MAKALAH KARAKTERISTIK DAN PRINSIP UMUM PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF TUNA GRAHITA
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Jasmani Adaptif Yang Diampu Oleh Bapak Dr. Eko Hariyanto M.Pd
Disusun Oleh :
Ahmad Tryo Junaidi 210611609231 Lovellya Altha Maysada 210611609405 Moh. David Triasaputra 210611609258 Prima Yoga Listyanto 210611609322
PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG Oktober 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Jasmani Adaptif. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pendidikan Jasmani Adaptif Tuna Grahita bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Eko Hariyanto yang telah memberikan tugas ini, sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang Pendidikan Jasmani Adaptif bagi Tuna Grahita. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami tampung demi kesempurnaan makalah ini.
Malang, 6 September 2023
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... 1
DAFTAR ISI ... 2
BAB I PENDAHULUAN ... 3
1.1 Latar Belakang ... 3
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan... 4
BAB II PEMBAHASAN ... 5
2.1 Pengertian tuna grahita ... 5
2.2 Ciri-ciri tuna grahita... 5
2.3 Jenis-jenis dan Karakteristik Tunagrahita ... 6
2.4 Faktor Penyebab Tuna Grahita ... 7
2.5 Penanganan ... 9
2.6 Cara berkomunikasi ... 9
2.7 Pembelajaran... 10
BAB III PENUTUP ... 14
3.1 Kesimpulan ... 14
3.2 Saran ... 14
Daftar Pustaka ... 15
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah hal yang penting bagi keberlangsungan hidup manusia, bangsa dan negara. Pendidikan berperan dalam kemajuan bangsa. Layanan pendidikan harus mendahulukan kepentingan peserta didik sebagai pembelajar dan memperhatikan keragaman dan keunikan peserta didik, yang berhubungan dengan keadaan fisik, kecerdasan, mental, emosional dan sosial. Seperti yang termuat dalam UU Sistem Pendidikan Nasional RI No 20 tahun 2003 pasal 3 tentang tujuan pendidikan nasional yaitu, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Pendidik yang baik adalah pendidik yang mengetahui karakter dan kebutuhan siswanya, dengan mengetahui hal tersebut, pendidik akan mengetahui pembelajaran yang sesuai bagi siswa. Khususnya kepada siswa yang memiliki keadaan spesial seperti tuna grahita. Siswa penyandang tuna grahita memiliki metode pembelajarannya sendiri, hal ini wajib dipahami oleh seorang pendidik dikala melaksanakan pembelajaran. Keadaan spesial seperti apapun, tetap memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan sesuai UU Sistem Pendidikan Nasional RI No 20 tahun 2003.
Keadaan spesial seperti tuna grahita harus dilakukan pembelajaran yang khusus, agar siswa dengan tuna grahita dapat mendapatkan pendidikan yang layak dan sesuai. Tidak semua metode pembelajaran bisa diterapkan bagi penyandang tuna grahita.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tuna grahita?
2. Apa ciri-ciri tuna grahita?
3. Apa gejala anak mengalami tuna grahita?
4. Bagaimana penanganan yang cocok bagi penyandang tuna grahita?
5. Bagaimana berkomunikasi dengan penyandang tuna grahita?
6. Pembelajaran apa yang cocok untuk tuna grahita?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tuna grahita 2. Untuk mengetahui ciri-ciri tuna grahita
3. Untuk mengetahui gejala anak yang mengalami tuna grahita
4. Untuk mengetahui penanganan yang cocok bagi penyandang tuna grahita 5. Untuk mengetahui cara komunikasi dengan penyandang tuna grahita 6. Untuk mengetahui pembelajaran yang cocok untuk tuna grahita
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian tuna grahita
Pada diri tiap anak ada kemampuan atau potensi yang unik bagi dirinya. Dan hak- hak anak (childright) yang menyatakan bahwa semua anak memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk hidup dan berkembang secara penuh sesuai denganpotensi yang dimilikinya. Salah satunya pada anak berkebutuhan khusus adalah yang termasuk anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Perilakuanak-anak ini tidak berkembang seperti pada anak yang normal. Istilah anakberkelainan mental subnormal dapat disebut juga dengan keterbelakangan mental, lemah ingatan(feeble minded), tunagrahita. Semua makna di atas menunjuk kepadaseseorang yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal (Efendi,2006).
