BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pernikahan
2.1.1 Pengertian Pernikahan
Persiapan penikahan juga berarti sejauh mana muda-mudi mempunyai
pegangan dalam memilih teman hidup. Apakah pegangan yang didasarkan pada ciri
luar, misalnya gagah/cantik; atau kualitas pribadi, ataukah kekayaan? Informasi
mengenai pegangan dalam memilih teman hidup ini dapat diperoleh dari orangtua,
baik secara sengaja maupun sebagai suri tauladan. Orangtua yang sudah lebih
berpengalaman dalam perjalanan hidup, tentunya sangat berguna bagi muda-mudi
sebagai sumber informasi, walaupun seringkali perlu dilakukan
perubahan-perubahan disana-sini sesuai dengan zamannya.
Dengan demikian, pernikahan tidak hanya didasari cinta yang buta, tetapi
disertai pertimbangan-pertimbangan rasional, mengingat perbedaan “dunia” antar
pasangan.Masa sebelum menikah dapat di jadikan masa pengamatan, pemahaman
dan penyesuaian diri antar pasangan. Persiapan pernikahan yang matang meliputi
persiapan yang menyangkut diri sendiri, penerimaan pasangan, serta perencanaan
masa depan bersama.
Pernikahan adalah awal dari pembentukan keluarga.Dari sudut pandang
psikologis, keluarga dapat dilihat dari individu-individu yang ada dalam satu
keluarga, dan bagaimana relasi antar individu-individu tersebut.Dengan demikian,
persiapan psikologis individu/tokoh utama yang di soroti adalah muda-mudi calon
Adapun individu-individu lain di pandang sebagai lingkungan sosial yang berkaitan
dengan fase pra nikah maupun pasca nikah.Pada fase pra nikah lingkungan sosial
terdekat adalah orang tua, sanak saudara, teman sejenis maupun lawan jenis.Pada
fase pasca nikah lingkungan terdekat adalah orang tua/mertua, sanak saudara dari
kedua belah pihak, teman sebaya sejenis maupun lawan jenis. (Setiono, 2011:12&13)
Perkawinan adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia berlawanan
jenis dalam suatu ikatan yang suci dan mulia di bawah lindungan hukum Tuhan
Yang Maha Esa.( Widyasih, 2009:105)
Dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan,
mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
(Undang-Undang No 1 Tahun 1974)
Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang perkawinan, syarat
melangsungkan perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan
melangsungkan sebuah perkawinan. Syarat-syarat tersebut yaitu:
• Ada persetujuan dari kedua belah pihak.
• Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua orang
tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak
mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari orang tua
yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
• Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan
keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke
atas.
Menurut Saxton pernikahan memiliki dua makna, yaitu:Sebagai suatu
institusi sosial. Suatu solusi kolektif terhadap kebutuhansosial.Eksistensi dari
pernikahan itu memberikan fungsi pokok untukkelangsungan hidup suatu
kelompok dalam hal ini adalah masyarakat.kemudian makna individual,
Pernikahan sebagai bentuk legitimisasi (pengesahan) terhadap peran sebagai
individual, tetetapi yang terutama, pernikahan dipandang sebagai sumber
kepuasan personalSaxton( dalam Naibaho, 2013:13).
2.1.2 Keharmonisan Keluarga
Dari sudut pandang psikologi, keluarga dapat dilihat sebagai relasi antar
anggota-anggotanya. Dalam keluarga batih (nuclear family) relasi antar anggota
keluarga terdiri antara relasi suami/bapak dan istri/ibu, orangtua-anak, ibu-anak,
bapak-anak dan anak-anak. Dalam keluarga diperluas (extended family), anggota
keluarga ditambah nenek/kakek, paman/bibi, keponakan dan sebagainya,
sehingga relasi antar anggota keluarga juga lebih banyak dan kompleks.
Kesejahteraan /keharmonisan keluarga dapat tercapai, apabila antar
anggota keluarga saling pengertian. Namun, pada kenyataan saling pengertian
antar anggota keluarga sulit tercapai, sebab adanya perbedaan “dunia” dari
masing-masing anggota keluarga. Perbedaan “dunia” tersebut misalnya terlihat
pada perbedaan dunia pria dan wanita, sehingga hal ini akan mempengaruhi
hubungan suami-istri; ibu dengan anak laki-lakinya; bapak dengan anak
perempuannya; atau anak laki-laki dengan anak perempuan. Perbedaan “dunia”
tersebut juga terlihat pada perbedaan tahap perkembangan anggota keluarga.
dipertemukan dengan yang lain. Terlebih lagi bila anggota keluarga dalam priode
krisis, yaitu priode dalam kehidupan manusia yang biasanya menimbulkan
kesukaran dalam diri maupun lingkungan. Dapat dibayangkan kalau dalam satu
keluarga ayah sedang dalam priode krisis karena menjelang pensiun, anak tertua
usia remaja yang merupakan usia yang sukar, ibu dalam priode krisis menjelang
menopause. Perbedaan “dunia” tersebut ditambah perbedaan kondisi
sosio-ekonomi suami istri, suku bangsa, atau agama. (Setiono,2011:9&10)
Adapun Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga
Ada banyak ahli yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi keharmonisan keluarga. Di bawah ini akan dikemukakan
beberapa faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga menurut para ahli.
Keluarga harmonis atau sejahtera merupakan tujuan penting. Oleh karena itu
untuk menciptakan perlu diperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Perhatian. Yaitu menaruh hati pada seluruh anggota keluarga sebagai
dasar utama hubungan yang baik antar anggota keluarga. Baik pada
perkembangan keluarga dengan memperhatikan peristiwa dalam
keluarga,dan mencari sebab akibat permasalahan, juga terdapat perubahan
pada setiap anggotanya.
