• Tidak ada hasil yang ditemukan

kedudukan dewan pengawas komisi pemberantasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "kedudukan dewan pengawas komisi pemberantasan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PERSPEKTIF HUKUM

KETATANEGARAAN INDONESIA

Skripsi

Oleh:

FAKHRI MAULUDI 21601020138

UNIVERSITAS ISLAM MALANG FAKULTAS HUKUM

MALANG 2020

(2)

i

KEDUDUKAN DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PERSPEKTIF HUKUM

KETATANEGARAAN INDONESIA

Skripsi

Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum

Oleh:

FAKHRI MAULUDI 21601020138

UNIVERSITAS ISLAM MALANG FAKULTAS HUKUM

MALANG 2020

(3)
(4)

RINGKASAN

KEDUDUKAN DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PERSPEKTIF HUKUM

KETATANEGARAAN INDONESIA Fakhri Mauludi

Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan struktur baru dalam kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam kalangan akademisi, banyak sekali terjadi pro dan kontra tentang hadirnya dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? dan bagaimana kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam perspektif hukum ketatanegaraan? Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kedudukan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi lebih tinggi dalam hal kewenangan dari pada pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.

Peran Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi yang sangat penting membuat semua keputusan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi akan menjadi dasar akan kesuksesan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kata Kunci: Dewan Pengawas, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

1

(5)

SUMMARY

KEDUDUKAN DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PERSPEKTIF HUKUM

KETATANEGARAAN INDONESIA Fakhri Mauludi

Faculty of law, Islamic University of Malang

Board of Corruption Eradiction Commission Supervisors is a new structure in the corruption eradication commission. Institutional in academicians, there a lot of pros and cons of the presence of the board of overseers corruption eradication commission. Hence, it is important to know how a board of trustees the corruption eradication commission in the law number 19 year 2019 on commissions corruption eradication? and how a board of trustees the corruption eradication commission with constitusional law? This research using juridical normative research with used the legislation and conceptual approach. Based on this research, we can conclude that a board of trustees the corruption eradication commission is higher in terms of authority from to the chairman of the corruption eradication commission and employees. The role of the board of overseers corruption eradication commission is crucial and the all decisions the board of overseers corruption eradication commission will be make a basic of the success of performance of corruption eradication commission.

Keyword: The board, Corruption eradication commission.

(6)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pemikiran tentang negara hukum telah muncul jauh sebelum terjadinya Revolusi 1688 di Inggris dan pernah tidak digunakan namun muncul kembali pada abad XVII dan mulai populer pada abad XIX.1 Negara Republik Indonesia merupakan Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.2 Negara hukum bisa diartikan Negara yang menjalankan semua tindakan berdasarkan hukum atau aturan yang belaku. Artinya dalam kehidupan bernegara diperlukan suatu hukum yang mengatur hubungan antara warga negara dengan warga negara itu sendiri dan warga negara dengan negara.

Korupsi merupakan salah satu tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh warga negara kepada negara. Korupsi sendiri sudah diatur dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor berbunyi:3 "setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perokonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 (dua ratus) juta rupiah dan paling banyak 1 (satu) miliyar rupiah."

Lebih lanjut, dalam pasal 3 berbunyi:4 "setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

1 Abid Zamzami, (2020), Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan Pemerintah Yang Baik, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang, h. 1.

2 Bab I pasal 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

1

(7)

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit 50 (lima puluh) juta rupiah dan maksimal 1 (satu) miliar rupiah."5

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), adalah lembaga Negara Indonesia yang berperan penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi: "Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya disebut Komisi pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pindana Korupsi sesuai dengan Undang-Undang ini."6

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri lahir didasarkan adanya pemikiran dunia hukum bahwa korupsi merupakan tindak kejahatan luar biasa.

Kerusakan akibat kejahatan korupsi sendiri telah membuat bangsa Indonesia menjadi salah satu negara sebagai negara yang darurat korupsi. Indonesia pantas mendapatkan predikat tersebut, karena daya rusak dari praktek korupsi di Indonesia sudah mecapai level tertinggi. Hal itu berdasarkan indeks yang ada di Indonesia seperti, rendahnya sumber daya manusia, tingkat kemiskinan yang timbul dan rendahnya kualitas demokrasi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam melakukan penyadapan, penggeledahan dan penyitaan kasus tindak pidana korupsi memiliki kekuasaan penuh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002, akan tetapi setelah amandemen dalam pasal 12B ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2019

5 Di akses https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5719ec2e3894a/sekali- lagi--pasal-2-dan-pasal-3-uu-tipikor tanggal 6 Maret 2020.

