• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kep. Anak Sehat dan Sakit Akut (BBLR)

N/A
N/A
Elly Arnovi

Academic year: 2024

Membagikan "Kep. Anak Sehat dan Sakit Akut (BBLR)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK SEHAT DAN SAKIT AKUT

ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA NEONATUS PREMATURITAS DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

DISUSUN OLEH:

Kelompok 1 / Kelas 4A 1. Samhana Fitria (1130022035) 2. Elly Arnovi I.M (1130022075)

DOSEN FASILITATOR:

Syiddatul Budury, S.Kep.Ns., M.Kep.

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2024

(2)

ii KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Anak Sehat dan Sakit Akut “Asuhan Keperawatan kepada Neonatus Prematuritas dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)” dapat selesai seperti waktu yang telah direncanakan.

Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak yang memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dosen fasilitator mata kuliah Keperawatan Anak Sehat dan Sakit Akut, Ibu

Syiddatul Budury, S.Kep.Ns., M.Kep.

2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada kami sehingga laporan ini dapat terselesaikan.

3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat agar makalah ini dapat kami selesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik yang tulus dan ikhlas kepada semua pihak yang kami sebutkan di atas. Tak ada gading yang tak patah, untuk itu kami pun menyadari bahwa makalah yang telah penulis susun masih memiliki banyak kelemahan serta kekeliruan baik dari segi teknis maupun non teknis.

Untuk itu penulis membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada seluruh pihak, agar dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang. Apabila dalam makalah ini terdapat hal-hal yang kurang berkenan di hati pembaca, mohon dimaafkan.

Penyusun sangat berharap agar makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi mahasiswa.

Surabaya, 5 Maret 2024

Penyusun Kelompok 1 / Kelas 4A

(3)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

BAB 1PENDAHULUAN ... 6

1.1 Latar Belakang... 6

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan ... 7

1.4 Manfaat ... 7

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Konsep Dasar Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ... 8

2.1.1 Definisi ... 8

2.1.2 Etiologi ... 8

2.1.3 Manifestasi Klinis ... 9

2.1.4 Klasifikasi ... 10

2.1.5 Patofisiologi ... 11

2.1.6 Pathway ... 12

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ... 12

2.1.8 Penatalaksanaan ... 13

2.1.9 Komplikasi ... 17

2.1.10 Pencegahan ... 18

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Distosia pada Persalinan ... 19

2.2.1 Pengkajian ... 19

2.2.2 Diagnosa Keperawatan ... 23

2.2.3 Intervensi ... 24

2.2.4 Implementasi ... 27

2.2.5 Evaluasi ... 27

BAB IIIPENUTUP ... 28

3.1 Kesimpulan ... 28

3.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(4)

iv DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pathway BBLR ... 12

(5)

v DAFTAR TABEL

Tabel 1 Intervensi Keperawatan... 24

(6)

6 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berat badan saat lahir adalah salah satu petunjuk dalam pertumbuhan dan perkembangan anak hingga dewasa serta mencerminkan kondisi gizi yang diperoleh janin selama berada di dalam kandungan. Di negara-negara berkembang, masalah berat bayi lahir rendah (BBLR) tetap menjadi isu yang serius terkait kekurangan zat gizi. BBLR merujuk pada bayi yang dilahirkan dengan berat kurang dari 2.500 gram, tanpa memandang masa kehamilan.

Menurut laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2015, tingkat kejadian bayi berat badan lahir rendah (BBLR) di seluruh dunia mencapai 15,5%. Setiap tahunnya, sekitar 20,6 juta bayi dilahirkan, dan sebanyak 96,5% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang. BBLR menjadi salah satu permasalahan utama di negara-negara berkembang. India, sebagai contoh, memiliki tingkat kejadian BBLR tertinggi di antara negara-negara tersebut, mencapai 27%

dari jumlah kelahiran, sementara Asia Timur atau Pasifik memiliki tingkat terendah, yaitu 6% (Putri, 2020).

Perawat memiliki peran yang sangat signifikan dalam memberikan asuhan keperawatan yang menyeluruh, tidak hanya fokus pada aspek fisik, melainkan juga memperhatikan aspek psikologis. Sebagai pendidik, perawat membantu menjelaskan kepada orang tua bayi tentang perubahan peran ibu selama masa nifas.

Peran perawat ini sangat penting dalam mempersiapkan orang tua agar dapat mandiri dalam merawat bayi di lingkungan rumah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, diangkat beberapa masalah :

1. Bagaimana konsep dasar berat badan lahir rendah (BBLR)?

2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan kepada neonatus prematuritas dengan berat badan lahir rendah (BBLR)?

(7)

7 1.3 Tujuan

A. Tujuan Umum

Untuk memahami asuhan keperawatan kepada neonatus prematuritas dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Dan untuk melaksanakan tugas mata kuliah Keperawatan Anak Sehat dan Sakit Akut.

B. Tujuan Khusus

1. Dapat memahami dan menjelaskan kembali mengenai konsep dasar dari berat badan lahir rendah (definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan).