2. Pengetahuan. Perlunya menambah pengetahuan tanpa henti-hentinya
untuk memperluas wawasan sangat dibutuhkan dalam menjalani
kehidupan keluarga. Sangat perlu untuk mengetahui anggota keluaranya,
yaitu setiap perubahan dalam keluarga, dan perubahan dalam anggota
keluarganya, agar kejadian yang kurang diinginkan kelak dapat
3. Pengenalan terhadap semua anggota keluarga. Hal ini berarti pengenalan
terhadap diri sendiri dan pengenalan diri sendiri yang baik penting untuk
memupuk pengertian-pengertian.
4. Bila pengenalan diri sendiri telah tercapai maka akan lebih mudah
menyoroti semua kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam keluarga.
Masalah akan lebih mudah diatasi, karena banyaknya latar belakang
lebihcepat terungkap dan teratasi, pengertian yang berkembang akibat
pengetahuan tadi akan mengurangi kemelut dalam keluarga.
5. Sikap menerima. Langkah lanjutan dari sikap pengertian adalah
sikapmenerima, yang berarti dengan segala kelemahan, kekurangan,
dankelebihannya, ia seharusnya tetap mendapatkan tempat dalam
keluarga.Sikap ini akan menghasilkan suasana positif dan berkembangnya
kehangatan yang melandasi tumbuh suburnya potensi dan minat
darianggota keluarga.
6. Peningkatan usaha. Setelah menerima keluarga apa adanya maka perlu
meningkatkan usaha. Yaitu dengan mengembangkan setiap dari aspek
keluarganya secara optimal, hal ini disesuaikan dengan setiap kemampuan
masing-masing, tujuannya yaitu agar tercipta perubahan-perubahan
danmenghilangkan keadaan bosan.
7. Penyesuaian harus perlu mengikuti setiap perubahan bai
Keluarga harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila dalam kehidupannya telah
memperlihatkan faktor-faktor berikut:
1. Faktor kesejahteraan jiwa. Yaitu rendahnya frekwensi pertengkaran
danpercekcokan di rumah, saling mengasihi, saling membutuhkan,
salingtolong-menolong antar sesama keluarga, kepuasan dalam pekerjaan
danpelajaran masing-masing dan sebagainya yang merupakan
indikator-indikatordari adanya jiwa yang bahagia, sejahtera dan sehat.
2. Faktor kesejahteraan fisik. Serinnya anggota keluarga yang sakit,
banyakpengeluaran untuk kedokter, untuk obat-obatan, dan rumah sakit
tentu akanmengurangi dan menghambat tercapainya kesejahteraan
keluarga.
3. Faktor perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan
keluarga.Kemampuan keluarga dalam merencanakan hidupnya
dapatmenyeimbangkan pemasuk
Kunci utama keharmonisan sebenarnya terletak pada kesepahaman hidup
suami dan istri. Karena kecilnya kesepahaman dan usaha untuk saling memahami ini
akan membuat keluarga menjadi rapuh. Makin banyak perbedaan antara kedua belah
pihak maka makin besar tuntutan pengorbanan dari kedua belah pihak.Jika salah
satunya tidak mau berkorban maka pihak satunya harus mau berkorban.Jika
pengorbanan tersebut telah melampaui batas atau kerelaannya maka keluarga
tersebut akan terancam.Maka fahamilah keadaan pasangan, baik kelebihan maupun
kekurangannya yang kecil hinga yang tebesar untuk mengerti sebagai landasan
dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Rencana kehidupan yang dilakukan kedua
ini keluarga bisa mengantisiapsi hal yang akan datang dan terjadi saling membantu
untuk misi keluarga.
http://mozaikbimbingankonselingii.blogspot.com/2013/04/konsep-keluarga-bahagia-makalah-mk-bk.html
2.1.3 Peran dan fungsi keluarga A. Fungsi agama
Agama adalah dasar kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang ada sejak
dalam kandungan.Keluarga adalah tempat pertama seorang anak mengenal
agama.Keluarga juga menanamkan dan menumbuhkan serta mengembangkan
nilai-nilai agama, sehingga anak menjadi manusia yang berakhlak baik dan
bertaqwa.Setiap manusia mempunyai kewajiban yang berbeda.Kewajiban tersebut
disesuaikan berdasarkan umur dan profesinya. Karena itu penting bagi
maing-masing individu untuk mengetahui dan dasar dengan tanggung jawab yang
dipikulnya, termasuk dengan pengetahuan akan eksitensinya sebagai manusia
yang dicipta oleh yang Maha Pencipta.
Manusia pada hakekatnya dciptakan tak lain adalah untuk menyembah
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena itu sangat pantaslah sekiranya setiap
langkah yang akan dituju oleh setiap manusia hanyalah mengharap atas ridho dari
Allah SWT. Dalam hidup perjalanan setiap manusia sesungguhnya tak lepas dari
sekedar menjalani sebuah skenario yang telah digariskan oleh yang Maha
mengatur, sehingga masing-masuing orang satu sama lain baik rezeki, musibah
dan takdir pasti tidak akan sama, karena disitulah letak kerahasiaan dari Sang
Pencipta. Dalam fungsi agama, terdapat 12 nilai dasar yang mesti dipahami dan
1. Iman, yang dimaksud dengan iman yaitu mempercayai akan adanya Allah
SWT, Tuhan YME, mengamalkan segala ajaranNya.
2. Taqwa, yang dimaksud dengan taqwa adalah mengamalkan segala sesuatu
yang diperintahkan dan menghindari segala yang dilarang Allah SWT.
3. Kejujuran, yang dimaksud dengan kejujuran yaitu menyampaikan apa
adanya.
4. Tenggang rasa ditandai dengan adanya kesadaran bahwa setiap orang
berbeda dalam setiap sifat dan karakternya.
