• Tidak ada hasil yang ditemukan

kelompok 1 potensi pemberdayaan masyarakat

N/A
N/A
Ajirnii Qalibun

Academic year: 2025

Membagikan "kelompok 1 potensi pemberdayaan masyarakat"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DALAM RANGKA PENCEGAHAN STUNTING PADA BALITA

Dosen Pengampu : Nana Novariana, S.KM., M.Kes.

Disusun oleh Kelompok 1

Devi Octavia Nugrahani 235130041P

I Made Darsana 235130044P

Ajirnii Qalibun 235130012P Anies Mahalalita Rifan 235130047P Aggasi Ollidya Agustin 235130053P Putri Miranda Afrilia 235130025P

PROGRAM STUDI S1 KONVERSI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah dengan judul ”Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Pencegahan Stunting pada Balita ” untuk memenuhi salah satu tugas UAS (ujian akhir semester) Pengembangan dan Potensi Masyarakat.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hal-hal yang belum sempurna, oleh karena itu diperlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk menjadikan tugas ini lebih baik lagi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan Riset Penelitian ini dan besar harapan penulis semoga tugas ini memberikan manfaat dan menambah pengetahuan.

Bandar Lampung, Juli 2024

Kelompok 1

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

DAFTAR TABEL...4

BAB I... 5

PENDAHULUAN...5

A. Latar Belakang...5

B. Tujuan...8

C. Manfaat... 8

BAB II... 9

TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 Stunting... 9

2.1.1 Definisi Stunting...9

2.1.2 Ciri-ciri Stunting... 10

2.1.3 Faktor Penyebab Stunting...11

2.1.4 Dampak Stunting...12

2.1.5 Pencegahan Stunting... 13

BAB III... 14

METODE PELAKSANAAN... 14

A. Intervensi Gizi Spesifik...14

B. Intervensi Gizi Sensitif... 15

C. POA / Planning Of Action...17

BAB IV...20

PENUTUP...20

A. Kesimpulan...20

B. Saran...20

DAFTAR PUSTAKA...22

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Cara Intervensi Stunting...15 Tabel 3.2 Alternatif Pemecahan Masalah...16 Tabel 3.3 POA/Planning Of Action...17

(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting atau gagal tumbuh pada anak balita merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup lama. Stunting dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif pada anak yang dapat berdampak pada produktivitas mereka di masa depan (Unicef, 2019). Salah satu faktor utama penyebab stunting adalah pola pemberian makan yang tidak tepat selama 1000 hari pertama kehidupan (270 hari kehamilan dan 730 hari setelah kelahiran), periode ini merupakan masa emas tumbuh kembang anak sehingga asupan gizi yang adekuat sangat dibutuhkan.

Pola pemberian makan yang tidak sesuai, baik dari segi kuantitas maupun kualitas dapat menyebabkan defisiensi zat gizi makro dan mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Asupan energi dan protein yang tidak mencukupi kebutuhan dapat menyebabkan kekurangan gizi kronis yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan linier (tinggi badan) anak (Laillou et al, 2014).Selain itu, defisiensi zat gizi mikro seperti zat besi, seng, vitamin A, dan asam folat juga dapat berkontribusi terhadap kejadian stunting. Zat gizi mikro ini berperan penting dalam proses pertumbuhan tulang, pembentukan sel darah merah, dan fungsi imunitas tubuh (Prieto et al, 2021). Defisiensi zat gizi mikro dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.

(6)

Masa anak balita merupakan kelompok yang rentan mengalami gizi salah satunya adalah stunting. Secara global, pada tahun 2017 kurang lebih 22,2% jumlah anak yang berumur dibawah lima tahun yaitu sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%). Sedangkan, Indonesia pada tahun 2017 menduduki peringkat keempat dibawah India, Pakistan dan Nigeria dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara (36,4%)(WHO, 2017). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018 prevalensi balita stunting di Indonesia sebesar 30,8% (pendek dan sangat pendek) dimana provinsi NTT peringkat tertinggi dengan prevalensi sebesar 42,7%, provinsi Sulawesi Barat peringkat kedua (41,6%), provinsi Aceh peringkatketiga (37,1%), provinsi Sulawesi Selatan peringkat keempat (35,7%), Provinsi Maluku peringkat kelima (34%), dan Provinsi DKI Jakarta peringkat 2 terendah dengan prevalensi sebesar 17,6 %. Sedangkan Provinsi Jawa Barat permasalahan kekurangan gizi terutama stunting berada di peringkat 15 dengan prevalensi masih sangat tinggi yaitu mencapai 31,1%, kejadian ini masih sangat tinggi dari target penurunan prevalensi nasional 28% (2019).

Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017 menunjukkan bahwa persentase stunting pada kelompok balita (29,6%) lebih besar jika dibandingkan dengan usia baduta (20,1%). Hal ini terjadi karena pada usia tersebut balita sudah tidak mendapatkan ASI dan balita mulai menyeleksi (memilih) makanan yang dimakan. Oleh karena itu pada masa ini sangat penting peran orang tua terutama ibu dalam memberikan makanan kepada balita (Widyaningsih et al., 2018). Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada balita. Faktor langsung

(7)

yang behubungan dengan stunting yaitu asupan makanan dan status kesehatan.

Faktor tidak langsung yang berhubungan dengan stunting yaitu pola pengasuhan, pelayanan kesehatan, faktor maternal dan lingkungan rumah tangga. Akar masalah yang menyebabkan kejadian stunting yaitu status ekonomi keluarga yang rendah (Friska, 2013).

Stunting dapat memberikan dampak bagi kelangsungan hidup anak. Dampak jangka pendek dari stunting di bidang kesehatan dapat menyebabkan peningkatan mortatlitas dan morbiditas, di bidang perkembangan berupa penurunan perkembangan konitif, motorik, dan 3 bahasa, dan di bidang ekonomi berupa pengingkatan pengeluaran biayauntuk kesehatan (WHO, 2013). Stunting juga dapat menyebabkan dampak jangka panjang. Di bidang kesehatan berupa perawakan yang pendek, peningkatan risiko untuk obesitas dan komorbidnya, dan penurunan kesehatan reproduksi, di bidang perkembangan berupa penurunan prestasi dan kapasitas belajar, dan di bidang ekonomi berupa penurunan kemampuan dan kapasitas kerja (WHO, 2013).

Pada tahun 2019 angka stunting di Provinsi Lampung masih tinggi.

Berdasarkan data SSGI provinsi Lampung tahun 2019 sebesar 26,26%, namun di tahun 2022 Lampung bisa memperbaiki menjadi 15,2%, sehingga Provinsi Lampung masuk kedalam kategori tiga besar Provinsi di Indonesia dengan prevalensi stunting terendah secara nasional. Pada tahun 2022 angka prevalensi stunting tertinggi berada di 5 kabupaten yaitu kabupaten Pesawaran sebesar 25,1%, kabupaten Lampung Utara sebesar 24,7%, kabupaten Mesuji sebesar 22,5%,

(8)

kabupaten Tanggamus sebesar 20,4%, kabupaten Lampung Timur 18,1% dan angka prevalensi stunting terendah berada di kabupaten Lampung Tengah sebesar 8,7%.

B. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat ini adalah mahasiswa dapat membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat mengenaistunting dan meningkatkan kreativitas masyarakat dalam upaya pencegahan stunting pada balita.

C. Manfaat

1. Bagi mahasiswa diharapkan kegiatan ini dapat menambah wawasan dalam hal kegiatan yang bersifat solutif untuk menanggulangi masalah-masalah yang ada di masyarakat.

2. Bagi dosen diharapkan dapat memfasilitasi dan memperluas peluang untuk melaksanakan pengabdian sebagai bentuk perwujudan Tri Dharna Perguruan Tinggi.

3. Bagi masyarakat dan pemerintah desa diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat mengenai masalah kesehatan serta memanfaatkan kearifan lokal dalam penanggulangan masalah kesehatan tersebut khususnya stunting.

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting

2.1.1 Definisi Stunting

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan giziyang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru tampak saat anak berusia dua tahun.

Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth (tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, masalah stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yangberhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan baik motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth upgrowth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting bila pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik.

Balita Pendek (stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z- Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/stunted) dan <-3 SD (sangat pendek /severely stunted).

Menurut Permenkes No. 2 Tahun 2020 indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dapat dilihat ada beberapa kategori antara lain:

(10)

2.1.2 Ciri-ciri Stunting

Stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit. Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif dan fungsi tubuh yang tidak seimbang.