2. Dapat memahami dan menjelaskan kembali mengenai konsep dasar asuhan keperawatan kepada neonatus prematuritas dengan BBLR.

1.4 Manfaat

1. Bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki khususnya mengenai asuhan keperawatan kepada neonatus prematuritas dengan BBLR.

2. Dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan bagi pembaca.

(8)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 2.1.1 Definisi

Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang memiliki berat badan kurang dari 2500 gram, lebih rendah dibandingkan dengan bayi pada umumnya yang biasanya memiliki berat badan di atas 2500 gram. Berat badan lahir diukur setelah satu jam kelahiran. BBLR bisa terjadi baik pada bayi prematur (kurang dari 37 minggu) maupun pada bayi yang lahir tepat waktu tetapi mengalami pembatasan pertumbuhan di dalam rahim (intrauterine growth restriction). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR memiliki masalah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Masalah jangka pendek termasuk gangguan metabolisme, gangguan kekebalan tubuh, masalah pernapasan, gangguan pencernaan, serta masalah keseimbangan cairan dan elektrolit. Sementara itu, masalah jangka panjang pada BBLR meliputi masalah psikologis dan fisik (Proverawati dan Ismawati, 2010 dalam Putri, 2020).

2.1.2 Etiologi

Kasus berat badan lahir rendah (BBLR) berkaitan dengan usia ibu saat hamil, primigravida, dan usia kehamilan ibu saat melahirkan bayinya. Kejadian BBLR lebih berisiko terjadi pada pada kehamilan pertama atau primigravida terutama pada ibu yang melahirkan bayinya pada umur <37 minggu kehamilan.

Umur kehamilan yang kurang dari 37 minggu mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan janin menjadi belum optimal dan terganggunya pembentukan sistem penembunan lemak sehingga bayi berisiko BBLR.

Usia ibu hamil termasuk faktor BBLR terutama bagi ibu hamil yang berusia kurang atau lebih dari usia reproduksi optimal yakni 20-35 tahun. Ibu dengan usia kurang dari 20 tahun belum memiliki peredaran darah menuju serviks dan uterus yang sempurna sehingga menyebabkan gangguan pada proses penyaluran nutrisi dari ibu ke janin. Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko BBLR. Saat kebutuhan oksigen lebih tinggi pada masa kehamilan maka terjadi peningkatan

(9)

9 produksi eritropoietin. Volume plasma dan eritrosit juga ikut meningkat. Tetapi peningkatan volume plasma terjadi lebih besar dibandingkan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi Hb (Hemoglobin). Ibu hamil yang anemia mengalami gangguan dalam pengangkutan oksigen sehingga nutrisi ke janin berkurang.

BBLR dapat disebabkan oleh gangguan pertumbuhan di dalam uterus.

Pertumbuhan intra uteri dan berat lahir dipengaruhi oleh potensi pertumbuhan herediter dan efektivitas dukungan dari lingkungan uteroplasenta yang bergantung dari kesehatan ibu dan dan penyakit pada ibu. Munculnya hipertensi saat kehamilan dapat mengganggu tumbuh kembang janin intrauteri akibat pertumbuhan plasenta yang terlalu kecil atau terjadi infark yang luas.

Faktor BBLR lainnya adalah jumlah kunjungan ANC (Antenatal Care) atau pemeriksaan kehamilan yang kurang dari empat kali. Kunjungan ANC sebanyak ≥4 kali memiliki makna penting bagi ibu hamil supaya petugas kesehatan dapat memantau dan memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang anak, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik dan mental, mengenali secara dini adanya komplikasi dan kecacatan, dan mempersiapkan persalinan cukup bulan.

Dampak dari kurangnya jumlah kunjungan ANC dapat menyebabkan kurang pengetahuan pada ibu hamil dalam menjaga kesehatan selama kehamilan dan tumbuh kembang janin (Rahmi et al., 2014 dalam Suryani, 2020).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Menurut Proverawati (2010) dalam Santoso (2021), gambaran klinis bayi BBLR secara umum adalah sebagai berikut :

1. Berat kurang dari 2500 gram 2. Panjang kurang dari 45 cm 3. Lingkar dada kurang dari 30 cm 4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm 5. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu

6. Kulit tipis dan transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang 7. Otot hipotonik lemah

8. Pernapasan tidak teratur, dapat terjadi apnea

9. Ekstremitas: paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi lurus

(10)

10 10. Kepala tidak mampu tegak

11. Pernapasan 40-50x/menit 12. Nadi 100-140x/menit

BBLR menunjukkan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaan lemah, yang dapat dikenali melalui:

1. Kulit yang tipis dan tidak bersinar

2. Tulang rawan telinga yang sangat lunak karena belum terbentuk dengan sempurna

3. Masih banyaknya Lanugo (rambut halus/lembut) terutama di bagian punggung 4. Jaringan payudara yang belum terlihat, puting masih berupa titik

5. Pada bayi perempuan, Labia mayora belum menutupi labia minora

6. Pada bayi laki-laki, skrotum belum memiliki banyak lipatan, testis kadang belum turun

7. Rajah telapak tangan kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk 8. Kadang disertai dengan pernapasan yang tidak teratur

9. Aktivitas dan tangisnya lemah

10. Refleks menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah.

2.1.4 Klasifikasi

BBLR dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristiknya atau masa kehamilannya, antara lain (Idayani 2013) :

1. Prematuritas Murni merujuk pada bayi yang dilahirkan sebelum mencapai usia kehamilan 37 minggu, dengan berat badan yang sesuai dengan perkiraan berat badan bayi untuk usia kehamilan tersebut. Bayi-bayi seperti ini juga dikenal sebagai neonatus kurang bulan yang sesuai dengan usia kehamilan.

