• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan - Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan - Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pernikahan

2.1.1 Pengertian Pernikahan

Persiapan penikahan juga berarti sejauh mana muda-mudi mempunyai

pegangan dalam memilih teman hidup. Apakah pegangan yang didasarkan pada ciri

luar, misalnya gagah/cantik; atau kualitas pribadi, ataukah kekayaan? Informasi

mengenai pegangan dalam memilih teman hidup ini dapat diperoleh dari orangtua,

baik secara sengaja maupun sebagai suri tauladan. Orangtua yang sudah lebih

berpengalaman dalam perjalanan hidup, tentunya sangat berguna bagi muda-mudi

sebagai sumber informasi, walaupun seringkali perlu dilakukan

perubahan-perubahan disana-sini sesuai dengan zamannya.

Dengan demikian, pernikahan tidak hanya didasari cinta yang buta, tetapi

disertai pertimbangan-pertimbangan rasional, mengingat perbedaan “dunia” antar

pasangan.Masa sebelum menikah dapat di jadikan masa pengamatan, pemahaman

dan penyesuaian diri antar pasangan. Persiapan pernikahan yang matang meliputi

persiapan yang menyangkut diri sendiri, penerimaan pasangan, serta perencanaan

masa depan bersama.

Pernikahan adalah awal dari pembentukan keluarga.Dari sudut pandang

psikologis, keluarga dapat dilihat dari individu-individu yang ada dalam satu

keluarga, dan bagaimana relasi antar individu-individu tersebut.Dengan demikian,

persiapan psikologis individu/tokoh utama yang di soroti adalah muda-mudi calon

(2)

Adapun individu-individu lain di pandang sebagai lingkungan sosial yang berkaitan

dengan fase pra nikah maupun pasca nikah.Pada fase pra nikah lingkungan sosial

terdekat adalah orang tua, sanak saudara, teman sejenis maupun lawan jenis.Pada

fase pasca nikah lingkungan terdekat adalah orang tua/mertua, sanak saudara dari

kedua belah pihak, teman sebaya sejenis maupun lawan jenis. (Setiono, 2011:12&13)

Perkawinan adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia berlawanan

jenis dalam suatu ikatan yang suci dan mulia di bawah lindungan hukum Tuhan

Yang Maha Esa.( Widyasih, 2009:105)

Dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan,

mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(Undang-Undang No 1 Tahun 1974)

Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang perkawinan, syarat

melangsungkan perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan

melangsungkan sebuah perkawinan. Syarat-syarat tersebut yaitu:

• Ada persetujuan dari kedua belah pihak.

• Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua orang

tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak

mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari orang tua

yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

• Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan

(3)

keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke

atas.

Menurut Saxton pernikahan memiliki dua makna, yaitu:Sebagai suatu

institusi sosial. Suatu solusi kolektif terhadap kebutuhansosial.Eksistensi dari

pernikahan itu memberikan fungsi pokok untukkelangsungan hidup suatu

kelompok dalam hal ini adalah masyarakat.kemudian makna individual,

Pernikahan sebagai bentuk legitimisasi (pengesahan) terhadap peran sebagai

individual, tetetapi yang terutama, pernikahan dipandang sebagai sumber

kepuasan personalSaxton( dalam Naibaho, 2013:13).

2.1.2 Keharmonisan Keluarga

Dari sudut pandang psikologi, keluarga dapat dilihat sebagai relasi antar

anggota-anggotanya. Dalam keluarga batih (nuclear family) relasi antar anggota

keluarga terdiri antara relasi suami/bapak dan istri/ibu, orangtua-anak, ibu-anak,

bapak-anak dan anak-anak. Dalam keluarga diperluas (extended family), anggota

keluarga ditambah nenek/kakek, paman/bibi, keponakan dan sebagainya,

sehingga relasi antar anggota keluarga juga lebih banyak dan kompleks.

Kesejahteraan /keharmonisan keluarga dapat tercapai, apabila antar

anggota keluarga saling pengertian. Namun, pada kenyataan saling pengertian

antar anggota keluarga sulit tercapai, sebab adanya perbedaan “dunia” dari

masing-masing anggota keluarga. Perbedaan “dunia” tersebut misalnya terlihat

pada perbedaan dunia pria dan wanita, sehingga hal ini akan mempengaruhi

hubungan suami-istri; ibu dengan anak laki-lakinya; bapak dengan anak

perempuannya; atau anak laki-laki dengan anak perempuan. Perbedaan “dunia”

tersebut juga terlihat pada perbedaan tahap perkembangan anggota keluarga.

(4)

dipertemukan dengan yang lain. Terlebih lagi bila anggota keluarga dalam priode

krisis, yaitu priode dalam kehidupan manusia yang biasanya menimbulkan

kesukaran dalam diri maupun lingkungan. Dapat dibayangkan kalau dalam satu

keluarga ayah sedang dalam priode krisis karena menjelang pensiun, anak tertua

usia remaja yang merupakan usia yang sukar, ibu dalam priode krisis menjelang

menopause. Perbedaan “dunia” tersebut ditambah perbedaan kondisi

sosio-ekonomi suami istri, suku bangsa, atau agama. (Setiono,2011:9&10)

Adapun Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga

Ada banyak ahli yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi keharmonisan keluarga. Di bawah ini akan dikemukakan

beberapa faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga menurut para ahli.

Keluarga harmonis atau sejahtera merupakan tujuan penting. Oleh karena itu

untuk menciptakan perlu diperhatikan faktor-faktor berikut:

1. Perhatian. Yaitu menaruh hati pada seluruh anggota keluarga sebagai

dasar utama hubungan yang baik antar anggota keluarga. Baik pada

perkembangan keluarga dengan memperhatikan peristiwa dalam

keluarga,dan mencari sebab akibat permasalahan, juga terdapat perubahan

pada setiap anggotanya.

