• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPASTIAN HUKUM MENGENAI SYARAT MENJALANKAN PERSEKUTUAN PERDATA NOTARIS SETELAH DIHAPUSNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "KEPASTIAN HUKUM MENGENAI SYARAT MENJALANKAN PERSEKUTUAN PERDATA NOTARIS SETELAH DIHAPUSNYA "

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

KEPASTIAN HUKUM MENGENAI SYARAT MENJALANKAN PERSEKUTUAN PERDATA NOTARIS SETELAH DIHAPUSNYA

KETENTUAN PASAL 20 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

Disusun oleh:

Aniza Dessy Daldiani 12216035

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA

2018

(2)

TESIS

KEPASTIAN HUKUM MENGENAI SYARAT MENJALANKAN PERSEKUTUAN PERDATA NOTARIS SETELAH DIHAPUSNYA KETENTUAN PASAL 20 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 30

TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum

Universitas Narotama Surabaya

Disusun Oleh :

ANIZA DESSY DALDIANI NIM : 12216035

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA

2018

(3)
(4)
(5)

v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Bersama ini saya menyatakan bahwa Tesis ini bukan merupakan karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Magister di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya/pendapat yang pernah ditulis oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam masalah naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ditemukan, maka saya bersedia menerima akibat berupa sanksi akademis dan sanksi lain yang diberikan oleh pihak yang berwenang dan pihak universitas, sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku.

Surabaya, 6 Agustus 2018

Yang membuat pernyataan

Aniza Dessy Daldiani NIM : 12216035

(6)

vi RINGKASAN

KEPASTIAN HUKUM MENGENAI SYARAT MENJALANKAN

PERSEKUTUAN PERDATA NOTARIS SETELAH DIHAPUSNYA KETENTUAN PASAL 20 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG

JABATAN NOTARIS

Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) mengalami perubahan bahwa Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata, sedangkan pada Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN- P) Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata.

Dihapusnya ketentuan Pasal 20 ayat (3) UUJN mengakibatkan terjadinya kekosongan hukum mengenai syarat menjalankan persekutuan perdata Notaris. Peraturan Menteri yang diperintahkan Pasal 20 ayat (3) UUJN adalah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indoneisa Nomor M.HH.01.AH.02.12 Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris dalam Bentuk Perserikatan Perdata (selanjutnya disebut Peraturan Menteri Perserikatan Perdata Notaris). Namun, hingga saat ini belum ada pencabutan terhadap peraturan tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah yang pertama ratio legis ketentuan mengenai persekutuan perdata sebagai wadah persekutuan bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya.

Kemudian rumusan masalah yang kedua adalah keberlakuan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH.01.AH.02.12 Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata setelah dihapusnya Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Hasil penelitian tesis ini adalah, bahwa ratio legis ketentuan mengenai persekutuan perdata sebagai wadah persekutuan bagi Notaris dalam menjalankan

(7)

vii

jabatannya adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda, dan hak atas kebebasan berserikat,. Notaris bersama Notaris lainnya berdasarkan Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945, mempunyai hak kebebasan berserikat diatur pada Pasal 20 ayat (1) UUJN-P. Pendirian persekutuan perdata Notaris berdasarkan pada KUH Perdata dan KUHD, maka Notaris bersama teman sekutu Notaris lainnya bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas dengan siapa ia mengadakan perjanjian, dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian sebagaimana asas kebebasan berkontrak. Maka perjanjian yang telah disepakati oleh Notaris bersama dengan teman sekutu Notaris sepanjang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, maka perjanjian tersebut mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak, sebagaimana asas pacta sunt servanda. Berlakunya Peraturan Menteri Perserikatan Perdata Notaris ini sebagaimana adanya asas vermoeden van rechtmatigheid. Adanya kewenangan atribusi oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan belum adanya tindakan pencabutan terhadap Peraturan Menteri Perserikatan Perdata Notaris, maka Peraturan Menteri tersebut masih berlaku, guna memberi kepastian hukum kepada Notaris yang telah menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata sebelum adanya perubahan pada Pasal 20 UUJN.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberi saran yang pertama kepada Notaris bersama dengan teman sekutu Notaris lainnya yang menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata supaya tetap memperhatikan kewenangan, kewajiban, dan larangan Notaris, terutama dalam hal menjaga kerahasiaan akta. Hal ini wajib diperhatikan dan dipatuhi dikarenakan Notaris yang menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata menggunakan satu kantor yang sama bersama dengan teman sekutu Notaris lainnya. Kemudian saran kedua kepada Dewan Perwakilan Rakyat, agar melakukan pencabutan terhadap Peraturan Menteri Perserikatan Perdata Notaris, kemudian melakukan perubahan pada UUJN-P, supaya memberlakukan pasal yang menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai persekutuan perdata Notaris diatur dalam Peraturan Menteri sebagai peraturan pelaksana, guna terdapat kepastian hukum.