6 Di akses https://www.kpk.go.id/images/pdf/Undang-undang/UU-Nomor-19- Tahun-2019.pdf tanggal 6 Maret 2020.

(8)

Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK dalam melakukan, penggeledahan dan penyitaan kasus tindak pidana korupsi harus dengan izin dewan pengawas KPK.

Dewan pengawas komisi pemberantasan korupsi merupakan struktur kelembagaan baru dalam komisi pemberantasan korupsi. Dalam pasal 37B ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dinyatakan tugas dewan pengawas adalah:7

a. mengawasi pelaksanaan dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;

b. memberikan izin atau tidak memberikan izin Penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan;

c. menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasar Korupsi;

d. menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini;

e. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; dan

f. melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala 1 (satu) kali dalam I (satu) tahun.

Agus Suntoro dalam tulisannya yang berjudul "Penyadapan dan Eksistensi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi", menyatakan penyadapan yang dilakukan KPK sebelum amandemen sangat membuat kekhawatiran publik dan ahli hukum hak asasi manusia dikarenakan proses penyadapan dapat mengurangi privacy right.8

Berdasarkan uraian di atas, bisa disimpulkan dengan hadirnya dewan pengawas KPK di dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi membuat banyak sekali pro dan kontra dalam masyarakat. Hal tersebut membuat penulis ingin

7 Pasal 37B ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

8 Agus Suntoro, (2020), Penyadapan dan Eksistensi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Vol. 1.

(9)

meneliti tentang adanya dewan pengawas di dalam struktur Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dari penjabaran ringkas di atas maka diambil judul penelitian

"Kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Perspektif Hukum Ketatanegaraan Indonesia".

B. Rumusan Masalah

Merujuk kepada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penyusun merumuskan masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi?

2. Bagaimana kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurut perspektif hukum ketatanegaraan Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Menguraikan kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Menguraikan kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurut perspektif hukum ketatanegaraan Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan selalu memberikan manfaat kepada siapapun yang membaca penelitian. Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

Membagi kontribusi pemikiran ilmiah untuk memperkaya ilmu dan pengetahuan umum serta disiplin ilmu Hukum Tata Negara Indonesia mengenai Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

2. Manfaat Teoritis

(10)

Diharapkan penelitian ini bisa menjadi sumber ilmu dan pengetahuan, rujukan serta acuan dalam pembelajaran ilmu Hukum Tata Negara bagi pihak- pihak yang ingin terjun mempelajari dan mengetahui bagaimana Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perspektif hukum ketatanegaraan Indonesia.

E. Orisinalitas Penelitian

Orisinalitas penelitian memiliki tujuan untuk mempermudah penulis dalam penelitian serta dijadikan sebagai acuan dalam penelitian sehingga dapat mengembangkan penelitian terdahulu. Berikut merupakan beberapa hasil penelitian yang menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian.

Berdasarkan persamaan, perbedaan dan kontribusi yang dimiliki oleh setiap penelitian tersebut, terdapat kebaruan dalam penelitian ini, yakni:

No. PROFIL JUDUL

1. YUGO ASMORO

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

ANALISIS STATUS DAN KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

DALAM SISTEM KETATANEGARAAN

INDONESIA ISU HUKUM

1. Bagaimana status Komisi Pemberantasan Korupsi dalam suatu sistem ketatanegaraan Indonesia?

2. Bagaimana kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara di dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia (RI)?

HASIL PENELITIAN

1. Status Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang bersifat independen dan barkaitan dengan kekuasaan kehakiman akan tetapi tidak berada di bawah kekuasaan kehakiman.

2. KPK merupakan Organ lapis kedua yang sumber kewenangannya adalah undang-undang.

PERSAMAAN Menganalisis Komisi Pemberantasan Korupsi dalam suatu sistem ketatanegaraan Indonesia

PERBEDAAN Objek kajian hanya berupa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam suatu sistem ketatanegaraan Indonesia

(11)

KONTRIBUSISebagai bahan rujukan dan/atau pertimbangan dalam kedudukan KPK

2. CINDY RIZKA TIRZANI KOESOEMO UNIVERSITAS SAM

RATULANGI

EKSISTENSI KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENANGANAN

PENYIDIKAN DAN PENUNTUNTUTAN TINDAK

PIDANA KORUPSI ISU HUKUM

1. Bagaimana eksistensi komisi pemberantasan korupsi (KPK) dalam pemberantasan tindak pidana korupsi?

2. Bagaimana proses penyelesaian penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?

HASIL PENELITIAN

1. KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas lembaga anti korupsi sebelumnya untuk melakukan pemberantasan korupsi, akan tetapi sebagai trigger mechanism.