2. Dismaturitas mengacu pada bayi yang lahir dengan berat badan di bawah perkiraan berat badan yang seharusnya untuk usia kehamilan tertentu. Bayi-bayi ini dianggap kecil untuk usia kehamilannya. Dismaturitas terbagi menjadi tiga kategori, yaitu Neonatus Kurang Bulan - Kecil Masa Kehamilan (NKB-KMK), Neonatus Cukup Bulan - Kecil Masa Kehamilan (NCB-KMK), dan Neonatus Lebih Bulan - Kecil Masa Kehamilan (NLB-KMK).

(11)

11 Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam (Suryani 2020) :

1. Berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu bayi lahir dengan berat 1500 hingga 2500 gram.

2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu bayi lahir dengan berat 1000- 1500 gram.

3. Bayi berat lahir ekstrim sangat rendah (BBLESR) yaitu bayi lahir dengan berat kurang dari 1000 gram.

2.1.5 Patofisiologi

Umumnya, kehamilan yang belum mencapai usia cukup bulan, yang disebabkan oleh dismaturitas, sering kali berhubungan dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Ini berarti bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu tetapi memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram, tidak sesuai dengan masa kehamilannya. Masalah ini muncul karena gangguan pertumbuhan bayi dalam kandungan yang disebabkan oleh berbagai kondisi ibu, seperti kelainan plasenta, infeksi, hipertensi, dan faktor lain yang mengurangi pasokan nutrisi ke bayi (Mochtar, 2012 dalam Putri 2020).

Salah satu dari mekanisme patofisiologi yang menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah defisiensi gizi pada ibu hamil. Kurangnya asupan gizi pada ibu secara otomatis dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat yang rendah.

Ketika melihat dari perspektif faktor kehamilan, salah satu penyebabnya adalah kehamilan ganda di mana janin-janin tersebut berkembang dan tumbuh lebih dari satu. Dalam kasus kehamilan ganda, nutrisi atau gizi yang diterima oleh janin-janin tersebut dalam rahim tidak dapat dibagi secara merata seperti pada kehamilan tunggal. Oleh karena itu, terkadang salah satu dari janin dalam kehamilan ganda juga mengalami BBLR karena pembagian nutrisi yang tidak seimbang.

Bayi BBLR memiliki organ tubuh yang belum matang atau belum berfungsi dengan baik, terutama jika masa kehamilannya pendek, organ dalam tubuhnya kurang berkembang secara sempurna dan rentan terhadap komplikasi serta memiliki risiko kematian yang tinggi. Gangguan seperti suhu tubuh yang tidak stabil, gangguan pernapasan, masalah pencernaan dan nutrisi, gangguan ginjal,

(12)

12 serta gangguan imunologi terhadap infeksi sering kali terjadi pada bayi BBLR karena belum cukup matangnya sistem tubuh mereka. Infeksi tersebut menjadi faktor yang mempengaruhi kondisi janin dan kesehatannya selama dalam kandungan. Oleh karena itu, pengelolaan infeksi selama kehamilan menjadi penting untuk mencegah terjadinya BBLR dan masalah kesehatan lainnya pada bayi yang baru lahir (Santoso 2021).

2.1.6 Pathway

(Kusumawati 2021) Gambar 1 Pathway BBLR

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Dewi (2011) dalam Putri (2020), pemeriksaan penunjang pada bayi dengan BBLR, diantaranya :

1. Pemeriksaan Skor Ballard adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai maturitas fisik dan neurologis bayi melalui beberapa indikator, yaitu maturitas fisik dan neuromuskularitas.

2. Tes Kocok (Shake Test) adalah pemeriksaan untuk menilai surfaktan yang ada pada paru-paru bayi atau secara garis besar menilai kematangan paru pada bayi. Tes ini diajurkan untuk bayi yang kurang bulan ketika lahirnya.

(13)

13 3. Pemeriksaan darah rutin dan glukosa darahd.

4. Pemeriksaan kadar elektrolit dan analisa gas darah.

5. Foto rontgen dada dilakukan untuk bayi dengan umur kehamilan kurang bulan dan mengalami sindrom aspirasi mekonium.

6. USG kepala terutama untuk bayi yang lahir kurang dari 35 minggu, pemeriksaan dimulai pada umur 3 haridan dilanjutkan sesuai hasil.

