MAKALAH LAYANAN BK DI PENDIDIKAN MENENGAH & TINGGI KEGIATAN LAYANAN PENDUKUNG DI SEKOLAH
Dosen Pengampu : Anisa Melamita, M. Pd
Kelompok 7
Disusun oleh:
Anggun Octaviani 202001500379 Muhamad Fikri Riski 202001500381
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan maklah ini sesuai dengan apa yang kami harapkan.
Adapun maksud dari perbuatan makalah ini adalah untuk memenuhi apa yang menjadi tugas kami sebagai mahasiswa Bimbingan dan Konseling dalam mata kuliah Layanan BK di Pendidikan Menengah & Tinggi yang membahas tentang “Kegiatan Layanan Pendukung di sekolah (SMP, SMA, SMK)”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Anisa Melamita, M.Pd. yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Kelompok kami menyadari bahwa apa yang kami tulis dalam makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami sangat mengharpkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan dan kesempurnaan makalah ini. Namun demikian, kelompok kami berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... 2
DAFTAR ISI... 3
BAB I PENDAHULUAN ... 4
A. Latar Belakang ... 4
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penulisan ... 5
BAB II PEMBAHASAN ... 6
A. Pelaksanaan layanan khusus BK serta layanan pendukung ... 6
1. Aplikasi Instrumenasi ... 7
2. Himpunan Data ... 10
3. Kunjungan Rumah ... 11
4. Konferensi Kasus ... 13
5. Tampilan Kepustakaan ... 16
6. Alih Tangan Kasus ... 17
B. Faktor Penghambat ... 20
C. Upaya Pelaksanaan ... 21
BAB III PENUTUP ... 23
A. Kesimpulan ... 23
B. Saran ... 23
DAFTAR PUSTAKA ... 24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari keseluruhan program pendidikan. Program bimbingan menunjang tercapainya tujuan pendidikan yaitu perkembangan individu secara optimal. Oleh karena itu, kegiatan bimbingan dan konseling harus diselenggarakan dalam bentuk kerjasama sejumlah orang untuk mencapai suatu tujuan. Kegiatan itu harus diselenggarakan secara teratur, sistematik dan terarah atau berencana, agar benar-benar berdaya dan berhasil guna bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa.
Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Maka dari itu proses pendidikan adalah proses interaksi antara masukan alat dan masukan mentah. Masukan mentah adalah peserta didik, sedangkankan masukan alat adalah tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan materi kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, sistem administrasi dan supervisi pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem evaluasi serta bimbingan konseling.
Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan- persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.
Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, bahwa pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, informasi, konsultasi, dan advokasi.
Dalam kesepuluh layanan bimbingan konseling tersebut dilakukan agar setiap permasalahan yang dihadapi siswa dapat diantisipasi sedini mungkin sehingga tidak menggangu jalannya proses pembelajaran. Dengan demikian siswa dapat mencapai prestasi belajar secara optimal tanpa mengalami hambatan dan permasalahan pembelajaran yang cukup berarti.
Realitas di lapangan, menunjukkan bahwa peran guru kelas dalam pelaksanaan bimbingan konseling belum dapat dilakukan secara optimal mengingat tugas dan tanggung
jawab guru kelas yang sarat akan beban sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling kurang membawa dampak positif bagi peningkatan prestasi belajar siswa.
Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling tersirat bahwa suatu sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak adanya kegiatan pendukung bimbingan dan konseling. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah, tidak hanya dengan layanan saja, tetapi harus ada kegiatan pendukungnya.
Berdasar latar belakang tersebut di atas, penulis tergerak untuk melakukan telaah mengenai kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pendukung BK di sekolah?
2. Apa faktor penghambat dari pelaksanaan kegiatan pendukung BK di sekolah?
3. Apa upaya yang dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat pelaksanaan kegiatan pendukung BK di sekolah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kegiatan pendukung BK di sekolah.
2. Untuk mengetahui faktor penghambat dari pelaksanaan kegiatan pendukung BK di sekolah.
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat pelaksanaan kegiatan pendukung BK di sekolah.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan layanan khusus BK serta layanan pendukung
Pelaksanaan bimbingan dan konseling bertujuan membantu peserta didik mencapai tugas-tugas perkembangan secara optimal sebagai makhluk Tuhan, sosial, dan pribadi.
Lebih lanjut tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu dalam mencapai:
(1) kebahagiaan hidup pribadi sebagai makhluk Tuhan, (2) kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat, (3) hidup bersama dengan individu-individu lain, (4) harmoni antara cita-cita mereka dengan kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian peserta didik dapat menikmati kebahagiaan hidupnya dan dapat memberi sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat umumnya.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, peserta didik harus mendapatkan kesempatan untuk: (1) mengenal dan melaksanakan tujuan hidupnya serta merumuskan rencana hidup yang didasarkan atas tujuan itu; (2) mengenal dan memahami kebutuhannya secara realistis; (3) mengenal dan menanggulangi kesulitan-kesulitan sendiri; (4) mengenal dan mengembangkan kemampuannya secara optimal; (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan pribadi dan untuk kepentingan umum dalam kehidupan bersama; (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan di dalam lingkungannya; (7) mengembangkan segala yang dimilikinya secara tepat dan teratur, sesuai dengan tugas perkembangannya sampai batas optimal.
Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling di sekolah ialah agar peserta didik, dapat: (1) mengembangkan seluruh potensinya seoptimal mungkin; (2) mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri; (3) mengatasi kesulitan dalam memahami lingkungannya, yang meliputi lingkungan sekolah, keluarga, pekerjaan, sosial-ekonomi, dan kebudayaan; (4) mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalahnya; (5) mengatasi kesulitan dalam menyalurkan kemampuan, minat, dan bakatnya dalam bidang pendidikan dan pekerjaan; (6) memperoleh bantuan secara tepat dari pihak-pihak di luar sekolah untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dipecahkan di sekolah tersebut.
Bimbingan dan konseling bertujuan membantu peserta didik agar memiliki kompetensi mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin atau mewujudkan nilai- nilai yang terkandung dalam tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasainya sebaik
mungkin. Pengembangan potensi meliputi 8 tiga tahapan, yaitu: pemahaman dan kesadaran (awareness), sikap dan penerimaan (accommodation), dan keterampilan atau tindakan (action) melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
Untuk mencapai itu semua, diperlukan alat bantu yang dapat membantu guru BK mencapai dari tujuan bimbingan konseling di sekolah tersebut. Berdasarkan BK pola 17+
alat bantu yang dapat digunakan dalam pelaksanaan layanan BK di sekolah adalah kegiatan pendukung BK yang terdiri dari: aplikasi instrumenasi, himpunan data, tampilan kepustakaan, konferensi kasus, kunjungan rumah, serta alih tangan kasus.
Kegiatan pendukung BK pada umumnya tidak ditujukan secara langsung untuk memecahkan atau mengentaskan masalah siswa melainkan untuk memungkinkan di perolehnya data dan keterangan lain serta kemudahan- kemudahan atau komitmen yang akan membantu kelancaran dan keberhasilan kegiatan layanan terhadap siswa. Kegiatan pendukung ini umumnya dilaksanakan tanpa kontak langsung dengan sasaran layanan (Hallen A, 2005: 89). Memang benar bahwa alat dan kelengkapan yang paling handal dimiliki konselor untuk menjalankan tugas-tugas pelayanan ialah mulut dan berbagai keterampilan berkomunikasi, baik verbal maupun non verbal (Prayitno & Erman, 1999: 315). Namun, mengingat apa yang menjadi isi komunikasi itu menjangkau wawasan yang sedemikian luas dan multidimensional serta harus sesuai dengan data dan kenyataan yang berkenaan dengan objek-objek yang dibicarakan, maka konselor perlu diperlengkapi dengan berbagai data, keterangan dan informasi, terutama tentang siswa dan lingkungannya.
1. Aplikasi Instrumenasi
Aplikasi instrumenasi yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan koseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik (siswa/konseli), keterangan tentang lingkunan peserta didik (konseli) dan lingkungan yang lebih luas.
Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes.
Aplikasi Instrumenasi adalah upaya pegungkapan melalui pengukuran dengan memakai alat ukur atau instrumen tertentu. Hasil aplikasi ditafsirkan, disikapi dan digunakan untuk memberikan perlakuan terhadap siswa dalam bentuk layanan konseling.
Aplikasi instrumenasi bimbingan dan konseling bertujuan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik/konseli (baik individual maupun kelompok), keterangan tentang lingkungan peserta didik, dan lingkungan yang lebih
luas. Pengumpulan data dan keterangan ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes.
Hasil pengumpulan data itu dipakai dalam kegiatan layanan bimbingan dan konseling sebagaimana yang telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya. Fungsi utama bimbingan dan konseling yang di embankan oleh kegiatan penunjang aplikasi instrumenasi ialah fungsi pemahaman.
Materi umum aplikasi instrumenasi yaitu berupa data dan keterangan yang dikumpulkan melalui aplikasi instrumenasi pada umumnya, meliputi:
a) Kebisaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b) Kemampuan dan kondisi mental dan fisik siswa.
c) Kemampuan dan pengenalan lingkungan dan hubungan social.
d) Sikap, kebiasaan, keterampilan dan kemampuan belajar.
e) Informasi karir dan pendidikan.
f) Kondisi keluarga dan lingkungan (Prayitno, 2012: 95)
Ada beberapa pertimbangan yang perlu mendapat perhatian para konselor dalam penerapan aplikasi instrumenasi bimbingan dan konseling, antara lain adalah:
a) Instrumenasi yang dipakai harus sahih dan terandalkan.
b) Pemakai instrumen (dalam hal ini konselor) bertanggung jawab atas pemilihan instrumen yang akan dipakai (misalnya tes), monitoring pengaminidtrasiannya dan skoring, penginterprestasian skor dan penggunaan sebagai sumber informasi bagi pengambilan keputusan tertentu.
c) Pemakaian instrumen, harus disiapkan secara matang bukan hanya persiapan instrumen saja, tetapi persiapan instrumen yang akan mengambil tes.
d) Tes atau instrumen apapun hanya merupakan salah satu sumber dalam rangka memahami individu secara lebih luas dan mendalam.
e) Ada dan dipergunakannya berbagai instrumenlainnya bukanlah syarat mutlak bagi pelaksanaan pelayanan bimbingan konseling.