2. Pengetahuan. Perlunya menambah pengetahuan tanpa henti-hentinya

untuk memperluas wawasan sangat dibutuhkan dalam menjalani

kehidupan keluarga. Sangat perlu untuk mengetahui anggota keluaranya,

yaitu setiap perubahan dalam keluarga, dan perubahan dalam anggota

keluarganya, agar kejadian yang kurang diinginkan kelak dapat

(5)

3. Pengenalan terhadap semua anggota keluarga. Hal ini berarti pengenalan

terhadap diri sendiri dan pengenalan diri sendiri yang baik penting untuk

memupuk pengertian-pengertian.

4. Bila pengenalan diri sendiri telah tercapai maka akan lebih mudah

menyoroti semua kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam keluarga.

Masalah akan lebih mudah diatasi, karena banyaknya latar belakang

lebihcepat terungkap dan teratasi, pengertian yang berkembang akibat

pengetahuan tadi akan mengurangi kemelut dalam keluarga.

5. Sikap menerima. Langkah lanjutan dari sikap pengertian adalah

sikapmenerima, yang berarti dengan segala kelemahan, kekurangan,

dankelebihannya, ia seharusnya tetap mendapatkan tempat dalam

keluarga.Sikap ini akan menghasilkan suasana positif dan berkembangnya

kehangatan yang melandasi tumbuh suburnya potensi dan minat

darianggota keluarga.

6. Peningkatan usaha. Setelah menerima keluarga apa adanya maka perlu

meningkatkan usaha. Yaitu dengan mengembangkan setiap dari aspek

keluarganya secara optimal, hal ini disesuaikan dengan setiap kemampuan

masing-masing, tujuannya yaitu agar tercipta perubahan-perubahan

danmenghilangkan keadaan bosan.

7. Penyesuaian harus perlu mengikuti setiap perubahan bai

(6)

Keluarga harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila dalam kehidupannya telah

memperlihatkan faktor-faktor berikut:

1. Faktor kesejahteraan jiwa. Yaitu rendahnya frekwensi pertengkaran

danpercekcokan di rumah, saling mengasihi, saling membutuhkan,

salingtolong-menolong antar sesama keluarga, kepuasan dalam pekerjaan

danpelajaran masing-masing dan sebagainya yang merupakan

indikator-indikatordari adanya jiwa yang bahagia, sejahtera dan sehat.

2. Faktor kesejahteraan fisik. Serinnya anggota keluarga yang sakit,

banyakpengeluaran untuk kedokter, untuk obat-obatan, dan rumah sakit

tentu akanmengurangi dan menghambat tercapainya kesejahteraan

keluarga.

3. Faktor perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan

keluarga.Kemampuan keluarga dalam merencanakan hidupnya

dapatmenyeimbangkan pemasuk

Kunci utama keharmonisan sebenarnya terletak pada kesepahaman hidup

suami dan istri. Karena kecilnya kesepahaman dan usaha untuk saling memahami ini

akan membuat keluarga menjadi rapuh. Makin banyak perbedaan antara kedua belah

pihak maka makin besar tuntutan pengorbanan dari kedua belah pihak.Jika salah

satunya tidak mau berkorban maka pihak satunya harus mau berkorban.Jika

pengorbanan tersebut telah melampaui batas atau kerelaannya maka keluarga

tersebut akan terancam.Maka fahamilah keadaan pasangan, baik kelebihan maupun

kekurangannya yang kecil hinga yang tebesar untuk mengerti sebagai landasan

dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Rencana kehidupan yang dilakukan kedua

(7)

ini keluarga bisa mengantisiapsi hal yang akan datang dan terjadi saling membantu

untuk misi keluarga.

http://mozaikbimbingankonselingii.blogspot.com/2013/04/konsep-keluarga-bahagia-makalah-mk-bk.html

2.1.3 Peran dan fungsi keluarga A. Fungsi agama

Agama adalah dasar kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang ada sejak

dalam kandungan.Keluarga adalah tempat pertama seorang anak mengenal

agama.Keluarga juga menanamkan dan menumbuhkan serta mengembangkan

nilai-nilai agama, sehingga anak menjadi manusia yang berakhlak baik dan

bertaqwa.Setiap manusia mempunyai kewajiban yang berbeda.Kewajiban tersebut

disesuaikan berdasarkan umur dan profesinya. Karena itu penting bagi

maing-masing individu untuk mengetahui dan dasar dengan tanggung jawab yang

dipikulnya, termasuk dengan pengetahuan akan eksitensinya sebagai manusia

yang dicipta oleh yang Maha Pencipta.

Manusia pada hakekatnya dciptakan tak lain adalah untuk menyembah

kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena itu sangat pantaslah sekiranya setiap

langkah yang akan dituju oleh setiap manusia hanyalah mengharap atas ridho dari

Allah SWT. Dalam hidup perjalanan setiap manusia sesungguhnya tak lepas dari

sekedar menjalani sebuah skenario yang telah digariskan oleh yang Maha

mengatur, sehingga masing-masuing orang satu sama lain baik rezeki, musibah

dan takdir pasti tidak akan sama, karena disitulah letak kerahasiaan dari Sang

Pencipta. Dalam fungsi agama, terdapat 12 nilai dasar yang mesti dipahami dan

(8)

1. Iman, yang dimaksud dengan iman yaitu mempercayai akan adanya Allah

SWT, Tuhan YME, mengamalkan segala ajaranNya.

2. Taqwa, yang dimaksud dengan taqwa adalah mengamalkan segala sesuatu

yang diperintahkan dan menghindari segala yang dilarang Allah SWT.

3. Kejujuran, yang dimaksud dengan kejujuran yaitu menyampaikan apa

adanya.

4. Tenggang rasa ditandai dengan adanya kesadaran bahwa setiap orang

berbeda dalam setiap sifat dan karakternya.

