• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENIPUAN DAN PENGGELAPAN DALAM PENGALIHAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "KARAKTERISTIK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENIPUAN DAN PENGGELAPAN DALAM PENGALIHAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

Tesis ini telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji Tesis Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya. Tesis ini disusun oleh penulis sebagai prasyarat untuk menyelesaikan studinya dan memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara.

Latar Belakang Masalah

Apabila debitur ingkar janji, maka penerima fidusia berhak menjual secara mandiri benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Berkaitan dengan uraian di atas, terdapat salah satu perkara pidana mengenai pengalihan barang dalam perjanjian fidusia.

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemaparan kasus di atas, maka penulis tertarik untuk membahasnya dalam skripsi ini yang berjudul Ciri-ciri Pertanggungjawaban Pidana Penipuan dan Penggelapan Dalam Pengalihan Benda Jaminan Fidusia.

Manfaat Penelitian

Kajian Pustaka

11 Rachmadi Usman, “Makna Peralihan Hak Milik Atas Benda Jaminan Fidusia Berdasarkan Perwalian,” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 28, no. Pasal 25 menjelaskan bahwa jaminan fidusia batal karena adanya pembatalan utang yang dijamin melalui fidusia. Jaminan fidusia mempunyai asas droit de suite yang mengakibatkan timbulnya hak mutlak atas benda-benda seperti hak tanggungan.

Dalam ciri droit de suite, baik penerima jaminan fidusia maupun kreditur berhak mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, dimanapun benda itu berada. Namun sifat tersebut tidak berlaku terhadap objek jaminan fidusia yang berupa saham, karena merupakan pengecualian. Peranan jaminan fidusia adalah untuk menjamin pelunasan suatu utang yang besarnya dijanjikan dalam perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit atau perjanjian utang piutang.

Benda jaminan fidusia adalah benda yang dapat dijadikan jaminan hutang melalui pembebanan pada jaminan fidusia. Sasaran jaminan fidusia adalah perusahaan-perusahaan yang dapat berupa badan usaha berbadan hukum maupun badan usaha tanpa badan hukum. Sedangkan penerima fidusia dapat berupa perorangan atau perusahaan yang mempunyai tagihan yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.

Dapat dipahami bahwa pada prinsipnya pemegang fidusia tidak diperkenankan untuk mengalihkan obyek jaminan fidusia, karena undang-undang tentang jaminan fidusia saat ini mengakui adanya peralihan hak (via constitutum possestorium) atas obyek yang menjadi subyek jaminan fidusia kepada pemegang fidusia. pihak yang menerima fidusia. Tindak pidana yang berkaitan dengan jaminan fidusia diatur secara khusus dalam undang-undang menurut asas nullum delictum noela poena sine praevia lege poenali.

Metode Penelitian

Pendekatan ini merupakan jenis pendekatan yang menganalisis perkara-perkara yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dipertimbangkan, yaitu putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum dan tidak dapat diganggu gugat. Dalam pendekatan ini, penulis mencoba membangun argumentasi dengan perspektif konkrit yang terjadi di lapangan. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk mencari kebenaran tentang suatu peristiwa hukum sesuai dengan prinsip keadilan.

Kemudian karena pendekatan ini menggunakan putusan, maka penulis harus mengkaji pertimbangan hakim untuk sampai pada suatu putusan yang dapat digunakan untuk memberikan argumentasi bagi penyelesaian permasalahan hukum yang ada. Berbagai jenis sumber hukum yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder. Sumber hukum primer adalah sumber hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang sah, misalnya UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Keputusan Pengadilan Negeri Pamekasan no. 51/PID.Sus/2020/PN.Pmk penting untuk permasalahan penelitian ini.

Proses studi literatur meliputi pencarian dan pengumpulan data dari berbagai sumber, seperti dokumen, jurnal, dan artikel, yang masih berkaitan dengan relevansi masalah yang sedang dibahas. Selanjutnya bahan-bahan hukum yang akan digunakan dikelompokkan menjadi satu dan kemudian disusun agar lebih mudah dipelajari. Kita dapat menyimpulkan bahwa penalaran deduktif adalah proses menggabungkan pernyataan-pernyataan yang berbeda tentang apa yang sedang dibahas untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang logis.