Pemahaman tentang diri siswa, tentang masalah siswa, dan tentang lingkungan yang lebih luas dapat dicapai dengan berbagai cara. Wawancara dan dialog yang mendalam biasanya merupakan cara yang efektif untuk mengembangkan pemahaman tentang diri siswa dan masalahnya itu. Dalam kaitan itu konselor perlu memiliki wawasan dan keterampilan yang memadai dalam penggunaan berbagai instrumen tersebut.
Instrumenasi bimbingan dan konseling memang merupakan salah satu sarana yang perlu dikembangkan agar pelayanan bimbingan dan koseling terlaksana secara lebih cermat dan berdasarkan data empiric. Penyelenggaraan aplikasi instrumenasi bimbingan dan konseling meliputi digunakan dan dikembangkannya berbagai instrumen, baik tes mupun non tes.
a) Instrumentasi Tes
Tes merupakan prosedur untuk mengungkapkan tingkah laku seseorang dan menggambarkan dalam bentuk skala angka atau klasifikasi tertentu. Dalam bentuk nyata tes berbentuk serangkaian pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang di tes. Secara umum kegunaan berbagai tes itu ialah membantu konselor dalam:
1) Memperoleh dasar-dasar pertimbangan berkenaan dengan berbagai masalah pada individu yang di tes, seperti masalah penyesuaian dengan lingkungan, masalah prestasi atau hasil belajar, masalah penempatan atau penyaluran.
2) Memahami sebab-sebab terjadinya masalah diri individu.
3) Mengenali individu (misalnya disekolah) yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi atau sangat rendah yang memerlukan bantuan khusus.
4) Memperoleh gambaran tentang kecakapan, kemampuan, atau keterampilan seorang individu dalam bidang tertentu.
Berbagai hal yang dipeloleh konselor dari hasil tes dapat digunakan untuk menetapkan jenis layanan yang perlu diberikan kepada individu yang dimaksudkan.
b) Instrumentasi Non Tes
Instrumentasi non tes meliputi berbagai prosedur, seperti pengamatan, wawancara, catatan anekdot, angket, sosiometri, dan inventori yang dibakukan (Prayitno & Erman, 1999: 319).
Agar diperoleh hasil yang terandalkan, pengamatan dan wawancara dilakukan dengan mempergunakan pedoman pengamatan dan pedoman wawancara. Catatan anekdot merupakan hasil pengamatan, khususnya tentang tingkah laku yang tak biasa atau khusus yang perlu mendapatkan perhatian tersendiri. Angket dan daftar isian dipergunakan untuk mengungkapkan berbagai hal, biasanya tentang diri individu, oleh individu sendiri. Sosiometri untuk melihat
dan memberikan gambaran tentang pola hubungan sosial diantara individu- individu dan kelompok. Sedangkan melalui inventori yang dibakukan akan dapat diungkapkan berbagai hal yang biasanya merupakan pokok pebahasan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling secara lebih luas.
2. Himpunan Data
Penyelenggaraan himpunan data, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik (siswa/konseli). Himpunan data perlu diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup. Penyelenggaraan himpunan data bermaksud menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa dalam berbagai aspeknya. Data yang terhimpun merupakan hasil dari upaya aplikasi instrumenasi, dan apa yang menjadi hasil himpunan data dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam kegiatan layanan bimbingan. Materi umum himpunan data diantaranya sebagai berikut:
a) Identitas siswa (siswa) dan keluarga.
b) Hasil aplikasi instrumenasi.
c) Hasil belajar, karya tulis, dan rekaman kemampuan siswa.
d) Catatan anekdot.
e) Informasi pendidikan dan jabatan.
f) Laporan dan catatan khusus.
Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh penyelenggaraan himpunan data ialah fungsi pemahaman. Hasil aplikasi instrumenasi pada umumnya menjadi yang dianggap penting dalam himpunan data. Himpunan data juga dapat meliputi hasil wawancara, konferensi kasus, kunjungan rumah, analisis hasil belajar, pengamatan dan hasil upaya pengumpulan bahan lainnya yang dianggap relevan dengan pelayanan bantuan terhadap siswa. Keseluruhan data yang dikumpulkan itu dapat dikelompokkan menjadi:
a) Data pribadi, adalah menyangkut diri masing-masing siswa secara perorangan.
Himpunan data pribadi dilakukan terpisah untuk setiap siswa, karena himpunan data pribadi bersifat berkelanjutan, maka harus ada kera sama antar guru kelas.Himpunan data pribadi siswa memang perlu lengkap dan menyeluruh, tetapi harus tetap sederhana, ringkas, dan bersifat sepenuhnya. Himpunan data pribadi sering juga disebut Cumulative Record.
b) Data kelompok, adalah menyangkut aspek tertentu dari sekelompok siswa, seperti gambaran menyeluruh hasil belajar siswa satu kelas, hasil sosiometri, laporan penyelenggaraan dan hasil diskusi atau belajar kelompok, penyelenggaraan dan isi bimbingan, dan konseling kelompok.
c) Data umum, adalah tidak secara langsung menyangkut diri siswa baik secara pribadi (perorangan) ataupun kelompok. Data ini berasal dari luar diri siswa, seperti informasi pendidikan dan jabatan serta informasi lingkungan fisik sosial dan budaya. Data ini biasanya dihimpun dalam bentuk tersendiri, contohnya bentuk buku, kumpulan tentang informasi pendidikan, informasi jabatan, informasi sisial budaya.(Prayitno, 2012: 99-100)
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam rangka penyelenggaraan himpunan data dan pemanfaatannya secara optimal:
a) Materi himpunan data yang baik (akurat dan lengkap) sangat berguna untuk memberikan gambaran yang tepat untuk individu.