Ciri-ciri dari anak stunting yaitu : a) Tanda pubertas terlambat.

b) Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.

c) Pertumbuhan gigi terlambat.

(11)

d) Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan eye contact.

e) Pertumbuhan tinggi melambat.

f) Wajah tampak lebih muda dari usianya.

2.1.3 Faktor Penyebab Stunting

Stunting merupakan konsekuensi dari faktor-faktor yang dihubungan dengan kemiskinan termasuk gizi terutama pola makan, kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Faktor utama penyebab stunting yaitu : a. Pola makan

Manusia membutuhkan makanan untuk kelanjutan hidupnya. Makanan merupakan sumber energi agar manusia dapat menunjang semua kegiatan dan aktivitas.

Tubuh bila kekurangan energi dikarenakan makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dari kebutuhan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu tubuh kekurangan gizi khususnya energi. Makanan yang dikonsumi akan berpengaruh terhadap status gizi.

Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi cukup yang digunakan secara efisien, sehingga akan mengakibatkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan seoptimal mungkin. Sedangkan status gizi yang kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi yang esensial.

b. Penyakit Infeksi

Sanitasi yang rendah dan kebersihan lingkungan dapat memicu gangguan pada saluran pencernaan, membuat energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhkan teralihkan kepada

perlawanan tubuh menghadapi infeksi.

c. Pelayanan Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan

Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, cacingan, dan infeksi saluran pencernaan.

Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan

(12)

terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit.

2.1.4 Dampak Stunting

Berdasarkan World Health Organization pada tahun 2013, dampak stunting dibagi menjadi dua yaitu dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek yang dapat terjadi seperti terganggunya perkembangan otak, kecerdasan,gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme turun. Sedangkan untuk dampak jangka panjang yang diakibatkan oleh stunting yaitu kemampuan dan prestasi belajar yang menurun, mudah sakit diakibatkan kekebalan tubuh yang lemah, dan resiko tinggi untuk munculnya berbagai penyakit seperti diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua (Departemen Kesehatan, 2016).

Penelitian (Migang, 2021) menunjukkan bahwa stunting dapat memberikan dampak buruk berupa tinggi badan yang lebih pendek, nilai sekolah yang lebih rendah, berhenti sekolah, dan berkurangnya kekuatan genggaman tangan sebesar 22%.

Stunting juga memberikan dampak ketika dewasa berupa pendapatan perkapita yang rendah dan juga meningkatnya kemungkinan untuk menjadi miskin.

Stunting juga dapat mengakibatkan peningkatan jumlah kehamilan dan kelahiran anak di kemudian hari, sehingga menurut Hoddinott terhambatnya pertumbuhan di kehidupanawal dapat memberikan dampak buruk terhadap kehidupan, sosial, dan ekonomi seseorang. Hasil penelitian Picauly dan Toy (2013), menunjukan bahwa stunting berdampak secara signifikan terhadap kemampuan berpikir dan belajar terganggu, kemudian akhirnya kehadiran dan prestasi belajar akan menurun dibandingkan anak tidak stunting.

(13)

2.1.5 Pencegahan Stunting

Periode yang paling kritis dalam penanggulangan kejadian stunting dimulai sejak janin dalam kandungan sampai anak berusia 2 tahun yang disebut dengan periode emas (seribu hari pertama kehidupan). Sehingga perlu ada perbaikan gizi untuk mencapai pertumbuhan yang optimal dimana diprioritaskan pada usia 1000 hari pertama kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi dilahirkannya.

Menurut (Kemenkes RI, 2018) terdapat komponen yang harus diperhatikan untuk mencegah kejadian stunting, yaitu sebagai berikut :

a. Pola Makan

Stunting dipengaruhi oleh akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi yang kurang, serta sering kali tidak beragam. konsep "Isi Piringku" Perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari- hari. Pada satu porsi makan setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi yang lebih banyak dibanding karbohidrat.

b. Pola Asuh

Sangat perlu ada pendidikan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, sehingga dapat memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin serta memeriksakan kandungan empat kali selama masa kehamilan untuk mengurangi resiko kejadian stunting.

c. Sanitasi dan Akses air bersih

Rendahnya akses terhadap pelayanan keseshatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih akan mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Perlu adanya kebiasaan cuci tangan memakai sabun dan air bersih yang mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.