Pada umumnya anak berkebutuhan khusus ini biasa disebut anak tuna grahita. Anak tuna grahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembanganmental dan intelektual sehingga juga berdampak pada perkembangan kognitif dan perilakunya, seperti tidak mampu memusatkan pikiran, emosi tidak stabil, sukamenyendiri dan pendiam. Gangguan mental anak tunagrahita ini disebabkan karenatingkat kecerdasannya yang rendah, juga memiliki kekurangan dalam beradaptasidengan lingkungannya, mereka hanya akan mengenal keluarga terdekat mereka saja, seperti ayah, ibu dan saudara kandungnya, keterbelakangan lain yang menimpa anaktuna grahita salah satunya adalah keterbelakangan komunikasi, akademik dan kecepatan berpikirnya, anak tuna grahita ini memiliki IQ dibawah angka 70. Hinggasaat ini penanganan anak tunagrahita tidak dapat dipahami secara mendalam oleh para orangtua dan lembaga atau sekolah khusus anak tunagrahita. Salah satunya adalahpenyediaan sarana dan prasarana ruang belajar sebagai proses belajar-mengajar. Ruang belajar ini penting dan perludiperhatikan demi perkembangan anaktunagrahita (Yosiani 2014).
2.2 Ciri-ciri tuna grahita
Salah satu ciri-ciri anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaanbahasa. Pusat pengolahan perbendaharaan kata mereka yang kurang berfungsisebagaimana mestinya. Karena alasan tersebut mereka membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarkan. Pada umumnya mereka mengalami kesulitan dalammenerima informasi, baik dalam pelaksanaan belajar mengajar maupun
dalamkehidupan sehari-hari. Hambatan- hambatan ini disebabkan oleh daya berpikir abstrakyang rendah.(Ramawati, Allenidekania, and Besral, 2012).
Anak tunagrahita juga kesusahan dalam beradaptasi dengan lingkungan baruatau disebut interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok, maupun antaraindividu dengan kelompok. Interaksi terjadi apabila dapat terjadi apabila memiliki duasyarat yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi (Soekanto and Abdullah, 1980). Selain daripada itu anak tunagrahita juga mengalami masalah dalam hal penyesuaiandiri yaitu kesulitan dalam berhubungan dengan kelompok maupun individu di sekitarnya dan hal ini dipengaruhi akibat kecerdasan yang di bawah rata-rata.
2.3 Jenis-jenis dan Karakteristik Tunagrahita
Menurut (Amalia et al., 2022) Anak dapat digologkan sebagai tunagrahita apabila mengalami hambatan fungsi kecerdasan, ketidakmampuan berperilaku adaptif, dan mengalami hambatan dan ketidakmampuan selama pada fase periode perkembangan (Yosiani, 2014).
Menurut Gunadi, 2011 dalam (Amalia et al., 2022) membagi tunagrahita menjadi lima jenis, yaitu down syndrome, retardasi mental, hidrosefalus, makrosefalus serta mikrosefalus. Pembagian tersebut dapat dilihat pada banan di bawah ini:
Down syndrome adalah suatu kondisi dimana anak mengalami keterbelakangan fisik dan mental yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan pda kromosom .Anak yang mengalami down syndrome memiliki keistimewaan, dimana penderitanya memiliki kesamaan bentuk wajah. Selain itu, kelainan genetik ini menyebabkan penderitanya memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata
Retardasi mental adalah gangguan perkembangan pada otak anak yang ditandai dengan nilai kecerdasan (IQ) di bawah rata-rata dani nilai normalnya. Anak dengan gangguan ini biasanya menunjukkan keterlambatan perkembangan hampir pada seluruh aspek fungsi akademik dan sosial (Sularyo, 2000). Sedangkan menurut Somantri (dalam Nuryati, 2017), retardasi mental adalah suatu istilah yang biasa disebut pada anak yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata.