b) Data tentang individu selalu bertambah, berubah, berkembang, dan dinamis. Oleh karea itu data tentang siswa perlu di perbarui.
c) Data yang terkumpul disusun dalam format-format yang teratur rapi menurut sistem tertentu.
d) Data dalam himpunan data itu pada dasarnya bersifat rahasia.
e) Mengingat bahwa data yang di kumpulkan cukup banyak, harus pula ditambah dan dikurangi sesuai dengan perkembangan, lagi pula pengeluaran data dan pemasukannya kembali memakan waktu yang cukup banyak, konselor sering terjebak oleh pekerjaan rutin penyelenggaraan himpunan data itu.
Berbagai hal yang termuat didalam himpunan data meliputi pokok-pokok data/keterangan tentang berbagai hal sebagaimana yang menjadi isi dari aplikasi instrumenasi tersebut diatas.Selain itu, himpunan data juga memuat karya tulis atau rekaman kemampuan siswa, catatan anekdot, laporan khusus, dan informasi pendidikan dan jabatan.
3. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya
permasalahan peserta didik (siswa/konseli) melalui kunjungan ke rumahnya. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Penanganan permasalahan siswa sering kali memerlukan pemahaman yang lebih jauh tentang suasana rumah atau keluarga siswa. Untuk itu perlu dilakukan kunjungan rumah. Kunjungan rumah tidak perlu dilakukan untuk seluruh siswa, hanya untuk siswa yang permasalahannya menyangkut dengan kadar yang cukup kuat peranan rumah atau orang tua sajalah yang memerlukan kunjungan rumah. Lebih jauh, data atau keterangan tentang rumah orang tua boleh jadi juga tidak perlu diperoleh melalui kunjungan rumah oleh konselor. Cara yang lebih praktis untuk memperoleh data yang dikehendaki itu, selain melalui wawancara secara langsung dengan siswa yang bersangkutan, ialah melalui wawancara dengan orang tua yang dipanggil datang ke sekolah.
Kegiatan kunjungan rumah, dan juga pemanggilan orang tua ke sekolah, setidak- tidaknya memiliki tiga tujuan utama, yaitu:
a) Memperoleh data tambahan tentang permasalahan siswa (siswa) khususnya yang bersangkut-paut dengan keadaan rumah atau orang tua.
b) Menyampaikan kepada orang tua tentang permasalahan anaknya.
c) Membangun komitmen terhadap orang tua terhadap penangan masalah anaknya.
Materi umum kunjungan rumah, akan diperoleh berbagai data dan keterangan tentang berbagai hal yang besar, kemungkinan ada sangkut pautnya dengan permasalahan siswa atau siswa. Data atau keterangan ini meliputi:
a) Kondisi rumah tangga dan orang tua.
b) Fasilitas belajar yang ada dirumah.
c) Hubungan antara keluarga.
d) Sikap atau kebiasaan siswa dirumah.
e) Berbagai pendapat orang tua dan anggota keluarga inti lainnya terhadap siswa atau siswa.
f) Komitmen orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam perkembangan dan pengentasan masalah siswa atau siswa (Prayitno, 2012: 103)
Pelaksanaan kunjungan rumah memerlukan perencanaan dan persiapan yang matang dari guru BK dan memerlukan kerja sama yang baik dari pihak orang tua serta atas persetujuan kepala sekolah. Fungsi utama yang ditopang oleh kegiatan kunjungan rumah ialah fungsi pemahaman
4. Konferensi Kasus
Konferensi kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik (siswa) dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
Dalam konferensi kasus secara spesifik dibahas permasalahan yang dialami oleh siswa tertentu dalam suatu forum diskusi yang dihadiri oleh pihak-pihak terkait (seperti guru BK/konselor, wali kelas, guru mata pelajaran/praktik, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lainya) yang diharapkan dapat memberikan data dan keterangan lebih lanjut serta kemudahan-kemudahan bagi terentasnya permasalahan tersebut.
Pembahasan masalah dalam konferensi kasus juga menyangkut upaya pengentasan masalah dan peranan masing-masing pihak dalam upaya yang di maksud itu. Dengan demikian, fungsi utama yang diemban oleh konferensi kasus ialah fungsi pemahaman dan pengentasan. Secara umum tujuan dari konferensi kasus ialah mencari interpretasi yang tepat dan tindakan-tindakan yang konkret yang dapat diambil. Atau dengan kata lain konferensi kasus bertujuan untuk mendapat gambaran yang lebih tepat mengenai diri kasus dengan maksud untuk memberikan pertolongan kepada kasus tersebut dalam memecahkan masalahnya.
Konferensi kasus dipimpin oleh ahli bimbingan yang secara langsung mengenai kasus tersebut. Peserta lain yang ikut terlibat di dalamnya adalah personel yang ada sangkut pautnya dengan permasalahan yang di hadapi seperti kepala sekolah, guru-guru bidang studi, wali kelas, petugas kesehatan (tim medis) dan lain-lainnya
Masalah yang akan menjadi titik pusat pembahasan dalam konferensi kasus adalah kasus yang telah dipersiapkan dan diajukan oleh peserta konferensi kasus.