5. Rajin, maksudnya menyediakan dan tenaga untuk menyelesaikan
tugasnya dengan berusaha untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
6. Kesalehan, maksudnya memiliki nilai moral yang tinggi dengan
melakukan sesuatu yang benar secara konsisten.
7. Ketaatan, maksudnya dengan segera dan senang hati melaksanakan apa
yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
8. Suka membantu, memiliki kebiasaan menolong dan membantu orang lain
tanpa mengharapkan imbalan.
9. Disiplin, maksudnya menepati waktu, mematuhi aturan yang telah
disepakati.
10.Sopan santun, maksudnya adalah seseorang yang berperilaku sesuai
dengan norma-norma dan nilai-nilai agama.
11.Sabar dan Ikhlas, maksudnya kemampuan seseorang untuk menahan diri
dalam menginginkan sesuatu serta dalam menghadapi suatu kesulitan.
12.Kasih sayang, merupakan ungkapan perasaan dengan penuh perhatian,
B. Fungsi Sosial Budaya
Dalam fungsi sosial budaya, terdapat 7 (tujuh) nilai dasar yang mesti dipahami
dan ditanamkan dalam keluarga. Tujuh nilai dasar tersebut diantaranya:
1. Gotong royong, melakukan pekerjaan secara bersama-sama yang dilandasi
oleh sukarela dan kekeluargaan.
2. Sopan santun, perilaku seseorang yang sesuai dengan norma-norma sosial
budaya setempat.
3. Kerukunan, hidup berdampingan dalam keberagaman secara damai dan
harmonis.
4. Peduli, mendalami perasaan dan pengalaman orang lain.
5. Kebersamaan, adanya perasaan bersatu, sependapat, dan sekepentingan.
6. Toleransi, bersikap menghargai pendirian yang berbeda atau bertentangan
dengan pendirian sendiri.
7. Kebangsaan, kesadaran diri sebagai warga Negara Indonesia harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa.
C. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang
Dalam fungsi cinta dan kasih sayang terdapat 8 (delapan) nilai dasar yang
mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga, diantaranya adalah:
1. adalah memahami dan mengerti akan perasaan orang lain.
2. Akrab, hubungan yang dilandasi oleh rasa kebersamaan dan kedekatan
perasaan
3. Adil, memerlukan orang lain dengan sikap tidak memihak
4. Pemaaf, dapat menerima kesalahan orang lain tanpa perasaan dendam
6. Suka menolong, ditandai dengan tindakan suka menolong dan suka
membantu orang lain
7. Pengorbanan, kerelaan memberikan sebagian haknya untuk membantu
orang lain
8. Tanggung jawab, mengetahui serta melakukan apa yang menjadi tugasnya.
D. Fungsi Perlindungan
Dalam fungsi perlindungan terdapat 5 (lima) nilai dasar yang mesti dipahami
dan ditanamkan dalam keluarga. Nilai dasar tersebut diantaranya:
1. Aman, dimaksudkan suatu perasaan yang terbatas dari ketakutan dan
kekhawatiran
2. Pemaaf, memberitahukan atau menunjukkan kesalahan seseorang dan
memberi kesempatan untuk memperbaikinya
3. Tanggap, maksudnya mengetahui dan menyadari sesuatu yang akan
membahayakan/mengkhawatirkan
4. Tabah, mampu menahan diri ketika menghadapi situasi yang tidak di
harapkan
5. Peduli, suatu upaya untuk memelihara, melindungi lingkungan dari
kerusakan
E. Fungsi Reproduksi
Diantaranya adalah tanggung jawab, sehat, dan teguh.
1. Tanggung jawab, dimaksudkan untuk mengetahui apa yang menjadi
2. Sehat, dimaksudkan untuk keadaan sehat secara fisik, fungsi dan system
reproduksi serta rohani/emosional, orang yang sehat dalam fungsi
reproduksi di cirikan dengan kemampuan seseorang menjaga kebersihan
dan kesehatan reproduksinya.
3. Teguh, dimaksudkan untuk keteguhan dalam fungsi reproduksi yaitu
kemampuan seseorang mampu menjaga kesucian organ reproduksinya
sebelum menikah.
F. Fungsi Sosialisasi dan pendidikan
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia dalam
kehidupannya saling membutuhkan bantuan satu sama lain, hidup secara
berkelompok dan bermasyarakat. Setiap manusia memiliki system sosial terkecil
yaitu keluarga.Menurut Coleman dan Cressey, Keluarga adalah sekelompok orang
yang di hubungkan oleh pernikahan, keturunan atau adopsi yang hidup bersama
dalam sebuah rumah tangga.
Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.Keluarga
selain berfungsi sebagai pendidik juga sebagai pembimbing dan pendamping dalam
tumbuh kembang anak, baik secara fisik, mental, sosial dan spiritual.Mendidik anak
adalah kewajiban orang tua.
Dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan terdapat 7 nilai dasar yang mesti di
pahami dan ditanamkan dalam keluarga. Ketujuh nilai dasar tersebut diantaranya :
1. Percaya diri dalam fungsi sosialisasi/pendidikan adalah kebebasan berbuat
secara mandiri dengan mempertimbangkan serta memutuskan sendiri tanpa
2. Luwes dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan adalah mudah menyesuaikan
diri dengan situasi dan kondisi misalnya mudah bergaul dengan siapa saja.
3. Bangga dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan, yaitu perasaan senang yang
dimiliki, ketika selesai melaksanakan tugas/pekerjaan yang menantang atau
berhasil meraih sesuatu yang di inginkan.
4. Rajin dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan yaitu menyediakan waktu dan
tenaga untuk menyelesaikan tugasnya dengan berusaha untuk mendapatkan
hasil yang maksimal.
