• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kel.3, Skenario 2, Kasus Neuropresepsi

N/A
N/A
Lis tanti

Academic year: 2024

Membagikan "Kel.3, Skenario 2, Kasus Neuropresepsi"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Keperawatan Medikal Bedah 3

“ PBL KASUS SISTEM NEUROPRESEPSI”

Dosen Pembimbing : Ns. Ita Sulistiani, M.Kep

OLEH KELOMPOK 3

LISTANTI (841422145)

REFLI HASAN DJAKATARA (841422149)

REYNALDI DUNGGIO (841422153)

NUR LAILA TULEN (841422158)

KARMAN HEMUTO (841422162)

BERLIANA FEBRIYANINGSIH HASAN (841422166)

MIFTAHUL JANNAH DAI (841422170)

MARVI FRANSWINATA ABAS (841422174)

SURYANTO SUWANDI (841422178)

ZIHAN MADJHAM (841422182)

NURUL JANNAH BAHARUDDIN (841422186)

PRODI S1- KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

(2)

2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan “Pembahasan Kasus Sistem Neuropresepsi”. Penulisan “Pembahasan Kasus Sistem Neuropresepsi” ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3. Hal tersebut terwujud atas bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis pada kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasihkepada:

1. Ns. Ita Sulistiani, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan “Pembahasan Kasus Sistem Neuropresepsi”.

2. Teman-teman kelompok 3 yang telah membantu menyelsaikan penyusunan “Pembahasan Kasus Sistem Neuropresepsi”

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Gorontalo, 05 November 2022

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I LATAR BELAKANG KASUS... 1

Klasifikasi Istilah-Istilah Penting... 1

Kata/Problem Kunci... 1

Mind Map... 2

Pertanyaan-Pertanyaan Penting... 3

Jawaban Pertanyaan... 4

Tujuan Pembelajaran Selanjutnya... 6

Informasi Tambahan... 6

Klasifikasi Informasi... 6

Analisa & sintesis Informasi... 8

Laporan Diskusi... 8

BAB II KONSEP MEDIS... 9

Definisi Sinusitis... 9

Anatomi & Fisiologi... 9

Etiologi Sinusitis...15

Tanda & Gejala Sinusitis...16

Klasifikasi Sinusitis...……. 18

Patofisiologi Sinusitis... 19

Epidemiologi... 20

Pemeriksaan Penunjang……….. 20

Komplikasi………...21

Pencegahan………. 22

Penatalaksanaan……….. 22

BAB III KONSEP KEPERAWATAN... 26

Pengkajian... 26

Pathway……….. 28

(4)

Diagnosa Keperawatan...29

Intervensi Keperawatan...30

Implementasi Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan...40

DAFTAR PUSTAKA...48

(5)

BAB I

LATAR BELAKANG KASUS

PEMICU SKENARIO 2

1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING a. Flu

Penyakit pernapasan menular yang disebabkan oleh virus influenza yang dapat menyebabkan penyakit ringan sampai penyakit berat (Abelson,2009).

b. Hiposmia

Berkurangnya sensitivitas indra penciuman mengenali bau (Hummel, 2011).

c. Sputum

Lendir dan materi lainnya yang dibawa dari paru-paru, bronkus, dan trakea yang mungkin dibatukan dan dimuntahkan /ditelan (Kamus kesehatan, 2017).

2. KATA / PROBLEM KUNCI

a. Flu tak kunjung sembuh, sudah 1 bulan b. Nyeri tekan pada sekitar hidung

c. Hiposmia

d. Batuk tidak efektif, ada sputum e. Ada gangguan pendengaran f. SB = 38,6˚C

g. Nafsu makan menurun

GANGGUAN PENCIUMAN

Seorang laki-laki berusia 28 tahun datang ke poliklinik mengeluh flu yang dideritanya tak kunjung sembuh sudah lebih dari 1 bulan. Hasil pengkajian : nyeri tekan pada sekitar hidung, hiposmia, batuk tidak efektif ada sputum, ada gangguan pendengaran, TD 120/80 mmHg, Nadi 90 x/menit, RR 20 x/menit, SB 38.60C, nafsu makan menurun, dan kedaan ini membuat pekerjaan sehari-harinya terganggu.

(6)
(7)

3. MIND MAP

Sinusitis adalah peradangan di lapisan sinus, yang umumnya ditandai dengan pilek, hidung tersumbat, dan nyeri di area wajah. Kondisi ini bisa

berlangsung dalam hitungan minggu, bulan, atau bahkan tahun.

Polip hidung atau polip nasal adalah tumbuhnya jaringan lunak yang terjadi di saluran hidung atau

sinus. Umumnya, jaringan tersebut muncul pada bagian sinus menuju rongga hidung.

