PENDIDIKAN KARAKTER DAN ANTI KORUPSI Dosen Pengampu: Tahadodo Waruwu, M.Pd
Disusun Oleh:
KELOMPOK IV
Kristina Veronika Sianturi (210101027) Friska Romauli Hutasoit (210101023) Sagita Nova Sianipar (210101010) Deby Valentina Silalahi (210101014)
Grup/ Semester: A/ VI
INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI TARUTUNG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
KRISTEN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
2024
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan berkat karuniaNya berupa kesehatan dan pengetahuan yang baik penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pendidikan Karakter dan Anti Korupsi” ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang karakter dan korupsi menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Tahadodo Waruwu M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Karakter dan Anti Korupsi yang membimbing kelompok kami dalam menyelesaikan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tersebut dan tidak menutup diri terhadap segala saran dan kritik serta masukan yang bersifat kontruktif bagi penulis. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tarutung, 2024
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...1
DAFTAR ISI...2
BAB I...1
PENDAHULUAN...1
B. Rumusan Masalah...2
C. Tujuan Penulisan...2
BAB II...3
PEMBAHASAN...3
1. Karakter dan Korupsi Menurut Perjanjian Lama...3
2. Karakter dan Korupsi Menurut Perjanjian Baru...5
BAB III PENUTUP...7
A. Kesimpulan...7
B. Saran...7
DAFTAR PUSTAKA...8
1
BAB I
A. Latar Belakang
PENDAHULUAN
Dasar pendidikan agama Kristen merupakan sebuah fondasi dalam membangun sebuah pendidikan yang berkarakter dan berkualitas. Memahami dasar pendidikan agama Kristen adalah hal yang penting bagi seorang pendidik Kristen. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang dapat membentuk perilaku manusia, bukan sekedar membekali manusia dengan pengetahuan dan informasi saja. Oleh karena itu pedoman moral, nilai, dapat ditanamkan melalui pendidikan karakter Kristen. Nilai-nilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter yang merupakan fondasi penting untuk menghasilkan pribadi yang utuh bagi dirinya dalam menyikapi kehidupan.
Pendidikan karakter Kristen menanamkan prinsip-prinsip moral berdasarkan pada Alkitab artinya Alkitab menentukan apakah sesuatu benar atau salah. Dalam kekristenan Firman Tuhan adalah nilai moral yang absolut. Dengan demikian rencana Allah dapat terlaksana dan terwujud lewat hidup umatNya. Allah mengajar umat-Nya dengan memberi tahu, memberi penjelasan, menegur, membangun serta membimbing umat-Nya dalam mengatasi berbagai masalah yang sedang mereka hadapi. Maka sampai sekarang Para Pendidik Terus melakukan pembinaan karakter yaitu Institusi memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan mendukung upaya anti korupsi di masyarakat.