Klasifikasi masalah siswa yang dapat diajukan dalam pembahasan konferensi kasus salah satu atau beberapa masalah yang dihadapi siswa di bawah ini:
a) Masalah belajar, yang antara lain berkenan dengan:
1) Kebiasaan belajar yang kurang efektif 2) Kemampuan belajar yang kurang memadai 3) Kesiapsiagaan belajar yang kurang memadai
4) Kondisi lingkungan belajar yang kurang menguntungkan.
b) Masalah sosial pribadi diantaranya:
1) Kekurangharmonisan hubungan antar teman
2) Kekurangserasian hubungan dengan orang tua 3) Kekurangserasian hubungan dengan guru 4) Gambaran diri yang kurang tepat
5) Kebiasaan hidup yang kurang tepat 6) Kenakalan remaja
7) Gangguan psikis
c) Masalah kelanjutan studi dan pemilihan pekerjaan:
1) Pemilihan jurusan yang tepat
2) Pengenalan bakat tertentu yang kurang tepat 3) Pengenalan jenis pekerjaan yang kurang memedai
4) Pengenalan sekolah sambungan dan perguruan tinggi yang kurang memadai 5) Penyaluran bakat dan minat yang kurang memadai
Konferensi kasus dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a) Kepala sekolah atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta konferensi kasus, baik atas insiatif guru, wali kelas atau konselor itu sendiri. Mereka yang diundang adalah orang-orang yang memiliki pengaruh kuat atas permasalahan dihadapi siswa (konseli) dan mereka yang dipandang memiliki keahlian tertentu terkait dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli), seperti: orang tua, wakil kepala sekolah, guru tertentu yang memiliki kepentingan dengan masalah siswa (konseli), wali kelas, dan bila perlu dapat menghadirkan ahli dari luar yang berkepentingan dengan masalah siswa (konseli), seperti: psikolog, dokter, polisi, dan ahli lain yang terkait.
b) Pada saat awal pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor membuka acara pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan konferensi kasus dan permintaan komitmen dari para peserta untuk membantu mengentaskan masalah yang dihadapi siswa (konseli), serta menyampaikan pentingnya pemenuhan asas-asas dalam bimbingan dan konseling, khususnya asas kerahasiaan.
c) Guru atau konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli). Dalam mendekripsikan masalah siswa (konseli), seyogyanya terlebih dahulu disampaikan tentang hal-hal positif dari siswa (konseli), misalkan tentang potensi, sikap, dan perilaku positif yang dimiliki siswa (konseli), sehingga para peserta bisa melihat hal-hal positif dari siswa (konseli) yang bersangkutan.
Selanjutnya, disampaikan berbagai gejala dan permasalahan siswa (konseli) dan data/informasi lainnya tentang siswa (konseli) yang sudah terindentifikasi atau terinventarisasi, serta upaya-upaya pengentasan yang telah dilakukan sebelumnya.
d) Setelah pemaparan masalah siswa (konseli), selanjutnya para peserta lain mendiskusikan dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi persetujuan atau penerimaan tugas dan peran masing-masing dalam rangka pengentasan/remedial atas masalah yang dihadapi siswa (konseli)
e) Setelah berdiskusi atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya konferensi menyimpulkan beberapa rekomendas/keputusan berupa alternatif-alternatif untuk dipertimbangkan oleh konselor, para peserta, dan siswa (konseli) yang bersangkutan, untuk mengambil langkah-langkah penting berikutnya dalam rangka pengentasan masalah siswa (konseli).
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai itu, maka pihak-pihak yang di undang dan diminta berpartisipasi secara aktif dan langsung dalam konferensi itu ialah, pertama mereka yang berperan sangat menentukan bagi siswa yang bermasalah seperti orang tua/wali dan guru), kedua pihak yang diharapkan dapat memberi keterangan ataupun masukan berkenaan dengan permasalahan di atas, dan ketiga pihak-ppihak lain yang di harapkan dapat ikut memberikan kemudahan bagi penangan masalah siswa. Dengan demikian tampak bahwa para peserta konferensi kasus sangat mungkin bersal dari latar belakang yang berbeda beda, dengan wawasan yang berbeda dan menghadiri konferensi itu dengan persepsi awal dan tujuan yang berbeda pula.
Materi pokok yang dibicarakan dalam konferensi kasus ialah segenap hal yang menyangkut permasalahan (kasus) yang dialami oleh siswa yang bersangkutan.
Permasalahan itu didalami dan dianalisis berbagai seginya, baik perincian masalahnya, sebab-sebab, dan sangkut paut antara berbagai hal yang ada didalamnya, maupun berbagai kemungkinan pemecahannya serta faktor-faktor penunjangnya. Dikehendaki pula, melalui konferensi kasus itu akan dapat terbina kerja sama yang harmonis diantara para peserta pertemuan dalam mengatasi masalah yang dialami oleh siswa.
Kasus yang telah ditetapkan oleh konselor/guru BK ada yang bisa dipecahkan secara tuntas dengan hanya melalui penanganan konselor sekolah, tetapi banyak pula kasus-kasus yang belum bisa ditangani sendiri yang sangat memerlukan campur tangan dari personil lain, bantuan pemecahan masalah terhadap kasus tersebut akan ditangani
secara team, teknik-teknik bantuan yang akan diberikan dibicarakan dalam satu pertemuan yang disebut dengan konferensi kasus atau case conference.