5. Rajin, maksudnya menyediakan dan tenaga untuk menyelesaikan

tugasnya dengan berusaha untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

6. Kesalehan, maksudnya memiliki nilai moral yang tinggi dengan

melakukan sesuatu yang benar secara konsisten.

7. Ketaatan, maksudnya dengan segera dan senang hati melaksanakan apa

yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

8. Suka membantu, memiliki kebiasaan menolong dan membantu orang lain

tanpa mengharapkan imbalan.

9. Disiplin, maksudnya menepati waktu, mematuhi aturan yang telah

disepakati.

10.Sopan santun, maksudnya adalah seseorang yang berperilaku sesuai

dengan norma-norma dan nilai-nilai agama.

11.Sabar dan Ikhlas, maksudnya kemampuan seseorang untuk menahan diri

dalam menginginkan sesuatu serta dalam menghadapi suatu kesulitan.

12.Kasih sayang, merupakan ungkapan perasaan dengan penuh perhatian,

(9)

B. Fungsi Sosial Budaya

Dalam fungsi sosial budaya, terdapat 7 (tujuh) nilai dasar yang mesti dipahami

dan ditanamkan dalam keluarga. Tujuh nilai dasar tersebut diantaranya:

1. Gotong royong, melakukan pekerjaan secara bersama-sama yang dilandasi

oleh sukarela dan kekeluargaan.

2. Sopan santun, perilaku seseorang yang sesuai dengan norma-norma sosial

budaya setempat.

3. Kerukunan, hidup berdampingan dalam keberagaman secara damai dan

harmonis.

4. Peduli, mendalami perasaan dan pengalaman orang lain.

5. Kebersamaan, adanya perasaan bersatu, sependapat, dan sekepentingan.

6. Toleransi, bersikap menghargai pendirian yang berbeda atau bertentangan

dengan pendirian sendiri.

7. Kebangsaan, kesadaran diri sebagai warga Negara Indonesia harus

menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa.

C. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang

Dalam fungsi cinta dan kasih sayang terdapat 8 (delapan) nilai dasar yang

mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga, diantaranya adalah:

1. adalah memahami dan mengerti akan perasaan orang lain.

2. Akrab, hubungan yang dilandasi oleh rasa kebersamaan dan kedekatan

perasaan

3. Adil, memerlukan orang lain dengan sikap tidak memihak

4. Pemaaf, dapat menerima kesalahan orang lain tanpa perasaan dendam

(10)

6. Suka menolong, ditandai dengan tindakan suka menolong dan suka

membantu orang lain

7. Pengorbanan, kerelaan memberikan sebagian haknya untuk membantu

orang lain

8. Tanggung jawab, mengetahui serta melakukan apa yang menjadi tugasnya.

D. Fungsi Perlindungan

Dalam fungsi perlindungan terdapat 5 (lima) nilai dasar yang mesti dipahami

dan ditanamkan dalam keluarga. Nilai dasar tersebut diantaranya:

1. Aman, dimaksudkan suatu perasaan yang terbatas dari ketakutan dan

kekhawatiran

2. Pemaaf, memberitahukan atau menunjukkan kesalahan seseorang dan

memberi kesempatan untuk memperbaikinya

3. Tanggap, maksudnya mengetahui dan menyadari sesuatu yang akan

membahayakan/mengkhawatirkan

4. Tabah, mampu menahan diri ketika menghadapi situasi yang tidak di

harapkan

5. Peduli, suatu upaya untuk memelihara, melindungi lingkungan dari

kerusakan

E. Fungsi Reproduksi

Diantaranya adalah tanggung jawab, sehat, dan teguh.

1. Tanggung jawab, dimaksudkan untuk mengetahui apa yang menjadi

(11)

2. Sehat, dimaksudkan untuk keadaan sehat secara fisik, fungsi dan system

reproduksi serta rohani/emosional, orang yang sehat dalam fungsi

reproduksi di cirikan dengan kemampuan seseorang menjaga kebersihan

dan kesehatan reproduksinya.

3. Teguh, dimaksudkan untuk keteguhan dalam fungsi reproduksi yaitu

kemampuan seseorang mampu menjaga kesucian organ reproduksinya

sebelum menikah.

F. Fungsi Sosialisasi dan pendidikan

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia dalam

kehidupannya saling membutuhkan bantuan satu sama lain, hidup secara

berkelompok dan bermasyarakat. Setiap manusia memiliki system sosial terkecil

yaitu keluarga.Menurut Coleman dan Cressey, Keluarga adalah sekelompok orang

yang di hubungkan oleh pernikahan, keturunan atau adopsi yang hidup bersama

dalam sebuah rumah tangga.

Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.Keluarga

selain berfungsi sebagai pendidik juga sebagai pembimbing dan pendamping dalam

tumbuh kembang anak, baik secara fisik, mental, sosial dan spiritual.Mendidik anak

adalah kewajiban orang tua.

Dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan terdapat 7 nilai dasar yang mesti di

pahami dan ditanamkan dalam keluarga. Ketujuh nilai dasar tersebut diantaranya :

1. Percaya diri dalam fungsi sosialisasi/pendidikan adalah kebebasan berbuat

secara mandiri dengan mempertimbangkan serta memutuskan sendiri tanpa

(12)

2. Luwes dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan adalah mudah menyesuaikan

diri dengan situasi dan kondisi misalnya mudah bergaul dengan siapa saja.

3. Bangga dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan, yaitu perasaan senang yang

dimiliki, ketika selesai melaksanakan tugas/pekerjaan yang menantang atau

berhasil meraih sesuatu yang di inginkan.

4. Rajin dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan yaitu menyediakan waktu dan

tenaga untuk menyelesaikan tugasnya dengan berusaha untuk mendapatkan

hasil yang maksimal.

5. Kreatif dalam fungsi sosial dan pendidikan

6. Tanggungjawab dalam fungsi sosialisasi danb pendidikan maksudnya

mengetahui serta melakukan apa yang telah menjadi tugasnya.

