Kebijakan hukum lingkungan
“penegakan hukum lingkungan”
Moh. Nizar zulmi F13122012
Fakultas Teknik Jurusan Teknik sipil Prodi s1 teknik lingkungan
Palu
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi umat manusia.
Kami berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam pemahaman dan apresiasi kita terhadap pentingnya penegakan hukum lingkungan dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup bagi generasi mendatang. Kami juga menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI...
BAB I
PENDAHULUAN...
LATAR BELAKANG...
RUMUSAN MASALAH...
TUJUAN MAKALAH...
BAB II
PEMBAHASAN...
HUKUM LINGKUNGAN...
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN...
KENDALA HUKUM LINGKUNGAN...
BAB III
PENUTUP...
KESIMPULAN...
DAFTAR PUSTAKA ...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pemanasan global, kerusakan ekosistem, pencemaran lingkungan, dan berbagai tantangan lingkungan lainnya telah menjadi perhatian utama di seluruh dunia. Dalam beberapa dekade terakhir, kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan hidup telah meningkat secara signifikan di kalangan masyarakat internasional. Namun, kesadaran ini seringkali tidak diikuti oleh tindakan yang konsisten dan efektif dalam melindungi dan melestarikan lingkungan.
Indonesia, sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang kaya dan sumber daya alam yang melimpah, tidak luput dari tantangan lingkungan ini. Perubahan iklim, deforestasi, polusi air dan udara, serta degradasi lahan menjadi masalah yang membutuhkan perhatian serius. Dalam upaya mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan dan kebijakan lingkungan.
Penegakan hukum lingkungan menurut Hamzah dikatakan bahwa penegakan hukum lingkungan menurut Nottie Handhaving Milieurecht (1981) ialah pengawasan dan penerapan atau ancaman, penggunaan instrument administratif, kepidanaan atau keperdataan dicapailah penataan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku umum dan individual. Pengawasan (controle) berarti pengawasan pemerintah untuk ditaatinya pemberian peraturan yang sejajar dengan penyidikan hukum pidana.
Lingkungan hidup yang terganggu keseimbangannya perlu dikembalikan fungsinya sebagai kehidupan dan memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan keadilan antar generasi dengan cara meningkatkan pembinaan dan penegakan hukum.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud hukum lingkungan ?
2. Bagaimana penegakan hukum lingkungan di Indonesia ?
3. Apa saja kendala dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia ?
1.3 Tujuan makalah
1. Untuk mengetahui pengertian hukum lingkungan 2. Melihat penegakan hukum lingkungan di Indonesia 3. Mengetahui kendala penegakan hukum lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hukum lingkungan
Hukum lingkungan adalah kerangka hukum yang dirancang untuk mengatur interaksi antara manusia dan lingkungan alamnya. Ini melibatkan sejumlah aturan, peraturan, dan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup. Hukum lingkungan mencakup berbagai aspek, termasuk perlindungan sumber daya alam, pengelolaan limbah, pengendalian polusi udara dan air, pelestarian habitat, dan penanggulangan perubahan iklim.
Tujuan utama dari hukum lingkungan adalah untuk mencegah kerusakan lingkungan, memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi, dan mempromosikan pengelolaan yang berkelanjutan dari sumber daya alam. Ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa setiap individu, perusahaan, atau entitas yang beroperasi di dalam suatu yurisdiksi mematuhi standar lingkungan yang ditetapkan oleh hukum.
Indonesia sendiri memiliki peraturan hukum yang mengatur segala bentuk yang berkaitan dengan lingkungan, dalam kaitan dengan pengelolaan hukum lingkungan, maka kepentingan nasional tercantum dalam pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945, yakni :
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Hak Negara untuk mengatur kekayaan Negara yang terkandung didalamnya ini dijabarkan dalam UU No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup ( UULH ) sebagaimana diubah dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ( UUPLH ) dan diubah lagi dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Hukum Acara Lingkungan adalah hukum yang menetapkan dan mengatur tata cara atau prosedur pelaksanaan hak dan kewajiban yang timbul karena adanya perkara lingkungan (sebagai akibat terjadinya perusakan dan atau pencemaran lingkungan).
Didalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan dalam BAB XII Pasal 84 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 85 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 86 ayat (1),(2) dan (3), Pasal 87 ayat (1), (2), (3) dan (4), yang pengaturannya secarakonkrit akan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan perundang undangan.
Hukum Perdata Lingkungan merupakan hukum antar perorangan yang merupakan hak dan kewajiban orang satu terhadap yang lain, maupun kepada Negara, khususnya dalam peran sertanya bagi pelestarian kemampuan lingkungan dalam UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur didalam BAB X tentang Hak,Kewajiban dan Larangan Pasal 65 Ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6), Pasal 66,Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69 ayat (1) dan (2), dan BAB XI tentang Peran Masyarakat Pasal 70 ayat (1), (2) dan (3).
Hukum Pidana Lingkungan menentukan perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dalam kaitannya dengan Lingkungan Hidup, siapa sajakah yang dapat dipidana dan menetapkan sanksi-sanksi tentang pelanggaranya. Didalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur dalam BAB XV tentang Ketentuan Pidana yaitu Pasal 97, Pasal 98 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 99 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 100 ayat (1) dan (2), Pasal100 ayat (1) dan (2), Pasal 101, Pasal 102, Pasal 103, Pasal 104, Pasal 105,Pasal 106, Pasal 107, Pasal 108, Pasal 109, Pasal 110, Pasal 111 ayat (1) dan(2), Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116 ayat (1) dan (2),Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120 ayat (1) dan (2).
Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap Perusahaan yang bergerak dalam berbagai bidang kegiatan, diwajibkan melakukan hal-hal berikut ini.
a. Perusahaan wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup ( Pasal 22 ayat (1),dan (2), Pasal 23 ayat (1) dan (2), Pasal 24, Pasal25, Pasal 26 ayat (1), (2), (3) dan (4), Pasal 27, Pasal 28 (1), (2), (3) dan(4), Pasal 29 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 30 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 31,Pasal 32 (1), (2) dan (3) dan pasal 33 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Analisis mengenaidampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan padalingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusantentang penyelenggaran usaha dan atau kegiatan ( Pasal 1 angka 11 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LingkunganHidup ). Hal-hal yang dianalisis meliputi:
1. Iklim dan Kualitas Udara.
2. Fisiologi dan Geologi.
3. Hidrologi dan kualitas air.
4. Ruang, lahan dan tanah.
5. Flora dan Fauna.
6. Sosial ( Demografi, Ekonomi, Sosial Budaya ) dan KesehatanMasyarakat
b. Setiap usaha dan / atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal, wajib memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang disebut UKL-UPL ( Pasal 34 ayat (1)dan (2), Pasal 35 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ).
c. Perusahaan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi: Menghasilkan, Mengangkut, Mengedarkan, Menyimpan, Menggunakan dan atau Membuang BAB VII tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracunserta Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ( Pasal 58 ayat (1) dan (2),Pasal 59 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) dan (7) UU No. 32 Tahun 2009tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ).Disamping kewajiban itu, perusahaan juga dilarang:a.
Melanggar Baku Mutu dan Kriteria Baku Kerusakan LingkunganHidup ( Pasal 20 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5), Pasal 21 ayat (1),(2), (3) dan (4) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup ).
Disamping kewajiban itu, perusahaan juga dilarang:
a. Melanggar Baku Mutu dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup ( Pasal 20 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5), Pasal 21 ayat (1),(2), (3) dan (4) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup ).
Adapun Peraturan-Peraturan yang berkaitan dengan Hukum Lingkungan Indonesia antara lain adalah sebagai berikut:
1. UU No. 4 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.2.
2. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Alam Hayati danEkosistemnya.3.
3. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara4.
4. UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.5.
5. UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.6.
6. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.7.
7. PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak LingkunganHidup.8.
8. PP No. 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atauPencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutandan atau Lahan.9.
9. PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara10.
10. Dan masih banyak lagi peraturan yang berkaitan dengan HukumLingkungan.
2. Penegakan dan penerapan hukum di Indonesia
Penegakan hukum lingkungan merupakan suatu upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum lingkungan yang berlaku melalui pengawasan dan pemberian rekomendasi tindak lanjut penegakan hukum berupa penerapan sanksi (administrasi, perdata, dan pidana) sesuai dengan Pasal 500 Ayat (4) PP. No. 22 Tahun 2021
.
1. Penegakan hukum administransi lingkungan hidup
Penegakan hukum lingkungan administrasi pada dasarnya berkaitan dengan pengertian dari penegakan hukum lingkungan itu sendiri serta hukum administrasi karena penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga Masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum yaitu administrasi, perdata dan pidana.
Penggunaan hukum administrasi dalam penegakan hukum lingkungan mempunyai dua fungsi yaitu bersifat preventif dan represif. Bersifat preventif yaitu berkaitan dengan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku kegiatan, dan dapat juga berupa pemberian penerangan dan nasihat.
Sedangkan sifat represif berupa sanksi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku atau penanggung jawab kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran.
Penegakan hukum administrasi memberikan sarana bagi warga negara untuk menyalurkan haknya dalam mengajukan gugatan terhadap badan pemerintahan.
Gugatan hukum administrasi dapat terjadi karena kesalahan atau kekeliruan dalam proses penerbitan sebuah Keputusan Tata Usaha Negara yang berdampak penting terhadap lingkungan.
Penegakan hukum administrasi yang bersifat preventif berawal dari proses pemberian izin terhadap pelaku kegiatan sampai kewenangan dalam melakukan pengawasan yang diatur dalam Pasal 18, 22, 23, dan 24 U.U.P.L.H. Sedangkan yang bersifat represif berhubungan dengan sanksi administrasi yang harus diberikan terhadap pencemar yang diatur dalam Pasal 25 sampai Pasal 27 U.U.P.L.H No.23 Tahun 1997.
Pelanggaran tertentu terhadap lingkungan hidup dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha dan atau kegiatan. Bobot pelanggaran peraturan lingkungan hidup bisa berbeda-beda, mulai dari pelanggaran syarat administrative sampai dengan pelanggaran yang menimbulkan korban. Pelanggaran tertentu merupakan pelanggaran oleh usaha dan atau kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan kegiatan usahanya, misalnya telah ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya akibat pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.
Penjatuhan sanksi bertujuan untuk kepentingan efektifitas hukum lingkungan itu agar dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat. Sanksi itu pula sebagai sarana atau
instrumen untuk melakukan penegakan hukum agar tujuan hukum itu sesuai dengan kenyataan.
Penegakan hukum administrasi menurut J. Ten Merge melalui 2 cara yaitu cara pengawasan dan sanksi administrasi. Pengawasan jika kita lihat dalam UU Pengelolaan Lingkungan Hidup pengawasan dilakukan oleh 2 pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Peran pengawasan pemerintah dalam pasal 71 disebutkan dilakukan oleh Gubernur, Walikota atau Bupati. Dalam pasal 71 angka 2 disebutkan pula, peran itu dapat didelegasikan kepada pejabat berwenang.
Adapun peran pejabat yang diberi wewenang itu adalah : a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau d. membuat catatan yang diperlukan;
e. memasuki tempat tertentu;
f. memotret;
g. membuat rekaman audio visual;
h. mengambil sampel;
i. memeriksa peralatan;
j. memeriksa instalasi dan/atau alat k. transportasi; dan/atau
l. menghentikan pelanggaran tertentu
Sedang peran masyarakat menurut pasal 70 adalah : a. pengawasan sosial;
b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau
c. penyampaian informasi dan/atau laporan.
Sedang sanksi administrasi menurut pasal 76, Kepala Daerah (Gubernur, Walikota dan Bupati) dapat memberikan sanksi administrasi kepada pihak yang melakukan pelanggaran. Sanksi yang diberikan menurut pasal 76 ayat 2
adalah :
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan.
2. Penegakan hukum pidana lingkungan hidup
Penegakan hukum lingkungan kepidanaan tidak lain adalah penegakan terhadap ketentuan-ketentuan pidana dari hukum lingkungan. Substansi, wewenang kelembagaan, dan prosedur yang digunakan secara umum tunduk pada ketentuan hukum lingkungan kecuali jika hal itu belum diatur secara khusus.
Dalam hal demikian, maka yang digunakan adalah ketentuan yang berlaku dalam hukum pidana pada umumnya, misalnya mengenai lembaga peradilan, personil, dan hukum acara yang berlaku.
Ketentuan pidana di bidang hukum lingkungan secara umum diatur dalam Pasal 94-120 UUPPLH 2009. Selain itu, ketentuan pidana lingkungan juga diatur dalam peraturan perundang-undangan sector, seperti UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya (UU No. 5 Tahun 1990). UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketanaganukliran, UU No. 41 Tahun 1999 jo. UU No. 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan, UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 31 Tahun 2004 jo. UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, dan UU lain sebagainya.
Perbuatan hukum yang dimaksud berupa pelanggaranpelanggaran atas ketentuan yang diatur dalam undang-undang PPLH. Sedikitnya ada 7 ketentuan yang dapat menjadi dipidana jika ketentuan dilanggar oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Ketentuan yang dimaksud adalah :
a. Ketentuan tentang baku mutu
b. Ketentuan tentang rekayasa genetika c. Ketentuan tentang Limbah
d. Ketentuan tentang Lahan
e. Ketentuan tentang Izin Lingkungan
f. Ketentuan tentang Informasi Lingkungan Hidup 3. Penegakan hukum perdata hukum lingkungan
Penegakan hukum lingkungan dalam perdata dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
a. Class Action atau Gugatan Masyarakat Class Action atau gugatan masyarakat dalam UU PPLH diatur dalam pasal 90. Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
b. Hak Gugat Organisasi Hak gugat organisasi sendiri diatur dalam pasal 92 UU PPLH, hak ini dapat diberikan dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil. Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan:
1) Berbentuk badan hukum;
2) Menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan 3) Telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua) tahun.
c, Hak Gugat Pemerintah baik itu pemerintah pusat dan daerah Hak gugat pemerintah pasal 90 dalam UU PPLH, Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.
3. Kendala dalam penegakan hukum di Indonesia
Faktor kendala dan hambatan penegakan hukum lingkungan hidup mengakibatkan tidak efektivitasnya faktor pendukung dalam penegakan hukum lingkungan. Banyak peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, namun pelaksanaanya dilapangan masih banyak kendala dan hambatan yang ditemui. Kendala dan hambatan itu terletak pada faktor, yaitu :
1. Aparat Penegak Hukum
Banyak kasus-kasus lingkungan terkendala dikarenakan jumlah aparat penegak hukum profesional yang mampu menangani kasus-kasus lingkungan masih sangat terbatas. Disamping itu adalah mustahil kiranya kita mengharapkan para penegak hukum itu dapat menguasai berbagai aspek lingkungan. Karena lingkungan hidup mencakup aspek yang sangat luas dan kompleks yang berkenaan dengan berbagai disiplin ilmu. Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman aspek-aspek lingkungan oleh penegak hukum menjadi faktor kendala yang sangat dominan dalam upaya untuk menciptakan kesamaan presepsi penanganan perkara lingkungan.