5. Kreatif dalam fungsi sosial dan pendidikan
6. Tanggungjawab dalam fungsi sosialisasi danb pendidikan maksudnya
mengetahui serta melakukan apa yang telah menjadi tugasnya.
7. Kerjasama dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan maksudnya melakukan
sesuatu pekerjaan secara bersama-sama.
G. Fungsi Ekonomi
Dalam menjalani kehidupan manusia membutuhkan berbagai jenis dan macam
barang-barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhannya diantaranya adalah:
1. Kebutuhan primer
Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok yang benar-benar sangat di
butuhkan oleh keluarga dan sifatnya wajib untuk dipenuhi, contohnya kebutuhan
sandang, pangan, dan papan.
2. Kebutuhan sekunder
Kebutuhan skunder keluarga adalah kebutuhan yang diperlukan setelah
semuakebutuhan pokok terpenuhi, contohnya kebutuhan rekreasi, kebutuhan
3. Kebutuhan tersier
Kebutuhan tersier keluarga adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah,
tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan promer
dan kebutuhan skunder, contohnya adalah mobil, computer, apartemen, dan
lainsebagainya.
H. Fungsi Lingkungan
Dalam fungsi lingkungan terdapat 2 (dua) nilai dasar yang mesti di pahami dan
di tanamkan dalam keluarga. Kedua nilai dasar tersebut diantaranya :
1. Bersih maksudnya suatu keadaan lingkungan yang bebas dari kotoran, sampah
dan polusi.
2. Disiplin, maksudnya mematuhi aturan dan kesepakatan yang berlaku(Kurikulum
Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja BKR tahun 2014).
2.1.4 Pola Asuh Orangtua
Pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif
konsistensi dari waktu ke waktu. Dalam mengasuh anak orang tua cenderung
menggunakan pola asuh tertentu. Menurut dr. Baumrind, terdapat 3 macam pola asuh
orang tua yaitu demokratis, otoriter dan permisif.
a. Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan
anak, akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua dengan
perilaku ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau
pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap
kemampuan anak. orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada
anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya
kepada anak bersifat hangat. (Ira Petranto, 2005). Misalnya ketika orang tua
menetapkan untuk menutup pintu kamar mandi ketika sedang mandi dengan
diberi penjelasan, mengetuk pintu ketika masuk kamar orang tua,
memberikan penjelasan perbedaan laki-laki dan perempuan, berdiskusi
tentang hal yang tidak boleh dilakukan anak misalnya tidak boleh keluar dari
kamar mandi dengan telanjang, sehingga orang tua yang demokratis akan
berkompromi dengan anak.
b. Otoriter
Pola asuh ini sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak
harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman mislalnya, kalau
tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini
cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau
melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak
segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi
dan dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. (Ira Petranto, 2005).
Misalnya anaknya harus menutup pintu kamar mandi ketika mandi tanpa
penjelasan, anak laki-laki tidak boleh bermain dengan anak perempuan,
melarang anak bertanya kenapa dia lahir, anak dilarang bertanya tentang
lawan jenisnya. Dalam hal ini tidak mengenal kompromi.Anak suka atau
tidak suka, mau atau tidak mau harus memenuhi target yang ditetapkan orang
tua.Anak adalah obyek yang harus dibentuk orang tua yang merasa lebih tahu
c. Permisif
Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk
melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung
tidak menegur / memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka, sehingga seringkali
disukai oleh anak. (Ira Petranto, 2005). Misalnya anak yang masuk kamar
orang tua tanpa mengetuk pintu dibiarkan, telanjang dari kamar mandi
dibiarkan begitu saja tanpa ditegur, membiarkan anak melihat gambar yang
tidak layak untuk anak kecil, degan pertimbangan anak masih kecil.
Sebenarnya, orang tua yang menerapka pola asuh seperti ini hanya tidak ingin
konflik dengan anaknya.
Karakteristik Anak Dalam Kaitannya dengan Pola Asuh Orang tua
1. Pola asuh demokratis akan menghasikan karakteristik anak-anak yang
mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman,
mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan
koperatif terhadap orang-orang lain.
2. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut,
pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar
norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
3. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang
impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang
sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial (Rina M.
Syarat Pola Asuh Efektif
Pola asuh yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi mampu
memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang efektif
adalah landasan cinta dan kasih sayang.Berikut hal-hal yang dilakukan orang tua
demi menuju pola asuh efektif :
a. Pola Asuh harus dinamis Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya
pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai contoh, penerapan pola
asuh untuk anak balita tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia
sekolah. Pasalnya,kemampuan berfikir balita masih sederhana. Jadi pola
asuh harus disertai komunikasi yag tidak bertele-tele dan bahasa yang
mudah dimengerti.
b. Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak
Ini perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak yang
berbeda. perkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat
terlihat seumpama jika mendengar alunan musik, dia lebih tertarik
ketimbang anak seusianya, kalau orang tua sudah memiliki gambaran
potensi anak, maka ia perlu diarahkan dan difasilitasi.
c. Ayah ibu mesti kompak Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh
yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya “berkompromi”
dalam menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak.
d. Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orang tua Penerapan pola
asuh juga membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua sehingga bisa
dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-nilai kebaikan
e. Komunikasi efektif Syarat untuk berkomunkasi efektif sederhana yaitu
luangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak. Jadilah
pendengar yang baik dan jangan meremehkan pendapat anak. Dalam
setiap diskusi, orang tua dapat memberikan saran, masukan atau
meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah.
f. Disiplin
Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh, mulailah dari hal-hal
kecil dan sederhana. Misal, membereskan kamar sebelum berangkat
sekolah anak juga perlu diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa
lebih teratur dan efektif mengelola kegiatannya. Namun penerapan
disiplin mesti fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan / kondisi anak.
g. Orangtua konsisten Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap,
misalnya anak tidak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk,
tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia
belajar untuk konsisten terhadap sesuatu, sebaliknya orang tua juga harus
konsisten, jangan sampai lain kata dengan perbuatan.