2.1.8 Penatalaksanaan

Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi (Suryani 2020) :

1. Dukungan Respirasi

Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periadik apneu.

Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi.

Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek edema paru dan retinopathy of prematurity.

2. Termoregulasi

Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Suhu aksilar optimal bagi

(14)

14 bayi dalam kisaran 36,5°C – 37,5°C, sedangkan suhu netral bagi bayi adalah 36,7°C – 37,3°C.

Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :

a. Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya. Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya.

b. Pemancar pemanas c. Ruangan yang hangat d. Inkubator

3. Perlindungan terhadap infeksi

Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua bayi baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada BBLR imunitas seluler dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan dengan penyakit. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain :

a. Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan cuci tangan terlebih dahulu.

b. Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur. Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.

c. Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk memakai alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan.

4. Hidrasi

Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm karena kandungan air ekstra selulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan cairan.

(15)

15 5. Nutrisi

Asupan nutrisi yang tepat sangat penting dalam merawat bayi BBLR, tetapi seringkali sulit untuk memastikan bahwa kebutuhan nutrisi mereka terpenuhi karena sistem pencernaan mereka belum sepenuhnya berkembang. Jumlah makanan, jadwal pemberian, dan cara memberikan nutrisi harus disesuaikan dengan ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi bisa diberikan melalui infus atau melalui mulut, atau keduanya sekaligus.

Bayi yang lahir prematur membutuhkan waktu dan kesabaran lebih dalam memberi makan dibandingkan dengan bayi yang lahir pada waktu yang tepat.

Terkadang, mencoba memberi makan terlalu cepat bisa mengganggu mekanisme menelan dan bernapas. Oleh karena itu, penting untuk tidak membuat bayi terlalu lelah atau memberi makan melebihi kemampuannya.

Evaluasi kesehatan bayi, seperti pernapasan, detak jantung, dan kadar oksigen, penting untuk mengetahui apakah bayi mengalami stres atau kelelahan.

Bayi prematur sering mengalami kesulitan dalam mengkoordinasikan proses mengisap, menelan, dan bernapas, yang bisa menyebabkan apnea, bradikardi, dan penurunan kadar oksigen. Jika bayi memiliki kesulitan dalam refleks mengisap dan menelan, nutrisi dapat diberikan melalui tabung yang dimasukkan ke dalam lambung. Namun, kapasitas lambung bayi prematur sangat terbatas dan mudah mengalami perut kembung, yang bisa memengaruhi pernapasan.

6. Penghematan energi

Salah satu tujuan utama merawat bayi dengan risiko tinggi adalah untuk menghemat energi. Oleh karena itu, bayi yang lahir dengan berat badan rendah (BBLR) perlu dirawat dengan seefisien mungkin. Bayi yang dirawat di dalam inkubator tidak perlu mengenakan pakaian, hanya membutuhkan popok atau alas. Ini berarti proses memakaikan dan melepas pakaian tidak diperlukan.

Dengan cara ini, pengamatan terhadap bayi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian.

Bayi yang tidak menggunakan banyak energi untuk bernafas, minum, atau mengatur suhu tubuhnya, dapat mengalokasikan energi tersebut untuk pertumbuhan dan perkembangan. Mengurangi tingkat kebisingan dan cahaya

(16)

16 yang terlalu terang dapat meningkatkan kenyamanan dan ketenangan bayi, sehingga mereka dapat beristirahat lebih baik. Posisi telungkup disarankan untuk bayi prematur karena membantu oksigenasi yang lebih baik, meningkatkan toleransi makanan, dan pola tidur yang lebih teratur. Bayi cenderung menggunakan energi lebih sedikit saat berada dalam posisi telungkup.

7. Stimulasi sensori

Bayi yang baru lahir butuh banyak rangsangan untuk indra mereka. Mainan yang digantung dan bergerak, serta mainan-mainan di sekitar tempat tidur bayi bisa memberikan sesuatu yang menarik untuk dilihat. Mendengarkan radio dengan suara yang pelan, mainan yang bersuara, atau kaset juga bisa memberikan sesuatu yang menarik untuk didengar. Suara yang paling berarti adalah suara dari orang tua atau anggota keluarga, dokter, atau perawat yang berbicara atau menyanyi. Memandikan, menggendong, atau mengelus bayi memberikan sentuhan yang menyenangkan. Selama Pelayanan Masa Kritis (PMK), ibu disarankan untuk mengusap lembut punggung bayi dan berbicara dengannya, atau memainkan musik lembut untuk merangsang indera motorik, pendengaran, dan mencegah periodik apnea.

8. Dukungan dan keterlibatan keluarga

Perawat memiliki peran penting dalam membantu keluarga yang memiliki bayi prematur menghadapi krisis emosional. Salah satunya adalah memberikan kesempatan kepada orang tua untuk melihat, menyentuh, dan terlibat langsung dalam perawatan bayinya, seperti melalui metode kanguru. Melalui kontak kulit dengan ibu, bayi dapat merasa lebih nyaman dan ibu pun lebih percaya diri dalam merawatnya.