Rhinitis adalah kondisi ketika terjadi reaksi yang menyebabkan hidung tersumbat, pilek, bersin,

dan gatal-gatal. Sebagian besar jenis rhinitis disebabkan oleh peradangan yang berhubungan

dengan gejala pada mata, telinga, atau

MASALAH PADA SISTEM NEUROPRESEPSI DENGAN “GANGGUAN

PENCIUMAN”

(8)

TANDA DAN GEJALA

PENYAKIT

SINUSITIS POLIP NASAL RHINITIS

Flu sudah 1 bulan   

Nyeri tekan pada

sekitar hidung   -

Hiposmia   

Batuk tidak efektif, ada sputum

 - -

Ada gangguan pendengaran

 - 

SB = 38,6˚C   

Nafsu makan menurun

 - -

(9)

Keadaan tersebut mengganggu pekerjaan sehari-hari

  

TABEL PES

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING

a. Mengapa pasien sinusitis cenderung mengalami hiposmia ? b. Apa saja gejala yang timbul apabila mengalami sinusitis ?

c. Apakah penyakit sinusitis dapat di cegah ? bagaimana upaya pencegahannya ? d. Apa yang menyebabkan nyeri tekan disekitar hidung pada pasien sinusitis?

e. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan jika terjadi demam pada pasien sinusitis?

5. JAWABAN PERTANYAAN

a. Pasien sinusitis cenderung mengalami hiposmia karena pembengkakan pada sinus mengganggu jalannya aliran lendir dan membuat lendir menumpuk, yang akhirnya menyebabkan hidung tersumbat. Hal ini lama-kelamaan menurunkan kemampuan penciuman, dimana hidung dan area di tenggorokan bagian atas memiliki sel khusus yang mengandung reseptor bau. Ketika reseptor ini mendeteksi bau, mereka mengirim pesan ke otak yang kemudian mengidentifikasi bau tersebut, jika ada masalah apa pun yang mengganggu proses tersebut, seperti hidung tersumbat, penyumbatan, peradangan, kerusakan saraf atau kondisi fungsi otak, bisa memengaruhi kemampuan untuk mencium secara normal.

(10)

b. Berapa gejala yang mungkin timbul apabila mengalami sinusitis, yaitu :

 Nyeri wajah yang memburuk saat menunduk

 Keluar cairan kental kuning kehijauan dari hidung atau belakang tenggorokan

 Hidung mampet yang menyebabkan kesulitan bernapas

 Muncul tekanan pada telinga

 Sakit kepala

 Batuk

 Bau napas tidak sedap

 Kelelahan

 Demam

c. Sinusitis tidak dapat dicegah secara pasti, namun ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar risikonya dapat menurun, yaitu:

 Berhenti merokok dan hindari menghirup asap rokok orang lain

(11)

 Lebih rutin mencuci tangan, terutama saat ada orang di sekitar yang flu dan tidak menyentuh wajah sebelum tangan bersih

 Jauhi segala hal yang dapat menyebabkan alergi

d. Nyeri tekan di sekitar hidung atau sinus merupakan gejala sinusitis yang paling umum. Setiap orang memiliki sinus yang terletak di atas dan bawah mata serta di belakang hidung. Jika mengalami sinusitis umumnya sinus akan terasa nyeri karena mengalami infeksi, itulah yang bisa menyebabkan peradangan dan bengkak.

e. Penatalaksanaan keperawatan jika terjadi demam pada pasien sinusitis yaitu intervensi “Manajemen Hipertermia

(I.15506), definisinya mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi. Terdiri dari :

1. Observasi :

a. Identifikasi penyebab hipertermia b. Monitor suhu tubuh

c. Monitor kadar elektrolit d. Monitor haluaran urin

e. Monitor komplikasi akibat hipertermia 2. Terapuetik :

a. Sediakan lingkungan yang dingin

(12)

b. Longgarkan atau lepaskan pakaian c. Basahi dan kipasi permukaan tubuh d. Berikan cairan oral

e. Ganti linen lebih sering jika mengalami hiperhidrosis f. Lakukan pendinginan eksternal

g. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin h. Berikan oksigen, jika perlu

3. Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu 6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA

Setelah pembelajaran ini mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara menentukan penatalaksanaan keperawatan pada kasus yang telah di berikan dan untuk mengetahui pemeriksaan selanjutnya untuk menegakkan diagnose dari kasus diatas.

7. INFORMASI TAMBAHAN

Tambahkan jurnal penelitian yang sudah dipublis “Analisis Perubahan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Penderita Sinusitis Pada Pengobatan Gurah (Perasan Kulit Akar Senggugu / Clerodendron Serratum Spreng)”.

(Jurnal ilmiah kedokteran, Suryadi Supri,(2012)).