Faktor Utama yang Mempengaruhi Pola Asuh
a. Budaya
Orang tua mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua
merasa bahwa orang tua mereka berhasil mendidik mereka dengan baik,
maka mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuh
mereka.
b. Pendidikan Orang Tua Orang tua yang memiliki pengetahuan lebih
c. Status Sosial Ekonomi Orang tua dari kelas menengah rendah cenderung
lebih keras/lebih permessif dalam mengasuh anak
2.2 Pernikahan Usia Muda
2.2.1 Masa Remaja
Kurt Lewin menggambarkan tingkahlaku yang menurut pendapatnya akan
selalu terdapat pada remaja :
1. Pemalu dan Perasa, Tetapi sekaligus juga cepat marah dan agresif
sehubungan belum jelasnya batas-batas antara berbagai sektor di lapangan
psikologi remaja.
2. Ketidakjelasan batas-batas ini menyebabkan pula remaja terus menerus merasakan pertentangan antar sikap, nilai, ideologi dan gaya hidup.
Konflik ini di pertajam dengan keadaan diri remaja yang berada di
ambang peralihan antara masa anak-anak dan dewasa, sehingga ia dapat
disebut manusia marginal. Jadi ia tidak punya tempat berpijak yang bisa
memberinya rasa aman, kecuali dalam hubungannya dengan teman
sebayanya.
3. Konflik sikap, Nilai dan Ideologi Tersebut muncul dalam bentuk
ketegangan emosi yang meningkat.
4. Ada kecendrungan pada remaja untuk mengambil posisi yang sangat
ekstrim dan merubah kelakuannya secara drastis, akibatnya sering muncul
5. Bentuk bentuk khusus dari tingkahlaku remaja pada berbagai individu yang berbeda akan sangat di tentukan oleh sifat dan kekuatan dorongan
yang saling berkonflik tersebut. (Sarwono,1989:43-44)
Proses perkembangan yang di alami remaja akan menimbulkan permasalahan
bagi mereka sendiri dan mereka yang berada dekat dengan lingkungan hidupnya.
Dari semua perubahan yang telah dan akan di alami pada masa remaja, tertinggal
aspek aspek yang berarti bagi remaja, yang akan di persatukan dalam suatu identitas
diri. Sesungguhnya semua permasalahan selama masa peralihan di warnai oleh
masalah utama, yakni pembentukan identitas diri. Dalam pertaliannya dengan
lingkungan dekat dan perubahan peranan sosial, akan di hadapi masalah pelepasan
diri dari orang tua. Masih banyak permasalahan sehubungan dengan masa peralihan
yang di alami pada masa-masa remaja.(Gunarsa,1978:3-4)
Untuk menghindari kesimpang siuran dan kesalah pahaman dalam
penggunaan istilah dan bidang penyorotan dengan tujuan yang sama baik istilah
remaja di jelaskan terlebih dahulu. Istilah asing yang sering di pakai untuk
menunjukan masa remaja, yaitu PUBERTY : berasal dari bahasa latin yang artinya
PUBERTAS, berarti Kelaki-lakian, Kedewasaan, yang di landasi oleh sifat dan tanda
kelaki-lakian. Dari Kepustakaan yang di dapatkan:
Puberteit adalah masa antara 12 dan 16 tahun.Pengertian pubertas meliputi
perubahan fisik dan fisikis.Andolescentia adalah masa sesudah pubertas, yakni masa
antara 17 dan 22 tahun.Tinjauan psikologis di lakukan terhadap usaha remaja dalam
mencari dan memperoleh tempat dalam masyarakat dengan peranan yang
Penggolongan remaja menurut Thornburg dalam (Agustiani,2009:33) terbagi
tiga tahap yaitu :
a. Remaja awal usia 13-14 tahun : Masa remaja awal umumnya individu telah
memasuki pendidikan di bangku sekolah menengah tingkat pertama
b. Remaja Tengah 15-17 tahun : Individu sudah duduk di sekolah menengah
atas.
c. Remaja akhir usia 18-21 tahun : biasanya individu telah memasuki pergurun
tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja. (Dariyo,2004:14)
Menurut Erikson dalam (Agustiani,2009:33) seseorang remaja bukan sekedar
mempertanyakan siapa diriny, tetapi bagaimana dan dalam konteks apa dia bisa jadi
bermakna dan di maknakan. Dengn kata lain, identitas sorang tergantung pula pada
bagaiman orang lain mempertimbangkan kehadirannya.
Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat membawa akibat
bahwa fokus utama dari perhatian remaja adalah dirinya sendiri. Secara psikologis
proses-proses dalam diri remaja semua tengah mengalami perubahan, dan
komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional, dan kognitif sedang mengalami
perubahan besar. Sekarang dengan terbukanya kemungkinan bagi semua objek untuk
di fikirkan dengan cara hipotesis, berbeda dan baru, dan dengan dan perubahan
dirinya yang radikal, sepantasnyalah bagi individu untuk memfokuskan pada dirinya
2.2.2 Pengertian Pernikahan usia muda
Pernikahan usia muda adalah sebuah pernikahan yang salah satu atau kedua
pasangan berusia dibawah tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah
mengenah atas. Jadi, sebuah pernikahan disebut pernikahan dini, jika kedua atau
salah satu pasangan masih berusia dibawah 18 tahun (masih berusia remaja).