2. Pelaksanaan tindak pidana korupsi termasuk dalam bagian dari

pencegahan itu sendiri, hal itu bisa dijadikan asumsi bahwa penindakan dapat secara tidak langsung memperbaiki calon koruptor agar tidak melakukan tindakan korupsi.

PERSAMAAN Mengkaji dalam menganalisis KPK PERBEDAAN Membahas pelaksanaan KPK

KONTRIBUSI Sebagai bahan pendalaman materi tentang KPK F. Metode Penelitian

Agar dapat mecapai tujuan dari penelitian ini yang sistematis serta akurat, maka metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian yang diangkat, penulis menggunakan penelitian dengan metode yuridis normatif, merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisis. Yang dimaksud menganalisis dalam penelitian ini yaitu menganalisis masalah kedudukan dewan pengawas dalam prespektif hukum ketatanegaraan Indonesia.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam menyusun penelitian ini penulis menggunakan dua macam pendekatan untuk menjawab permasalahan, yakni:

1. Pendekatan Perundang-undangan

(12)

Pada penelitian yuridis normatif harus menggunakan pendekatan undang-undang dikarenakan objek dari penelitian adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus dan sekaligus tema sentral dalam penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Undang- Undang tersebut.

2. Pendekatan Konseptual

Pendekatan ini merupakan pandangan-pandangan serta doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Peneliti akan menemukan ide yang melahirkan pengertian, konsep dan asas hukum tentang penelitian yang sedang dihadapi.

3. Bahan Hukum

Dalam penelitian yang bersifat normatif memerlukan analis laporan dan/atau data yang tertulis tentang hukum dari berbagai sumber yang telah disebarluaskan. Bahan dalam penelitian normatif terdiri dari:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum premier adalah bahan hukum yang bersifat mengikat, seperti peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan persoalan yang akan diteliti. Dalam hal ini undang-undang yang digunakan penulis adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan undang- undang yang berkaitan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

2. Bahan Hukum Sekunder

Merupakan data yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang dapat membantu menganalisis dan memahami bahan

(13)

hukum primer antara lain laporan-laporan, bukubuku yang ditulis para ahli, literatur hasil kajian dan peraturan yang berkenaan dengan objek kajian tersebut.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier yaitu Bahan hukum yang menunjang penggunaan bahanbahan hukum primer dan bahan hukum sekunder antara lain adalah jurnal, media komunikasi, data yang diperoleh melalui internet dan media cetak.

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode perpustakaan, dengan demikian pencarian data atau riset dalam penelitian dilakukan dengan cara penelusuran sumber-sumber data yang ditemukan baik dari buku-buku, majalah, serta sumber bacaan lain yang didapatkan di perpustakaan.

Dalam mengumpulkan data untuk penelitian ini ada beberapa tahapan, yakni:

1. Mengumpulkan dan kemudian mengkaji bahan data, aspek kelengkapan dan validitas serta relevansinya dengan objek penelitian.

2. Mengklarifikasi, mensistematikan dan menggabungkan atau menyatukan dengan pokok persoalan yang dibahas dalam penelitian.

3. Melakukan kajian tentang data yang sudah disistematiskan dengan menyesuaikan jenis sumber data.

5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Metode analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan dua teknik analisis, pertama teknik analisis deskriptif yaitu dengan cara menggambarkan struktur putusan, dictum yang terdapat dari putusan tersebut. Setelah itu penulis akan menjabarkan ratio decindendi dari putusan tersebut inilah yang dinamakan ilmu hukum sebagai ilmu prespektif dan penulis juga menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkenaan

(14)

dengan isu hukum yang dibahas serta akan menganalisis melalui konsep- konsep ilmu hukum yang relevan dengan isu hukum yang diangkat dalam penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Dalam hal ini, penulis membuat suatu sistematika penulisan agar mudah dalam penyelesaian penulisan dan untuk memberikan pengetahuan umum perihal isi dari penelitian ini. Sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I

Dalam bab ini berisikan mengenai Latar Belakang penulisan ini dibuat, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian yang terbagi menjadi dua, yakni Manfaat Praktis dan Manfaat Teoritis dan Metode Penelitian yang berisi tentang bentuk dari penelitian, teknik pengumpulan data dan tektik analisis data serta Sistematika Penulisan.