(13)

8. KLARIFIKASI INFORMASI

Gurah adalah pengobatan tradisional yang dilakukan dengan cara memasukan suatu bahan / ramuan tertentu ke dalam lubang hidung /mulut dengan tujuan mengeluarkan kotoran dan lendir yang ada di hidung dan rongga-rongga sekitarnya. Masyarakat menggunakan jasa gurah dengan tujuan bermacam-macam antara lain untuk berobat karena penyakit / gangguan saluran nafas, hidung tersumbat, adapula agar suara menjadi jernih dan lebih nyaring (Iwasaki,1995). Pada penelitian yang dilakukan SP3T Jawa Tengah tentang “observasi klinik pengobatan gurah dengan perasan kulit akar Senggugu (Clerodendron Serratum Spreng)” yang dilaksanakan pada tahun 2004 untuk memperoleh data keamanan (safety) berupa efek samping dan adverse effect pada pengobatan gurah dengan menggunakan ramuan kulit akar Senggugu (Clerodendron Serratum Spreng) yang telah di standardisasi. Hasil penelitian menunjukan gurah dengan ‘kulit akar Senggugu yang telah di standarisasi’ tidak menimbulkan adverse effect reaction berbahaya.

Menurut Suwijoyo dkk (1998), beberapa pegurah menggunakan bahan dasar ramuan gurah berupa kulit akar pohon Senggugu. Pembuatannya dengan cara merebus kulit akar yang sudah dikeringkan di dalam panic tanah. Air di tuangkan sampai seluruh kulit akar Senggugu kering terendam dan direbus hingga air tersisa kurang dari setengahnya.

Cara penggunaannya adalah dengan meneteskan 3-5 tetes kedalam kedua lubang hidung. Setelah itu, ditengadahkan selama 1 – 2 menit, kemudian ditelungkupkan sampai keluar lender dengan sendirinya. Untuk membantu pengeluaran lender, pegurah biasanya melakukan pemijatan leher dan punggung. Akar pohon Senggugu memiliki kandungan bahan kimia antara lain tannin dan saponin. Saponin bersifat iritan terhadap membrane mukosa dan menyebabkan reaksi radang. saponin menurunkan tegangan permukaan air sehingga menyebabkan bahan- bahan yang tidak larut dalam air

(14)

menjadi larut. Saponin memiliki rasa pahit, jika tertelan menimbulkan mual dan muntah disertai rasa sakit yang tajam, dalam bentuk serbuk apabila terhirup merangsang bersin. Beberapa jenis saponin yang terdapat dalam tumbuh- tumbuhan bersifat toksis dan disebut sapotoksin. toksisitas saponin pada organ yang terpapar adalah kelumpuhan otot, paralisis saraf pusat, dan hambatan gerak silia (Soekardono,S.2004). Tanin tidak hanya membentuk presipitasi protein tetapi juga mempunyai afinitas yang besar terhadap logam berat, alkaloid dan glikosida, sehingga dapat dipakai sebagai antidotum. Waktu transport mukosiliar hidung pada penduduk yang tinggal disekitar lingkungan industry kayu atau kulit ternyata lebih panjang dibanding penduduk yang tinggal jauh dari lingkungan pabrik, hal itu diduga disebabkan oleh polusi tannin yang berasal dari bahan baku industri (KunjanaTri,1997). Pada kelompok perlakuan dengan pengobatan gurah fungsi transportasi mukosiliar membaik dibanding kelompok kontrol tanpa pengobatan gurah.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Pada kelompok perlakuan waktu transportasi mukosiliar hidung pada pengukuran ke II yaitu hari ke tujuh setelah gurah mengalami penurunan yang signifikan di bandingkan pengukuran I. Sedangkan pada kelompok kontrol pada pengukuran ke II waktu transportasi mukosiliar hidung mengalami peningkatan yang bermakna dibandingkan dengan pengukuran I. Waktu transportasiasi mukosiliar penderita sinusitis yang diberi pengobatan gurah menunjukan perbaikan mendekati fungsi hidung normal (Suryadi S.,2012).

9. ANALISA & SINTESIS INFORMASI

Berdasarkan tanda dan gejala yang di gambarkan melalui kasus diatas kami dapat menyimpulkan bahwa kasus diatas

(15)

merupakan kasus sinusitis yaitu peradangan di lapisan sinus, yang umumnya ditandai dengan pilek, hidung tersumbat, dan nyeri di area wajah. Kondisi ini bisa berlangsung dalam hitungan minggu, bulan, atau bahkan tahun. Pada kelompok perlakuan dengan pengobatan gurah fungsi transportasi mukosiliar membaik dibanding kelompok kontrol tanpa pengobatan gurah. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Waktu transportasiasi mukosiliar penderita sinusitis yang diberi pengobatan gurah menunjukan perbaikan mendekati fungsi hidung normal.

Tanda dan gejala yang ada di kasus di atas adalah : pasien mengeluh flu sudah 1 bulan dan tak kunjung sembuh, nyeri tekan pada sekitar hidung, hiposmia, batuk tidak efektif dan ada sputum, ada gangguan pendengaran, SB = 38,6˚C, nafsu makan menurun dan keadaan tersebut mengganggu pekerjaan sehari-harinya.