7. Kerjasama dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan maksudnya melakukan

sesuatu pekerjaan secara bersama-sama.

G. Fungsi Ekonomi

Dalam menjalani kehidupan manusia membutuhkan berbagai jenis dan macam

barang-barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhannya diantaranya adalah:

1. Kebutuhan primer

Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok yang benar-benar sangat di

butuhkan oleh keluarga dan sifatnya wajib untuk dipenuhi, contohnya kebutuhan

sandang, pangan, dan papan.

2. Kebutuhan sekunder

Kebutuhan skunder keluarga adalah kebutuhan yang diperlukan setelah

semuakebutuhan pokok terpenuhi, contohnya kebutuhan rekreasi, kebutuhan

(13)

3. Kebutuhan tersier

Kebutuhan tersier keluarga adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah,

tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan promer

dan kebutuhan skunder, contohnya adalah mobil, computer, apartemen, dan

lainsebagainya.

H. Fungsi Lingkungan

Dalam fungsi lingkungan terdapat 2 (dua) nilai dasar yang mesti di pahami dan

di tanamkan dalam keluarga. Kedua nilai dasar tersebut diantaranya :

1. Bersih maksudnya suatu keadaan lingkungan yang bebas dari kotoran, sampah

dan polusi.

2. Disiplin, maksudnya mematuhi aturan dan kesepakatan yang berlaku(Kurikulum

Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja BKR tahun 2014).

2.1.4 Pola Asuh Orangtua

Pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif

konsistensi dari waktu ke waktu. Dalam mengasuh anak orang tua cenderung

menggunakan pola asuh tertentu. Menurut dr. Baumrind, terdapat 3 macam pola asuh

orang tua yaitu demokratis, otoriter dan permisif.

a. Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan

anak, akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua dengan

perilaku ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau

pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap

(14)

kemampuan anak. orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada

anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya

kepada anak bersifat hangat. (Ira Petranto, 2005). Misalnya ketika orang tua

menetapkan untuk menutup pintu kamar mandi ketika sedang mandi dengan

diberi penjelasan, mengetuk pintu ketika masuk kamar orang tua,

memberikan penjelasan perbedaan laki-laki dan perempuan, berdiskusi

tentang hal yang tidak boleh dilakukan anak misalnya tidak boleh keluar dari

kamar mandi dengan telanjang, sehingga orang tua yang demokratis akan

berkompromi dengan anak.

b. Otoriter

Pola asuh ini sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak

harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman mislalnya, kalau

tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini

cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau

melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak

segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi

dan dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. (Ira Petranto, 2005).

Misalnya anaknya harus menutup pintu kamar mandi ketika mandi tanpa

penjelasan, anak laki-laki tidak boleh bermain dengan anak perempuan,

melarang anak bertanya kenapa dia lahir, anak dilarang bertanya tentang

lawan jenisnya. Dalam hal ini tidak mengenal kompromi.Anak suka atau

tidak suka, mau atau tidak mau harus memenuhi target yang ditetapkan orang

tua.Anak adalah obyek yang harus dibentuk orang tua yang merasa lebih tahu

(15)

c. Permisif

Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk

melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung

tidak menegur / memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan

sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka, sehingga seringkali

disukai oleh anak. (Ira Petranto, 2005). Misalnya anak yang masuk kamar

orang tua tanpa mengetuk pintu dibiarkan, telanjang dari kamar mandi

dibiarkan begitu saja tanpa ditegur, membiarkan anak melihat gambar yang

tidak layak untuk anak kecil, degan pertimbangan anak masih kecil.

Sebenarnya, orang tua yang menerapka pola asuh seperti ini hanya tidak ingin

konflik dengan anaknya.

Karakteristik Anak Dalam Kaitannya dengan Pola Asuh Orang tua

1. Pola asuh demokratis akan menghasikan karakteristik anak-anak yang

mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman,

mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan

koperatif terhadap orang-orang lain.

2. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut,

pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar

norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.

3. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang

impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang

sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial (Rina M.

(16)

Syarat Pola Asuh Efektif

Pola asuh yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi mampu

memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang efektif

adalah landasan cinta dan kasih sayang.Berikut hal-hal yang dilakukan orang tua

demi menuju pola asuh efektif :

a. Pola Asuh harus dinamis Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya

pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai contoh, penerapan pola

asuh untuk anak balita tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia

sekolah. Pasalnya,kemampuan berfikir balita masih sederhana. Jadi pola

asuh harus disertai komunikasi yag tidak bertele-tele dan bahasa yang

mudah dimengerti.

b. Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak

Ini perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak yang

berbeda. perkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat

terlihat seumpama jika mendengar alunan musik, dia lebih tertarik

ketimbang anak seusianya, kalau orang tua sudah memiliki gambaran

potensi anak, maka ia perlu diarahkan dan difasilitasi.

c. Ayah ibu mesti kompak Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh

yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya “berkompromi”

dalam menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak.

d. Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orang tua Penerapan pola

asuh juga membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua sehingga bisa

dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-nilai kebaikan

(17)

e. Komunikasi efektif Syarat untuk berkomunkasi efektif sederhana yaitu

luangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak. Jadilah

pendengar yang baik dan jangan meremehkan pendapat anak. Dalam

setiap diskusi, orang tua dapat memberikan saran, masukan atau

meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah.

f. Disiplin

Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh, mulailah dari hal-hal

kecil dan sederhana. Misal, membereskan kamar sebelum berangkat

sekolah anak juga perlu diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa

lebih teratur dan efektif mengelola kegiatannya. Namun penerapan

disiplin mesti fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan / kondisi anak.

g. Orangtua konsisten Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap,

misalnya anak tidak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk,

tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia

belajar untuk konsisten terhadap sesuatu, sebaliknya orang tua juga harus

konsisten, jangan sampai lain kata dengan perbuatan.