Pendidikan karakter dan anti korupsi bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga merupakan hasil dari interaksi kompleks antara individu, keluarga, sekolah, dan masyarakat secara keseluruhan. Namun oleh karena kurangnya kesadaran pentingnya karakter yang baik sesuai kebenaran Firman Tuhan maka tindakan korupsi merupakan bertentangan dengan ajaran Alkitab. Oleh karena itu, setiap orang Kristen harus menghindari tindakan korupsi. Setiap orang Kristen harus hidup dengan jujur dan adil, dan menggunakan kekuasaan atau jabatannya untuk kepentingan orang lain.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis mendapatkan beberapa rumusan masalah, antara lain:
1. Bagaimana karakter dan korupsi menurut perjanjian lama dan perjanjian baru?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana karakter dan korupsi menurut perjanjian lama dan
perjanjian baru
BAB II PEMBAHASAN
1. Karakter dan Korupsi Menurut Perjanjian Lama
Dalam versi King James Version, kata dalam bahasa Yunani, Charakter diterjemahkan sebagai imagine (membayangkan). Charakter sebagai kata benda berasal dari charasso yang berarti sebuah takikan, lekukan, penajaman. Dalam pola pandang Alkitab karakter seseorang akan benar-benar teruji dan terbukti ketika diperhadapkan dengan tantangan dan ujian Firman Tuhan di Perjanjian Lama yang memandang bahwa karakter manusia pada dalam konteks penciptaan yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Kejadian 1:26-28
Dari teks ini kita bisa simpulkan bahwa karakter manusia juga didesain oleh Allah baik adanya, potensi diri manusia ketika diciptakan oleh Allah semua pada proporsi yang amat baik. Allah tidak mendesain manusia menjadi mahkluk hidup yang melakukan dosa dan kejahatan, pembangkang, pembohong, tetapi pelaku firman Allah. Persoalan yang muncul ketika manusia itu ditempatkan di taman Eden, memberontak dan melakukan dosa, ini merupakan buah dari dosa. Tidak bertanggung jawab, akhirnya menghasilkan pribadi yang berkarakter buruk, yang pada akhirnya diusir dari taman Eden Kejadian 3:22-24 sejalan dengan pendapat ahli Karakter dalam pola pandang Alkitab, seperti dijelaskan oleh Frank Damazio adalah kehidupan batiniah manusia yang akan merefleksikan ciri sifat yang penuh dosa (dipengaruhi oleh dunia) atau ciri sifat kudus (dipengaruhi firman Allah).
b. Ulangan 6:1-9
Dari teks ini ditemukan satu lembaga yang telah ditetapkan oleh Allah untuk melaksanakan pendidikan karakter. Tempat itu adalah keluarga. Sebuah tempat dimana ayah dan ibu serta anak-anak mereka berdiam. Keluarga menjadi tempat yang sentral dalam menjalankan pendidikan karakter. Beberapa keterangan yang terdapat dalam ayat ini disebutkan para orang tua harus mengajarkan berulang-ulang kepada anak-anak mereka
perihal kasih kepada Tuhan, ketika mereka sedang duduk di rumah. Duduk di rumah adalah gambaran komunitas dimana ayah dan ibu serta anak-anak mereka melakukan aktivitas mereka. Juga ditambahkan dengan anak kalimat apabila sedang berbaring, ini merujuk kepada rumah sebagai tempat peristirahatan dan persemaian.
Dalam konteks Perjanjian Lama, korupsi tidak secara spesifik dibahas seperti pada konsep modern. Namun, terdapat ajaran moral dan hukum dalam Kitab-kitab Taurat yang menekankan kejujuran, keadilan, dan tidak menipu sesama. Misalnya, dalam Sepuluh Perintah Allah, dilarang mencuri dan berbohong. Perjanjian Lama memberikan pedoman etika yang mencakup aspek kehidupan sehari-hari, termasuk dalam urusan keuangan dan pemerintahan. Penghakiman atas tindakan korupsi bisa dikaitkan dengan nilai-nilai moral yang diajarkan dalam teks tersebut.
Secara hurufiah istilah korupsi tidak ada di dalam PL. Tetapi ada beberapa istilah lain yang memiliki hubungan dengan korupsi yakni kata shochad artinya: suap, atau hadiah.
Dalam Kel. 23:8 istilah suap dipakai dalam hubungan dengan aturan mengenai hak-hak manusia. Dalam aturan itu Musa melarang orang Israel agar jangan menerima suap karena akan membutakan mata. “Suap janganlah kau terima sebab suap membuat buta mata orang- orang yang melihat dan memutar balikkan perkara orang- orang yang benar” Dalam aturan ini, nyata bahwa larangan terhadap suap telah diberlakukan di kalangan bangsa Israel sebab suap membawa pengaruh yang buruk bagi mereka yang mengadili suatu perkara. Suap bisa membuat mata mereka menjadi buta dan memutar balikkan perkara orang yang benar sehingga mereka menghukum orang yang tidak bersalah dan membebaskan orang yang bersalah.