(14)

BAB III

METODE PELAKSANAAN

A. Intervensi Gizi Spesifik 1. Untuk Sasaran Ibu Hamil :

a) Pemberian makanan tambahan kepada semua ibu hamil yang kekurangan energi dan protein kronis dan berasal dari keluarga miskin.

b) Pendampingan kepada semua ibu hamil agar patuh mengonsumsi tablet tambah darah oleh Kader.

c)Kelas ibu hamil untuk kesehatan ibu hamil dan persiapan menyusui.

d) Pencegahan kecacingan dan malaria pada semua ibu hamil yang tinggal di daerah endemis malaria dengan pemberian kelambu anti malaria.

2. Untuk Sasaran anak baru lahir hingga usia 23 bulan :

a) Pendampingan kepada semua ibu yang memiliki anak usia 0-6 bulan agar mampu memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan oleh petugas kesehatan dan kader.

b) Pembelajaran pola asuh Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) untuk ibu dalam bentuk kelas ibu, kunjungan rumah dan konseling dengan frekuensi minimal 8x (penyelenggaraan oleh kader, nara sumber dari petugas kesehatan-Puskesmas).

c) Pemantauan pertumbuhan bayi dan anak usia 0-59 bulan oleh kader (meningkatkan partisipasi balita ke Posyandu (D/S) dan biaya transportasi rujukan anak dengan masalah gizi yang perlu ditindaklanjuti lebih lanjut.

d) Pendataan sasaran dan pendampingan pemberian makanan tambahan pemulihan untuk anak kurus umur 6-23 bulan dari keluarga miskin.

3. Untuk Sasaran Keluarga :

a) Penyediaan air bersih skala desa.

(15)

b) Sanitasi lingkungan skala desa meliputi MCK, pembuangan sampah dan pengelolaan limbah.

c) Pendidikan gizi (gizi seimbang dan PHBS) penyelenggaraan oleh kader dengan narasumber petugas kesehatan-Puskesmas.

B. Intervensi Gizi Sensitif

Intervensi dapat dilakukan Pemerintah Desa dengan mendorong kepedulian Desa dalam menangani masalah kesehatan ibu dan anak melalui penganggaran APB Desa. Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kegiatan intervensi ini antara lain pembangunan dan penyediaan air bersih, sanitasi (jamban keluarga), ketahanan pangan dan gizi (melalui kebun gizi), penyuluhan kesehatan ibu dan anak (melalui Pola Hidup Bersih dan Sehat), pelatihan para Guru PAUD agar mampu memberikan penyuluhan pengasuhan (parenting), maupun mengajar anak usia dini. Selain itu kegiatan ini, pemerintah Desa dapat mendukung penuh kegiatan ini melalui prioritas Dana Desa bagi operasional Posyandu setiap bulannya, penyuluhan bagi remaja putri akan kebersihan alat reproduksi, meningkatkan layanan jaminan kesehatan masyarakat dan memastikan penguatan dan pelatihan Pendamping Lapang Keluarga Berencana.

Tabel 3.1 Cara Intervensi Stunting

No Masalah

Kesehatan/Diagnosa

Cara Intervensi

1 Stunting 1. Ibu hamil mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan

2. Pemberian makanan tambahan ibu hamil 3.Pemenuhan gizi

(16)

4. Persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli 5. IMD (Inisiasi Menyusu Dini)

6. Memberikan ASI Eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan

7. Memberikan makanan pendamping ASI untuk bayi diatas 6 bulan hingga 2 tahun

8. Memberikan imunisasi dasar lengkap dan Vitamin A

9. Memantau pertumbuhan balita di posyandu terdekat

10. Melakukan perilaku hidup bersih dan sehat

Tabel 3.2 Alternatif Pemecahan Masalah

No Masalah Penyebab Masalah Alternatif Pemecahan Masalah 1 Prevalensi Underweight

masih tinggi

1. Kurangnya pemahaman mengenai Gizi balita

2. Kurangnya kesadaran ibu balita dalam mempelajari buku KMS dan tidak menerapkan target kenaikan berat badan anaknya.

3. Kurangnya dukungan keluarga.

1. Penyuluhan giizi balita 2. Pemberian PMT

3. Kelas ibu hamil dan ibu balita 4. PHBS

2 Prevalensi Stunting masih tinggi

1. Kurangnya kordinasi dalam lintas program maupun lintas sector 2. kurangnya pemahaman mengenai stunting baik lintas program maupun lintas sector.