Kesimpulan-kesimpulan konferensi kasus, setelah semua data dapat dikumpulkan maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut secara komprehensif, sehingga dapat diputuskan suatu rekomendasi, tentang tekhnik bantuan pemecahan masalah yang diberikan.
Kesimpulan-kesimpulan konferensi kasus dapat dicatat dalam format konferensi kasus. Dalam satu kali pertemuan, mungkin belum diputuskan suatu rekomendasi.Oleh karena itu, perlu diadakan pertemuan berikutnya sesuai dengan wktu yang telah disepakati bersama antara peserta konferensi kasus.
Penyelenggaraan konferensi kasus tak semua masalah siswa perlu dikonferensikasuskan. Guru kelas sebagai penyelenggaraan pertama menjelaskan tujuan konferensi kasus dan menguraikan secara garis besar kasus yang hendak dibicaraan itu. Isi pembicaraan konferensi kasus sama sekali tidak boleh dibocorkan atau dibicarakan di tempat lain. Hasil yang diharapkan dari konferensi kasus yang sukses ialah apabila konselor memperoleh data atau keterangan tambahan yang amat berarti bagi pemecahan masalah siswa, dan terbangun komitmen seluruh peserta pertemuan untuk menyokong upaya pengentasan masalah siswa (siswa) (Prayitno, 2012: 101–102)
5. Tampilan Kepustakaan
Tampilan kepustakaan yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir atau jabatan.
Kegiatan pendukung tampilan kepustakaan membantu siswa dalam memperkaya dan memperkuat diri berkenaan dengan permasalahan yang dialami dan dibahas bersama konselor pada khususnya, dan dalam pengembangan diri pada umumnya.
Pemanfaatan tampilan kepustakaan diarahkan oleh konselor dalam rangka pelaksanaan pelayanaan dan atau siswa secara mandiri mengunjungi perpustakaan untuk mencari dan memanfaatkan sendiri bahan-bahan yang ada di perpustakaan sesuai dengan keperluan. Tampilan kepustakaan merupakan kondisi sangat memungkinkan siswa memperkuat dan memperkaya diri dengan atau tanpa bantuan konselor.
6. Alih Tangan Kasus
Alih tangan kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami peserta didik (siswa/konseli) dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak kepihak lainnya. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang erat dan mantap antara berbagai pihak yang dapat memberikan bantuan atas penanganan masalah tersebut (terutama kerja sama dari ahli lain tempat kasus itu dialihtangankan).
Di sekolah, alih tangan kasus dapat diartikan bahwa guru mata pelajaran/praktik, wali kelas, dan/atau sekolah lainya, atau orang tua mengalihtangankan siswa yang bermasalah kepada guru BK. Sebaliknya bila guru BK menemukan siswa bermasalah dalam bidang pemahaman/penguasaan materi pelajaran/latihan secara khusus dapat menglihtangankan siswa tersebut kepada guru mata pelajaran/praktik untuk dapat mendapat pengajaran atau latihan perbaikan dan program pengayaan. Guru BK atau guru kelas juga dapat mengalihtangankan permassalahan siswa kepada ahli-ahli yang relevan, seperti dokter, psikiater, ahli agama, dan lain-lain.
Alih tangan kasus bertujuan untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik, tepat, dan tuntas atas masalah yang dialami siswa dengan jalan memindahkan penanganan kaasus dari satu pihak kepada pihak yang lebih ahli. Atau dengan kata lain tujuan dari alih tangan kasus ialah layanan alih tangan bertujuan untuk membantu melimpahkan siswa yang mengadapi masalah tertentu kepada petugas di dalam sekolah sendiri atau lembaga pelayanan alih tangan kasus (rujukan) di luar sekolah disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan wewenang yang dimilikinya maupun karena keterbatasan sumber manusiawi dan alat.
Materi pokok kasus yang dialihtangankan pada dasarnya sama dengan keseluruhan kasus yang dialami oleh siswa yang bersangkutan. Secara khusus, materi yang dialihtangankan ialah bagian dari permasalahan yang belum tuntas ditangani oleh guru BK (konselor). Materi khusus itu perlu di alihtangankan karena guru BK (konselor) tidak secara khusus membidangi materi itu atau dengan kata lain, materi tersebut diluar bidang keahlian ataupun wewenang guru BK (konselor). Lembaga- lembaga alih tangan kasus (rujukan), antara lain yaitu:
a) Rumah sakit, puskesmas, atau dokter praktek umum.
b) Lembaga pelayanan psikologis.
c) Lembaga kepolisian.
d) Lembaga-lembaga penyelenggara tes.
e) Lembaga penempatan tenaga.
