Karakteristik Pertanian di DKI Jakarta:
1. Petani di DKI Jakarta
Karakteristik petani yang melakukan usaha pertanian di DKI Jakarta rata-rata berusia 48 tahun, meskipun tidak tergolong muda, usia tersebut masih tergolong usia produktif. Rata-rata pendidikan formal yang ditempuh petani selama enam tahun atau setara dengan usia lulus sekolah dasar, dengan demikian dilihat dari tingkat pendidikannya petani di DKI Jakarta dapat dikategorikan berpendidikan rendah. Karakteristik petani perkotaan di negara berkembang lainnya juga menyebutkan bahwa pertanian perkotaan dikerjakan oleh masyarakat berkeahlian rendah (Kutiwa, Boon dan Devuyst, 2010; Zezza dan Tasciotti, 2010; Ayenew et al., 2011; Golden, 2013). Rata-rata jumlah anggota rumah tangga tani sebanyak tiga jiwa, dengan 55 % petani dibantu oleh istri dalam melakukan usahatani. Rata-rata pengalaman usahatani yang dimiliki selama 19 tahun dan rata-rata pengalaman usaha tani sayuran selama 12 tahun. Lamanya pengalaman usahatani yang dimiliki petani Jakarta membuat petani tidak kesulitan untuk melakukan usaha budidaya meskipun dengan kondisi yang terbatas. Rata-rata luas lahan yang digarap oleh petani seluas 1950 m2 , jika dilihat dari luasan lahan yang digarap, petani yang melakukan usaha pertanian di DKI Jakarta mayoritas tergolong petani kecil. Status kepemilikan lahan yang digunakan, 100%
petani bukanlah pemilik lahan yang berarti mereka sebagai
penggarap.
Source : https://media.neliti.com/media/publications/274751-none-08748096.pdf
Struktur Usaha Pertanian
Berdasarkan hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2023, terdapat 13.791 usaha pertanian di Jakarta. Mayoritas usaha pertanian di Jakarta didominasi oleh Usaha Pertanian Perorangan (UTP), yang mencapai 13.412 unit atau 97,25 persen dari total keseluruhan. UTP adalah unit usaha yang dikelola oleh satu orang yang bertanggung jawab secara teknis, yuridis, dan ekonomis terhadap keseluruhan kegiatan pertanian. Orang tersebut dapat langsung mengelola usaha atau mendelegasikan tugas sehari-hari kepada seorang manajer.
Meskipun Kepulauan Seribu memiliki luas wilayah terkecil yaitu
10,72 km² atau sekitar 1,62 persen dari total luas Jakarta, namun
wilayah ini memiliki jumlah UTP terbanyak yaitu 2.724 unit. Hal
ini menunjukkan bahwa di Kepulauan Seribu masih tersedia lahan pertanian yang lebih luas dibanding wilayah lain, khususnya wilayah perairan yang menjadi faktor pendorong berkembangnya usaha pertanian perorangan.
Produksi Hasil Pertanian di DKI Jakarta (https://bdsp2.pertanian.go.id/bdsp/id/home.html)
Produksi hasil pertanian di DKI Jakarta di dominasi oleh komoditas padi, sayuran, dan buah-buahan. Padi masih menjadi komoditas utama yang ditemukan di Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Selain itu, sayuran seperti bayam, kangkung, dan ketimun juga menjadi bagian penting dari hasil pertanian di DKI Jakarta.
Lahan yang Terbatas
Luas lahan pertanian di Jakarta yang masih digunakan sebagai garapan pertanian, termasuk lahan sawah, sekitar 414 hektar. Lahan ini tersebar di tiga wilayah kota administrasi, yaitu Jakarta Utara (341 hektar), Jakarta Barat (45 hektar), dan Jakarta Timur (28 hektar). Jakarta Utara memiliki lahan sawah yang paling luas, sedangkan Jakarta Timur memiliki lahan sawah yang paling sedikit. Perlu diingat bahwa ada juga lahan sawah abadi yang dikelola oleh Pusat Pengembangan Benih dan Proteksi Tanaman Dinas KPKP Provinsi DKI Jakarta. Selain sawah, Jakarta juga memiliki lahan pertanian lain, seperti lahan kering, meskipun luasnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan lahan sawah.
Penyusutan lahan sawah di Jakarta, khususnya di Jakarta Utara, terjadi karena adanya alih fungsi lahan. Data menunjukkan bahwa luas lahan sawah di Jakarta Utara telah berkurang sekitar 73 hektar dalam beberapa tahun terakhir, kata Kepala Suku Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian (KPKP) Jakarta Utara, Unang Rustanto kepada ANTARA News.