2. Sarana Hukum
Sarana hukum merupakan faktor kendala dan hambatan dalam penegakan hukum lingkungan. Berbagai kebijakan operasional yang dikeluarkan seringkali tidak konsisten dengan prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didalam UU No. 32 Tahun 2009 maupun UU yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup lainnya. Bahwa dalam upaya penegakan hukum lingkungan, faktor manusia sebagai pelaksanannya akan lebih banyak membentuk keberhasilan penegakan hukum dibandingkan dengan faktor hukum itu sendiri 3. Fasilitas dan Sarana
Fasilitas dan sarana adalah alat untuk mencapai tujuan penegakan hukum lingkungan. Ketiadaan atau keterbatasan fasilitas dan sarana penunjang (termasuk dana), akan sangat mempengaruhi keberhasilan penegakan hukum lingkungan.
Bahwa kenyataan menunjukan dalam penanganan kasus-kasus lingkungan akan melibatkan berbagai perangkat berteknologi canggih (peralatan laboratorium), yang untuk kepentingan operasionalisasinya memerlukan tenaga ahli dan biaya cukup mahal.
4. Perizinan
Perizinan mememang menjadi salah satu masalah yang lebih banyak memberi peluang bagi berkembangnya masalah lingkungan ketimbang membatasinya.
Sebab Pasal 36 UU No. 32 Tahun 2009 masih bisa dilewati begitu saja oleh pengusaha, apalagi jika izin yang dimaksud adalah izin yang diberikan oleh Departemen Perindustrian, setelah sebuah perusahaan siap berproduksi
5. Sistem AMDAL
Dalam prakteknya, AMDAL lebih mengarah pada penonjolan pemenuhan ketentuan administratif daripada subtantifnya. Artinya pesatnya permintaan akan AMDAL merupakan mata rantai kewajiban dalam urusan perizinan dalam suatu usaha atau dipandang sebagai performa untuk mendapatkan akad kredit atau izin investasi.
6. Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Lingkungan
Kepatutan dan ketaatan kepada ketentuan hukum (lingkungan), merupakan indikator kesadaran hukum masyarakat. Peranserta masyarakat,menurut undang- undang pengelolaan lingkungan hidup merupakan komponen utama, disamping keberadaan penegak hukum, untuk tercapainya tujuan hukum melalui sarana penegakan hukum, dengan cara melakukan penegakanhukum lingkungan hidup.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Penerapan dan penegakan hukum lingkungan di Indonesia menunjukkan kemajuan signifikan dalam beberapa dekade terakhir, dengan adopsi undang-undang dan kebijakan lingkungan yang bertujuan untuk melindungi sumber daya alam dan memperbaiki kondisi lingkungan hidup. Berbagai lembaga pemerintah, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepolisian, dan Kejaksaan, bertanggung jawab atas penegakan hukum lingkungan.
Meskipun demikian, masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi dalam upaya meningkatkan efektivitas penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Kurangnya sumber daya, terbatasnya kapasitas institusi, serta adanya tekanan politik dan kepentingan ekonomi merupakan beberapa kendala utama yang dihadapi. Selain itu, kurangnya kesadaran akan pentingnya masalah lingkungan di kalangan masyarakat juga menjadi hambatan dalam upaya penegakan hukum lingkungan.
Dalam menghadapi tantangan ini, langkah-langkah yang dapat diambil termasuk peningkatan koordinasi antarlembaga pemerintah, peningkatan kapasitas dan sumber daya manusia dalam lembaga penegak hukum, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan lingkungan. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil juga diperlukan untuk mencapai penegakan hukum lingkungan yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Dengan demikian, meskipun masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi, terdapat juga peluang untuk perbaikan dan inovasi dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Dengan upaya bersama dari berbagai pihak, diharapkan dapat tercapai lingkungan hidup yang lebih sehat, berkelanjutan, dan lestari bagi generasi saat ini dan mendatang