
5. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Khusus bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidakmelakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tidak wajib menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan.
6. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan hurut Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan Surat Pemberitahuan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
7. Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan sepanjang belum dilakukan verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak, pemeriksaan, atau pemeriksaan bukti permulaan.
8. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
9. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau tanggal pemotongan atau pemungutan pajak.
10. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu atau dengan persyaratan tertentu yang mengajukan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
11. Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(Poin G). Ketentuan Pajak atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh dari Transaksi E-commerce Ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya juga berlaku bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi e-commerce. Ketentuan tersebut antara lain:
1. Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, antara lain tapi tidak terbatas pada:
a. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas;
b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;c. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dand. penghasilan lain-lain.
2. Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untukmendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan serta untuk Wajib Pajak orang pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan biaya yang tidak boleh dikurangkan adalah biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
3. Atas objek pajak sebagaimana di maksud dalam angka 1, pelunasan Pajak Penghasilan dapat dilakukan melalui penyetoran sendiri, yaitu sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 25, dan/atau Pasal 29 Undang-Undang Pajak Penghasilan, atau melalui mekanisme pemotongan/pemungutan, yaitu sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan/atau Pasal 26 Undang-Undang PajakPenghasilan.
4. Dalam hal penghasilan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, atas penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan tersebut.
SIMPULAN
Peningkatan jumlah pengguna E-commerce di Indonesia membuat pemerintah melakukan suatu kebijakan yaitu dengan adanya sistem pajak pertambahan nilai di e-commerce sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan negara dan memiliki fungsi untuk membiayai pengeluaran yang berkaitan dengan negara, seperti pembangunan dan kepentingan negara. Sesuai dengan peraturan yang ada, berlakunya PPN pada transaksi online sama dengan berlakunya pajak pada perdagangan
konvensional, dalam Surat Edaran direktur jendral pajak Nomor SE-62/PJ/2013 poin F menjelasakan bahwa ketentuan yang tertuang dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan peraturan pelaksanaannya juga berlaku bagi wajib pajak yang melakukan transaksi e-commerce. Oleh karena itu berlakunya Pajak Pertambahan Nilai dalam E-commerce menjadi sarana berlakunya prinsip keadilan dalam Penegakan hukum di Indonesia agar terwujudnya suatu keseimbangan.
Mekanisme PPN ditetapkan melalui penerbitan Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 yang mengatur tata cara penunjukan pemungut pajak, pemungutan pajak,
penyetoran, dan pelaporan PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak. dan/atau jasa dari luar daerah pabean melalui perdagangan elektronik. Berdasarkan UU No 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan pemerintah menaikan tarif PPN menjadi 11% yang berlaku per 1 april 2021, khusus atas ekspor BKP/JKP tarif PPN adalah 0%. PPN dikenakan atas penyerahan BKP/JKP di dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak. Mekanisme pemungutan PPN adalah PKP (pengusha kena pajak) rekanan yang menerbitkan faktur pajak dan menerbitkan SSP atas setiap penyerahan BKP/JKP ke pemungut PPN. Pelaporan PPN dilakukan setiap bulan dan laporannya disampaikan ke KPP (kantor pelayanan pajak) tempat BUMN terdaftar.
Pemungutan pajak mengacu pada pemungutan langsung, penyetoran dan pelaporan pajak
pertambahan nilai (PPN) atas perdagangan elektronik, Pemerintah telah menetapkan peraturan yang membahas mengenai sistem berbelanja di E-Commerce. dalam Surat Edaran direktur jendral pajak Nomor SE-62/PJ/2013 poin F menjelasakan bahwa ketentuan yang tertuang dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan peraturan pelaksanaannya juga berlaku bagi wajib pajak yang
melakukan transaksi e-commerce Peraturan kementrian Keuangan Nomer 48/PMK.03/2020 yaitu tata cara pemberian izin pajak, dan/atau pabean jasa dari luar.
Daftar Pustaka
, P., & , A. T. S. K. (2016). Reformasi Birokrasi Perpajakan Sebagai Usaha Peningkatan Pendapatan Negara Dari Sektor Pajak. Yustisia Jurnal Hukum, 95(2), 395–414.
https://doi.org/10.20961/yustisia.v95i0.2818
Adam, D. V., & Astin, I. P. (2019). Kebijakan Pengenaan Pajak Atas Transaksi Perdagangan Online (E-Commerce). Prosiding FRIMA (Festival Riset Ilmiah Manajemen Dan Akuntansi), 2, 220–
226. https://doi.org/10.55916/frima.v0i2.38
Azizah, M., & Aswad, M. (2022). Pengaruh belanja online pada e-commerce shopee terhadap perilaku konsumtif generasi millennial di Blitar. J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, 1(4), 429–438.
Cindy, J., & Yenni, M. (2013). Pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus , sanksi perpajakan, lingkungan wajib pajak berada terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Surabaya. Tax & Accounting Review, 1, 51.
Djufri, D. (2022). Dampak Pengenaan Ppn 11% Terhadap Pelaku Dunia Usaha Sesuai Uu No.7 Thn 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Di Indonesia. Journal of Social Research, 1(5), 391–404. https://doi.org/10.55324/josr.v1i5.106
Nasution Hakim, L., & Marsyahrul, T. (2008). Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PT Grasindo.