Dari kasus diatas kami menarik 4 diagnosa keperawatan yaitu : a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

b. Hipertermia

c. Risiko Defisit Nutrisi d. Gangguan Rasa Nyaman

10. LAPORAN DISKUSI

(16)

BAB II KONSEP MEDIS 2.1 Definisi

Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus parsial. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan tulang dibawahnya. Sinus paranasal adalah ronga rongga yang terdapat pada tulang – tulang di wajah. Terdiri dari sinus frontal (di dahi), sinus etmoid (pangkal hidung), sinus maksila (pipi kanan dan kiri), sinus sphenoid (di belakang sinus etmoid). (Efiaty, 2007).

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid. (Endang mangunkususmo dan Nusjirwan Rifki, 2001).

Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sphenoid belum.

Sinus maksila disebut juga antrum highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karen merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran secret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostirium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.

(17)

2.2 Anatomi dan Fisiologi Menurut Soepardi, EA. 2007 1. Anatomi

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.

(18)

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.

Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus – sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.

a. Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa.Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal mkasila, dinding medialnya ialah dinding dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1) dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang – kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita;

3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagi pula dreanase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid

(19)

anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

b. Sinus Frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15%

orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kuran lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. sinus fronta biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Taidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus fronta mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.

c. Sinus Etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan focus bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti

(20)

pyramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior.

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantar konka media dan dinding dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral ( lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak diposterior dari lamina basalis.

Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang di sebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid darirongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.

(21)

d. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm.

volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indensitasi pada dinding sinus sfenoid.

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior didaerah pons.

2. Fisiologi

Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain : a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karean ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas,

(22)

sehingga di butuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.

b. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataanya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang di lindungi.

c. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbanga kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya aka memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.

d. Membantu resonasi suara

Sinus ini mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonasi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagi pula tidaj ada kolerasi antara resonasi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.

e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

(23)

f. Membantu produksi mucus

Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang masuk dengan udara inspirasi karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

2.3 Etiologi

Menurut Amin dan Hardhi, 2015 :

Sinusitis paranasal salah satu fungsinya adalah menghasilkan lender yang dialirkan ke dalam hidung, untuk selanjutnya dialirkan ke belakang, kea rah tenggorokan untuk ditelan di saluran pencernaan. Semua keadaan yang mengakibatkan tersumbatnya aliran lendir dari sinus ke rongga hidung akan menyebabkan terjadinya sinusitis. Secara garis besar penyebab sinusitis ada 2 macam, yaitu :

a. Faktor local adalah smua kelainan pada hidung yang dapat mnegakibatkan terjadinya sumbatan; antara lain infeksi, alergi, kelainan anatomi, tumor, benda asing, iritasi polutan, dan gangguan pada mukosilia (rambut halus pada selaput lendir)

b. Faktor sistemik adalah keadaan diluar hidung yang dapat menyebabkan sinusitis; antara lain gangguan daya tahan tubuh (diabetes, AIDS), penggunaan obat – obat yang dapat mengakibatkan sumbatan hidung

1. Penyebab pada sinusitis akut adalah :

(24)

a. Infeksi virus

Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).

b.

b. Bakteri

Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.

c. Infeksi jamur

Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.

(25)

d. Peradangan menahun pada saluran hidung 2. Penyebab pada Sinusitis Kronik adalah

a. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh b. Alergi

c. Karies dentis ( gigi geraham atas )

d. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.

e. Benda asing di hidung dan sinus paranasal f. Tumor di hidung dan sinus paranasal.

2.4 Tanda dan Gejala

Menurut Amin dan Hardhi, 2015

1. Secara umum, tanda dan gejala dari penyakit sinusitis adalah : a. Hidung tersumbat

b. Nyeri di daerah sinus

(26)

c. Sakit Kepala

d. Hiposmia / anosmia

(27)

e. Hoalitosis

f. Post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak

(28)

2. Sinusitis maksila akut

Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat,m nyeri tekan, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.

3. Sinusitis etmoid akut

Gejala : Sekret kental di hidung dan nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.

4. Sinusitis frontal akut

Gejala : Demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang setelah sore hari, sekret kental dan penciuman berkurang.

5. Sinusitis sphenoid akut

Gejala : Nyeri di bola mata, sakit kepala, dan terdapat sekret di nasofaring 6. Sinusitis Kronis

Gejala : Flu yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam.

2.5 Klasifikasi

Menurut D. Thane R. Cody dkk, 1986

Klasifikasi sinusitis berdasarkan patologi berguna dalam penatalaksanaan pasien. Di samping menamakan sinus yang terkena, beberapa konsep seperti lamaya infeksi sinus, harus menjadi bagian klasifikasi

(29)

a. Sinusitis Akut

Sinusitis akut merupakan suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlangsug dari satu hari sampai 3 minggu.

b. Sinusitis Sub Akut

Sinusitis sub akut merupakan infeksi sinus yang berlangsung dari 4 minggu sampai 12 minggu. Perubahan epitel di dalam sinus biasanya reversible pada fase akut dan sub akut, biasanya perubahan tak reversible timbul setelah 3 bulan sinusitis sub akut yang berlanjut ke fase berikutnya / kronik.

c. Sinusitis Kronik

Fase kronik dimulai setelah 12 minggu dan berlangsung sampai waktu yang tidak terbatas.