1. Penyuluhan gizi

2. Pembentukan kader KP-ASI 3. kordinasi lintas sector dan lintas program di perkuat.

3 Masih adanya masalah gizi buruk

1. Kurangnya dukungan keluarga 1. Penyuluhan edukasi gizi dan konseling ASI

(17)

2. Pemberian PMT Pemulihan 90 Hari

3. Pembentukan kelas ibu balita

C. POA / Planning Of Action

Tabel 3.3 POA/Planning Of Action Masalah kesehatan/

Diagnosa komunitas

Tujuan Rencana Kegiatan Sasaran Jadwal Tempat PJ

Resiko peningkatan angka kejadian Stunting pada balita.

Perbaikan gizi masyarakat

terutama pada ibu pra-hamil,

dan ibu hamil

a) Pemberian makanan tambahan kepada semua ibu hamil yang kekurangan energi dan protein kronis dan berasal dari keluarga miskin.

b) Pendampingan kepada semua ibu hamil agar patuh mengonsumsi tablet tambah darah oleh Kader.

c)Kelas ibu hamil untuk kesehatan ibu hamil dan persiapan menyusui.

d) Pencegahan kecacingan dan malaria pada semua ibu hamil yang tinggal di daerah endemis malaria dengan pemberian kelambu anti malaria.

Ibu Hamil

Juli Rumah Kader

Ahli Gizi

Memberika n edukasi kepada ibu

a) Pendampingan kepada semua ibu yang memiliki anak usia 0-6 bulan agar mampu memberikan ASI secara

Ibu balita Juli Rumah Kader

Ahli Gizi

(18)

balita tentang pencegahan

stunting pada balita

Eksklusif pada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan oleh petugas kesehatan dan kader.

b) Pembelajaran pola asuh Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) untuk ibu dalam bentuk kelas ibu, kunjungan rumah dan konseling dengan frekuensi minimal 8x (penyelenggaraan oleh kader, nara sumber dari petugas kesehatan-Puskesmas).

c) Pemantauan pertumbuhan bayi dan anak usia 0-59 bulan oleh kader (meningkatkan partisipasi balita ke Posyandu (D/S) dan biaya transportasi rujukan anak dengan masalah gizi yang perlu ditindaklanjuti lebih lanjut.

d) Pendataan sasaran dan pendampingan pemberian makanan tambahan pemulihan untuk anak kurus umur 6-23 bulan dari keluarga miskin.

Peningkatan perilaku hidup dan

sehat

a) Penyediaan air bersih skala desa.

b) Sanitasi lingkungan skala desa meliputi MCK, pembuangan sampah dan pengelolaan limbah.

c) Pendidikan gizi (gizi seimbang dan PHBS) penyelenggaraan oleh kader dengan narasumber petugas kesehatan- Puskesmas.

Keluarga / Masyara

kat

Agustu s

Balai Desa

Tenaga Kesling

(19)
(20)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Stunting adalah kondisi di mana anak memiliki tinggi badan yang jauh lebih pendek dibandingkan dengan standar usianya akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Stunting berdampak serius pada perkembangan fisik, kognitif, kesehatan, dan produktivitas anak di masa depan. Faktor-faktor utama yang menyebabkan stunting meliputi asupan gizi yang tidak memadai, penyakit dan infeksi berulang, faktor sosial ekonomi, serta praktik pemberian makan yang tidak tepat.

B. Saran

Untuk mengatasi masalah stunting, diperlukan intervensi yang komprehensif dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa saran yang dapat diimplementasikan:

1. Peningkatan Gizi Ibu Hamil dan Anak:

a. Mendorong pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dan pemberian makanan pendamping ASI yang tepat.

b. Menyediakan suplementasi gizi bagi ibu hamil dan balita untuk memastikan asupan nutrisi yang cukup.

c. Peningkatan Akses ke Layanan Kesehatan:

d. Memperkuat layanan kesehatan primer dan posyandu untuk pemantauan pertumbuhan anak.

e. Memberikan imunisasi dan pengobatan dini terhadap penyakit infeksi.

2. Edukasi dan Peningkatan Kesadaran:

a. Memberikan edukasi kepada orang tua tentang pentingnya gizi yang baik dan praktik pemberian makan yang benar.

b. Melatih tenaga kesehatan dan kader posyandu tentang pencegahan dan penanganan stunting.