Untuk melakukan pelayanan alih tangan kasus (rujukan), berikut ini adalah syarat-syarat pelayanan alih tangan kasus antara lain, yaitu:
a) Alih tangan kasus harus disertai dengan data yang lengkap berkaitan dengan masalah yang hadapi siswa (konseli) bersangkutan.
b) Alih tangan kasus (rujukan) harus diberikan surat pengantar atau rekomendasiyang menjelaskan tujuan alih tangan kasus (rujukan) itu.
c) Alih tangan kasus (rujkan) harus disetujui oleh individu siswa (siswa/konseli) yang bersangkuan.
d) Pelayanan alih tangan kasus (rujukan) itu harus tetap menjadi tanggung jawab sekolah.
e) Pihak yang dialihtangan atau dirujuk harus diminta untuk menyampaikan laporan terinci mengenai hasil upaya alih tangan atau rujukan itu kepada sekolah.
Proses pelayanan alih tangan kasus (rujukan) bisa dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:
a) Alih tangan kasus dapat dimulai dengan inisiatif pihak tertentu yang menemukan siswa (siswa/konseli) yang memiliki kesulitan dan tidak dapat dipecahkan oleh petugas itu sendiri.
b) Wali kelas ini memperkirakan kesulitan macam apa yang dihadapi siswa. Dalam hal ini misalnya kesulitan psikologis.
c) Wali kelas mengajukan alih tangan atau rujukan ini kepada kepala sekolah sebagai penanggung jawab puncak dalam program bimbingan dan konseling.
d) Kepala sekolah menunjuk terlebih dahulu diadakan pemeriksaan kesehatan fisik.
Dalam hal ini misalnya perawat sekolah.
e) Siswa tersebut bersama dengan hasil pemeriksaan ditujukan atau dirujuk kepada konselor.
f) Apabila konselor tidak bisa menangani sendiri, siswa tersebut dirujuk kepada ahli psikologi/psikolog untuk diperiksa, apakah siswa tersebut memerlukan penanganan dalam suatu pembahasan kasus atau pelayanan testing dan dalam hal apa.
g) Apabila hasil pemeriksaan psikolog menunjukkan bahwa sebenarnya siswa tersebut tidak memerlukan pembahasan kasus dan tidak memerlukan layanan testing, maka psikolog tersebut memberikan rekomondasi tentang status siswa tersebut sebagai balikan kepada sekolah.
h) Apabila hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa siswa (siswa) tersebut tidak memerlukan pembahasan kasus, tetapi membutuhkan pelayanan testing, maka siswa tersebut dialih tangankan kepada lembaga penyelenggara tes untuk dilengkapi dengan data dari wawancara dengan orang tua pihak lain yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil testing dan hasil wawancara itu diisusunlah rekomondasi untuk dikembalikan kepada sekolah, maka ruujukkan berakhir sampai disini.
i) Apabila hasil pemeriksaan psikolog ternyata bahwa siswa (siswa) itu memerlukan pembahasan yang lebih luas dengan berbagai pihak, maka diselenggarakan pembahasan kasus yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan, miisalnya guru, kepala sekolah, psikologi, konselor dan pihak lain yang diperlukan.
j) Dari hasil pembahasan kasus diberikan rekomondasi sesuai dengan status siswa tersebut. Misalnya serangkaian pelayanan testing dan pembahasaan berulang- ulang sampai masalahnya dapat diselesaikan.
Kriteria penilaian keberhasilan pelayanan alih tangan kasus antara lain sebagai berikut:
1. Jika pelimpahan kasus kepada guru di dalam sekolah sendiri atau kepada lembaga pelayanan alih tangan kasus atau rujukkan telah disertai dengan data/informasi kasus yang diperlukan.
2. Jika alih tangan kasus dapat diakhiri dengan pemecahan masalah kasus dan diberikan rekomondasi entag masalah kasus pada sumber alih tangan kasus.
Kegiatan alih tangan kasus meliputi dua jalur, yaitu jalur kepada konselor dan jalur dari konselor. Jalur kepada konselor, dalam arti konselor menerima kiriman siswa dari pihak-pihak lain, seperti: orang tua, kepala sekolah, guru, pihak lain (dokter, psikiater, dan psikolog). Sedang jalur dari konselor, dalam arti konselor mengirimkan siswa yang belum tuntas ditangani kepada ahli-ahli lain, seperti: konselor yang lebih senior, konselor yang memmbidangi spesialisasi, ahli-ahli lain (guru bidang studi, psikologi, psikiater dan dokter). Konselor menerima siswa dari pihak lain daengan harapan siswa itu dapat ditangani sesuai dengan permasalahan yang ia hadapi. Disisi lain konselor mengalih tangani siswa kepada pihak lain apabila masalah yang dihadapi siswa memang di luar wewenang konselor untuk menanganinya, atau setelah konselor berusaha sekuat tenanga memeberikan bantuan, namun permasalahan siswa tersebut belum berhasil ditangani secara tuntas.
B. Faktor Penghambat
Beberapa faktor penghambat yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan pendukung BK di sekolah di antaranya:
1. Keterbatasan Sumber Daya Manusia dan Sarana Prasarana:
a) Kekurangan guru BK atau konselor yang terkualifikasi dan terlatih dengan baik dalam melaksanakan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
b) Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai, seperti ruang BK yang kondusif, alat tes dan inventori, komputer, dan akses internet.
c) Keterbatasan anggaran untuk pengadaan alat dan pelatihan guru BK.