2.6 Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam ronga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula- mula serous. Kondisi ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.

Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan

(30)

terapi antibiotic. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bacteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.

Klasifikasi dan mikrobiologi: Consensus international tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Sedangkan Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor predisposisi harus dicari dan di obati secara tuntas.

Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah streptococcus pneumonia (30-50%). Hemopylus influenzae (20-40%) dan moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak di temukan (20%). Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ka rarah bakteri negative gram dan anaerob.

2.7 Epidemiologi

Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak ada batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran nafas atas pada dewasa yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis.

(31)

2.8 Pemeriksaan Penunjang Menurut Amin dan Hardhi, 2015 1. Rinoskopi anterior

Pada pemeriksaan Rinoskopi anterior akan didapatkan mukosa yang edema dan hiperemis, terlihat sekret mukopus pada meatus media. Pada sinusitis ethmoiditis kronis eksasserbasi akut dapat terlihat suatu kronisitas misalnya terlihat hipertrofi konka, konka polipoid ataupun poliposis hidung.

2. Rinoskopi posterior

Pada pemerikasaan Rinoskopi posterior, tampak sekret yang purulen di nasofaring dan dapat turun ke tenggorokan.

3. Nyeri tekan pipi sakit 4. Transiluminasi

Dilakukan di kamar gelap memakai sumber cahaya penlight berfokus jelas yang dimasukkan ke dalam mulut dan bibir dikatupkan. Arah sumber cahaya menghadap ke atas. Pada sinus normal tampak gambaran terang pada daerah glabella.

Pada sinusitis ethmoidalis akan tampak kesuraman

(32)

5. X Foto sinus paranasalais : Kesuraman, Gambaran “airfluidlevel”, Penebalan mukosa

2.9 Komplikasi

Menurut Efiaty Arsyad Soepardi, 2001

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjdi ialah :

1. Osteomielitis dan abses sub periostal

(33)

Paling sering timbul akibat sinusitis frotal dan biasanya ditemukan pada anak – anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.

2. Kelainan orbita

Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata. Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses sub periostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus cavernosus.

3. Kelainan intracranial

Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau sub dural, abses otak dan thrombosis sinus cavernosus 2.10 Pencegahan

1. Makan-makanan bergizi serta konsumsi vitamin C untuk menjaga dan memperkuat daya tahan tubuh 2. Rajin berolahraga, karena tubuh yang sehat tidak mudah terinfeksi virus maupun bakteri

3. Hindari stres 4. Hindari merokok

5. Usahakan hidung selalu lembab meskipun udara sedang panas 6. Hindari efek buruk dari polusi udara dengan menggunakan masker 7. Bersihkan ruang tempat tinggal

8. Istirahat yang cukup

(34)

9. Hindari alergen (debu,asap,tembakau) jika diduga menderita alergi 2.11 Penatalaksanaan

Menurut Amin & Hardhi, 2015

Prinsip pengobatan ialah menghilangkan gejala membrantas infeksi,dan menghilangkan penyebab. Pengobatan dpat dilakukan dengan cara konservatif dan pembedahan. Pengobatan konservatif terdiri dari :

1. Istirahat yang cukup dan udara disekitarnya harus bersihdengan kelembaban yang ideal 45-55%

2. Antibiotika ayang adekuat palingsedikit selama 2 minggu 3. Analgetika untuk mengatasi rasa nyeri

4. Dekongestan untuk memperbaiki saluran yang tidak boleh diberikan lebih dari pada 5harikarena dapat terjadi Rebound congestion dan Rhinitis redikamentosa. Selain itu pada pemberian dekongestan terlalu lama dapat timbul rasa nyeri, rasa terbakar,dan kering karena arthofi mukosa dan kerusakan silia

5. Antihistamin jikaada factor alergi

6. Kortikosteoid dalam jangka pendek jika ada riwayat alergi yang cukup parah.

Pengobatan operatif dilakukan hanya jika ada gejala sakit yang kronis, otitis media kronik, bronchitis kronis, atau ada komplikasi serta abses orbita atau komplikasi abses intracranial. Prinsip operasi sinus ialah untuk memperbaiki saluran sinus paranasalis yaitu dengan cara membebaskan muara sinus dari sumbatan. Operasi dapat dilakukan dengan alat sinoskopi (1-“ESS= fungsional endoscopic sinus surgery). Tekhnologi ballon sinuplasty digunakan sebagai perawatan sinusitis. Tekhnologi ini, sama dengan balloon Angioplasty untuk menggunakan kateter balon sinus yang kecil dan lentur

(35)

(fleksibel) untuk membuka sumbatan saluran sinus, memulihkan saluran pembuangan Sinus yang normaldan fungsi- fungsinya. Ketika balon mengembang, ia akan secaraperlahan mengubah struktur dan memperlebar dinding-dinding dari saluran tersebut tanpa merusak jalur sinus.