BAB II

Dalam bab ini berisikan mengenai Tinjauan Pustaka yang mengupas tentang teori dan konsep yang didasari oleh objek penelitian. Isi penelitian merupakan mengenai tinjauan tentang sejarah terbentuknya KPK, pembahasan mengenai ketatanegaraan indonesia, dan dewan pengawas dalam arti umum. serta berisi teori yang mendukung tentang penelitian ini.

BAB III

Dalam bab ini membahas mengenai hasil dari penelitian yang dilakukan oleh penulis serta mengaplikasikan teori-teori yang telah dibahas.

BAB IV

Dalam bab ini berisikan tentang kesimpulan, saran dan penguraian data-data yang didapat dari penelitian yang telah dilakukan. Berisikan juga tentang saran-saran yang direkomendasikan penulis untuk penelitian selanjutnya dan diperuntukan kepada instansi terkait.

(15)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan penjabaran teori yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dewan pengawas KPK merupakan struktur bagian dari lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 orang dan dipilih melalui pemilihan dengan tahapan seleksi dan ditetapkan oleh presiden. Setelah terpilih, dewan pengawas KPK memiliki peran untuk mengawasi kinerja KPK dalam ranah internal KPK. Dengan tugas dewan pengawas KPK berada dalam ranah internal KPK maka pengawasan hanya sebatas internal KPK, seperti membuat peraturan tentang kode etik insan KPK dan pemberhentian dewan pengawas KPK juga dilakukan oleh presiden. Sama dengan hal pencopotan dewan pengawas, juga dilakukan oleh presiden.

2. Kedudukan dewan pengawas KPK lebih tinggi dalam hal kewenangan dari kedudukan pimpinan dan anggota KPK, dikarenakan dalam proses tindakan yang dilakukan pimpinan dan anggota KPK harus bedasarkan izin dewan pengawas KPK. Dewan pengawas KPK dalam hubungan keluar antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan pihak lemabaga eksekutif, Kepolisian, Kejaksaan atau lembaga lain maupun hubungan internal antara dewan pengawas dengan pimpinan dan anggota KPK itu sendiri, dewan pengawas wajib mengetahui hal yang terjadi di antara hubungan tersebut. Hal tersebut yang menjadikan peran dewan pengawas sangat penting terhadap kesuksesan kinerja daripada Komisi Pemberantasan Korupsi.

B. Saran

1. Banyaknya pro dan kotra yang terjadi masyarakat akan hadirnya dewan pengawas di dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi, membuat

(16)

kegelisahan akan eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menangani kejahatan tindak pidana korupsi. Hal tersebut dapat dicegah dengan memberi keyakinan dengan bukti bahwa dewan pengawas sangatlah profesional dalam melaksanakan tugas sebagai dewan pengawas KPK.

2. Kedudukan dewan pengawas KPK yang masih baru, membuat hal tersebut sangat asing bagi masyarakat yang telah pro dengan kinerja KPK. Oleh sebab itu penyuluhan akan syarat dan tugas dewan pengawas sangatlah penting bagi masyarakat awam agar kepercayaan terhadap dewan pengawas KPK terbangun, bahwa dewan pengawas KPK layak sebagai salah satu struktur di dalam Komisi Pemberantasan Korupsi

(17)

1

(18)

DAFTAR PUSTAKA Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi. Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 tahun 2013 tentang Nilai

Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Berperilaku Komisi Pemberantasan Korupsi dan Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Buku

Adami Chazawi. 2006. Lampiran Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia: untuk Mahasiswa dan praktisi Hukum. Malang: Bayu Media.

Ahmad Faizur Rosyad. 2004. Mengenal Alam Suci: menapak Jejeak Al- Ghozali Tasawuf. Filsafat dan Tradisi. Yogyakarta: Kutub.

1

(19)

Denny Indrayana. 2017. Jangan Bunuh KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi.

Malang: Instrans Publishing.

H. Zainal Arifin. 2006. Fungsi Komisi Yudisial dalam Reformasi Peradilan Sesudah dan Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Makalah Press.