2. Kurangnya Kerjasama Antar Pihak:
a) Kurangnya kerjasama antar guru BK, guru mata pelajaran, wali kelas, dan orang tua dalam mengidentifikasi, memahami, dan menangani permasalahan siswa.
b) Kurangnya komunikasi dan koordinasi antar pihak dalam pelaksanaan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
c) Kurangnya dukungan dari kepala sekolah dan manajemen sekolah dalam memfasilitasi kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
3. Kurangnya Kesadaran dan Pemahaman Masyarakat:
a) Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya bimbingan dan konseling bagi perkembangan siswa.
b) Stigma negatif terhadap bimbingan dan konseling, sehingga siswa enggan untuk memanfaatkan layanannya.
c) Kurangnya pemahaman orang tua tentang peran dan fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu siswa.
4. Faktor Internal Siswa:
a) Keengganan siswa untuk membuka diri dan mengungkapkan masalahnya kepada guru BK atau konselor.
b) Kurangnya motivasi siswa untuk mengikuti kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
c) Adanya hambatan psikologis pada diri siswa, seperti kecemasan, depresi, atau trauma, yang membuat sulit untuk berpartisipasi dalam kegiatan dukungan konseling.
5. Faktor Eksternal:
a) Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah yang dapat memengaruhi akses siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling.
b) Kompleksitas masalah yang dihadapi siswa yang mungkin memerlukan penanganan oleh ahli di luar sekolah.
c) Kurangnya koordinasi antar lembaga terkait, seperti sekolah, dinas pendidikan, dan lembaga lainnya dalam menangani permasalahan siswa.
C. Upaya Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah memegang peran penting dalam membantu siswa mencapai potensi optimal dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi. Namun, kelancaran penyelenggaraan kegiatan BK seringkali terhambat oleh beragam faktor. Untuk mengatasinya, diperlukan upaya komprehensif dan kolaboratif dari berbagai pihak, dengan fokus utama pada peningkatan kualitas layanan dan pemberdayaan siswa.
Penguatan kapasitas guru BK dan sarana prasarana menjadi kunci utama. Pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran untuk pendidikan dan pelatihan guru BK, serta memfasilitasi penyelenggaraan seminar dan workshop untuk memperbarui pengetahuan dan keterampilan mereka. Sekolah pun perlu melakukan rekrutmen guru BK secara selektif, menyediakan ruang BK yang kondusif, dan mengalokasikan anggaran khusus untuk kegiatan pendukung BK.
Membangun kerjasama antar pihak juga tak kalah penting. Pemerintah perlu mensosialisasikan pentingnya BK kepada seluruh pemangku kepentingan, memfasilitasi koordinasi antar pihak terkait, dan membangun sistem rujukan yang efektif. Sekolah dapat mengadakan rapat koordinasi dengan berbagai pihak, membentuk tim pendukung BK, dan menyelenggarakan kegiatan sosialisasi dan edukasi tentang BK bagi siswa dan orang tua.
Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang BK pun krusial.
Pemerintah dapat melaksanakan kampanye dan sosialisasi melalui berbagai media, bekerjasama dengan organisasi masyarakat, dan membangun platform khusus BK daring.
Sekolah dapat mengadakan kegiatan sosialisasi dan edukasi tentang BK, melibatkan orang tua dalam kegiatan BK, dan bekerjasama dengan media lokal untuk mempublikasikan kegiatan dan layanan BK di sekolah.
Pemberdayaan siswa dan peningkatan layanan konseling menjadi langkah krusial.
Guru BK perlu membangun hubungan yang baik dengan siswa, menciptakan suasana ruang BK yang aman, menggunakan berbagai teknik BK yang sesuai, dan memberikan edukasi tentang life skills dan coping strategy. Sekolah dapat menyelenggarakan program pencegahan bullying, layanan konseling kelompok, dan program pengembangan minat dan bakat siswa.
Dengan upaya kolaboratif dan komprehensif ini, diharapkan hambatan dalam penyelenggaraan kegiatan BK dapat diatasi dan layanan BK di sekolah dapat berjalan optimal, sehingga mampu membantu siswa mencapai potensi optimal dan menyelesaikan berbagai permasalahan dengan lebih baik.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegiatan pendukung bimbingan dan konseling adalah usaha untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang diri peserta didik (siswa) dan keterangan tentang lingkungannya, baik itu di lingkungan keluarga, sekolah, ataupun dilingkungan sekitarnya.
Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung Dalam hal ini, kegiatan pendukung bimbingan dan konseling ada enam: Aplikasi intrumentasi, himpunan data, tampilan kepustakaan, kunjungan rumah, konferesni kasus, dan alih tangan kasus.
Sementara itu tujuan dari kegiatan pendukung bimbingan konseling ini adalah diperolehnya data-data yang akurat dan baik demi mewujudkan terselesaikannya masalah- masalah yang dihadapi siswa dan juga pemahaman terhadap layanan bimbingan dan konseling.
B. Saran
Saran yang ingin penulis kemukakan dalam kegiatan pendukung bimbingan dan konseling ini adalah antara guru BK dan siswa harus sungguh-sungguh dalam pemecahan masalah-masalah yang dihadapai siswa yang memiliki masalah, demi kepentingan pribadi guru BK dan siswa tersebut. Setiap kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan perencanaan yang disetujui.
DAFTAR PUSTAKA
Hallen A. (2005). Bimbingan & Konseling. Jakarta: Quantum Learning.
Prayitno. (2012). Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Bimbingan Konseling. Padang: FIP UNP.
Prayitno, & Erman, A. (1999). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.