Sistematika Penulisan

Unsur Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan

Merujuk pada penjelasan yang telah dikemukakan oleh berbagai ahli sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa suatu tindak pidana terjadi apabila perbuatan atau perbuatan yang dilakukan memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Apabila perbuatan atau perbuatan itu tidak memenuhi unsur-unsur tertentu yang diatur dalam ketentuan hukum, maka perbuatan atau perbuatan itu tidak dapat digolongkan sebagai tindak pidana. Pada unsur 'siapa pun' merujuk pada individu sebagai subjek atau orang yang melakukan tindak pidana.

Apabila unsur-unsur suatu tindak pidana penipuan telah dipenuhi oleh seseorang atau suatu perusahaan maka dapat dikatakan sebagai ‘pelaku’ atau yang biasa disebut dengan pelaku. Di bagian 'melawan hukum'. kemudian dikaitkan dengan sarana motivasi atau sikap persuasif yang digunakan. Dengan menggunakan beberapa cara hasutan dan persuasi (penggunaan identitas palsu, penyajian posisi palsu, taktik manipulasi dan berbagai perilaku tidak jujur).

Bila seluruh unsur penyelewengan pidana dipenuhi oleh seseorang atau suatu korporasi, maka ia dapat dikatakan sebagai ‘daders’ atau biasa disebut dengan pelaku. Yang dimaksud dengan “memiliki” adalah suatu unsur yang dalam hal ini merupakan perbuatan atau perbuatan seseorang yang seolah-olah menganggap dirinya menguasai suatu benda milik orang lain. Orang yang "kaya" dalam apropriasi mempunyai posisi berbeda. dengan pencurian karena dalam tindak pidana penggelapan pelaku melakukan perbuatan yang sama dengan yang dilakukan pemilik terhadap barang tersebut. Dalam tindak pidana ini pelaku penggelapan harus bersentuhan langsung dengan barang dan asli.

Karakteristik Penipuan dan Penggelapan dalam Pengalihan Objek Jaminan

Unsur 'siapapun' merujuk pada orang sebagai subjek atau orang yang melakukan tindak pidana. Dalam kasus ini, MZ merupakan subjek atau orang yang melakukan tindak pidana dengan sepeda motor yang dibelinya di Dealer Anugrah Wangi, Jalan Panglegur Kab. MZ merupakan pelaku yang mengetahui akan melakukan tindak pidana dan HF merupakan pihak yang diuntungkan dari tindak pidana tersebut.

Dengan unsur-unsur tersebut di atas, MZ terbukti melakukan tindak pidana pelanggaran Pasal 378 KUHP. Unsur ini merujuk pada orang atau korporasi sebagai subjek atau pelaku tindak pidana yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. MZ menjadi subjek tindak pidana sepeda motor yang dibelinya melalui dealer Anugrah Wangi di Jalan Panglegur Kab.

Permusyawaratan dalam perkara pidana ini adalah pelaku memaknai akibat dari perbuatan yang dilakukannya. MZ dengan sengaja menyetujui atau menandatangani dokumen tersebut sebagai syarat penyerahan benda fidusia. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menjelaskan ciri-ciri tindak pidana pengalihan benda jaminan fidusia yang termasuk dalam kategori tindak pidana penipuan dan penggelapan.

Kasus Posisi

JM41E1298883 atas nama MZ sendiri dari dealer Anugrah Wangi Pamekasan, selanjutnya pada bulan Maret 2019 MZ membayar cicilan pertama ke dealer Anugrah Wangi dan cicilan kedua pada bulan April 2019, cicilan ketiga pada bulan Mei 2019, dan untuk Cicilan Juni MZ belum membayar angsuran lagi. MZ menerima kredit sepeda motor merek Vario 125 warna putih tahun 2019 dari dealer Anugrah Wangi yang masih menjadi objek jaminan fidusia dan sepeda motor merek Vario 125 tanpa persetujuan tertulis dari PT. Pertimbangan hakim diperoleh dari serangkaian kegiatan mulai dari dakwaan jaksa penuntut umum, tahapan pemeriksaan saksi-saksi di persidangan, dan keterangan yang diberikan selama persidangan.

Dalam konteks ini alat bukti adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan suatu perbuatan yang alat-alat itu dipergunakan sebagai alat bukti dengan tujuan agar hakim yakin akan kebenaran tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.” 25. ZUHDI pada hari dan bulan tahun 2019 sekitar Pukul 12.00 WIB di diler Anugrah Wangi Jalan Panglegur Kab Pamekasan datang ke diler Anugrah Wangi untuk mengajukan kredit sepeda motor Honda Vario 125 warna putih melalui leasing FIF Group cabang Pamekasan.