Oleh sebab itu, larangan memberikan suap itu dibuat dengan maksud agar keadilan dapat ditegakkan. Demi penegakan keadilan itu maka Musa menegaskan agar penyelenggaraan pengadilan terhadap umat harus dilakukan dengan adil. Musa mengatakan: “Jangan memutar-belikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutar-balikkan perkataan orang-orang yang benar” (Ul. 16:19). Karena suap itu membengkokan keadilan maka ketika Jitro menasihati Musa untuk mengangkat orang- orang yang cakap di antara bangsa Israel
untuk menjadi hakim yang membantu Musa mengadili perkara-perkara yang timbul di kalangan orang Israel itu maka ada tiga syarat yang ditekankan yakni: Pertama, orang yang cakap dan takut akan Allah. Kedua, orang yang dapat dipercaya, dan ketiga, orang yang benci kepada pengejaran suap (Kel. 18: 21). Ketiga syarat ini lebih menekankan kualitas moral dari pada intelektual. Sebab jika seseorang memiliki kualitas intelektual tetapi tanpa kualitas moral maka ia bisa terjerumus dalam godaan suap. Akibatnya keadilan diabaikan.
2. Karakter dan Korupsi Menurut Perjanjian Baru
Secara langsung, Perjanjian Baru tidak membahas korupsi dengan istilah modern, tetapi ajarannya tetap mencakup prinsip-prinsip moral dan etika. Yesus Kristus dan ajaran-Nya menekankan keadilan, kejujuran, dan kasih. Prinsip ini secara tidak langsung menentang perilaku korupsi.Pada tingkat pemerintahan, Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma menegaskan kewajiban taat pada penguasa yang adil. Prinsip-prinsip tersebut dapat diartikan sebagai penentangan terhadap korupsi dalam struktur kekuasaan. Meskipun istilah korupsi tidak eksplisit disebutkan, prinsip-prinsip moral dan etika yang ditemukan dalam Perjanjian Baru dapat dianggap relevan dan dapat diaplikasikan dalam konteks modern terkait isu korupsi.
Dalam Perjanjian Baru (PB), kata "korupsi" (fthora) tidak ditemukan. Namun, ada beberapa ayat yang menunjukkan bahwa korupsi merupakan suatu kejahatan yang dibenci oleh Tuhan. Salah satu contohnya adalah kisah Yudas Iskariot yang menjual Yesus kepada para imam kepala dan tua-tua Yahudi. Yudas melakukan hal ini karena dia tamak akan uang. Dia menerima 30 keping perak untuk menyerahkan Yesus kepada mereka. Tindakan Yudas ini merupakan suatu tindakan korupsi, karena dia menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Contoh lain adalah kisah para pemimpin Israel yang menerima suap dari orang-orang kaya. Mereka menggunakan kekuasaan mereka untuk menguntungkan orang-orang kaya tersebut, dan merugikan orang-orang miskin. Tindakan para pemimpin Israel ini juga merupakan suatu tindakan korupsi, karena mereka menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk kepentingan pribadi. Berdasarkan ayat-ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan suatu kejahatan yang bertentangan dengan ajaran Alkitab. Korupsi adalah tindakan menyalahgunakan kepercayaan, kekuasaan, atau jabatan
untuk keuntungan pribadi. Tindakan korupsi dapat merugikan orang lain, dan merusak tatanan masyarakat.
Dalam PB, korupsi sering dikaitkan dengan dosa. Dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah. Korupsi adalah suatu bentuk dosa, karena bertentangan dengan hukum Allah.
Dosa dapat membawa hukuman dari Allah. Oleh karena itu, setiap orang Kristen harus menghindari tindakan korupsi. Setiap orang Kristen harus hidup dengan jujur dan adil, dan menggunakan kekuasaan atau jabatannya untuk kepentingan orang lain.