Faktor Utama yang Mempengaruhi Pola Asuh

a. Budaya

Orang tua mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua

merasa bahwa orang tua mereka berhasil mendidik mereka dengan baik,

maka mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuh

mereka.

b. Pendidikan Orang Tua Orang tua yang memiliki pengetahuan lebih

(18)

c. Status Sosial Ekonomi Orang tua dari kelas menengah rendah cenderung

lebih keras/lebih permessif dalam mengasuh anak

2.2 Pernikahan Usia Muda

2.2.1 Masa Remaja

Kurt Lewin menggambarkan tingkahlaku yang menurut pendapatnya akan

selalu terdapat pada remaja :

1. Pemalu dan Perasa, Tetapi sekaligus juga cepat marah dan agresif

sehubungan belum jelasnya batas-batas antara berbagai sektor di lapangan

psikologi remaja.

2. Ketidakjelasan batas-batas ini menyebabkan pula remaja terus menerus merasakan pertentangan antar sikap, nilai, ideologi dan gaya hidup.

Konflik ini di pertajam dengan keadaan diri remaja yang berada di

ambang peralihan antara masa anak-anak dan dewasa, sehingga ia dapat

disebut manusia marginal. Jadi ia tidak punya tempat berpijak yang bisa

memberinya rasa aman, kecuali dalam hubungannya dengan teman

sebayanya.

3. Konflik sikap, Nilai dan Ideologi Tersebut muncul dalam bentuk

ketegangan emosi yang meningkat.

4. Ada kecendrungan pada remaja untuk mengambil posisi yang sangat

ekstrim dan merubah kelakuannya secara drastis, akibatnya sering muncul

(19)

5. Bentuk bentuk khusus dari tingkahlaku remaja pada berbagai individu yang berbeda akan sangat di tentukan oleh sifat dan kekuatan dorongan

yang saling berkonflik tersebut. (Sarwono,1989:43-44)

Proses perkembangan yang di alami remaja akan menimbulkan permasalahan

bagi mereka sendiri dan mereka yang berada dekat dengan lingkungan hidupnya.

Dari semua perubahan yang telah dan akan di alami pada masa remaja, tertinggal

aspek aspek yang berarti bagi remaja, yang akan di persatukan dalam suatu identitas

diri. Sesungguhnya semua permasalahan selama masa peralihan di warnai oleh

masalah utama, yakni pembentukan identitas diri. Dalam pertaliannya dengan

lingkungan dekat dan perubahan peranan sosial, akan di hadapi masalah pelepasan

diri dari orang tua. Masih banyak permasalahan sehubungan dengan masa peralihan

yang di alami pada masa-masa remaja.(Gunarsa,1978:3-4)

Untuk menghindari kesimpang siuran dan kesalah pahaman dalam

penggunaan istilah dan bidang penyorotan dengan tujuan yang sama baik istilah

remaja di jelaskan terlebih dahulu. Istilah asing yang sering di pakai untuk

menunjukan masa remaja, yaitu PUBERTY : berasal dari bahasa latin yang artinya

PUBERTAS, berarti Kelaki-lakian, Kedewasaan, yang di landasi oleh sifat dan tanda

kelaki-lakian. Dari Kepustakaan yang di dapatkan:

Puberteit adalah masa antara 12 dan 16 tahun.Pengertian pubertas meliputi

perubahan fisik dan fisikis.Andolescentia adalah masa sesudah pubertas, yakni masa

antara 17 dan 22 tahun.Tinjauan psikologis di lakukan terhadap usaha remaja dalam

mencari dan memperoleh tempat dalam masyarakat dengan peranan yang

(20)

Penggolongan remaja menurut Thornburg dalam (Agustiani,2009:33) terbagi

tiga tahap yaitu :

a. Remaja awal usia 13-14 tahun : Masa remaja awal umumnya individu telah

memasuki pendidikan di bangku sekolah menengah tingkat pertama

b. Remaja Tengah 15-17 tahun : Individu sudah duduk di sekolah menengah

atas.

c. Remaja akhir usia 18-21 tahun : biasanya individu telah memasuki pergurun

tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja. (Dariyo,2004:14)

Menurut Erikson dalam (Agustiani,2009:33) seseorang remaja bukan sekedar

mempertanyakan siapa diriny, tetapi bagaimana dan dalam konteks apa dia bisa jadi

bermakna dan di maknakan. Dengn kata lain, identitas sorang tergantung pula pada

bagaiman orang lain mempertimbangkan kehadirannya.

Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat membawa akibat

bahwa fokus utama dari perhatian remaja adalah dirinya sendiri. Secara psikologis

proses-proses dalam diri remaja semua tengah mengalami perubahan, dan

komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional, dan kognitif sedang mengalami

perubahan besar. Sekarang dengan terbukanya kemungkinan bagi semua objek untuk

di fikirkan dengan cara hipotesis, berbeda dan baru, dan dengan dan perubahan

dirinya yang radikal, sepantasnyalah bagi individu untuk memfokuskan pada dirinya

(21)

2.2.2 Pengertian Pernikahan usia muda

Pernikahan usia muda adalah sebuah pernikahan yang salah satu atau kedua

pasangan berusia dibawah tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah

mengenah atas. Jadi, sebuah pernikahan disebut pernikahan dini, jika kedua atau

salah satu pasangan masih berusia dibawah 18 tahun (masih berusia remaja).

Usia muda didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke

masa dewasa. Batasan usia muda berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya

setempat. Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12-24 tahun. Sedangkan dari

segi program pelayanan, definisi yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah

mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BkkbN

batasan usia muda adalah 10-21 tahun (BKKBN, 2005). WHO Expert Comitte

memberikan batasan-batasan pertama tentang definisi usia muda bersifat

konseptional pada tahun 1974. Dalam hal ini ada 3 kategori yaitu biologis, psikologis

dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut tersembunyi sebagai

berikut, usia muda adalah suatu masa dimana :

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda

seksual sekunder sampai ia mencapai kematangan sendiri.