1. Gambaran Umum Pertanian Jakarta
Jika dilihat persentase usaha pertanian berdasarkan subsektor, hasil menunjukkan bahwa Perikanan dan Hortikultura mendominasi. Hal ini sejalan dengan subsektor Perikanan dan Hortikultura yang memberikan distribusi terbesar terhadap perekonomian atau PDRB Jakarta. Subsektor Perikanan, mencakup 36,04 persen dari total usaha pertanian, merupakan kontributor terbesar terhadap PDRB lapangan usaha pertanian. Usaha perikanan terbanyak berpusat di Kepulauan Seribu dan Jakarta Utara, wilayah yang memiliki perairan terluas dengan kegiatan perikanan berupa budidaya ikan dan perikanan tangkap. Realitas ini memungkinkan perikanan menjadi sektor yang dominan di kedua wilayah dan mendukung kontribusi terhadap perekonomian Jakarta.
Perikanan di kawasan urban seperti Jakarta memiliki potensi besar untuk terus berkembang apabila dikelola dengan baik. Pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dapat memastikan pasokan yang stabil bagi masyarakat Jakarta, di tengah keterbatasan sumber daya alam di Jakarta. Lahan pertanian di Jakarta sangat terbatas, namun praktik-praktik pertanian perkotaan, seperti urban farming dan teknologi vertikal farming terus berkembang. Jakarta, sebagai wilayah urban terus menghadapi tekanan dari segi biaya lahan yang tinggi dan bersaing dengan penggunaan untuk kepentingan non-pertanian. Namun dengan inovasi teknologi pertanian dan dukungan kebijakan yang tepat, subsektor ini dapat terus berkembang.
2. Kondisi sektor pertanian terhadap perekonomian di Jakarta
Kontribusi sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi DKI Jakarta selama tahun 2019–2023 hanya berkisar 0,1 persen. Pada tahun 2023, kontribusi sektor ini merupakan yang terendah sebesar 0,07 persen terhadap PDRB. Artinya, selama 5 tahun terakhir, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB DKI Jakarta, cenderung semakin menurun. Meskipun apabila dilihat dari nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mengalami kenaikan, sebesar Rp2,12 triliun pada tahun 2018 menjadi Rp2,51 triliun pada tahun 2024. Jika dilihat dari laju pertumbuhan selama periode 2019–2023, sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
cenderung menunjukkan tren yang cukup fluktuatif. Pada wilayah Provinsi DKI Jakarta, sektor ini menunjukkan ketahanan di tengah dinamika ekonomi yang penuh tantangan. Pada tahun 2020, ketika banyak sektor mengalami kontraksi akibat dampak pandemi COVID-19, sektor pertanian justru tumbuh sebesar 0,49 persen. Ini menegaskan bahwa peran sektor ini relatif tangguh terutama di masa-masa krisis. Pertumbuhan ini membuktikan kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan kondisi ekonomi dengan memberikan kontribusi positif, bahkan ketika total PDRB DKI Jakarta mengalami kontraksi sebesar -2,39 persen.
Pada tahun 2021 pertumbuhan sektor pertanian mencapai 4,14 persen, melampaui laju pertumbuhan total PDRB sebesar 3,55 persen. Kenaikan ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mampu bertahan dan turut andil dalam pemulihan ekonomi DKI Jakarta. Pada tiga tahun terakhir, sektor pertanian di DKI Jakarta mengalami penurunan. Setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,14 persen pada tahun 2021, sektor ini menghadapi penurunan pada tahun 2022 dengan pertumbuhan sebesar 2,59 persen. Penurunan ini berlanjut pada tahun 2023, sektor pertanian mengalami kontraksi sebesar -3,94 persen. Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan pada Tanaman Hortikultura dan Perikanan dimana subsektor tersebut memegang peranan yang cukup besar.
Penurunan sektor pertanian di Jakarta, khususnya pada subsektor Tanaman Hortikultura dan Perikanan, dipengaruhi oleh semakin berkurangnya lahan pertanian di wilayah perkotaan. Hal ini membatasi ruang untuk budidaya tanaman dan perikanan, sehingga menurunkan kapasitas produksi di kedua subsektor. Selain itu, perubahan pola cuaca, seperti curah hujan yang tidak menentu, juga berdampak negatif terhadap produktivitas hortikultura dan hasil tangkapan perikanan.
2. Kontribusi pertanian Jakarta terhadap Indonesia 3. Perbandingan hasil pertanian jakarta dan nasional
4. Peran dalam rantai nilai pertanian (misal sbg pusat distribusi, pemasaran, dsb) 5. Permasalahan, tantangan dan peluang