Perawat juga dapat memberikan dukungan dengan rutin menginformasikan kepada orang tua mengenai kondisi bayi mereka, sehingga orang tua merasa yakin bahwa bayi mereka mendapatkan perawatan yang terbaik dan mereka selalu mendapat informasi yang akurat mengenai kondisi bayinya.

(17)

17 2.1.9 Komplikasi

BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan yang banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil. Komplikasi yang ditimbulkan adalah sebagai berikut (Kusumawati 2021) : 1. Ketidakstabilan suhu tubuh

Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C- 37°C dan segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia juga terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otototot yang belum cukup memadai, ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan, produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.

2. Gangguan pernafasan

Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping itu lemahnya reflek batuk, hisap, dan menelan dapat mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi.

3. Imaturitas imunologi

Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan pembentukan antibodi menjadi terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita infeksi.

4. Masalah gastrointestinal dan nutrisi

Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang menurun, lambatnya pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang, defisiensi enzim laktase pada jonjot usus, menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh, meningkatnya resiko NEC

(18)

18 (Necrotizing Enterocolitis) hal ini menyebabkan nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat badan bayi.

5. Imaturitas hati

Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan timbulnya hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi perdarahan.

Kurangnya enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin direk belum sempurna dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar berkurang.

6. Hipoglikemi

Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam pertama dalam kadar 40 mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress dingin akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektifitas ventilasi paru menurun sehingga kadar oksigen darah berkurang. Hal ini menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat pada penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi hipoglikemi. Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi.

2.1.10 Pencegahan

Upaya menurunkan angka kejadian BBLR pemerintah telah melakukan berbagai upaya pencegahan. Upaya untuk menurunkan angka kejadian BBLR ini akan lebih efisien apabila Bumil yang mempunyai resiko melahirkan bayi dengan BBLR dapat dideteksi sedini mungkin. Pemantauan ibu hamil adalah salah satu upaya untuk mendeteksi faktor resiko terjadinya BBLR.

Pemantauan ini merupakan tindakan mengikuti perkembangan ibu dan janin meningkatkan kesehatan optimum dan diakhiri dengan kelahiran bayi yang sehat.

Menurut Handayani (2003) dalam Suryani (2020), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum hamil agar setiap pasangan dapat merencanakan sebaik

(19)

19 mungkin kehamilan yang akan datang sehingga dapat melahirkan bayi yang normal dan sehat, yaitu :

1. Menganjurkan agar melakukan konsultasi atau konseling pra-hamil.

Mempersiapkan seorang wanita mengahadapi kehamilan sampai persalinan dengan berbagai risikonya, baik secara fisik maupun batin.

2. Menganjurkan agar calon ibu diimunisasi TT atau imunisasi pra nikah untuk mencegah penyakit tetanus.

3. Menganjurkan agar ibu rajin untuk pemeriksaan kehamilan.

4. Untuk ibu hamil dianjurkan makan lebih banyak dan lebih sering yang dapat memenuhi kesehatan gizi bagi ibu hamil dan janinnya.

5. Untuk mempersiapkan kehamilan yang sehat dianjurkan agar ibu menghindari alkohol dan rokok, karena alkohol dapat mengganggu tumbuh kembang janin sementara rokok akan menyebabkan kelahiran prematur atau kelainan letak plasenta (ari-ari) pada janin. Selain itu, rokok juga dapat menyebabkan plasenta janin mudah lepas, kelainan bawaan pada bayi dan yang paling membahayakan ketuban pecah (dini) tidak pada waktunya.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Distosia pada Persalinan 2.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengadakan kegiatan mengumpulkan data-data atau mendapatkan data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Untuk melakukan langkah pertama ini diperlukan berbagai pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat diantaranya pengetahuan tentang kebutuhan atau sistem biopsikososial dan spiritual bagi manusia yang memandang manusia dari aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Kemudian pengetahuan akan kebutuhan perkembangan manusia (tumbuh kembang dari kebutuhan dasarnya), pengetahuan tentang konsep sehat dan sakit, pengetahuan tentang patofisiologi dari penyakit yang dialami, pengetahuan tentang sistem keluarga dan kultur budaya, serta nilai-nilai keyakinan yang dimiliki klien (Hidayat 2021).

(20)

20 A. Identitas Klien

Pada pasien BBLR, angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, selain itu jarak kehamilan yang terlalu pendek (kurang dari 1 tahun) juga mempengaruhi terjadinya BBLR (Depkes RI 2009).

B. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama : berat badan lahir kurang dari 1500 gram.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Ibu bayi datang ke rumah sakit dengan keluhan (Rifa’i 2019) : Sebelum lahir

a. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan.

b. Pergerakan janin lambat.

c. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai yang seharusnya.