Hidrosefalus adalah terisinya cairan di otak yang menyebabkan tengkorak membesar. Kelainan pertumbuhan otak yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan atau penyakit tumor dapat mengakibatkan makrosefalus (pertumbuhan tengkorak menjadi lebih besar) dan mikrosefalus (pertumbuhan tengkorak menjadi lebih kecil.
Menurut (Helwig et al., 1993) Ada empat tingkat keterbelakangan mental.
Apakah tingkat ini menunjukkan perbedaan kinerja secara kualitatif atau kuantitatif masih bisa diperdebatkan. Anak tunagrahita ringan paling dekat dengan pendidikan reguler. Anak tunagrahita sedang dapat belajar membaca pada tingkat rendah. Orang yang sangat terbelakang dan sangat terbelakang mempelajari keterampilan dasar yang terbaik.
Menurut (Amalia et al., 2022) terhadap karakteristik anak tunagrahita menjadi sangat penting agar dapat dengan tepat menentukan penanganan dan pendidikannya.
Beberapa karakteristik tunagrahita adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik fisik, yaitu
a) Down syndrome memiliki ciri khas pada wajah, mata miring dan sipit, bibir dan lidah terlihat tebal dan suka menjulur, jari kaki lebar dan pendek, ku kaki terlihat kering dan kasar, serta susunan gigi yang terlihat kurang baik.
b) Hidrosefalus memiliki kepala besar, raut muka terlihat kecil dan tengkorang sering menjadi besar.
c) Mikro dan makrosefalus terlihat memiliki ukuran kepala tidak sesuai. yaitu terlalu besar dan terlalu kecil.
2. Karakteristik sosial-emosional yaitu:
a) mengalami kesulitan dalam mempelajari hal-hal yang baru dan memiliki pengetahuan yang bersifat abstrak, serta mudah lupa,
b) memiliki cacat fisik dan kurang dalam pergerakan;
c) mengalami kesulitan mengurus diri sendiri, d) kurang mampu berinteraksi dengan lingkungan;
e) bertingkah laku kurang wajar, misalnya senang memukul, berputar- putar, dan membenturkan kepala.
3. Penggolongan akademis, yaitu:
1) disebut lamban belajar bila IQ 70-85;
2) mampu dididik bila IQ 50-75 atau 75;
3) mampu dilatih bila IQ 30-50 atau IQ 35-55;
4) butuh dirawat bila IQ di bawah 25, 2.4 Faktor Penyebab Tuna Grahita
Menurut (Fatlahah, 2019) seseorang menjadi tuna grahita disebabkan oleh beberapa faktor. Para ahli membagi faktor penyebab tersebut atas beberapa kelompok.
Straus membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus yaitu endogen dan eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya pada sel keturunan dan eksogen adalah hal-hal diluar sel keturunan, misalnya infeksi, virus menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi, dan lain-lain. Cara lain faktor penyebab ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu terjadinya, yaitu faktor yang terjadi sebelum lahir (prenatal) saat kelahiran (postnatal). Berikut beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik dari faktor keturunan atau faktor lingkungan
(Dr. Minsih, n.d.) Rendahnya taraf Intellegent Quotien (IQ) dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Di antara penyebab tuna grahita yang sama belum tentu faktor penyebabnya sama, sehingga perlu mengetahui penyebab seorang tunagrahita, guna menentukan layanan yang sesuai. Berdasarkan waktunya, seorang tuna grahita terjadi karena sebab-sebab sebagai berikut : sebelum lahir (prenatal), saat kelahiran (perinatal), dan pasca lahir (post natal). Talf ft (1983) shonkoff jp (1992) memaparkan factor-faktor penyebab tunagrahita :
1. Nonorganik. Faktor eksternal berupa kemiskinan, keluarga yang tidak harmonis, kultural sosial, interaksi pengasuh anak yang tidak sesuai, dan penelantaran anak.