Usia muda didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa. Batasan usia muda berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya
setempat. Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12-24 tahun. Sedangkan dari
segi program pelayanan, definisi yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah
mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BkkbN
batasan usia muda adalah 10-21 tahun (BKKBN, 2005). WHO Expert Comitte
memberikan batasan-batasan pertama tentang definisi usia muda bersifat
konseptional pada tahun 1974. Dalam hal ini ada 3 kategori yaitu biologis, psikologis
dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut tersembunyi sebagai
berikut, usia muda adalah suatu masa dimana :
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekunder sampai ia mencapai kematangan sendiri.
2. Individu mengalami perkembangan psikologis dari masa kanak-kanak menjadi
dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif mandiri.
Dari batasan usia muda di atas ditetapkan batasan usia muda antara 11-19 tahun,
dimana di antara usia tersebut sudah menunjukan tanda-tanda seksualnya. Bila hal ini
mengenai kesehatan pada usia muda khususnya wanita yang kehamilannya terlalu
awal
10:00)
2.2.3 Resiko Pernikahan Usia Muda
Konsultan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi dokter Julianto
Witjaksono juga menerangkan banyak terjadi resiko penyakit dan kelainan terutama
saat kehamilan muda. “Karena secara biologis perempuan di bawah usia 20 tahun
belum siap, sehingga resikonya sangat tinggi bagi ibu dan bayi. Berdasarkan kajian
bidang kesehatan, rentang usia perkawinan paling aman bagi seorang wanita
adalah 20-35 tahun. Pada usia itu, seorang perempuan masuk dalam kategori usia
dewasa muda. Pernikahan wanita di bawah usia 20 tahun memiliki resiko tinggi
akan kematian. Adapun risiko kehamilan remaja lebih tinggi dibandingkan
kehamilan pada usia reproduksi sehat (20-35 tahun), antara lain terjadi tiga sampai
tujuh kali kematian dalam kehamilan dan persalinan terutama akibat pendarahan dan
infeksi. Selain itu, satu sampai dua dari empat kehamilan remaja mengalami depresi
pasca persalinan.wanita di bawah 20 tahun memiliki resiko tinggi untuk penyakit dan
kematian ketika menjalankan fungsi reproduksi. Memasuki usia 20 tahun secara
medik (fisik, biologis, endokrinologi serta psikologis, dan emosional), peremuan
memiliki kematangan menjalankan hak reproduksinya secara aman terutama dalam
menghasilkan generasi bangsa Indonesia yang berkualitas.
penyalagunaan anak. Sebuah proyek di amerika srikat yang di beri nama proyek
TALLENT telah melaksanakan sebuah survey nasional yang meliputi 375.000 orang.
survey itu di lakukan pada tahun 1980-an akan tetapi respondennya adalah yang pada
tahun 1960, yang sedang duduk di kelas 9-12 atau setara dengan kelas 3 SMP-
3SMA. Mereka ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu yang waktu di lahirkan orang
tuanya masih remaja dan yang lahir dari orang tua yang lebih dewasa.Hasilnya
adalah bahwa terlepas dari faktor sosial ekonomi, orangtua, anak-anak, yang lahir
dari orang tua remaja memang mempunyai beberapa kekurangan jika di bandingkan
dengan yang orang tuanya lebih dewasa. Kekurangan-kekurangan itu antara lain :
prestasi sekolahnya lebih renda dan ada kecenderungan untuk menikah pada usia
remaja juga dan tingkat kesuburanya lebih tinggi dari rekan-rekanya yang lahir dari
orang tua yang lebih dewasa. (Sarwono,1989:118)
Konsekuensi dari pernikahan usia muda dan melahirkan di usia remaja adalah
berisiko untuk melahirkan prematur dan berat badan lahir rendah. Wanita yang
menikah pada usia dini mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil
dan angka kelahiran juga lebih tinggi. Perkawinan usia remaja juga berdampak pada
rendahnya kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi ketidaksiapan secara psikis dalam
menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi rumah tangga, risiko tidak siap
mental untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab,
kegagalan perkawinan, kehamilan usia dini berisiko terhadap kematian ibu karena
Remaja yang melakukan perkawinan dini memiliki resiko dalamkehamilan dan
proses persalinan, yaitu :
a. Resiko Sosial Perkawinan Dini
Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri danmembutuhkan
pergaulan dengan teman- teman sebaya. Perkawinan dinisecara sosial akan menjadi
bahan pembicaraan teman- teman remaja danmasyarakat, kesempatan untuk bergaul
dengan teman sesama remajahilang, sehingga remaja kurang dapat membicarakan
masalah- masalahyang dihadapinya. Remaja memasuki lingkungan orang dewasa
dan keluargayang baru, dan asing bagi mereka. Bila remaja kurang dapat
menyesuaikandiri, maka akan timbul berbagai keterangan dalam hubungan keluarga
danmasyarakat (Sibagariang ddk, 2010).
Perkawinan dini dapat mengakibatkan remaja berhenti sekolahsehingga
kehilangan kesempatan untuk menuntut ilmu sebagai bekal hidupuntuk masa depan.
Sebagian besar pasangan muda ini menjadi tergantungdengan orang tua, sehingga
kurang dapat mengambil keputusan sendiri.Perkawinan dini memberikan pengaruh
bagi kesejateraan keluarga dandalam masyarakat secara keseluruhan. Wanita yang
kurang berpendidikandan tidak siap menjalankan perannya sebagai ibu akan kurang
mampu untukmendidik anaknya, sehingga anak akan bertumbuh kembang secara
kurangbaik, yang dapat merugikan masa depan anak (Sibagariang dkk, 2010).