Setelah lahir

a. Berat badan < 2500 gram.

b. Panjang kurang dari 45 cm.

c. LD < 30 cm.

d. LK < 33 cm.

e. Pernafasan tidak teratur dapat terjadi apnea.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat kesehatan dahulu dikaji untuk mengetahui apakah ibu mempunyai riwayat penyakit atau gangguan pada kehamilan sebelumnya seperti nefritis akut, trauma fisik dan psikologis, perdarahan antepartum, imaturitas, toksemia gravidarum, dsb.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat penyakit keluarga dikaji untuk mengetahui adakah riwayat penyakit menurun seperti kelainan kardiovaskular atau penyakit menular.

5. Riwayat Penggunaan Obat Selama Kehamilan

Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil seperti penggunaan narkotika.

6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

(21)

21 a. Pre Natal : Keluhan saat hamil, tempat ANC, kebutuhan nutrisi saat hamil, usia kehamilan (preterm, aterm, post term), kesehatan saat hamil, dan obat yang diminum.

b. Intra Natal : Tindakan persalinan (normal atau caesar), tempat bersalin, obat-obatan yang digunakan.

c. Post Natal : Kondisi kesehatan, apgar score, berat badan lahir, panjang badan lahir, anomaly kongenital.

C. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital

1. Keadaan Umum : Biasanya neonatus terlihat lemah.

2. Tanda-Tanda Vital

a. Suhu normal 36,5 - 37,5ºC.

b. Frekuensi nadi normal 120 - 160x/menit.

c. Frekuensi pernafasan sebaiknya dihitung 1 menit penuh. Normalnya 40 - 60x/menit.

3. Antropometri

a. Berat badan ≤ 2500 gram.

b. Panjang < 45cm.

c. LD < 30cm.

d. LK < 33cm.

e. Circumferentia suboccipitalis brengmantika 31cm.

f. Circumferential fronto occipitalis 34cm.

g. Circumferential mento occipital 35cm.

D. Pemeriksaan Fisik B1 – B6 1. B1 (Breathing)

a. Inspeksi : Pernafasan belum teratur dan sering terjadi apnea, bentuk dada normal atau tidak, RR 40-60x/menit.

b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, merasakan getaran vocal fremitus ada atau tidak.

c. Auskultasi : Adanya suara tambahan, dengkuran, wheezing atau tidak, rhonchi atau tidak, normalnya vesikuler.

(22)

22 d. Perkusi : Sonor atau pekak.

2. B2 (Blood)

a. Inspeksi : Pembuluh darah kulit banyak terlihat, sianosis atau tidak.

b. Palpasi : Nadi rata-rata 120-160 per menit pada bagian apical dengan ritme teratur.

c. Perkusi : Normal redup, ukuran dan bentuk jantung normal atau tidak.

d. Auskultasi : Pada saat kelahiran, kebisingan jantung terdengar pada seperempat bagian intercosta, yang menunjukkan aliran darah dari kanan ke kiri karena hipertensi atau atelektasis paru. Adanya suara tambahan gallop atau tidak, mur-mur atau tidak.

3. B3 (Brain)

a. Inspeksi : Reflex dan gerakan pada tes neurologis tampak tidak resisten gerak reflek hanya berkembang sebagian, menelan, menghisap dan batuk sangat lemah atau tidak efektif. Otot hipotonik, tungkai abduksi, sendi lulut dan kaki fleksi, lebih banyak tidur dari pada terbangun.

b. Refleks moro : Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-tiba digerakkan.

c. Refleks rooting : Bayi menoleh ke arah benda yang menyentuh pipi.

d. Refleks graphs : Refleks genggaman telapak tangan dapat dilihat dengan meletakkan pensil atau jari di telapak tangan bayi.

e. Reflek suckling : Terjadi ketika bayi yang baru lahir secara otomatis menghisap benda yang ditempatkan di mulut mereka. Refleks menghisap pada bayi ikterus kurang.

f. Reflek tonicneck : Pada posisi terlentang, ekstremitas di sisi tubuh dimana kepala menoleh mengalami ekstensi, sedangkan di sisi tubuh lainnya fleksi.

4. B4 (Bladder)

Inspeksi : Pada jenis kelamin perempuan labia minor belum tertutup labia mayor sedangkan pada jenis kelamin laki-laki biasanya testis belum sempurna.

5. B5 (Bowel)

a. Inspeksi : Cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya kelainan, ada tidaknya penegangan abdomen, ada atau tidak anus. Pengeluaran meconium biasanya terjadi pada waktu 12 jam.

(23)

23 b. Palpasi : Ada nyeri atau tidak, jika ada di kuadran mana.

c. Auskultasi : Imatur peristaltic.

d. Perkusi : Jika dilambung, kandung kemih berbunyi timpani. Jika pada hati, pancreas ginjal berbunyi pekak.

6. B6 (Bone)

a. Inspeksi : Tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak, tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan lemah dan aktif atau letargik.

b. Perkusi : Reflek patella.

c. Palpasi : Ada nyeri tekan atau tidak, kaji kekuatan otot dengan penentuan tingkat kekuatan otot dengan nilai kekuatan otot.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Pola Napas tidak efektif b.d. imaturitas neurologis d.d. dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas abnormal, dan pernapasan cuping hidung.