Nugroho, B. A. F. (2016). Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai untuk E-Commerce di Indonesia Menggunakan E-Wallet. Paper Ujian Akhir Semester Sistem Dan Teknologi Informasi.
Paramitari, N. N. A., Widiati, I. A. P., & Suryani, L. P. (2019). Analisis Yuridis Pemungutan Pajak Dalam Transaksi E-Commerce di Indonesia. Jurnal Analogi Hukum, 1(1), 114–119.
Purwanti, K. H. D., Manrejo, S., & Eprianto, I. (2023). Dampak Kebijakan Kenaikan Tarif PPN terhadap Kepatuhan Pajak (Studi pada Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Bekasi).
Jurnal Ekonomi, Manajemen, Dan Akuntansi, 2(3), 170–180.
http://jurnal.anfa.co.id/index.php/mufakat
Rachman, N. R. (2011). Analisis Perhitungan Pajak Masukan Dan Pajak Keluaran Dalam Rangka Menentukan Pajak Kurang Atau Lebih Setor PPN (Studi Empiris Pada Pengusaha Kena Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jember).
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/6418/Nita R. Rachman.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
Ramadayanti, E., Ramli, T. S., & Muttaqin, Z. (2022). Menelaah Aspek Yuridis Pajak E-Commerce Sebagai Langkah Efektif Optimalisasi Penerimaan Negara. Citizen : Jurnal Ilmiah
Multidisiplin Indonesia, 2(1), 105–117. https://doi.org/10.53866/jimi.v2i1.50
Ridho, M. N. (2021). Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Ppn) Pada Transaksi E-Commerce. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan), 5(1). https://doi.org/10.58258/jisip.v5i1.1765
Sambur, N. C. P., Sondakh, J. J., & Sabijono, H. (2015). Analisis Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Terhadap Daya Beli Konsumen Kendaraan Bermotor. Berkala Ilmiah Efisiensi, 15(05), 132–143.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article/view/9730
Syarif dkk. (2010). Potensi Perkembangan E-Commerce dalam Menunjang Bisnis di Indonesia.
Geografi Universitas Gadjah Mada, 2(1), 1–6.
Trisnayanti, I. A. I., & Jati, I. K. (2015). Pengaruh Self Assessment System, Pemeriksaan Pajak, dan Penagihan Pajak pada Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 13(1), 292–310.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Akuntansi/article/view/13012
Widagdo, P. B. (2016). Perkembangan Electronic Commerce (E-Commerce) di Indonesia.
Researchgate.Net, December, 1–10. https://www.researchgate.net/publication/311650384
Winarsih, E. (2018). Pengaruh Sistem Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Terdeteksinya Kecurangan Terhadap Penggelapan Pajak. Atestasi : Jurnal Ilmiah Akuntansi, 1(1), 55–69.
https://doi.org/10.57178/atestasi.v1i1.174
Kemenkeu Learning Center, 2023, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Diakses pada 19 November 2023 dari Kemenkeu Learning Center
Hukum Online, 2023, E-Commerce Dulu dan Sekarang diakses pada 21 November 2023 dari https://www.hukumonline.com/berita/a/e-commerce-dulu-dan-sekarang-lt5f214da28de2b/
Online Pajak, 2023, Pajak E-Commerce Berlaku April 2019 4 Hal Harus dipelajari Pebisnis Online.
Diakses pada 21 November 2023, dari https://www.online-pajak.com/seputar-efaktur-
ppn/pajak-ecommerceonline#:~:text=Pajak%20e%2Dcommerce%20dan%20Kepatuhan,pada
%20tanggal%2030%20Maret%202022
Pajakku, 2023, Pengaruh Self Assesment system, Pemeriksaan Pajak, dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan PPN, diakses pada 22 November 2023, dari
https://www.pajakku.com/read/5db6a1534c6a88754c088109/Pengaruh-Self-Assessment- System-Pemeriksaan-Pajak-dan-Penagihan-Pajak-Terhadap-Penerimaan-PPN
Nasution, L. Hakim & Marsyahrul T. 2008. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta: Indonesia PT Grasindo.
Ayza, Bustamar. 2017. Hukum Pajak Indonesia volume 1. Jakarta: kencana Sutedi, Adrian. 2011. Hukum pajak volume 1. Jakarta: Sinar Grafika
Butar-butar, Russel. 2017. Hukum Pajak Indonesia dan Internasional. Bekasi: Gramata Publishing.
Pusat Data, dan Analisa Tempo. 2022. Perkembangan E-commerce di Indonesia. Jakarta: Tempo Publishing
PERUNDANG – UNDANGAN
Undang - undang Republik Indonesia Nomer 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan pasal 7 tentang tarif Pajak Pertambahan Nilai
PERATURAN PEMERINTAH
Peraturan kementrian Keuangan Nomer 48/PMK.03/2020
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Layanan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Surat Edaran Direktorat jenderal pajak Nomor SE-62/PJ/2023