b. Resiko Kejiwaan Perkawinan Dini
Perkawinan pada umumnya merupakan suatu masa pemeliharaandalam
kehidupan seseorang dan oleh karena itu mengandung stres.Istri dansuami
memerlukan kesiapan mental dalam menghadapi stres, yaitu bahwaistri dan suami
mulai beralih dari masa hidup sendiri kemasa hidup bersamadan keluarga.Kesiapan
(Sibagariang dkk, 2010)Pengalaman hidup remaja yang berumur dibawah 20 tahun
biasanyabelum mantap. Apabila wanita pada masa perkawinan usia muda
menjadihamil dan secara mental belum mantap, maka janin yang di kandungnya
akan menjadi anak yang tidak dikehendakinya, ini berakibat buruk
terhadapperkembangan jiwa anak sejak dalam kandungan (Sibagariang dkk, 2010)
Remaja yang memiliki kejiwaan dan emosi yang kurang matang,mengakibatkan
timbulnya perasaan gelisah, kadang-kadang mudah timbulrasa curiga, dan
pertengkaran suami dan istri sering terjadi ketika masa bulanmadu sudah berakhir
(Sibagariang dkk, 2010).
c. Resiko Kesehatan Perkawinan Dini
Resiko kehamilan usia dini merupakan kehamilan pada usia masihmuda yang
dapat merugikan. Perkawinan dini memiliki resiko terhadapkesehatan, terutama
pasangan wanita pada saat mengalami kehamilan danproses persalinan. Kehamilan
mempunyai dampak negatif terhadapkesejahteraan seorang remaja.Sebenarnya
remaja tersebut belum siapmental untuk hamil, namun karena keadaan remaja
terpaksa menerimakehamilan dengan resiko (Sibagariang dkk, 2010).Berikut
beberapa resiko kehamilan yang dapat dialami oleh remaja(usia kurang dari 20
tahun), yakni :
a. Kurang darah (anemia) adalah dalam masa kehamilan dengan akibatyang
buruk bagi janin yang dikandung, seperti pertumbuhan janinterlambat
dan kelahiran prematur.
b. Kurang gizi pada masa kehamilan yang dapat mengakibatkan
perkembangan biologis dan kecerdasan janin terlambat, sehingga
c. Preeklamsi dan eklamsi yang dapat membawa maut bagi ibu
maupunbayinya.
d. Pasangan yang kurang siap untuk menerima kehamilan cendrung
untukmelakukan pengguguran kandungan (aborsi) yang dapat
berakibatkematian bagi wanita.
e. Pada wanita yang menikah sebelum usia 20 tahun mempunyai resikodua
kali lipat untuk mendapatkan kangker servik dibandingkan denganwanita
yang menikah pada umur yang lebih tua.
2.2.4 Usia Ideal Untuk Menikah
Menurut Humas Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
U. Kusmana mengatakan bahwa berdasarkan kesehatan reproduksi, wanita menjadi
seorang ibu lebih baik dimulai pada usia 20 tahun. Dan buat pria di rekomendasikan
menikah dimulai pada usia 25 tahun dan di sarankan pria harus lebih tua daripada
wanita.Pria lebih tua sangat disarankan karena mereka akan memegang tampuh
kepemimpinan dalam sebuah keluarga. Tapi walaupun demikian sebuah pernikahan
tidak didasari hanya sebatas umur saja, namun harus memiliki banyak pertimbangan
lainnya.
Rata-rata usia pernikahan adalah 25 tahun untuk wanita dan 27 tahun untuk
pria. Usia ideal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya perceraian pada
pasangan menikah.Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
mewanti-wanti agar anak Indonesia tidak menikah di usia muda. Usia muda artinya,
usia yang belum matang secara medis dan psikologinya. Usia menikah idel untuk
perempuan adalah 20 - 35 tahun dan 25 - 40 tahun untuk pria.Pada umur 20 tahun
melahirkan.Sedangkan pada usia 35 tahun sudah mulai terjadi proses
regeneratif.Secara psikologis, umur 20 juga sudah matang, bisa mempertimbangkan
secara emosional dan nalar. Sudah tahu menikah bertujuan untuk apa. Kalau menikah
di usia 12 tahun, pasti tidak tahu menikah itu bagaimana.Di Indonesia, kebanyakan
pernikahan dini terjadi karena masalah ekonomi. Banyak dijumpai di daerah
pedesaan dan daerah tertentu masih sangat memegang pemikiran lama, dimana
perempuan tidak perlu mendapat pendidikan tinggi karena hanya bergulat di dapur,
kasur dan sumur.Masih ada orangtua yang bangga kalau anaknyamenikah di usia
muda, apalagi jika pasangannya kaya dan terkenal.Seperti banyak hal lainnya dalam
kehidupan, selalu ada waktu yang tepat untuk berbagai hal, begitu juga dengan
menikah. Menurut sebuah artikel dari USA Today, banyak penelitian menunjukkan
bahwa semakin dekat usia seseorang pada 20 tahun saat menikah, maka
kemungkinan berisiko lebih kecil mengalami perceraian.
tanggal 25 maret 2015 pukul 8:50)
2.2.5 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda
Faktor yang menyebabkan pernikahan usia muda adalah kemauan sendiri karena
sudah merasa saling mencintai, faktor dorongan orang tua atau keluarga, juga faktor
pendidikan yang begitu rendah yang di sebabkan oleh kondisi ekonomi yang serba
pas-pasan(Naibaho, 2013: 72).
Di beberapa daerah di Indonesia, pernikahan dini masih marak terjadi. Secara umum,
• Keinginan untuk segera mendapat tambahan anggota keluarga
• Tidak adanya pengetahuan mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda,
baik bagi mempelai maupun keturunannya
• Mengikuti adat secara mentah-mentah
Sementara, menurut Hollean dan Suryono, perkawinan di usia muda terjadi
karena sebab sebagai berikut : Masalah ekonomi keluarga terutama di keluarga
si gadis. Orang tuanya meminta keluarga laki-laki untuk mengawinkan anak
gadisnya, sehingga dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarga yang
jadi tanggungjawab (makanan, pakaian, pendidikan dan sebagainya) (soekanto, 1992
: 65).