I Dewa Gede Palguna. 2004. Dewan Perwakilan Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Sekretariat Negara.

Jimly Asshiddiqie. 2006. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Jimly Asshiddiqie. 2017. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Jimly Asshiddiqie. 2009. Komentar atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sinar Grafika.

Jeremy Pope. 2003. Strategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasional. Surabaya:Transparency Internasional dan Yayasan Obor Indonesia.

Mahfud MD. 2007. Perdebatan Hukum Tata Negara. Jakarta: LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial).

Miriam Budiarjo. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Indonesia.

Muhammad Rusli. 2011. Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Yogyakarta: UII Press.

Muhammad Yusni. 2019. Keadilan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Prespektif Kejaksaan. Surabaya: Airlangga Press.

Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia.

Surabaya: Bina Ilmu.

Simorangkir. 2003. Etika : Bisnis, Jabatan, Dan Perbankan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Titik Triwulan tutik. 2010. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:

Kencana.

(20)

Zainal Arifin Mochtar. 2017. Lembaga Negara Independen Dinamika Perkembangan dan Urgensi Penataannya Kembali Pasca-Amandemen Konstitusi. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Jurnal

Abid Zamzami, (2020), Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan Pemerintah Yang Baik, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang.

Agus Suntoro. 2020. Penyadapan dan Eksistensi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Komisi Nasional HakAsasi Manusia. Vol. 1.

Anastasia Sumakul. 2012. Hubungan dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan dalam Menangani Tindak pidana Korupsi. Lex Crimen. Vol. 1. No. 4.

Bruce Ackerman. 2003. The New Separation of Powers. Harvard Law Review.

Vol. 113.

Eddy O.S Hiariej. 2019. United Nations Convention Against Corruption Dalam Sistem Hukum Indonesia. Mimbar Hukum. Vol. 31.

Indra Rahmatullah. 2013. Rejuvinasi Sistem Checks and Balances Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia. Jurnal Cita Hukum.

Muhammad Habibi. 2020. Independensi Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Pasca Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Lampung. Vol. 4.

Nurfajrina Sastiya. 2018. Efektivitas Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(21)

Satrio Ndaru Yokotani. 2020. Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penghentian Penyidikan dan Penuntutan Perspektif Independensi. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Bengkulu. Vol. 5 No. 1.

Sufyan Hadi. 2013. Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Pesidensil (studi Perbandingan Indonesia dan Amerika Serikat). Jurnal Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus Surabaya. Vol. 9.

Internet

Sumber https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5719ec2e3894a/sekali-lagi-- pasal-2-dan-pasal-3-uu-tipikor.

Sumber https://www.kpk.go.id/images/pdf/Undang-undang/UU-Nomor-19-Tahun- 2019.pdf .

Sumber https://www.viva.co.id/berita/nasional/632201-konflik-kpk-selalu-datang- dari-kejagung-dan-kepolisian.

Sumber https://tirto.id/en7X tirto.id

Sumber https://nasional.kompas.com/read/2019/12/19/11443351/bocoran-dewan- pengawas-kpk-dan-pro-kontranya?page=all.

Sumber https://nasional.kompas.com/read/2020/05/28/00273101/dewas-kpk- tindaklanjuti-183-permintaan-pemberian-izin-terkait-penindakan?

page=all.

Sumber https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200114194456-12- 465350/dewas-kpk-tegaskan-surat-izin-penggeledahan-bersifat-rahasia

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian Pengaruh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Pemberantasan Tindak pidana korupsi di Indonesia berarti akibat yang timbul dari KPK dalam melakukan

Pengaruh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melaksanakan pemberantasan korupsi dalam melaksanakan penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi, pengembalian kerugian

Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia dapat dilihat dari adanya Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyatakan

Ketentuan tersebut bertentangan atau tidak sejalan dengan Pasal 50 Ayat (1) UU KPK yang berbunyi Dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan Komisi Pemberantasan

Dalam putusannya Mahkamah Konstitusi menilai bahwa ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berte ntangan dengan

Dalam melaksanakan tugas supervisi Pasal 8 ayat (1) Undang - undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menentukan Komisi Pembe rantasan

Skripsi yang berjudul “Status Kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (Studi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

ANALISIS KEWENANGAN KPK KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NO 19 TENTANG PEMBERANTASAN TNIDAK PIDANA KORUPSI TAHUN 2019 DITINJAU DARI FIQIH SIYASAH Indonesia