3. Perbaikan Sanitasi dan Akses Air Bersih:

(21)

a. Meningkatkan fasilitas sanitasi dan akses air bersih untuk mencegah penyakit infeksi.

b. Mempromosikan kebiasaan hidup bersih dan sehat.

4. Penguatan Kebijakan dan Program Pemerintah:

a. Mengintegrasikan program pencegahan stunting dalam kebijakan nasional dan daerah.

b. Mengalokasikan anggaran yang memadai untuk program gizi dan kesehatan anak.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Arisman (2009) Gizi dalam Daur Kehidupan:Buku Ajar Ilmu Gizi .Ed. 2. Jakarta:EGC Fatimah,S., Nurhidasyah, I. Dan Rakhmawati, W.(2008) ‘ Faktor – faktor yang Berkontribusi terhadapStatus Gizi pada Balita di Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya’, 10(Xviii),pp.37-51

Gibney, M. J., Margetts, B.M. and Kearney, J. M. (2004) Public Health Nutrition.Oxford: Blackwell Publishing Ltd.

Ir. Fahrizal D., dkk. (2023). BUKU LAPORAN SEMESTER II JUDUL “ PENYELENGGARAAN PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING

PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2023.

https://aksi.bangda.kemendagri.go.id/emonev/assets/uploads/laporan_pro/

laporan_pro_18_periode_5_1705026516.pdf

[Kemenkes RI ] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2015) ‘infodatin situasi dan Analisis Gizi ‘,kemenkes RI ,Pusat data dan informasi ,pp1-7.

Ni Putu Anggi P. (2021). HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 3-5 TAHUN DI DESA MENGANI 2021.

SKRIPSI – Fakultas Kesehatan Program Studi Sarjana Keperawatan Institusi Teknologi dan Kesehatan Bali Denpasar 2021/2022.

https://repository.itekes-bali.ac.id/medias/journal/

NI_PUTU_ANGGI_PRADINA.pdf

Ridha Cahya P. (2018). HUBUNGAN POLA PEMBERIAN MAKAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAK WEDI SURABAYA. SKRIPSI – Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya.

https://repository.unair.ac.id/84899/4/full%20text.pdf

Theresia Astrid N. (2022). HUBUNGAN POLA PEMBERIAN MAKANAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 6-23 BULAN DI PUSKESMAS NITA. SKRIPSI – Program Studi Kebidanan Program Sarjana Universitas Kusuma Husada Surakarta Fakultas Ilmu Kesehtan 2022.

Gambar

Tabel 3.1 Cara Intervensi Stunting
Tabel 3.2 Alternatif Pemecahan Masalah
Tabel 3.3 POA/Planning Of Action Masalah kesehatan/

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian Evi Rosalina, dkk, Ibu hamil yang menderita kekurangan energi kronis (KEK) terutama pada trimester ketiga (7-9 bulan) menyebabkan risiko dan

Masalah gizi yang sering terjadi pada ibu hamil adalah Kurang Energi Kronis (KEK), Anemia, dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium.Masalah gizipada ibu hamil berdampak pada

Dalam penelitian didapatkan bahwa untuk mengukur asupan zat gizi makro energi, protein, lemak dan karbohidrat kedua metode ini berbeda sehingga peneliti menganggap semi- quantitative

gambaran asupan energi,protein,dan pola makan pada remaja putri dengan status gizi kurang energi kronik kek.. Hubungan Asupan Energi,Protein,dan Seng Dengan kejadian stunting pada anak

Hubungan Pengetahuan Gizi, Ketersediaan Pangan dan Asupan Makan Dengan Kejadian Kekurangan Energi Kronis pada Ibu Hamil Penelitian ini dilakukan oleh Aulia, dkk pada tahun 2019.. KEK

Hasil: Variabel yang memiliki hubungan dengan kurang energi kronis pada remaja putri adalah pola makan frekuensi makan dan jenis ragam makanan, asupan zat gizi energi, protein, lemak,

ABSTRAK Wina Sughiarti HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU DAN ASUPAN GIZI DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS KEK PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2023

Oleh karena itu, kacang kedelai dapat digunakan sebagai bahan substitusi pangan untuk meningkatkan asupan energi dan zat gizi pada balita Kekurangan Energi Protein KEP serta mempercepat