2. Organik. Faktor yang berasal dari alam atau bawaaan yang dibagi menjadi tiga tahap
a. Factor prakonsepsi, misalnya abnormalitas single gane dan kelainan kromosom serta sindrom poligenik familial.
b. Faktor prenatal, hal ini terjadi saat janin masih dalam kandungan sang ibu, misalnya kelainan kromosom, gangguan metabolisme, radiasi zat aktif penyakit tertentu, (rahella, rubella, HIV) dan gangguan pembengkakan otak.
c. Faktor perinatal, hal ini terjadi saat kelahiran, misalnya: posisi janin dalam kandungan, kekurangan oksigen, premature, sifilis dan herpes, meningitis, dan terjadi luka saat lahir.
d. Faktor postnatal, disebabkan oleh penyebab biologis dan psikososial.
Factor biologis meliputi: trauma, kekurangan nutrisi, infeksi, brain injury, dan keracunan. Sedangkan factor psikososial yaitu: kurang stimulasi, penolakan orang tua, dan pengabaian anak
2.5 Penanganan
Penanganan anak tuna grahita dapat dilakukan melalui pendidikannya, yaitu dengan menggunakan metode readiness skill ringan dan berat. Readiness skill merupakan suatu metode pendidikan yang mengajarkan pada anak supaya dapat membedakan audio-visual, merespon perintah, mengembangkan bahasa, motorik kasar dan halus, serta mengembangkan kesiapan diri dan mengembangkan keterampilan interaksi dengan kelompok. Adapun metode pendidikan berat adalah dengan menggunakan metode pengajaran melalui materi dua kurikulum yang sesuai, melakukan terapi terintegrasi yang terdiri dari atas fisioterapi, terapi wicara, terapi okupasi, dan keterlibatan keluarga, serta mengenal warna, kemampuan bunyi dan kesiapam diri pada anak (Gunadi, 2011)
2.6 Cara berkomunikasi
Komunikasi merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan setiap individu. Seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain melalui komunikasi. Pesan yang diterima dengan baik oleh lawan bicara apabila komunikasi yang dilakukan secara efektif dan efisien. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, memberi pendapat, atau perilaku baik yang disampaikan secara lisan maupun tidak langsung melalui media (Setyawan, 2018).
Namun tidak semua manusia memiliki kemampuan komunikasi yang baik, dan ini termasuk individu yang terlahir dengan disabilitas yang dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi mereka dan salah satunya adalah penyandang tuna grahita.
Komunikasi dengan anak tuna grahita memang memiliki keterbatasan, terutama karena mereka mungkin menghadapi berbagai keterbatasan fisik, sensorik, atau kognitif yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk berkomunikasi.
Menurut (Okviana et al., 2023) ada 3 proses komunikasi dengan anak tuna grahita : A. Proses interaksi pembelajaran
Dalam upaya membangun sebuah interaksi atau bonding dengan murid-murid tunagrahita dalam proses pembelajaran agar dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Proses interaksi dalam kegiatan interaksi pada saat pembelajaran di sekolah tersebut sangat beragam dan variatif, mereka bukan hanya mengandalkan komunikasi verbal seperti mengajaknya ngobrol saja melainkan menggunakan bantuan media
bantuan komunikasi verbal seperti mengobrol dan komunikasi non verbal yaitu menggunakan bantuan tindakan dan gerak tubuh atau praktik serta bantuan media.