Tapi, sebab diatas sudah semakin berkurang sekarang ini. Namun, mengapa
jumlah pernikahan dini masih tetap tinggi? Ada faktor penyebab lainnya yang
membuat pernikahan dini masih tetap marak. Berikut beberapa faktor penyebab
pernikahan dini :
Faktor Ekonomi
Biasanya ini terjadi ketika keluarga si gadis berasal dari keluarga kurang mampu.
Orang tuanya pun menikahkan si gadis dengan laki-laki dari keluarga mapan. Hal ini
tentu akan berdampak baik bagi si gadis maupun orang tuanya. Si gadis bisa
mendapat kehidupan yang layak serta beban orang tuanya bisa berkurang.
Faktor Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan orang tua, anak dan masyarakat membuat
pernikahan dini semakin marak. Wajib Belajar 9 Tahun bisa dijadikan salah satu
'obat' dari fenomena ini, dimisalkan seorang anak mulai belajar di usia 6 tahun, maka
Di usia 15 tahun tersebut, seorang anak pastilah memiliki kecerdasan dan tingkat
emosi yang sudah mulai stabil. Apalagi bila bisa dilanjutkan hingga Wajib Belajar 12
tahun. Jika program wajib belajar tersebut dijalankan dengan baik, angka pernikahan
dini pastilah berkurang.
Faktor Orang tua
Entah karena khawatir anak menyebabkan aib keluarga atau takut anaknya
melakukan 'zina' saat berpacaran, maka ada orang tua yang langsung menikahkan
anaknya dengan pacarnya. Niatnya memang baik, untuk melindungi sang anak dari
perbuatan dosa, tapi hal ini juga tidak bisa dibenarkan.
Faktor Media Massa dan Internet
Disadari atau tidak, anak di jaman sekarang sangat mudah mengakses segala
sesuatu yang berhubungan dengan seks dan semacamnya, hal ini membuat mereka
jadi "terbiasa" dengan hal-hal berbau seks dan tidak menganggapnya tabu lagi.
Memang pendidikan seks itu penting sejak dini, tapi bukan berarti anak-anak tersebut
belajar sendiri tanpa didampingi orang dewasa.
Faktor Biologis
Faktor biologis ini muncul salah satunya karena Faktor Media Massa dan
Internet diatas, dengan mudahnya akses informasi tadi, anak-anak jadi mengetahui
hal yang belum seharusnya mereka tahu di usianya. Maka, terjadilah hubungan di
luar nikah yang bisa menjadi hamil di luar nikah. Maka, mau tidak mau, orang tua
harus menikahkan anak gadisnya.
Faktor Hamil di Luar Nikah
Faktor ini di pisahkan oleh faktor biologis karena hamil di luar nikah bukan
hanya karena "kecelakaan" tapi bisa juga karena diperkosa sehingga terjadilah hamil
menikahkan anak gadisnya, bahkan bisa dengan orang yang sama sekali tidak
dicintai orang si gadis. Hal ini semakin dilematis karena ini tidak sesuai dengan UU
Perkawinan. Rumah tangga berdasarkan cinta saja bisa goyah, apalagi karena
keterpaksaan.
Faktor Adat
Faktor ini sudah mulai jarang muncul, tapi masih tetap ada.
2.3 Kerangka Pemikiran
Pernikahan yang di alami anak di bawah umur sering di sebabkan oleh beberapa
faktor-faktor pemicuh. Dan faktor pemicuh dapat berasal dari faktor konsisi
ekonomi keluarga, faktor budaya atau dengan kata lain faktor kebiasaan yang terjadi
dan berlaku di lingkungan sekitar, faktor pndidikan formal keluarga dan responden,
dan yang selanjutnya adalah faktor keluarga itu sendiri yang menjadi pemicuh
terjadinya pernikahan usia muda bisa jadi karena pola asuh yang di berlakukan orang
tua terhadap anak-anaknya. Atau bisa jadi faktor penyebab lainnya yang mana faktor
pemicuh adalah dari dalam keluarga. Dan beberapa factor tersebut adalah
kemungkinan yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda.
Bagan Alur Pikir
Faktor Ekonomi Faktor Budaya Faktor Pendidikan Faktor Keluarga Keinginan pada remaja
2.4 Definisi Konsep
Konsep merupakan istilah khusus yang di gunakan para ahli dalam
upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan di teliti, untuk
menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang akan di jadikan
objek penelitian. Dengan kata lain, penulis berupaya membawa para pembaca
bahwa hasil penelitian ini untuk memaknai konsep sesuai dengan yang di
inginkan dan di maksudkan oleh penulis. Jadi definisi konsep adalah pengertian
yang terbatas dari suatu konsep yang di anut dalam suatu penelitian.
(siagian,2011:138)
Untuk lebih memahami pengertian konsep-konsep yang akan di
gunakan, maka penulis membatasi konsep-konsep sebagai berikut :
1. Yang di maksud dengan faktor dalam penelitian ini adalah sesuatu yang
mempengaruhi atas terjadinya hal atau kejadian tertentu
2. Yang di maksud dengan pernikahan dalam penelitian ini adalah pintu
bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang
berlangsung dalamjangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat
berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia,
harmonis, serta mendapat keturunan.
3. Yang dimaksud dengan pernikahan usia muda dalam penelitian ini adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri
di usia yang masih muda. Dimana pihak perempuan masih berusia di
bawah 18 tahun sewaktu melangsungkan pernikahan, dan pihak pria
4. Yang di maksud dengan faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan
usia muda dalam penelitian ini adalah hal yang mempengaruhi terjadinya
Pernikahan usia muda pada individu yang masih berusia muda. Dimana
pihak perempuan masih berusia di bawah 18 tahun sewaktu