Bahwa terdakwa membayar angsuran pertama kepada pedagang Anugrah Wanga pada bulan Maret 2019, dan angsuran kedua pada bulan April 2019. Bahwa angsuran ketiga pada bulan Mei 2019, dan untuk angsuran bulan Juni terdakwa tidak membayar angsuran kedua. Sepeda motor Vario 125 secara kredit tahun 2019 dari Dealer Anugrah Wangi yang masih beroperasi dengan jaminan fidusia, kemudian terdakwa mengalihkan sepeda motor Vario 125 tersebut tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang fidusia kepada saksi HENDRI FERDIAN. Selain itu, hakim juga mempertimbangkan bukti-bukti yang disimpan selama persidangan, dimana hakim menilai bukti-bukti tersebut.

Putusan Hakim

Analisa Penulis

ZUHDI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pengalihan barang yang menjadi obyek jaminan fidusia Pasal 23 ayat (2) tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia”. Unsur ini merujuk pada orang sebagai subjek atau pelaku tindak pidana, yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Unsur pertama ini terpenuhi karena terbukti MZ merupakan subjek atau pelaku tindak pidana terhadap sepeda motor yang dibelinya melalui Dealer Anugrah Wangi, Jalan Panglegur Kab.

Unsur ini merujuk pada orang atau perusahaan sebagai subjek atau pelaku tindak pidana yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun menurut penulis, hakim juga harus menyadari berbagai aspek seperti pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana, agar putusan yang dihasilkan dapat sesuai dengan tindak pidana tersebut. Mengenai pasal yang dianggap mungkin bagi korban tindak pidana, jika ingin menuntut ganti rugi kepada terdakwa, tampak dari bab.

Kerugian akibat tindak pidana atau orang lain yang menderita kerugian (korban) sebagai akibat langsung dari tindak pidana tersebut 3. Kalaupun ada ketentuan yang menjadi dasar untuk memperoleh ganti rugi bagi korban tindak pidana dengan cara yang mudah dan cepat, integrasi tuntutan ganti rugi Kerugian dalam perkara pidana masih sangat jarang dilaksanakan. Dengan demikian menurut penulis, penjatuhan pidana penjara selama 2 bulan 15 (lima belas) hari tidak sepadan dengan tindak pidana yang dilakukan atau kerugian yang diperoleh PT.

Kesimpulan

Terkait putusan tersebut, penulis berpendapat perbuatan terdakwa dapat memenuhi dua pasal yaitu Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan karena terbukti memenuhi unsur kedua pasal tersebut. Hakim harus memperhatikan segala aspek fakta dan alasan serta dasar hukum yang dijadikan dasar putusan yang menyertai penetapan suatu tindak pidana, sehingga ada kemungkinan batalnya. Putusan hakim yang hanya satu pasal yakni Pasal 36 UUJF dan hukuman penjara 2 bulan 15 hari tidak mampu membuat pelaku jera.

Hal ini juga dapat membuat orang lain tidak takut untuk melakukan tindak pidana pengalihan objek jaminan fidusia.

Saran

Di satu sisi pemidanaan bertujuan untuk memperbaiki sikap atau perilaku terpidana agar ia tidak mengulangi perbuatan serupa di kemudian hari. Di sisi lain, tujuan hukuman adalah untuk mencegah orang lain melakukan tindakan yang sama. Bahwa kedepannya para pelanggar bisa mendapatkan hukuman yang sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya dan memberikan efek jera.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa apabila terjadi pengalihan objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh Debitor Pemberi Fidusia tanpa persetujuan

Perbuatan-perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana terhadap perjanjian Jaminan Fidusia dalam UUJF yaitu diatur dalam Pasal 36 UUJF, pemberi fidusia yang mengalihkan,

yang dijadikan objek Fidusia akan dicatatkan dalam sertifikat jaminan Fidusia, sehingga apabila terjadi wanprestasi dari pemberi Fidusia atau debitor, maka kreditor hanya

Hak utama dari penerima fidusia tidak dihapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi dan pemberi fidusia, berhubung benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak

Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia menyatakan bahwa apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap

yang dapat dilakukan kreditur jika pemberi Fidusia mengalihkan benda persediaan yang menjadi obyek jaminan Fidusia dengan didasarkan pada analisis mengenai

dari penerima jaminan fidusia tidak hapus karena benda yang menjadi objek. jaminan fidusia tidak termasuk ke dalam harta pailit pemberi

Penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa apabila terjadi pengalihan objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh Debitor Pemberi Fidusia tanpa persetujuan