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dari masa kanak-kanak menjadi

dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relatif mandiri.

Dari batasan usia muda di atas ditetapkan batasan usia muda antara 11-19 tahun,

dimana di antara usia tersebut sudah menunjukan tanda-tanda seksualnya. Bila hal ini

(22)

mengenai kesehatan pada usia muda khususnya wanita yang kehamilannya terlalu

awal

10:00)

2.2.3 Resiko Pernikahan Usia Muda

Konsultan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi dokter Julianto

Witjaksono juga menerangkan banyak terjadi resiko penyakit dan kelainan terutama

saat kehamilan muda. “Karena secara biologis perempuan di bawah usia 20 tahun

belum siap, sehingga resikonya sangat tinggi bagi ibu dan bayi. Berdasarkan kajian

bidang kesehatan, rentang usia perkawinan paling aman bagi seorang wanita

adalah 20-35 tahun. Pada usia itu, seorang perempuan masuk dalam kategori usia

dewasa muda. Pernikahan wanita di bawah usia 20 tahun memiliki resiko tinggi

akan kematian. Adapun risiko kehamilan remaja lebih tinggi dibandingkan

kehamilan pada usia reproduksi sehat (20-35 tahun), antara lain terjadi tiga sampai

tujuh kali kematian dalam kehamilan dan persalinan terutama akibat pendarahan dan

infeksi. Selain itu, satu sampai dua dari empat kehamilan remaja mengalami depresi

pasca persalinan.wanita di bawah 20 tahun memiliki resiko tinggi untuk penyakit dan

kematian ketika menjalankan fungsi reproduksi. Memasuki usia 20 tahun secara

medik (fisik, biologis, endokrinologi serta psikologis, dan emosional), peremuan

memiliki kematangan menjalankan hak reproduksinya secara aman terutama dalam

menghasilkan generasi bangsa Indonesia yang berkualitas.

(23)

penyalagunaan anak. Sebuah proyek di amerika srikat yang di beri nama proyek

TALLENT telah melaksanakan sebuah survey nasional yang meliputi 375.000 orang.

survey itu di lakukan pada tahun 1980-an akan tetapi respondennya adalah yang pada

tahun 1960, yang sedang duduk di kelas 9-12 atau setara dengan kelas 3 SMP-

3SMA. Mereka ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu yang waktu di lahirkan orang

tuanya masih remaja dan yang lahir dari orang tua yang lebih dewasa.Hasilnya

adalah bahwa terlepas dari faktor sosial ekonomi, orangtua, anak-anak, yang lahir

dari orang tua remaja memang mempunyai beberapa kekurangan jika di bandingkan

dengan yang orang tuanya lebih dewasa. Kekurangan-kekurangan itu antara lain :

prestasi sekolahnya lebih renda dan ada kecenderungan untuk menikah pada usia

remaja juga dan tingkat kesuburanya lebih tinggi dari rekan-rekanya yang lahir dari

orang tua yang lebih dewasa. (Sarwono,1989:118)

Konsekuensi dari pernikahan usia muda dan melahirkan di usia remaja adalah

berisiko untuk melahirkan prematur dan berat badan lahir rendah. Wanita yang

menikah pada usia dini mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil

dan angka kelahiran juga lebih tinggi. Perkawinan usia remaja juga berdampak pada

rendahnya kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi ketidaksiapan secara psikis dalam

menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi rumah tangga, risiko tidak siap

mental untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab,

kegagalan perkawinan, kehamilan usia dini berisiko terhadap kematian ibu karena

(24)

Remaja yang melakukan perkawinan dini memiliki resiko dalamkehamilan dan

proses persalinan, yaitu :

a. Resiko Sosial Perkawinan Dini

Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri danmembutuhkan

pergaulan dengan teman- teman sebaya. Perkawinan dinisecara sosial akan menjadi

bahan pembicaraan teman- teman remaja danmasyarakat, kesempatan untuk bergaul

dengan teman sesama remajahilang, sehingga remaja kurang dapat membicarakan

masalah- masalahyang dihadapinya. Remaja memasuki lingkungan orang dewasa

dan keluargayang baru, dan asing bagi mereka. Bila remaja kurang dapat

menyesuaikandiri, maka akan timbul berbagai keterangan dalam hubungan keluarga

danmasyarakat (Sibagariang ddk, 2010).

Perkawinan dini dapat mengakibatkan remaja berhenti sekolahsehingga

kehilangan kesempatan untuk menuntut ilmu sebagai bekal hidupuntuk masa depan.

Sebagian besar pasangan muda ini menjadi tergantungdengan orang tua, sehingga

kurang dapat mengambil keputusan sendiri.Perkawinan dini memberikan pengaruh

bagi kesejateraan keluarga dandalam masyarakat secara keseluruhan. Wanita yang

kurang berpendidikandan tidak siap menjalankan perannya sebagai ibu akan kurang

mampu untukmendidik anaknya, sehingga anak akan bertumbuh kembang secara

kurangbaik, yang dapat merugikan masa depan anak (Sibagariang dkk, 2010).

b. Resiko Kejiwaan Perkawinan Dini

Perkawinan pada umumnya merupakan suatu masa pemeliharaandalam

kehidupan seseorang dan oleh karena itu mengandung stres.Istri dansuami

memerlukan kesiapan mental dalam menghadapi stres, yaitu bahwaistri dan suami

mulai beralih dari masa hidup sendiri kemasa hidup bersamadan keluarga.Kesiapan

(25)

(Sibagariang dkk, 2010)Pengalaman hidup remaja yang berumur dibawah 20 tahun

biasanyabelum mantap. Apabila wanita pada masa perkawinan usia muda

menjadihamil dan secara mental belum mantap, maka janin yang di kandungnya

akan menjadi anak yang tidak dikehendakinya, ini berakibat buruk

terhadapperkembangan jiwa anak sejak dalam kandungan (Sibagariang dkk, 2010)