2. Risiko defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan menelan makanan.

3. Hipotermia b.d. kekurangan lemak subkutan d.d. kulit teraba dingin, menggigil, suhu tubuh dibawah nilai normal, dan dasar kuku sianotik.

4. Risiko infeksi b.d. ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer.

(SDKI, 2017)

(24)

24 2.2.3 Intervensi

Tabel 1 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)

Pola Napas tidak efektif b.d.

imaturitas neurologis d.d.

dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas abnormal, dan pernapasan cuping hidung.

Luaran Utama:

Pola Napas (L.01004)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola napas membaik dengan kriteria hasil:

a. Dispnea dari 1 (meningkat) menjadi 5 (menurun).

b. Penggunaan otot bantu napas dari 1 (meningkat) menjadi 5 (menurun).

c. Pernapasan cuping hidung dari 1 (meningkat) menjadi 5 (menurun).

d. Frekuensi napas dan kedalaman napas dari 1 (memburuk) menjadi 5 (membaik).

Intervensi Utama:

Pemantauan Respirasi (I.01014) Observasi

a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas.

b. Monitor pola napas.

c. Auskultusi bunyi napas.

d. Monitor saturasi oksigen.

Terapeutik

e. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien.

f. Dokumentasikan hasil pemantauan.

Edukasi

g. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.

h. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

2. Risiko Defisit Nutrisi (D.0032)

Risiko defisit nutrisi b.d.

ketidakmampuan menelan makanan.

Luaran Tambahan:

Status Menelan (L.06052)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan status menelan membaik dengan kriteria hasil:

Intervensi Utama:

Manajemen Nutrisi (I.03119) Observasi

a. Identifikasi status nutrisi.

b. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik.

(25)

25 a. Reflek menelan dari 1 (menurun) menjadi 5

(meningkat).

b. Kemampuan mengosongkan mulut dari 1 (menurun) menjadi 5 (meningkat).

c. Usaha menelan dari 1 (menurun) menjadi 5 (meningkat).

c. Monitor berat badan.

d. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.

Terapeutik

e. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi.

Kolaborasi

f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu.

3. Hipotermia (D.0131)

Hipotermia b.d. kekurangan lemak subkutan d.d. kulit teraba dingin, menggigil, suhu tubuh dibawah nilai normal, dan dasar kuku sianotik.

Luaran Tambahan:

Termoregulasi Neonatus (L.14135)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan termoregulasi neonatus membaik dengan kriteria hasil:

a. Menggigil dari 1 (menurun) menjadi 5 (meningkat).

b. Dasar kuku sianotik dari 1 (menurun) menjadi 5 (meningkat).

c. Suhu tubuh dari 1 (meningkat) menjadi 5 (menurun).

d. Suhu kulit dari 1 (meningkat) menjadi 5 (menurun).

Intervensi Utama:

Manajemen Hipotermia (I.14507) Observasi

a. Monitor suhu tubuh.

b. Identifikasi penyebab hipotermia.

c. Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia.

Terapeutik

d. Sediakan lingkungan yang hangat.

e. Lakukan penghangatan pasif (mis. selimut, penutup kepala, dan pakaian tebal).

f. Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis.

kompres hangat dan selimut hangat).

g. Lakukan penghangatan aktif internal (mis.

infus cairan hangat).

(26)

26 Edukasi

h. Anjurkan makan/minum hangat.

4. Risiko Infeksi (D.0142)

Risiko infeksi b.d.

ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer.

Luaran Tambahan:

Status Imun (L.14133)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan status imun membaik dengan kriteria hasil:

a. Kadar sel T4 dari 1 (menurun) menjadi 5 (meningkat).

b. Kadar sel T8 dari 1 (menurun) menjadi 5 (meningkat).

c. Suhu tubuh dari 1 (memburuk) menjadi 5 (membaik).

d. Sel darah putih dari 1 (memburuk) menjadi 5 (membaik).

Intervensi Utama:

Pencegahan Infeksi (I.14539) Observasi

a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik.

Terapeutik

b. Batasi jumlah pengunjung.

c. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien.

d. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi.

Edukasi

e. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.

f. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.

g. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan.

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.

(SLKI, 2019) (SIKI, 2018)

(27)

27 2.2.4 Implementasi

Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien.

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Pada saat implementasi perawat harus melaksanakan hasil dari rencana keperawatan yang di lihat dari diagnosa keperawatan. Di mana perawat membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan/implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Melaksanakan hasil dari rencana keperawatan untuk selanjutnya di evaluasi untukmengetahui kondisi kesehatan pasien dalam periode yang singkat, untuk mempertahankan daya tahan tubuh, untuk mencegah komplikasi, untuk menemukan perubahan system tubuh, untuk memberikan lingkungan yang nyaman bagi klien, dan untuk mengimplementasi pesan dokter (Safitri 2019).

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan dan perbaikan. Dalam evaluasi, perawat menilai reaksi klien terhadap intervensi yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima.

Perawat menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan atau intervensi keperawatan. Evaluasi juga membantu perawat dalam menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai berdasarkan keputusan bersama antara perawat dan klien.

Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri.

Kemampuan dalam pengetahuan standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan (Hadinata, Dian & Abdillah 2018).

(28)

28 BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan kondisi yang serius dan kompleks, ditandai dengan berat badan kurang dari 2500 gram.

Kondisi ini dapat terjadi pada bayi prematur atau pada bayi yang lahir tepat waktu tetapi mengalami pembatasan pertumbuhan di dalam rahim. Bayi BBLR menghadapi sejumlah masalah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk gangguan metabolisme, pernapasan, pencernaan, dan keseimbangan cairan. Manifestasi klinis dari BBLR mencakup berbagai gejala fisik yang mencerminkan ketidakmatangan organ tubuh, serta berbagai komplikasi yang meliputi gangguan suhu tubuh, pernafasan, imunitas, pencernaan, dan nutrisi.

Kehamilan yang belum mencapai usia cukup bulan, yang sering kali terkait dengan dismaturitas, umumnya berkaitan dengan BBLR. Defisiensi gizi pada ibu hamil serta kondisi seperti kehamilan ganda dapat menjadi faktor yang menyebabkan BBLR. Bayi yang lahir dengan BBLR memiliki organ tubuh yang belum matang dan rentan terhadap berbagai komplikasi seperti gangguan pernapasan, masalah gastrointestinal, serta masalah imunologi. Perawatan khusus diperlukan untuk mengatasi komplikasi yang ditimbulkan oleh BBLR, termasuk mengatasi ketidakstabilan suhu tubuh, gangguan pernapasan, imaturitas imunologi, masalah gastrointestinal, dan risiko hipoglikemia. Pemeriksaan penunjang seperti skor Ballard dan tes kocok penting dalam menilai kondisi bayi dengan BBLR, sedangkan pengelolaan infeksi selama kehamilan menjadi kunci untuk mencegah terjadinya BBLR dan masalah kesehatan lainnya pada bayi yang baru lahir.

3.2 Saran

Dalam menyusun makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi makalah ini belumlah sempurna dan masih kurang baik mengenai materi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca dibutuhkan untuk dapat menyempurnakan makalah berikutnya.

(29)

29 DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2009. Asuhan Keperawatan berdasarkan Medis & NANDA NIC NOC.

Yogyakarta: Media Action.

Hadinata, Dian & Abdillah, Awaludin Jahid. 2018. “Metodologi Keperawatan”.

Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents 3(April): 49–58.

Hidayat, Aziz Alimul. 2021. Proses Keperawatan; Pendekatan NANDA, NIC, NOC dan SDKI. red Aulia Aziz. Health Books Publishing.

Idayani, W. 2013. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Kusumawati, Erlin. 2021. “Asuhan Keperawatan Pada By.Ny.D Dengan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah Di Ruang Peristi Rumah Sakit Islam SultanAagung Semarang”. Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Putri, Tasya Juliandari. 2020. “Asuhan Keperawatan pada By. Ny. D yang Mengalami Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSAB Harapan Kita”. Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta I.

Rifa’i, Achmad. 2019. Karya Tulis Ilmiah “Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny.L Dengan Diagnosa Medis Bayi Berat Badan Rendah (BBLR) Di Ruang Perinatologi RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan”. Akademi Keperawatan Kerta Cendekia.

Safitri, Rizka. 2019. “Implementasi Keperawatan Sebagai Wujud Dari Perencanaan Keperawatan Guna Meningkatkan Status Kesehatan Klien”. Journal Keperawatan 3(42): 23–26.

Santoso, Hari. 2021. “Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny. Mn. Bblr Dengan Hipotermi Dengan Penerapan Perawatan Metode Kanguru”. : 62.

Suryani. 2020. BBLR dan Penantalaksanaannya. Kediri: Strada Press.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia”.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. E. red Edisi 1. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Gambar

Tabel 1 Intervensi Keperawatan

Referensi

Dokumen terkait

Tanda dan Gejala Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu, berat. badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, lingkar

• Gangguan napas berat : Pada bayi kecil (berat lahir &lt; 2500 gram atau umur kehamilan kurang 37 minggu) gangguan napas sering memburuk dalam waktu 36 hingga 48 jam pertama,

Neonatus adalah bayi baru lahir sampai usia 4 Minggu (Isti Maemunah, 2005) Bayi Baru Lahir Normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37-42 minggu dengan berat badan lahir

kemudian dari data antopometri bayi yaitu berat badan bayi 1700 gram sesuai dengan kriteria BBLR yaitu berat bayi lahir kurang dari 2500 gram dan jika berat badan

Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan di Kabupaten Banjarnegara cukup tinggi, yaitu

Bayi baru lahir dikatakan normal jika usia kehamilan aterm antara 37- 42 minggu, dengan berat badan 2500 gram – 4000 gram, panjang badan 48-52 cm, lingkar dada 30- 38

Bayi berat lahir rendah ialah bayi baru lahir dengan berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram, dimana morbiditas dan mortalitas

Pengertian prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu antara 20 – 37 minggu atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram bayi prematur adalah bayi