B. Proses komunikasi pembelajaran
Komunikasi verbal yang dilakukan oleh para guru di sekolah tersebut dilakukan secara langsung seperti mengobrol dengan murid menggunakan metode bahasa ibu, dimana guru terlebih dahulu mengenalkan dan menjelaskan kemudian dilanjutkan dengan cara mempraktekkan atau memperagakannya misalnya bagaimana minum, bagaimana sikap tangan berdoa. Kemudian komunikasi non verbal yang dilakukan berupa materi yang dituang dalam berbagai bentuk media seperti, gambar, hadiah atau reward, sentuhan, mimik wajah dan audio visual. Jadi proses komunikasi yang dilakukkan guru dalam mengajar murid penyandang tunagrahita dalam upaya memberikan pembelajaran harus memperlihatkan komunikasi yang baik, karena guru bukan memberikan materi, melainkan juga mempraktekkan atau memperagakan serta menggunakan bantuan media dalam kegiatan komunikasi dengan murid-murid penyandang tunagrahita atau mudahnya yaitu penerapkan komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.
C. Strategi komunikasi pembelajaran
Strategi komunikasi guru dalam mengajar murid penyandang tunagrahita yang dapat digunakan oleh guru yaitu dengan cara penggabungan atau pengombinasian komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal yang diterapkan pada murid- murid penyandang tunagrahita baik jenjang SD, SMP dan SMA yaitu dengan cara menyapa, mengajaknya ngobrol dan menanyakan kabar, lalu komunikasi non verbal yang digunakan pada murid tunagrahita yaitu penggunaan media gambar, audio visual, dan bahasa tubuh.
2.7 Pembelajaran
RPP yang digunakan oleh guru untuk mengajar tunagrahita dapat menggunakan RPP reguler ketika berada di pendidikan formal reguler, namun ketika pelaksanaan pembelajaran berlangsung guru akan menyesuaikan materi, yaitu dengan mengurangi materi, menurunkan tingkat kesulitan materi, atau bahkan menghapuskan materi.
Walaupun RPP yang digunakan merupakan RPP reguler, namun guru harus memberikan toleransi untuk anak tuna grahita dan membimbingnya dalam mengerjakan tugas (Indrawati, 2019).
RPP juga dapat dibuat khusus untuk anak penyandang tunagrahita, yang tentunya menyesuaikan dan mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik khusus anak tuna grahita. Karena tidak menutup kemungkinan, RPP reguler akan menuntut anak dapat memenuhi tujuannya, yang belum tentu bahkan sama sekali tidak bisa diikuti oleh anak penyandang tuna grahita.
Menurut (Indrawati, 2019) pembelajaran yang sesuai untuk anak tunagrahita di kelas yaitu,
1. Waktu yang efisien, guru memulai dan mengakhiri pembelajaran tepat waktu, hal ini akan membuat anak tuna grahita menjadi lebih disiplin.
2. Guru bersikap tanggap, guru siap sedia berada disisi anak tuna grahita untuk membantu jika ia kesulitan, seperti guru membantu membacakan soal dan mendikte huruf demi huruf.
3. Memberikan umpan balik, guru akan memberikan umpan balik yang positif yang diberikan berupa penguatan terhadap sikap positif anak tunagrahita. Sikap positif disini adalah ketika anak tunagrahita mau menulis di buku, memiliki kemauan mengerjakan tugas, dan bersikap tenang ketika pembelajaran berlangsung.
4. Modifikasi pembelajaran (modifikasi alokasi waktu, materi, dan proses pembelajaran)
● Modifikasi alokasi waktu, guru dapat memberikan tambahan waktu kepada anak tunagrahita ketika ia belum selesai mengerjakan tugas, dan membantu proses ia mengerjakan tugas.
● Modifikasi materi, guru tetap menyajikan materi secara runtut. Guru dapat mengurangi beban materi kepada anak tuna grahita, misalnya ketika membaca cerita yang berjudul "Timun Emas" secara bergantian, masing masing siswa membaca 10-12 kalimat, untuk anak tuna grahita cukup membaca 2 kalimat saja yang tentunya akan dibantu dan dibimbing oleh guru ketika ia kesusahan. Bila ada materi yang susah, maka guru tidak akan memberikannya kepada anak tuna grahita.