(36)

BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN 1. Identitas

a. Pasien

Nama : Tidak Terkaji

Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 28 Tahun

Agama : Tidak Terkaji Suku/bangsa : Tidak Terkaji Pendidikan : Tidak Terkaji Pekerjaan : Tidak Terkaji Alamat : Tidak Terkaji b. Penanggung Jawab

Nama : Tidak Terkaji Umur : Tidak Terkaji Jenis Kelamin : Tidak Terkaji Agama : Tidak Terkaji Pekerjaan : Tidak Terkaji Alamat : Tidak Terkaji Tanggal masuk : Tidak Terkaji Tanggal pengkajian : Tidak Terkaji 2. Riwayat kesehatan

a. Kesehatan sekarang

1) Keluhan utama : Flu tak kunjung sembuh, sudah > 1 bulan 2) Keluhan menyertai : Nyeri tekan pada sekitar hidung, hiposmia,

batuk tidak efektif dan ada sputum, ada gangguan pendengaran b. Riwayat kesehatan dahulu : Tidak ada

3. Pola aktivitas fisik sehari-hari

(37)

a. Nutrisi : Nafsu makan menurun b. Eliminasi : Tidak Terkaji

c. Istirahat dan Tidur : Tidak Terkaji

d. Aktifitas Fisik : Pekerjaan sehari-harinya terganggu karena keluhan tersebut

e. Personal Hygiene : Tidak Terkaji 4. Data psikososial

a. Status Emosi : Tidak Terkaji b. Konsep Diri : Tidak Terkaji c. Interaksi Sosial : Tidak Terkaji 5. Pengkajian fisik

a. Keadaan Umum : Tidak Terkaji

b. Kesadaran : Tidak Terkaji

c. Tanda vital :

Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 90 x/mnt Respirasi : 20 x/mnt Suhu tubuh : 38,6℃

d. Kepala : Tidak Terkaji

e. Mata :Tidak Terkaji

f. Hidung : Nyeri tekan sekitar hidung, hiposmia

g. Mulut : Tidak terkaji

h. Telinga : gangguan pendengaran

i. Leher : Tidak Terkaji j. Dada dan Thorak :

Inpeksi : Tidak Terkaji Palpasi : Tidak Terkaji Perkusi : Tidak Terkaji Auskultasi : Tidak Terkaji

k. Pernafasan : batuk tidak efektif, ada sputum

(38)

m. Ekstremitas : Tidak Terkaji n. Genetalia : Tidak Terkaji 6. Pemeriksaan penunjang

a. EKG : Tidak Terkaji

(39)

PATHWAY SINUSITIS

Infeksi dan peradangan pada sinus

Etiologi : virus, bakteri, dentogen, berenang & menyelam, trauma, obstruksi mekanik

SINUSITIS

Makrofag menagkap benda asing yang masuk ke tubuh

Merangsang pengeluaran mediator kimia

Peradangan lapisan rongga

Bradikinin Prostaglandin Produksi mukus ↑

Sputum kental, purulen dan kadang berbau Stimulus sel goblet dan sel

mukosa Mengiritatif

ujung-ujung saraf

Peningkatan set point hipotalamus

Nafsu makan ↓ Akumulasi sekret berlebih

pada saluran pernapasan

Merangsang respon nyeri Suhu tubuh ↑

(40)

KLASIFIKASI DATA

Data Subjektif Data Objektif

 Klien mengeluh flu tak kunjung sembuh, sudah > 1 bulan

 Klien mengeluh nafsu makan menurun

 Klien mengatakan keadaan ini membuat pekerjaan sehari-harinya terganggu

 TTV :

Tekanan Darah: 120/80mmHg Nadi : 90x/mnt Pernapasan : 20x/mnt Suhu : 38,6℃

 Batuk tidak efektif

 Ada sputum

 Hiposmia

 nyeri tekan pada sekitar hidung

 gangguan pendengaran

(41)

ANALISA DATA NO DATA DATA SUBJEKTIF &

DATA OBJEKTIF ETIOLOGI DIAGNOSA

KEPERAWATAN

1. Data

Subjektif :

 Klien mengeluh flu tak kunjung sembuh, sudah > 1 bulan

Data Objektif :

 Batuk tidak efektif

 Ada sputum

 Hiposmia

Etiologi : virus, bakteri, dentogen, berenang & menyelam, trauma

obstruksi mekanik

Infeksi peradangan pada sinus SINUSITIS

Makrofag menangkap benda asing yang masuk ke tubuh

Merangsang pengeluaran mediator kimia

Peradangan lapisan rongga Produksi mukus meningkat Stimulus sel goblet dan sel mukosa

Akumulasi sekret berlebih pada saluran pernapasan BERSIHAN JALAN NAPAS

TIDAK EFEKTIF

BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF

2. Data Subjektif : -

Data Objektif :