Berikut adalah beberapa prinsip Alkitab yang dapat menjadi pedoman bagi kita dalam melawan korupsi:
a) Kejujuran: Kita harus hidup dengan jujur dan adil dalam segala hal.
b) Keadilan: Kita harus menjunjung tinggi keadilan dalam segala hal.
c) Kesederhanaan: Kita harus hidup sederhana dan tidak serakah.
d) Kepedulian terhadap orang lain: Kita harus peduli terhadap orang lain dan tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip Alkitab ini, kita dapat membantu menciptakan masyarakat yang bersih dari korupsi.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Meskipun istilah "korupsi" tidak secara langsung disebutkan, prinsip-prinsip moral dalam Alkitab menegaskan penolakan terhadap perilaku koruptif dan penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi yang merugikan orang lain. Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menekankan integritas, keadilan, dan kejujuran sebagai landasan bagi kehidupan yang bermoral dan layanan yang benar di hadapan Tuhan.
B.
Saran
Dalam makalah ini penulis memberikan serangkaian saran yang dapat diimplementasikan secara praktis dalam Pendidikan Karakter dan Anti Korupsi.Saran-saran tersebut mencakup integrasi nilai-nilai karakter ke dalam kurikulum sekolah, dengan penekanan pada pembelajaran yang tidak hanya teoretis tetapi juga praktis.
Penulis menyarankan untuk melibatkan orang tua dan komunitas secara aktif dalam proses pendidikan karakter, mengakui peran penting mereka dalam membentuk sikap daN nilai pada generasi muda.Pemanfaatan media sosial dan teknologi juga diusulkan sebagai sarana untuk menyebarkan informasi dan kampanye anti-korupsi, menciptakan kesadaran luas di masyarakat. Guru, sebagai agen pendidikan, diimbau untuk mengikuti pelatihan khusus guna meningkatkan pemahaman mereka tentang pendidikan karakter dan implementasinya di dalam kelas
DAFTAR PUSTAKA
Elia, N. B. (2023). Mengkonstruksi Etika Kristiani tentang Korupsi dan Sikap Anti-Korupsi melalui Lensa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja, 7(2), 104-118.
Kaimuddin, K. (2018). Pembentukan Karakter Anak Melalui Lembaga Pendidikan Informal. Al-MAIYYAH: Media Transformasi Gender Dalam Paradigma Sosial Keagamaan, 11(1), 132-152.
Tubagus, S. (2020). Makna Kepemimpinan Daud Dalam Perjanjian Lama. KINAA: Jurnal Kepemimpinan Kristen Dan Pemberdayaan Jemaat, 1(1), 56-67.
Nggebu, S. (2022). Pencegahan Korupsi Menurut Iman Kristen. Jurnal Teologi Injili, 2(1), 1-18.
Nofijantie, L. (2012). Peran lembaga pendidikan formal sebagai modal utama membangun karakter siswa.
Rantesalu, M. B. (2020). Karakter Kejujuran Dalam Gereja Masa Kini. Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, 1(1), 43-54.
Santika, I. G. N., Kartika, I. M., & Wahyuni, N. W. R. (2019). Pendidikan karakter: studi kasus peranan keluarga terhadap pembentukan karakter anak Ibu Sunah di Tanjung Benoa. Widya Accarya, 10(1).
Salsabilah, A. S., Dewi, D. A., & Furnamasari, Y. F. (2021). Peran Guru Dalam
Mewujudkan Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(3), 7158-7163.
Sunariyanti, S. (2018). Penerapan Etika Kristen Dalam Pendidikan Anti Korupsi Di Keluarga. Sanctum Domine: Jurnal Teologi, 7(1), 107-120.
Sunariyanti, S. (2018). Penerapan Etika Kristen Dalam Pendidikan Anti Korupsi Di Keluarga. Sanctum Domine: Jurnal Teologi, 7(1), 107-120.