● Modifikasi proses pembelajaran, guru dapat mengulangi materi, memberikan tugas yang sederhana, menggunakan kalimat yang mudah
dipahami dalam menyampaikan materi dan menggunakan tutor sebaya bila perlu.
5. Guru juga dapat menggunakan media pembelajaran berbasis multimedia, yakni menggunakan aplikasi berupa permainan menghitung, permainan membaca, dan permainan mengingat.
Pembelajaran anak tunagrahita di lapangan (PJOK) :
1. Memberikan materi cabang olahraga yang cukup mudah seperti lari, lompat jauh, tolak peluru.
Sebelum melakukan materi cabang olahraga, sebagai guru harus memahami metode yang digunakan, tentunya memodifikasi gerakannya. Seperti lari, anak akan diajarkan bagaimana lari cepat yang benar, bagaimana start yang benar, tangannya menekuk 90 derajat, badan condong ke depan, dan kaki digerakkan dengan cepat hingga ke garis finish. Untuk modifikasi yang dapat dilakukan di cabang olahraga lari adalah dengan mengajak anak tuna grahita berlari dari start lalu ketika sampai di titik ujung akan mengambil sesuatu dan kembali lari ke titik start, lalu setelah anak paham, akan di ajarkan sedikit demi sedikit terkait peraturan yang sebenarnya. Di cabang olahraga lompat, guru bisa memodifikasi gerakan melompat antar titik yang telah ditentukan, lalu perlahan akan diajarkan teknik dan peraturan lompat jauh yang benar. Di cabang olahraga tolak peluru, guru dapat memodifikasi gerakan saling lempar secara perlahan antar siswa.
Lambat laun tingkat kesulitan akan ditambah di pegangannya, pegangan dibawah, ditengah dan diatas. Lalu bila anak sudah mulai paham maka akan diajarkan gerakan ‘menolak’ peluru. Dan diajarkan sedikit demi sedikit tentang peraturan cabang olahraga tolak peluru.
2. Modifikasi gerak dengan game (permainan) sederhana
Modifikasi pembelajaran dengan game pasti akan membuat anak menjadi senang dan nyaman dalam melaksanakannya, terutama pada anak penyandang tuna grahita. Karena keterbatasan intelektual yang dialami, anak akan cenderung lebih suka bermain. Tetapi perlu diingat, sebagai seorang guru harus memiliki batas dan disiplin dalam mendidik anak tunagrahita menggunakan metode game (permainan).
3. Memasukkan unsur suara dan aba-aba ketika melaksanakan pembelajaran.
Modifikasi suara dan aba-aba dapat disertakan dalam pembelajaran, contohnya dalam olahraga senam. Anak tunagrahita terkadang kesulitan untuk fokus terhadap suatu hal, maka unsur suara dan aba-aba dapat menjadi solusi.
Guru Akan memperagakan gerakan yang harus dilakukan oleh siswa mengikuti musik yang ada, dengan melihat peraga, anak tunagrahita akan melihat dan umumnya akan mengikuti gerakannya.
4. Pelatihan dan keterampilan khusus
Pada anak penyandang tunagrahita, diperlukan keterampilan yang dilatih yaitu motorik, koordinasi dan kebugaran. Untuk keterampilan tambahan ini diperlukan ahli untuk membimbing keberlangsungannya. Dalam pelaksanaan pembelajaran olahraga, peran guru sangat penting. Guru akan selalu mendampingi gerakan anak tunagrahita dalam melakukan.