 SB = 38,6˚C

Etiologi : virus, bakteri, dentogen, berenang & menyelam, trauma

obstruksi mekanik

Infeksi peradangan pada sinus SINUSITIS

Makrofag menangkap benda asing yang masuk ke tubuh

Merangsang pengeluaran mediator kimia

Prostaglandin

Peningkatan set poin hipotalamus Suhu tubuh ↑

HIPERTERMIA

(42)

HIPERTERMIA

3. Data Subjektif :

- Klien mengeluh nafsu makan menurun Data Objektif : -

Etiologi : virus, bakteri, dentogen, berenang & menyelam, trauma

obstruksi mekanik

Infeksi peradangan pada sinus SINUSITIS

Makrofag menangkap benda asing yang masuk ke tubuh

Merangsang pengeluaran mediator kimia

Peradangan lapisan rongga Produksi mukus meningkat Sputum kental, purulen dan kadang

berbau Nafsu makan ↓ RISIKO DEFISIT NUTRISI

RISIKO DEFISIT NUTRISI

(43)

4. Data Subjektif :

- Klien mengatakan keadaan ini membuat pekerjaan sehari- harinya terganggu

Data Objektif :

- nyeri tekan pada sekitar hidung - gangguan pendengaran

Etiologi : virus, bakteri, dentogen, berenang & menyelam, trauma

obstruksi mekanik

Infeksi peradangan pada sinus SINUSITIS

Makrofag menangkap benda asing yang masuk ke tubuh

Merangsang pengeluaran mediator kimia

Bradikinin

Mengiritatif ujung-ujung saraf Merangsang respon nyeri GANGGUAN RASA NYAMAN

GANGGUAN RASA NYAMAN

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d : Data Subjektif :

 Klien mengeluh flu tak kunjung sembuh, sudah > 1 bulan Data Objektif :

 Batuk tidak efektif

 Ada sputum

 hiposmia

2. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi) d.d :

(44)

Data Subjektif : -

Data Objektif :

 SB = 38,6˚C

3. Risiko defisit nutrisi d.d faktor psikologis (keengganan untuk makan) 4. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit d.d :

Data Subjektif :

- Klien mengatakan keadaan ini membuat pekerjaan sehari-harinya terganggu

Data Objektif :

- nyeri tekan pada sekitar hidung - gangguan pendengaran

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO

Diagnosa Keperawatan [ CITATION

Tim17 \l 2057 ]

Tujuan Dan Kriteria Hasil

[ CITATION Tim19 \l 2057 ]

Intervesi Keperawatan

[ CITATION Tim181 \l 2057 ] 1 Bersihan Jalan

Napas Tidak Efektif (D.0001) Penyebab :

Sekresi yang tertahan DS :

 Klien mengatakan flu tak kunjung

Bersihan Jalan Napas (L.0002) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 2*4 jam, diharapkan bersihan jalan napas

meningkat dengan Kriteria hasil :

Latihan Batuk Efektif (I.01006)

Observasi 1. Identifikasi kemampuan batuk 2. Monitor adanya retensi sputum 3. Monitor tanda dan gejala infeksi disaluran nafas

4. Monitor input dan

(45)

sembuh > 1 bulan DO :

 Batuk tidak efektif

 Ada sputum

 hiposmia

Batuk efektif membaik

Produksi sputum menurun

output cairan Terapeutik

1. Atur posisi semi fowler atau fowler 2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien

3. Buang sekret pada tempat sputum Edukasi

1. Jelaskan

tujuan dan prosedur batuk efektif

2. Anjurka

n tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir

mencucu

(dibulatkan) selama 8 detik

3. Anjurka

n mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali

4. Anjurka

n batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke 3

Kolaborasi 1. Kolaborasi

pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

(46)

Manajemen Jalan Napas (I.01011) Observasi

1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.

gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)

3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik

1. Pertahankan kepatenan

jalan napas dengan head- tilt dan chin-lift (jaw- thrust jika curiga trauma servical)

2. Posisikan semi- fowler atau fowler 3. Berikan minum hangat

4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

5. Lakukan

penghisapan lendir kurang dari 15 detik

(47)

6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

7. Keluarkan sumbatan 8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan

2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

2. Ajarkan tehnik batuk efektif

Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,

ekspektoran, mukolitik, jika perlu

2 Hipertermia (D.0130) Penyebab : proses penyakit ( infeksi ) DS : -

DO :

 SB 38,6˚C

Hipertermia ( L.14134)

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam maka termoregulasi pasien membaik, dengan kriteria hasil:

Suhu tubuh

Manajemen Hipertermia (I.15506) Observasi

1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan panas penggunaan incubator)

2. Monitor suhu

(48)

membaik

N11 ea men urun

tubuh

3. Monitor kadar elektrolit

4. Monitor haluaran urine Terapeutik

1. Sediakan lingkungan yang dingin

2. Longgarkan atau lepaskan pakaian 3. Basahi dan kipasi

permukaan tubuh 4. Berikan cairan oral 5. Ganti linen setiap

hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih) 6. Lakukan

pendinginan eksternal (mis.

selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada,

abdomen,aksila) 7. Hindari pemberian

antipiretik atau aspirin

8. Batasi oksigen, jika perlu

(49)

Edukasi

1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

1. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

3 Risiko Defisit Nutrisi (D.0032) Penyebab : faktor psikologis (keengganan untuk makan )

Risiko defisit nutrisi ( L.03030 )

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam maka status nutrisi membaik, dengan kriteria hasil:

 Frekuensi makan membaik

 Nafsu makan membaik

Manejemen Nutrisi (I.03119)

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi

2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3. Identifikasi makanan yang disukai

4. Identifikasi

kebutuhan kalori dan jenis nutrien

5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

6. Monitor asupan makanan

7. Monitor berat badan 8. Monitor hasil

pemeriksaan laboratorium Terapeutik

(50)

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu 2. Fasilitasi

menentukan pedoman diet 3. Sajikan makanan

secara menarik dan suhu yang sesuai 4. Berikan makanan

tinggi serat untuk mencegah konstipasi 5. Berikan makanan

tinggi kalori dan tinggi protein 6. Berikan suplemen

makanan, jika perlu 7. Hentikan pemberian

makanan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi

1. Ajarkan posisi duduk, jika mampu 2. Ajarkan diet yang

diprogramkan Kolaborasi

1. Kolaborasi

pemberian medikasi sebelum makan

(51)

(mis : Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

4 Gangguan Rasa Nyaman (D.0074) Penyebab : Gejala penyakit

DS :

 Klien mengatakan keadaan ini membuat pekerjaan sehari- harinya terganggu DO :

 nyeri tekan pada sekitar hidung

 gangguan pendengaran

Tingkat Nyeri (L.08066) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkkan

gangguan rasa

nyaman dapat teratasi dengan kriteria hasil :

 Kesejahteraan fisik meningkat

 Keluhan tidak nyaman menurun

Manajemen nyeri (I.08238)

Observasi

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Identifikasi skala

nyeri

3. Identifikasi respon nyeri non verbal 4. Identifikasi faktor

yang memperberat dan memperingan nyeri

5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap

(52)

respon nyeri

7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang telah diberikan 9. Monitor efek

samping penggunaan analgetik

Terapeutik

1. Berikan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

3. Fasilitasi istirahat dan tidur

4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

2. Jelaskan strategi meredakan nyeri

(53)

3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4. Anjurkan

menggunakan analgetik secara tepat

5. Ajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pelaksanaan tindakan keperawatan (implementasi keperawatan) adalah pelaksanaan tindakan yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah implementasi keperawatan terhadap pasien secara urut sesuai prioritas masalah yang sudah dibuat dalam rencana asuhan keperawatan termasuk di dalamnya nomor urut dan waktu ditegakkannya suatu pelaksanaan asuhan keperawatan (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajia ulang rencana keperawatan. Evaluasi menilai respon pasien yang meliputi subjek, objek, pengkajian kembali (assessment), rencana tindakan (planning) (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).

(54)

DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran eperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Putra, S. (2015). Laporan Pendahuluan dan Askep Sinusitis. Diakses dari:

https://www.academia.edu/19815226/Asuhan_keperawatan_SINUSITIS_

Suryadi,Supri. (2012). Analisis Perubahan Waktu Transportasi Mukolisiar Hidung Penderita Sinusitis Kronis pada Pengobatan Gurah. (sarjanastrata-1 kedokteran umum , Universitas Dipnegoro) Diakses dari:

https://media.neliti.com/media/publications/108305-ID-analisis-perubahan-waktu- transportasi-mu.pdf

Gambar

TABEL PES

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan permohonan pengujian Undang Undang Republik Indonesia No 12 tahun 2012, selanjutnya disebut UU Pendidikan Tinggi, terhadap Undang Undang Dasar

Hasil dari analisis diketahui bahwa secara keseluruhan rata- rata dimensi persepsi pengguna sepeda motor merek Honda sudah tergolong tinggi dengan skor 79.3%. Adapun

Dari hasil perhitungan daya dukung tanah, letak kedalaman tanah dengan daya dukung yang lebih besar dari gaya aksial terbesar, baik konfigurasi 6 (enam) tiang maupun 5 (lima)

Ketua STPP Bogor yang selanjutnya disebut Ketua adalah Pimpinan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan

Pemeriksaan kendaraan bermotor atau disebut juga “ syaken ” ,adalah pemeriksaan dengan waktu tertentu, apakah mobil yang Anda pakai sesuai dengan standart dasar hukum

Prevalensi trichurosis pada sapi betina yang relatif lebih tinggi dibandingkan pada sapi jantan mungkin disebabkan oleh faktor manajemen peternak di

Lift ini, sering disebut elevator, yang merupakan alat angkut untuk mengangkut orang atau barang dalam suatu bangunan yang tinggi.. Lift dapat dipasang untuk

1) Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,