Remaja yang memiliki kejiwaan dan emosi yang kurang matang,mengakibatkan

timbulnya perasaan gelisah, kadang-kadang mudah timbulrasa curiga, dan

pertengkaran suami dan istri sering terjadi ketika masa bulanmadu sudah berakhir

(Sibagariang dkk, 2010).

c. Resiko Kesehatan Perkawinan Dini

Resiko kehamilan usia dini merupakan kehamilan pada usia masihmuda yang

dapat merugikan. Perkawinan dini memiliki resiko terhadapkesehatan, terutama

pasangan wanita pada saat mengalami kehamilan danproses persalinan. Kehamilan

mempunyai dampak negatif terhadapkesejahteraan seorang remaja.Sebenarnya

remaja tersebut belum siapmental untuk hamil, namun karena keadaan remaja

terpaksa menerimakehamilan dengan resiko (Sibagariang dkk, 2010).Berikut

beberapa resiko kehamilan yang dapat dialami oleh remaja(usia kurang dari 20

tahun), yakni :

a. Kurang darah (anemia) adalah dalam masa kehamilan dengan akibatyang

buruk bagi janin yang dikandung, seperti pertumbuhan janinterlambat

dan kelahiran prematur.

b. Kurang gizi pada masa kehamilan yang dapat mengakibatkan

perkembangan biologis dan kecerdasan janin terlambat, sehingga

(26)

c. Preeklamsi dan eklamsi yang dapat membawa maut bagi ibu

maupunbayinya.

d. Pasangan yang kurang siap untuk menerima kehamilan cendrung

untukmelakukan pengguguran kandungan (aborsi) yang dapat

berakibatkematian bagi wanita.

e. Pada wanita yang menikah sebelum usia 20 tahun mempunyai resikodua

kali lipat untuk mendapatkan kangker servik dibandingkan denganwanita

yang menikah pada umur yang lebih tua.

2.2.4 Usia Ideal Untuk Menikah

Menurut Humas Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),

U. Kusmana mengatakan bahwa berdasarkan kesehatan reproduksi, wanita menjadi

seorang ibu lebih baik dimulai pada usia 20 tahun. Dan buat pria di rekomendasikan

menikah dimulai pada usia 25 tahun dan di sarankan pria harus lebih tua daripada

wanita.Pria lebih tua sangat disarankan karena mereka akan memegang tampuh

kepemimpinan dalam sebuah keluarga. Tapi walaupun demikian sebuah pernikahan

tidak didasari hanya sebatas umur saja, namun harus memiliki banyak pertimbangan

lainnya.

Rata-rata usia pernikahan adalah 25 tahun untuk wanita dan 27 tahun untuk

pria. Usia ideal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya perceraian pada

pasangan menikah.Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

mewanti-wanti agar anak Indonesia tidak menikah di usia muda. Usia muda artinya,

usia yang belum matang secara medis dan psikologinya. Usia menikah idel untuk

perempuan adalah 20 - 35 tahun dan 25 - 40 tahun untuk pria.Pada umur 20 tahun

(27)

melahirkan.Sedangkan pada usia 35 tahun sudah mulai terjadi proses

regeneratif.Secara psikologis, umur 20 juga sudah matang, bisa mempertimbangkan

secara emosional dan nalar. Sudah tahu menikah bertujuan untuk apa. Kalau menikah

di usia 12 tahun, pasti tidak tahu menikah itu bagaimana.Di Indonesia, kebanyakan

pernikahan dini terjadi karena masalah ekonomi. Banyak dijumpai di daerah

pedesaan dan daerah tertentu masih sangat memegang pemikiran lama, dimana

perempuan tidak perlu mendapat pendidikan tinggi karena hanya bergulat di dapur,

kasur dan sumur.Masih ada orangtua yang bangga kalau anaknyamenikah di usia

muda, apalagi jika pasangannya kaya dan terkenal.Seperti banyak hal lainnya dalam

kehidupan, selalu ada waktu yang tepat untuk berbagai hal, begitu juga dengan

menikah. Menurut sebuah artikel dari USA Today, banyak penelitian menunjukkan

bahwa semakin dekat usia seseorang pada 20 tahun saat menikah, maka

kemungkinan berisiko lebih kecil mengalami perceraian.

tanggal 25 maret 2015 pukul 8:50)

2.2.5 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda

Faktor yang menyebabkan pernikahan usia muda adalah kemauan sendiri karena

sudah merasa saling mencintai, faktor dorongan orang tua atau keluarga, juga faktor

pendidikan yang begitu rendah yang di sebabkan oleh kondisi ekonomi yang serba

pas-pasan(Naibaho, 2013: 72).

Di beberapa daerah di Indonesia, pernikahan dini masih marak terjadi. Secara umum,

(28)

• Keinginan untuk segera mendapat tambahan anggota keluarga

• Tidak adanya pengetahuan mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda,

baik bagi mempelai maupun keturunannya

• Mengikuti adat secara mentah-mentah

Sementara, menurut Hollean dan Suryono, perkawinan di usia muda terjadi

karena sebab sebagai berikut : Masalah ekonomi keluarga terutama di keluarga

si gadis. Orang tuanya meminta keluarga laki-laki untuk mengawinkan anak

gadisnya, sehingga dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarga yang

jadi tanggungjawab (makanan, pakaian, pendidikan dan sebagainya) (soekanto, 1992

: 65).

Tapi, sebab diatas sudah semakin berkurang sekarang ini. Namun, mengapa

jumlah pernikahan dini masih tetap tinggi? Ada faktor penyebab lainnya yang

membuat pernikahan dini masih tetap marak. Berikut beberapa faktor penyebab

pernikahan dini :

Faktor Ekonomi

Biasanya ini terjadi ketika keluarga si gadis berasal dari keluarga kurang mampu.