(8)

ix ABSTRACT

Elimination of Article 20 paragraph (3) of the UUJN causes a legal vacuum regarding the terms of the Notary's civil partnership. The ministerial regulation ordered in article 20 paragraph (3) of the UUJN is the regulation of the Indonesian Ministry of Law and Human Rights Number M.HH.01.AH.02.12 of 2010 concerning the terms of office of a notary in the form of a civil union (hereinafter referred to as the minister of notary public union). However, until now there has been no revocation of the regulation. The research questions were ratio legis concerning civil alliance as a forum for fellowship of notaries in carrying out their positions and the enforcement of the notary civil law minister's regulation after the removal of Article 20 paragraph (3) UUJN. It used normative legal research. The methods were legislative approaches, conceptual approaches, and case approaches.

Ratio legis provisions concerning civil partnership are as a forum for alliances for notaries in carrying out their positions based on the principle of freedom of contract, the principle of pacta sunt servanda, and the right to freedom of association. Based on Article 28 E paragraph (3) of the 1945 Constitution, the notary has the right to freedom of association. It is regulated in Article 20 paragraph (1) UUJN-P. A notary with a notary ally is free to enter into a civil partnership agreement based on the Civil Code and KUHD. It means that if the agreement meets Article 1320 of the Civil Code, it is binding as a law for the parties, as is the principle of pacta sunt servanda. In accordance with the regulation of the notary civil union minister as the principle of vermoeden van rechtmatigheid, it gives attribution authority by the Minister of Justice and Human Rights. Then, there is no revocation of the ministerial regulation, then the regulation is still valid for Notaries who have held their positions in the form of civil unions.

This research suggested to a notary together with a notary ally who ran his position in the form of a civil partnership in order to maintain the confidentiality of the deed. Then, it suggested to the minister of law and human rights to revoke the regulation of the notary public relations minister. Furthermore, it suggested to the People's Legislative Assembly and the President to make changes to the UUJN-P, so that it would apply an article stating that further provisions concerning the Notary civil partnership are regulated in the Ministerial Regulation as implementing regulations, for legal certainty.

Keywords: Legal Certainty, Notary Civil Partnership.

(9)

viii ABSTRAK

Dihapusnya Pasal 20 ayat (3) UUJN mengakibatkan terjadinya kekosongan hukum mengenai syarat menjalankan persekutuan perdata Notaris. Peraturan Menteri yang diperintahkan Pasal 20 ayat (3) UUJN adalah Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH.01.AH.02.12 Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris dalam Bentuk Perserikatan Perdata (selanjutnya disebut Peraturan Menteri Perserikatan Perdata Notaris). Namun, hingga saat ini belum ada pencabutan terhadap peraturan tersebut. Rumusan masalah dalam tesis ini adalah ratio legis ketentuan mengenai persekutuan perdata sebagai wadah persekutuan bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya, serta keberlakuan Peraturan Menteri Perserikatan Perdata Notaris setelah dihapusnya Pasal 20 ayat (3) UUJN. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Metode pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus.

Ratio legis ketentuan mengenai persekutuan perdata sebagai wadah persekutuan bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya berdasarkan asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda, dan hak atas kebebasan berserikat. Berdasarkan Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945, Notaris mempunyai hak kebebasan berserikat diatur dalam Pasal 20 ayat (1) UUJN-P. Notaris bersama teman sekutu Notaris bebas mengadakan perjanjian persekutuan perdata berdasarkan KUH Perdata dan KUHD. Maka perjanjian tersebut sepanjang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak, sebagaimana asas pacta sunt servanda. Berlakunya Peraturan Menteri Perserikatan Perdata Notaris sebagaimana adanya asas vermoeden van rechtmatigheid. Adanya kewenangan atribusi oleh Menteri Hukum dan HAM dan belum adanya tindakan pencabutan terhadap Peraturan Menteri tersebut, maka peraturan tersebut masih berlaku bagi Notaris yang telah menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata.

Saran pada penelitian ini yaitu kepada Notaris bersama dengan teman sekutu Notaris yang menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata supaya dapat menjaga kerahasiaan akta. Kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia agar melakukan pencabutan terhadap Peraturan Menteri Perserikatan Perdata Notaris, kemudian kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden melakukan perubahan pada UUJN-P, supaya memberlakukan pasal yang menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai persekutuan perdata Notaris diatur dalam Peraturan Menteri sebagai peraturan pelaksana, guna adanya kepastian hukum.

Kata Kunci: Kepastian Hukum, Persekutuan Perdata Notaris.

(10)

xiii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persyaratan Gelar ... ii

Lembar Pengesahan Pembimbing dan Kaprodi ... iii

Lembar Pengesahan Panitia Penguji ... iv

Surat Pernyataan ... v

Ringkasan ... vi

Abstrak ... viii

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 8

1.3.2.1. Manfaat Teoritis ... 8

1.3.2.2. Manfaat Praktis ... 8

1.4. Orisinalitas Penelitian ... 9

1.5. Tinjauan Pustaka ... 14

1.5.1. Teori Kepastian Hukum ... 14

1.5.2. Konsep Persekutuan Perdata ... 17

1.5.3. Teori Hierarki Perundang-Undangan ... 18

1.6. Metode Penelitian ... 20

1.6.1. Tipe Penelitian ... 20

1.6.2. Pendekatan Masalah ... 21

1.6.3. Sumber Bahan Hukum ... 24

1.6.3.1. Bahan Hukum Primer ... 24

(11)

xiv

1.6.3.2. Bahan Hukum Sekunder ... 24 1.6.4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum ... 25 1.6.5. Analisis Bahan Hukum ... 26 1.7. Sistematika Penulisan ... 26

BAB II RATIO LEGIS KETENTUAN MENGENAI PERSEKUTUAN PERDATA SEBAGAI WADAH PERSEKUTUAN BAGI NOTARIS DALAM MENJALANKAN JABATANNYA

2.1. Konsep Perserikatan Perdata ... 28 2.2. Konsep Persekutuan Perdata ... 29 2.3. Konsep Perkumpulan ... 49 2.4. Prinsip-Prinsip Hukum dalam Menjalankan Persekutuan Perdata ... 55 2.5. Hubungan Persekutuan Perdata dengan Jabatan Notaris ... 60 BAB III KEBERLAKUAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH.01.AH.02.12 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN MENJALANKAN JABATAN NOTARIS DALAM BENTUK PERSERIKATAN PERDATA SETELAH DIHAPUSNYA PASAL 20 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

3.1. Kedudukan Peraturan Menteri dalam Hierarki Peraturan Perundang- Undangan ... 71 3.2. Kewenangan Menteri Hukum dan Hak Aasasi Manusia dalam menetapkan Peraturan Menteri ... 77 3.3. Kewenangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH.01.AH.02.12 Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata ... 86 3.4. Kepastian Hukum Notaris Menjalankan Jabatan dalam Bentuk Persekutuan Perdata ... 93

(12)

xv

BAB IV PENUTUP

4.1. Simpulan ... 112 4.2. Saran ... 113

Daftar Peraturan Perundang-Undangan Daftar Bacaan

(13)

112 BAB IV PENUTUP

4.1. Simpulan

1. Ratio legis ketentuan mengenai persekutuan perdata sebagai wadah persekutuan bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda, dan hak atas kebebasan berserikat. Notaris bersama Notaris lainnya berdasarkan Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945, mempunyai hak kebebasan berserikat dimana hal ini dituangkan dalam Pasal 20 ayat (1) UUJN-P. Pendirian serta pengaturan persekutuan perdata Notaris berdasarkan pada KUH Perdata dan KUHD, maka Notaris bersama teman sekutu Notaris lainnya bebas dengan siapa ia mengadakan perjanjian dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian sebagaimana asas kebebasan berkontrak. Maka perjanjian yang telah disepakati oleh Notaris bersama dengan teman sekutu Notaris lainnya mengenai perjanjian pesekutuan perdata Notaris sepanjang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, maka perjanjian tersebut mengikat sebagai undang- undang bagi para pihak, sebagaimana asas pacta sunt servanda.

2. Berlakunya Peraturan Menteri Perserikatan Perdata Notaris ini sebagaimana adanya asas vermoeden van rechtmatigheid. Adanya kewenangan atribusi oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan belum adanya pencabutan terhadap Peraturan Menteri Perserikatan Perdata Notaris, maka Peraturan

(14)

113

Menteri tersebut masih berlaku. Berlakunya Peraturan Menteri Perserikatan Perdata Notaris guna memberi kepastian hukum kepada Notaris yang telah menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata sebelum adanya perubahan pada Pasal 20 UUJN. Dengan adanya perubahan pada Pasal 20 UUJN, peraturan yang mengatur mengenai syarat-syarat Notaris dalam menjalankan persekutuan perdata sangatlah dibutuhkan guna memberikan kepastian hukum bagi Notaris yang akan menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata Notaris.

4.2. Saran

1. Notaris bersama dengan teman sekutu Notaris lainnya yang menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata supaya tetap memperhatikan kewenangan, kewajiban, dan larangan Notaris dalam menjalankan jabatannya, terutama dalam hal menjaga kerahasiaan akta. Menjaga kerahasiaan akta merupakan kewajiban Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P, dimana hal ini wajib diperhatikan dan dipatuhi dikarenakan Notaris yang menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata Notaris menggunakan satu kantor yang sama bersama dengan teman sekutu Notaris lainnya.

2. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia agar melakukan pencabutan terhadap Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH.01.AH.02.12 Tahun 2010 tentang Persyaratan

(15)

114

Menjalankan Jabatan Notaris dalam Bentuk Perserikatan Perdata, kemudian Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden melakukan perubahan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, supaya memberlakukan pasal yang menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai persekutuan perdata Notaris diatur dalam Peraturan Menteri sebagai peraturan pelaksana, guna terdapat kepastian hukum bagi Notaris yang akan menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata Notaris, sehingga Notaris tetap memperhatikan kemandirian, ketidakberpihakan, dan menjaga kerahasiaan akta.

(16)

DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op het Notatis-ambt in Indonesie) (Ordonansi 11 Januari 1860)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432)

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491)

Peraturan Presiden

Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 84)

Peraturan Menteri

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH.01.AH.02.12 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris Dalam Bentuk Perserikatan Perdata.

(17)

DAFTAR BACAAN

Buku

A’an Efendi, et. al., Hukum Adminsitrasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2017.

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002.

_______, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Undang-Undang (Legisprudence) Volume I Pemahaman Awal, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010.

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Prenadamedia Group, Jakarta, 2014.

Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010.

Ghansham Anand, Karateristik Jabatan Notaris Di Indonesia, Prenadamedia Group, Jakarta, 2018.

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2014.

_______, Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2015.

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang (Bentuk-Bentuk Perusahaan), Djambatan, Jakarta.

Janus Sidabalok, Hukum Perusahaan Analisis Terhadap Pengaturan Peran Perusahaan Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Di Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung, 2012.

Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta, 2006.

Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan, Kanisius, Yogyakarta, 1998.

Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, 2017.

Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010.

(18)

_______, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2017.

M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

_______, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.

_______, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Prenada Media Group, Jakarta, 2014.

Philipus M. Hadjon, et.al, Hukum Administrasi dan Good Gevernance, Jakarta, Universitas Trisakti, 2010.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2017.

Rudhi Prasetya, Maatschap, Firma, dan Persekutuan Komanditer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Rr. Dijan Widijowati, Hukum Dagang, Andi, Yogyakarta, 2012.

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1995.

_______, Kamus Hukum, Penebar Swadaya, Jakarta, 2008.

Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Tuti Rastuti, Seluk Beluk Perusahaan & Hukum Perusahaan, Refika Aditama, Bandung, 2015.

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi di Indonesia, Dian Rakyat, 1985.

Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.

(19)

Tesis dan Disertasi

Andi Syarif, Akibat Hukum Kepailitan Persekutuan Perdata Notaris Terhadap Notaris Persekutuan, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2017.

Desi Sukmayanti, Pelaksanaan Jabatan Notaris dengan Bentuk Perserikatan Perdata, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2010.

Galih Cakra Wigusta, Perbandingan Hukum Mengenai Maatschap Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Dan Perserikatan Perdata Undang-Undang Jabatan Notaris Serta Implementasinya Pada Notaris, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 2017.

Rusdianto Sesung, Prinsip Kesatuan Hukum Nasional Dalam Pembentukan Produk Hukum Pemerintah Daerah Otonomi Khusus atau Sementara, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, 2016.

Putusan

Putusan Mahkamah Agung Nomor 49 P/HUM/2010 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 069/PUU-II/2004

Naskah Akademik

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Nakah Akademik RUU Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer, 2013.

Materi Pembelajaran

Rusdianto Sesung, Perihal Wewenang, disampaikan dalam Program Taklim Kenotariatan yang Diselenggarakan oleh Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Narotama, Surabaya, 26 Januari 2018.

Referensi

Dokumen terkait

Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat langsung oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai wewenang yang di percayai dan di angkat langsung oleh negara

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR08.10 Tahun 2004 tentang Tata

Wewenang dari MPD diatur dalam Pasal 66, Pasal 70 dan Pasal 71 UUJN dan juga dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Menurut peraturan menteri hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH.01.AH.09.01 tahun 2001 yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil adalah

Tahun 2010 tentang persyaratan menjalankan jabatan notaris dalam bentuk perserikatan perdata juga dinilai tidak sesuai, dikarenakan profesi seorang notaris harus telah mandiri saat

Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 01/PB/MA/III/2014 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: 03 Tahun 2014

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, terbukti bahwa Pasal 11 dan Pasal 12 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 01

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata