• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerentanan Berlapis Generasi Muda

N/A
N/A
Albertus Adhitya

Academic year: 2024

Membagikan "Kerentanan Berlapis Generasi Muda"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Kerentanan Berlapis Generasi Muda

Generasi muda terbebani ekspektasi ganda, antara ”citra keserbamudahan” dan tantangan melebihi generasi pendahulu.

Menjadi anak muda adalah berkah sekaligus kutukan. Pada satu sisi, mereka dipandang sebagai ahli waris estafet kepemimpinan bangsa, harapan masa depan, agen perubahan, dan pendobrak kondisi yang jumud.

Namun, di sisi sebaliknya, anak muda dianggap ”belum matang”, minim pengalaman, rentan terjerumus kenakalan dan penyalahgunaan (dalam banyak aspek), enggan diatur, gampang emosi, labil.

Tidak jarang disposisi tersebut melahirkan sentimen atau label terhadap generasi muda saat ini.

Sebutlah, umpamanya, generasi stroberi (lembek), manja, kurang daya juang, ”si paling healing dan mental health”, dan sejenisnya yang bertebaran di media sosial.

Panorama seperti itu tentu bukan barang baru. Sejak zaman Plato dan Aristoteles pun telah ada judgment kepada anak muda dengan langgam yang mirip.

Paradoks teknologi digital

Dalam kajian Digital Civility Index oleh perusahaan Microsoft tahun 2020 ada temuan bahwa anak muda milenial dan gen Z (lahir 1997-2012) adalah kelompok usia yang paling rentan terhadap hoaks, berita palsu, ujaran kebencian, dan perundungan siber. Dan, kaum perempuan merasa lebih berisiko ketimbang laki-laki (Microsoft, 2020).

Penggunaan teknologi memiliki berbagai dampak, di sisi lain menawarkan lautan pengetahuan, sedangkan di lain seberangnya mengundang mara bahaya, seperti pencurian data pribadi, perundungan, sampai kecemasan berlebih akibat gempuran konten.

Generasi lelah dan apa apa “-anxiety”

Survei global tahun 2021 dengan total 10.000 responden berusia 16-25 tahun menunjukkan hasil yang senada (Elizabeth Marks, et al, 2021). Sebanyak 59 persen responden merasa sangat cemas (extremely worried), 84 persen cemas sedang, dan lebih dari 50 persen mengaku merasa sedih, cemas, geram, marah, tak berdaya, tidak punya kuasa sama sekali, hingga perasaan bersalah. Dan, lebih dari 45 persen responden mengaku kalau kecemasan atas lingkungan ini berdampak nyata pada kehidupan dan fungsi sosial sehari-hari mereka.

(2)

Isu lain yang membebani generasi muda adalah transisi dan kesejahteraan. Seperti peralihan dari sigle-menikah, studi-kerja, hingga miskin-menengah-sejahtera. Selain itu ada temuan bahwa isu strategis teratas yang menjadi perhatian anak muda dalam Pemilu 2024 adalah isu kesejahteraan masyarakat (44,4 persen). Menyusul isu kedua adalah lapangan pekerjaan (21,3 persen). Pemberantasan korupsi (15,9 persen) juga menjadi perhatian selanjutnya.

Kini semua memang termudahkan. Namun, distraksi luar biasa melimpah. Banjir informasi dari segala penjuru. Ada Tiktok, Instagram, Twitter, gim, kedai kopi di kanan-kiri, rayuan wisata, hingga budaya hedon dan jeratan pinjaman online.

(3)

Pertanyaan Reflektif

1. Apa saja tantangan yang kamu alami di usiamu saat ini hingga membuatmu gelisah?

2. Adakah sosok atau hal yang menjadi penyebab rasa “gelisahmu”

3. Bagaimana kamu mengatasi rasa “gelisahmu”? adakah sosok yang menjadi membantumu?

Referensi

Dokumen terkait

Generasi Z atau yang kemudian banyak dikenal dengangenerasi digital merupakan generasi muda yang tumbuh danberkembang dengan sebuah ketergantungan yang

HOAX: PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN EDUKASI DI ERA LITERASI DIGITAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER GENERASI MUDA 9 komunitas anak muda, seperti sanggar bermain, sanggar menari,

Yang dimaksud dengan pernikahan usia muda dalam penelitian ini adalah. ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai

Kesimpulan Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat , Judul : “Pelatihan Keterampilan Digital Content Creator Dalam Meningkatkan life skill Generasi Muda Untuk