5. Menjaga kedisiplinan dan efisien waktu
Menjaga disiplin tentu hal yang wajib dilakukan, anak yang memiliki tunagrahita harus diajarkan tentang ketepatan waktu, kapan pembelajaran dimulai dan kapan pembelajaran dihentikan, hal ini akan membentuk kedisiplinan dan akan terbentuk kebiasaan bagi anak tunagrahita. Maka dari itu, efisiensi waktu harus dilaksanakan oleh guru demi membuat dan menjaga kebiasaan yang sudah terekam oleh otak mereka. Lambat laun, kebiasaan disiplin ini akan menjadi pondasi untuk memulai kebiasaan-kebiasaan positif yang lainnya.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Dalam konteks pendidikan jasmani adaptif bagi anak-anak dengan tuna grahita, pemahaman yang mendalam mengenai karakteristik khusus mereka serta implementasi prinsip-prinsip umum yang sesuai menjadi faktor kunci dalam membentuk suatu lingkungan pendidikan yang inklusif. Karakteristik unik mereka, termasuk keterbatasan fisik, kognitif, dan sosial, menuntut pendekatan pendidikan yang disesuaikan, dengan penekanan dan bantuan yang sesuai. Melalui kolaborasi antara para pendidik, lembaga pendidikan, dan masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung perkembangan yang komprehensif bagi anak-anak tuna grahita, memastikan bahwa mereka memiliki peluang yang setara untuk tumbuh dan berpartisipasi dalam kegiatan fisik dan sosial.
3.2 Saran 1. Pendidik
Pendidik perlu menjalani pelatihan khusus tentang cara mengajar dan berkomunikasi dengan anak tuna grahita. Mereka juga harus meningkatkan pemahaman mereka tentang karakteristik khusus individu ini agar dapat memberikan dukungan yang lebih efektif.
2. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan harus memastikan bahwa fasilitas fisik, peralatan, dan sumber daya pendukung seperti papan komunikasi atau alat adaptif tersedia dan dapat diakses oleh anak tuna grahita.
3. Masyarakat
Masyarakat dapat berperan dalam menciptakan lingkungan yang inklusif yang memungkinkan anak-anak tuna grahita untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan fisik di lingkungan sehari-hari.
Daftar Pustaka
Amalia, H., Ulfa, M., Yanti, D., & Zainab, S. (2022). Psikopatologi Anak dan Remaja. Syiah Kuala University Press. https://books.google.co.id/books?id=XTFfEAAAQBAJ Dr. Minsih, M. P. (n.d.). Pendidikan Inklusif Sekolah Dasar: Merangkul Perbedaan dalam
Kebersamaan. Muhammadiyah University Press.
https://books.google.co.id/books?id=uHkhEAAAQBAJ
Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. JKP(Jurnal Pendidikan Khusus) 1 (4).
FATLAHAH, A. (2019). EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN PADA ANAK TUNAGRAHITA DI SLB SIBORONG-BORONG. Донну, 5(December), 118–138.
Helwig, N. E., Hong, S., & Hsiao-wecksler, E. T. (1993). Mental Retardation in perspective.
35.
Indrawati, T. (2019). Implementation of learning for children with disabilities. Basic Education, 5(14), 1-387.
Okviana, L., Santosa, B., & Nanda, S. E. (2023). Teacher Communication Strategies In Teaching Student’s Intellectual Disability. 1(2), 319–324.
Ramawati, Dian, Allenidekania Allenidekania, and Besral Besral. (2012). Kemampuan Perawatan Diri Anak Tunagrahita Berdasarkan Faktor Eksternal dan Internal Anak. Jurnal Keperawatan Indonesia 15(2):89–96.
Setyawan, A. (2018). Pola Komunikasi Anak Difabel ( Tunagrahita ) pada Sekolah Khusus AS-Syifa. Jurnal Ilmu Komunikasi, V(2), 106–113.
Soekanto, Soerjono, and Mustafa Abdullah. (1980). Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat.
Rajawali.
Yosiani, Novita. (2014). Relasi Karakteristik Anak Tunagrahita Dengan Pola Tata Ruang Belajar di Sekolah Luar Biasa. E-Journal Graduate Unpar 1(2):111–24.