Orang tuanya pun menikahkan si gadis dengan laki-laki dari keluarga mapan. Hal ini

tentu akan berdampak baik bagi si gadis maupun orang tuanya. Si gadis bisa

mendapat kehidupan yang layak serta beban orang tuanya bisa berkurang.

Faktor Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan orang tua, anak dan masyarakat membuat

pernikahan dini semakin marak. Wajib Belajar 9 Tahun bisa dijadikan salah satu

'obat' dari fenomena ini, dimisalkan seorang anak mulai belajar di usia 6 tahun, maka

(29)

Di usia 15 tahun tersebut, seorang anak pastilah memiliki kecerdasan dan tingkat

emosi yang sudah mulai stabil. Apalagi bila bisa dilanjutkan hingga Wajib Belajar 12

tahun. Jika program wajib belajar tersebut dijalankan dengan baik, angka pernikahan

dini pastilah berkurang.

Faktor Orang tua

Entah karena khawatir anak menyebabkan aib keluarga atau takut anaknya

melakukan 'zina' saat berpacaran, maka ada orang tua yang langsung menikahkan

anaknya dengan pacarnya. Niatnya memang baik, untuk melindungi sang anak dari

perbuatan dosa, tapi hal ini juga tidak bisa dibenarkan.

Faktor Media Massa dan Internet

Disadari atau tidak, anak di jaman sekarang sangat mudah mengakses segala

sesuatu yang berhubungan dengan seks dan semacamnya, hal ini membuat mereka

jadi "terbiasa" dengan hal-hal berbau seks dan tidak menganggapnya tabu lagi.

Memang pendidikan seks itu penting sejak dini, tapi bukan berarti anak-anak tersebut

belajar sendiri tanpa didampingi orang dewasa.

Faktor Biologis

Faktor biologis ini muncul salah satunya karena Faktor Media Massa dan

Internet diatas, dengan mudahnya akses informasi tadi, anak-anak jadi mengetahui

hal yang belum seharusnya mereka tahu di usianya. Maka, terjadilah hubungan di

luar nikah yang bisa menjadi hamil di luar nikah. Maka, mau tidak mau, orang tua

harus menikahkan anak gadisnya.

Faktor Hamil di Luar Nikah

Faktor ini di pisahkan oleh faktor biologis karena hamil di luar nikah bukan

hanya karena "kecelakaan" tapi bisa juga karena diperkosa sehingga terjadilah hamil

(30)

menikahkan anak gadisnya, bahkan bisa dengan orang yang sama sekali tidak

dicintai orang si gadis. Hal ini semakin dilematis karena ini tidak sesuai dengan UU

Perkawinan. Rumah tangga berdasarkan cinta saja bisa goyah, apalagi karena

keterpaksaan.

Faktor Adat

Faktor ini sudah mulai jarang muncul, tapi masih tetap ada.

(31)

2.3 Kerangka Pemikiran

Pernikahan yang di alami anak di bawah umur sering di sebabkan oleh beberapa

faktor-faktor pemicuh. Dan faktor pemicuh dapat berasal dari faktor konsisi

ekonomi keluarga, faktor budaya atau dengan kata lain faktor kebiasaan yang terjadi

dan berlaku di lingkungan sekitar, faktor pndidikan formal keluarga dan responden,

dan yang selanjutnya adalah faktor keluarga itu sendiri yang menjadi pemicuh

terjadinya pernikahan usia muda bisa jadi karena pola asuh yang di berlakukan orang

tua terhadap anak-anaknya. Atau bisa jadi faktor penyebab lainnya yang mana faktor

pemicuh adalah dari dalam keluarga. Dan beberapa factor tersebut adalah

kemungkinan yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda.

Bagan Alur Pikir

Faktor Ekonomi Faktor Budaya Faktor Pendidikan Faktor Keluarga Keinginan pada remaja

(32)

2.4 Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang di gunakan para ahli dalam

upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan di teliti, untuk

menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang akan di jadikan

objek penelitian. Dengan kata lain, penulis berupaya membawa para pembaca

bahwa hasil penelitian ini untuk memaknai konsep sesuai dengan yang di

inginkan dan di maksudkan oleh penulis. Jadi definisi konsep adalah pengertian

yang terbatas dari suatu konsep yang di anut dalam suatu penelitian.

(siagian,2011:138)

Untuk lebih memahami pengertian konsep-konsep yang akan di

gunakan, maka penulis membatasi konsep-konsep sebagai berikut :

1. Yang di maksud dengan faktor dalam penelitian ini adalah sesuatu yang

mempengaruhi atas terjadinya hal atau kejadian tertentu

2. Yang di maksud dengan pernikahan dalam penelitian ini adalah pintu

bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang

berlangsung dalamjangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat

berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia,

harmonis, serta mendapat keturunan.

3. Yang dimaksud dengan pernikahan usia muda dalam penelitian ini adalah

ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri

di usia yang masih muda. Dimana pihak perempuan masih berusia di

bawah 18 tahun sewaktu melangsungkan pernikahan, dan pihak pria

(33)

4. Yang di maksud dengan faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan

usia muda dalam penelitian ini adalah hal yang mempengaruhi terjadinya

Pernikahan usia muda pada individu yang masih berusia muda. Dimana

pihak perempuan masih berusia di bawah 18 tahun sewaktu

Referensi

Dokumen terkait

1 tahun 1974 disebutkan “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

1 tahun 1974 disebutkan “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

UU Perkawinan mengatur perkawin-an dapat dilakukan oleh setiap warga negara sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan

Pasal ini menyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

Menurut U U No : 1 tahun 1974, Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah

Sedangkan pada UUP dijelaskan dalam Pasal 1 : perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk

Dalam pasal 1 undang-undang no.1 tahun 1974 disebut „perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan

Tauhn 1974 Tentang Perkawinan, bahwa yang dimaksud dengan perkawinan adalah, “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan