1
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA
PERNIKAHAN USIA MUDA
DI KELURAHAN SAWIT SEBERANG
KECAMATAN SAWIT SEBERANG KABUPATEN
LANGKAT
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
mendapatkan gelar sarjana sosial
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
EKA KHAPARISTIA
(110902032)
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Skripsi ini telah di setujui untuk di pertahankan oleh : HALAMAN PERSETUJUAN
Nama : Eka Khaparistia
Nim : 110902032
Judul : Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kelurahan Sawit
Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat.
Medan 12 Juni 2015
PEMBIMBING
(Drs. Edward, M.SP NIP : 195509211985031003
)
KETUA DEPARTEMEN
ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NIP : 197109271998012001 (Hairani Siregar, S.Sos, M.SP)
DEKAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
UNIVERSITY OF SUMATRA UTARA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
NAME: EKA KHAPARISTIA NIM: 110902032
ABSTRACT
(This thesis consists of 6 chapters, 95 pages, 13 tables, 7 attachments, 24 Library)
Many teenagers trapped in marriage a young age, especially those from poor families, so they chose to marry at a young age to help reduce the economic burden of the family. Many possible risk of early age marriage, be it physical or fisikis risk. This study aims to determine the factors that cause the young age marriages in villages across the palm oil sub-districts across the Langkat district.
This research is classified into type descriptive study using descriptive data analysis. Informants in this study is divided into two kinds, ie key informants and key informants, key informants numbering four teenagers who perform the first wedding under the age of 20 years in the Sawit Seberang districts across the county Langkat and key informants amounted to 4 people, namely the elderly respondents along with the environmental head. Method of data collection is done through in-depth interviews and direct observation in the field.
The results showed that there are various factors that influence the occurrence of marriage at a young age 4 key informants in villages across the palm oil sub-districts across the Langkat district. Diverse factors are the influence of peers, family economic conditions, the desire of the respondents, parenting parents, and pregnant first. From the results of this study are suggested to people in villages across the palm oil sub-districts across to provide good social control against the local youth association, as well as to the parents to give such notice parenting her activities outside the home, and for the government to work harder socialize the risks of marriage a young age.
4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA : EKA KHAPARISTIA NIM : 110902032
ABSTRAK
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 95 halaman, 13 tabel, 7 lampiran, 24 Kepustakaan)
Banyak remaja terjebak dalam pernikahan usia muda, terutama mereka yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, sehingga mereka memilih menikah di usia muda untuk membantu mengurangi beban ekonomi keluarga. Banyak kemungkinan resiko dari pernikahan usia muda, baik itu resiko fisik maupun fisikis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat.
Penelitian ini tergolong kedalam tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan analisis data deskriptif. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu informan utama dan informan kunci, informan utama berjumlah 4 orang remaja yang melakukan pernikahan pertama di bawah usia 20 tahun di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat dan informan kunci berjumlah 4 orang, yaitu orang tua responden beserta kepala lingkungan. Metode pengumpulan data yang di lakukan adalah melalui wawancara mendalam serta observasi langsung ke lapangan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beragam faktoryang mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda pada 4 informan utama di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat. Beragam factor tersebut adalah adanya pengaruh teman sebaya, kondisi ekonomi keluarga, keinginan dari responden, pola asuh orangtua, dan hamil duluan.
Dari hasil penelitian ini di sarankan kepada masyarakat di lingkungan kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang untuk memberikan kontrol sosial yang baik terhadap pergaulan remaja setempat, serta kepada para orangtua agar memberikan pola asuh seperti memperhatikan kegiatan anaknya di luar rumah,dan bagi pemerintah agar lebih bekerja keras mensosialisasikan tentang resiko pernikahan usia muda.
5
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil Alamin
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
hikmah dan pengetahuan serta kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini dengan judul : “Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia
Muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang kabupaten Langkat”
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Hal ini di karenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca.
Penulis juga menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan ini dapat terselesaikan
dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih, diantaranya kepada :
1. Bapak Prof.Dr.Drs Badarudin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku ketua Jurusan Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Edward, M.SP selaku Dosen pembimbing. Terimma kasih atas
waktu, bimbingan, arahan, saran, dan kritik yang sangat bermanfaat bagi
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh Staff edukatif dan administrasi DepartemenIlmu Kesejahteraan
6
5. Kepada Orangtua penulis atas perjuangannya yang telah membesarkan,
mendidik serta mendoakan, hingga mendapat gelar sarjana seperti saat ini.
Kepada Bapak Khairul Zal dan Ibu Partinah, Mereka adalah orangtua hebat
dan luar biasa.
6. Kepada Bapak Syahrial S.Sos selaku Lurah Sawit Seberang Kec.Sawit
Seberang, yang mana selama penelitian berlangsung telah banyak memotivasi
dan membantu dalam melengkapi dan memberikan informasi-informasi yang
di perlukan.
7. Kepada Bapak Miskun S.Pd, Ibu Yeni Rosdiani, Ibu Malahayati SH, terima
kasih atasarahan, dukungan dan motivasinya selama ini.
8. Kepada adik tersayang Dwi Sabastian dan Satria Alwan Azis, serta tak lupa
pula kepada Suri Suliasni dan Indria Sari Utami, terimakasih atas
motivasinya, semoga mereka di berikan kemudahan untuk menyelesaikan
studi nya.
9. Kepada Kakek Teuku Machmud, Bude Khairia Martati, Pakde Indra
syahputra, Bulek Khairunisa, Dahlia, Hirmawati, Wulan sastra, Palek
Khairulsyah, Palek Dedi serta Palek Rudi Setiadi.trimakasih atas
kesabarannya selama ini, dukungan, arahan serta motivasinya.
10.Kepada para sahabat tercinta Amelia Fitria Sari, Sumiharlia S, Chairi
Firnanda, M Halim, M Fikri, Shilla Shalera,Indah S, Loling, Evitamala,
Nancy A, Handina Novira, M Khairul A, Lusiana, Indah Permata, Hadi
Pramana, dan para sahabat yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per
satu, trimakasih atas kerjasamanya selama ini, dukungan serta motivasinya.
Semoga mereka di berikan kemudahan dalam menyelesaikan studi dan
7
11. Kepada sahabat seperjuangan serta rekan-rekan Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial, terimakasih selama ini telah menjadi rekan dan sahabat
yang baik, selama ini kita telah berjuang bersama-sama. Semoga kita semua
sukses.
12.Kepada keluarga besar SMA N 1 Padang tualang, terimakasih telah
memberikan dukungan dan inspirasi, semoga kita tetap menjadi sebuah
keluarga besar dalam kekerabatan yang utuh selamanya.
13.Kepada IMIKS, Young Peace Maker Community Indonesia, terimakasih
telah memberikan pengalaman berharga selama ini. semoga persaudaraan kita
tetap terjaga.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dengan harapan semoga skripsi ini
permanfaat bagi pembaca serta dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi
Departemen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
Medan, 21 Mei 2015
Penulis,
(Eka Khaparistia)
8 LAMPIRAN
1. Daftar Pertanyaan Pedoman Wawancara
2. Surat Keterangan Dosen Pembimbing
3. Lembar Daftar Hadir Seminar Proposal
4. Surat Permohonan Izin Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
5. Surat Balasan Izin Penelitian Kelurahan Sawit Seberang Kec. Sawit
Seberang
6. Peta Lokasi Penelitian
9 DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN……...i
HALAMAN PENGESAHAN………. ii
ABSTRACT ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR BAGAN……….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 7
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
1.4Sistematika Penulisan ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pernikahan ... 10
2.1.1 Pengertian Pernikahan ... 10
10
2.1.2 Peran dan Fungsi Keluarga ... 16
2.1.3 Pola Asuh Orang tua ... 22
2.2 Pernikahan Usia Muda ... 27
2.2.1 MasaRemaja ... 27
2.2.2 Pengertian Pernikahan Usia Muda ... 25
2.2.3 ResikoPernikahan Usia Muda ... 31
2.2.4 Usia Ideal Untuk Menikah ... 35
2.2.5 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda ... 36
2.3 Kerangka Pemikiran... 40
2.4 Definisi Konsep ... 42
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 43
3.2 Lokasi Penelitian ... 43
3.3 Informan ... 43
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 44
3.5 Teknik Analisa Data... 45
11
4.2 Lokasi Penelitian ... ....46
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Karakteristik Responden ... ...50.
5.1.1 Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Kondisi Ekonomi ... ...53
5.1.2 Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan dan Kemauan Sendiri ... ...57
5.1.3 Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Faktor Pola Asuh Orangtua ... ...66
5.1.4 Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Faktor Pendidikan ... ...71
5.1.6 Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Faktor Ketidak Tahuan Responden Tentang Resiko Pernikahan Usia Muda ... ...74
5.2Karakteristik Responden Informan Kunci...76
5.2.1 Karakteristik Responden Informan Kunci (Orangtua Responden)...76
5.2.2 Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Pola Asuh Orangtua...81
5.2.3Deskripsi Jawaban Orangtua Responden berdasarkan pengetahuan mengenai Resiko Pernikahan Usia Muda...85
5.2.4 Deskripsi Jawaban Responden Informan Kunci ( Kepala Lingkuan)...87
5.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda ………...88
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan...91
6.2 Saran...91
12
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.1 Jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang...46
Tabel 4.1.2 Jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang
berdasarkan etnis tahun 2014 ...47
Tabel 4.1.3 Jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang Berdasarkan mata
pencaharian tahun 2014 ...48
Tabel 4.1.4 Jumlah penduduk Kelurahan Sawit Seberang berdasarkan Usia
Pernikahan ...49
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Informan Utama...50
Tabel 5.1.1.1 Deskripsi jawaban responden berdasarkan kondisi ekonomi...57
Tabel 5.1.1.2 Deskripsi jawaban responden berdasarkan factor lingkungan dan
kemauan sendiri...66
Tabel 5.1.1.4 Deskripsi jawaban responden berdasarkan faktor pendidikan ...70
Tabel 5.1.1.5 Deskripsi jawaban responden berdasarkan Faktor ketidak tahuan
responden tentang resiko pernikahan usia muda...75
Tabel 5.2.1 Karakteristik responden Informan Kunci ...79
1
Daftar Bagan
3
UNIVERSITY OF SUMATRA UTARA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
NAME: EKA KHAPARISTIA NIM: 110902032
ABSTRACT
(This thesis consists of 6 chapters, 95 pages, 13 tables, 7 attachments, 24 Library)
Many teenagers trapped in marriage a young age, especially those from poor families, so they chose to marry at a young age to help reduce the economic burden of the family. Many possible risk of early age marriage, be it physical or fisikis risk. This study aims to determine the factors that cause the young age marriages in villages across the palm oil sub-districts across the Langkat district.
This research is classified into type descriptive study using descriptive data analysis. Informants in this study is divided into two kinds, ie key informants and key informants, key informants numbering four teenagers who perform the first wedding under the age of 20 years in the Sawit Seberang districts across the county Langkat and key informants amounted to 4 people, namely the elderly respondents along with the environmental head. Method of data collection is done through in-depth interviews and direct observation in the field.
The results showed that there are various factors that influence the occurrence of marriage at a young age 4 key informants in villages across the palm oil sub-districts across the Langkat district. Diverse factors are the influence of peers, family economic conditions, the desire of the respondents, parenting parents, and pregnant first. From the results of this study are suggested to people in villages across the palm oil sub-districts across to provide good social control against the local youth association, as well as to the parents to give such notice parenting her activities outside the home, and for the government to work harder socialize the risks of marriage a young age.
4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA : EKA KHAPARISTIA NIM : 110902032
ABSTRAK
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 95 halaman, 13 tabel, 7 lampiran, 24 Kepustakaan)
Banyak remaja terjebak dalam pernikahan usia muda, terutama mereka yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, sehingga mereka memilih menikah di usia muda untuk membantu mengurangi beban ekonomi keluarga. Banyak kemungkinan resiko dari pernikahan usia muda, baik itu resiko fisik maupun fisikis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat.
Penelitian ini tergolong kedalam tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan analisis data deskriptif. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu informan utama dan informan kunci, informan utama berjumlah 4 orang remaja yang melakukan pernikahan pertama di bawah usia 20 tahun di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat dan informan kunci berjumlah 4 orang, yaitu orang tua responden beserta kepala lingkungan. Metode pengumpulan data yang di lakukan adalah melalui wawancara mendalam serta observasi langsung ke lapangan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beragam faktoryang mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda pada 4 informan utama di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat. Beragam factor tersebut adalah adanya pengaruh teman sebaya, kondisi ekonomi keluarga, keinginan dari responden, pola asuh orangtua, dan hamil duluan.
Dari hasil penelitian ini di sarankan kepada masyarakat di lingkungan kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang untuk memberikan kontrol sosial yang baik terhadap pergaulan remaja setempat, serta kepada para orangtua agar memberikan pola asuh seperti memperhatikan kegiatan anaknya di luar rumah,dan bagi pemerintah agar lebih bekerja keras mensosialisasikan tentang resiko pernikahan usia muda.
2 BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia menempati peringkat ke-37 negara dengan persentase pernikahan dini
yang tinggi di dunia, serta tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Dalam
Riset Kesehatan Dasar 2010, sekitar 22.000 perempuan usia 10-14 tahun di Indonesia
terikat pernikahan, sementara hasil Survei Demografi dan Kesehatan tahun 2012
menunjukkan 10 persen remaja usia 15-19 tahun sidah pernah melahirkan atau
sedang hamil anak pertama.Saat ini jumlah remaja usia 10-24 tahun di Indonesia
berjumblah kurang lebih 64 juta jiwa atau 27,6% dari jumlah penduduk Indonesia
237,6 juta jiwa (Sensus Penduduk, 2010).
Hasil Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) menunjukkan laju pertumbuhan
penduduk Indonesia selama tahun 2000-2010 sebesar 1,49 persen pertahun. Laporan
kerja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2012
menunjukan bahwa salah satu akar masalah dari tingginya laju pertumbuhan
penduduk Indonesia adalah pernikahan usia muda.
Data pernikahan usia dini, Bappenas (2008) menemukan bahwa 34,5% dari
2.049.000 perkawinan pada tahun 2008 adalah perkawinan anak. Hal serupa di
tujunkan oleh Riset Kesehatan Dasar (2010) yang menemukan bahwa pernikahan
usia 15-19 tahun mencapai 41,9%. Terdapat pula pernikahan usia 10-14% tahun
sebesar 4,8%.
Sedangkan jika di kaitkan antara pernikahan dini dengan KDRT, penelitian Plan
Indonesia (2011), di 8 kabupaten di Indonesia (indramayu, grobogan, Rembang,
3
perempuan yang menikah di usia dini mengalami KDRT dengan frekwensi tinggi,
dan sisanya 56% dalam frekwensi rendah. Dan 33,5% ana usia 13-18 tahun pernah
menikah, dan rata rata mereka menikah pada usia 16 tahun. Sumber; (Kurikulum Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja (BKR) tahun 2014).
Tingginya pernikahan usia muda tersebut kontradiktif dengan undang-undang
No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan
keluarga. Dalam UU tersebut di nyatakan bahwa pembangunan nasional mencakup
semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, serta
mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas
dilakukan upaya pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian,
pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh
dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, penyiapan dan
pengaturan perkawinan serta kehamilan sehingga penduduk menjadi sumber daya
manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional, serta mampu
bersaing dengan bangsa lain, dan dapat menikmati hasil pembangunan secara adil
dan merata.
Sejatinya pernikahan usia muda masih tergolong tinggi di indonesia, bahkan
hingga saat ini indonesia masih bertahan dengan posisinya menduduki pringkat ke
dua di asia tenggara dengan persentase pernikahan usia muda tertinggi. Mengingat
UU yang telah berlaku di atas, bagaimana pembangunan keluarga, peningkatan
kwalitas keluarga, serta peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga akan
terwujud, jika pernikahan usia muda terus terjadi. Sementara kita semua telah
4
tersebut menyebabkan terganggunya peran dan fungsi keluarga. Dan saya kira hal ini
akan berdampak kedalam pembangunan nasional.
Setiap wanita beresiko tinggi terkena kanker leher rahim atau serviks tanpa
memandang usia maupun gaya hidup. Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pun
mencatat kasus baru.Sebanyak 40-45 orang per hari terkena kanker.Dengan resiko
kematian mencapai separuh lebih. Atau setiap satu jam, seorang wanita meninggal
karena mengindap serviks. Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang
tidak hanya mengganggu fisik dan kehidupan seksual saja.Tetapi juga mengganggu
psikologis.Pernikahan usia muda merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
kanker leher rahim pada wanita. Perempuan yang menikah dibawah umur 20 th
beresiko terkena kanker leher rahim. Pada masa transisi (remaja) sel-sel leher rahim
belum matang, rawan akan terjadinya infeksi saat berhubungan suami istri. Tidak itu
saja, terlalu sering melahirkan, kontrasepsi oral jangka panjang dan kurangnya
perawatan kebersihan juga berpeluang terkena serviks.
diakses pada tanggal 8 januari 2015).
Seperti yang kita pahami masa depan bangsa sangat ditentukan oleh kualitas
generasi mudanya. Namun pada kenyataannya masih banyak sekali faktor-faktor
yang menghambat tumbuh kembang para penerus bangsa ini, khususnya remaja.
Banyak remaja yang terjebak dalam pernikahan usia muda, dimana pada saat itu
kondisi mereka yang belum memungkinkan untuk melakukan pernikahan yang di
karenakan kesiapan mental emosional, kondisi psikososial, ekonomi, dan fisik atau
kesehatan, Akibat belum adanya kesiapan tersebut, akan berdampak ke berbagai
5
Keluarga merupakan lembaga pertama tempat anak berpijak dan melakukan
interaksi sosial. Maka dari pada itu untuk mendukung perkembangan kualitas dan
kemajuan anak-anak Indonesia sangat di pengaruhi oleh kesejahteraan keluarga itu
sendiri, Pasangan suami istri usia muda dan belum memiliki kematangan usia
perkawinan biasanya akan memiliki kesulitan dalam menjalankan peran dan fungsi
keluarga sebagaimana mestinnya, jika hal ini terjadi maka anak sebagai generasi
penerus bangsa, perkembangannya akan terganggu dan masalah ini akan berdampak
pada pembangunan sumber daya manusia jangka panjang, karena anak adalah
investasi masa depan bangsa.
Memang pada dasarnya kedewasaan seseorang tidak dapat di ukur dari
seberapa tua usia orang tersebut. Namun bagaimanapun masa remaja adalah masa
dimana seseorang mencari identitas diri, masa dari proses perkembangan fisik
menuju kematangan. Kondisi kematangan psikologis ibu menjadi hal utama karena
sangat berpengaruh terhadap pola asuh anak di kemudian hari.
Dari survey awal yang di lakukan peneliti, Kecamatan Sawit Seberang
merupakan salah satu kecamatan dengan persentase pernikahan dini yang cukup
tinggi.Peneliti sendiri berdomisili di kecamatan sawit seberang sehingga peneliti
sudah mengenal baik tentang bagaimana keadaan lingkungan kecamatan sawit
seberang, khususnya memahami fenomena-fenomena yang sering terjadi dalam
lingkungan pergaulan remaja di lingkungan tersebut. Seperti bagaimana pergaulan
Serta memahami kebiasaan yang sering terjadi, seperti fenomena hiburan malam
dan lain sebagainya.
Terdapat dua malam minggu bagi remaja di sawit seberang, yaitu malam
kamis dan malam minggu yang sesungguhnya.Mereka biasa menyebut malam kamis
6
memanfaatkan moment tersebut untuk bertemu dengan kekasihnya.Mereka biasa
menyebutnya dengan “apel” yang artinya jadwal bertemu dengan kekasih
(pacaran).memang, pacaran merupakan hal lumrah yang sering kita dapati pada
masa remaja, namun kita harus jelih melihat pacaran yang bagaimana yang dapat di
sebut lumrah. Masalah ketidak pantasan ketika sepasang kekasih tanpa ikatan
pernikahan mengumbar kemesraan di muka umum, Apalagi usia pasangan kekasih
tersebut masih tergolong sangat muda, yaitu masi duduk di bangku SMA bahkan
masih duduk di bangku SMP. Sepertinya kontrol dari orang tua mereka juga kurang,
dan tak jarang beberapa dari mereka telah mendapatkan izin dari orang tua.
Fenomena lain yang sering terjadi dan sudah dianggap bukan kejadian yang
anehserta sudah biasa disaksikan oleh masyarakat adalah acara pesta pernikahan
yang mempertunjukan pasangan pengantin yang masih berusia muda. Biasanya
berusia 18 tahun kebawah, yang mana dalam ilmu psikologi sering di sebut dengan
usia masa remaja hingga masa pubertas.bahkan tak jarang pihak mempelai wanita
telah hamil duluan,dan tak jarang pula pada saat di sandingkan perut dari pasangan
pengantin wanita terlihat jelas bulat besar, yang pada dasarnya masyarakat juga
sudah paham hal tersebut mengindikasikan sang mempelai wanita sedang
mengandung. Wanita yang belum cukup umur tetapi telah mengandung maka
kehamilannya akan beresiko, bukan itu saja menikah di usia muda bagi wanita akan
rentan terserang kangker serviks dan ksehatan reproduksi akan terganggu. Yang
disayangkan lagi adalah apabila pasangan suami istri masing-masing masih berusia
muda. Dimana sang suami masih berusia remaja kesiapan mental emosional,
maupun ekonomi di kategorikan belum matang. Hal ini nantinya hanya akan menjadi
7
Sebagai bagian perhatian dari kehidupan sosial, masalah pernikahan usia
muda perlu mendapat perhatian kusus untuk di selesaikan. Dimana perhatian tersebut
di tujukan dalam hal penelitian yang berjudul faktor-faktor penyebab terjadinya
pernikahan usia muda di kelurahan sawit seberangkecamatan sawit seberang
8 1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh peneliti di atas, maka
peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : “Apa saja faktor-faktor penyebab
terjadinya pernikahan usia muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit
Seberang Kabupaten Langkat?”.
1.3Tujuan dan Manfaat penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda di
Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat”.
1.3.2 Manfaat penilitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi
akademisi, pembuat kebijakan dan masyarakat pada umumya mengenai
kajian faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda. Secara
spesifik dan terperinci manfaat yang didapatkan oleh berbagai pihak adalah
sebagai berikut :
1. Bagi akademisi.
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah penelitian mengenai pernikahan usia muda. Selain itu
penelitian ini dapat menjadi literatur bagi akademisi yang ingin mengkaji
9
rangka pengembangan konsep dan teori yang berkenaan dengan
pernikahan usia muda,
2. Bagi pembuat kebijakan.
Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menambah
rujukan dan sebagai tolak ukur dalam menganalisis faktor-faktor
penyebab terjadinya pernikahan dini untuk membuat kebijakan yang tepat
terkait penekanan jumlah pernikahan dini dalam rangka penanganan
jumlah penduduk.
3. Bagi masyarakat
Bagi masyarakat khusunya pembaca, penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor penyebab pernikahan
dini serta beberapa kerugian yang terjadi sebagai akibatnya. Sehingga
dapat menjadi bahan renungan dalam pengambil keputusan untuk
10 1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi uraian tentang konsep yang berkaitan dengan masalah
dan objek yang di teliti, kerangka pemikiran, definisi konsep
dan definisi oprasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek
penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian, yang
berhubungan dengan masalah objek yang akan di teliti.
BAB V : ANALISA DATA
Berisikan tentang uraian data yang di peroleh dalam
penelitian beserta analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pernikahan
2.1.1 Pengertian Pernikahan
Persiapan penikahan juga berarti sejauh mana muda-mudi mempunyai
pegangan dalam memilih teman hidup. Apakah pegangan yang didasarkan pada ciri
luar, misalnya gagah/cantik; atau kualitas pribadi, ataukah kekayaan? Informasi
mengenai pegangan dalam memilih teman hidup ini dapat diperoleh dari orangtua,
baik secara sengaja maupun sebagai suri tauladan. Orangtua yang sudah lebih
berpengalaman dalam perjalanan hidup, tentunya sangat berguna bagi muda-mudi
sebagai sumber informasi, walaupun seringkali perlu dilakukan
perubahan-perubahan disana-sini sesuai dengan zamannya.
Dengan demikian, pernikahan tidak hanya didasari cinta yang buta, tetapi
disertai pertimbangan-pertimbangan rasional, mengingat perbedaan “dunia” antar
pasangan.Masa sebelum menikah dapat di jadikan masa pengamatan, pemahaman
dan penyesuaian diri antar pasangan. Persiapan pernikahan yang matang meliputi
persiapan yang menyangkut diri sendiri, penerimaan pasangan, serta perencanaan
masa depan bersama.
Pernikahan adalah awal dari pembentukan keluarga.Dari sudut pandang
psikologis, keluarga dapat dilihat dari individu-individu yang ada dalam satu
keluarga, dan bagaimana relasi antar individu-individu tersebut.Dengan demikian,
persiapan psikologis individu/tokoh utama yang di soroti adalah muda-mudi calon
12
Adapun individu-individu lain di pandang sebagai lingkungan sosial yang berkaitan
dengan fase pra nikah maupun pasca nikah.Pada fase pra nikah lingkungan sosial
terdekat adalah orang tua, sanak saudara, teman sejenis maupun lawan jenis.Pada
fase pasca nikah lingkungan terdekat adalah orang tua/mertua, sanak saudara dari
kedua belah pihak, teman sebaya sejenis maupun lawan jenis. (Setiono, 2011:12&13)
Perkawinan adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia berlawanan
jenis dalam suatu ikatan yang suci dan mulia di bawah lindungan hukum Tuhan
Yang Maha Esa.( Widyasih, 2009:105)
Dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan,
mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
(Undang-Undang No 1 Tahun 1974)
Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang perkawinan, syarat
melangsungkan perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan
melangsungkan sebuah perkawinan. Syarat-syarat tersebut yaitu:
• Ada persetujuan dari kedua belah pihak.
• Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua orang
tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak
mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari orang tua
yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
• Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan
13
keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke
atas.
Menurut Saxton pernikahan memiliki dua makna, yaitu:Sebagai suatu
institusi sosial. Suatu solusi kolektif terhadap kebutuhansosial.Eksistensi dari
pernikahan itu memberikan fungsi pokok untukkelangsungan hidup suatu
kelompok dalam hal ini adalah masyarakat.kemudian makna individual,
Pernikahan sebagai bentuk legitimisasi (pengesahan) terhadap peran sebagai
individual, tetetapi yang terutama, pernikahan dipandang sebagai sumber
kepuasan personalSaxton( dalam Naibaho, 2013:13).
2.1.2 Keharmonisan Keluarga
Dari sudut pandang psikologi, keluarga dapat dilihat sebagai relasi antar
anggota-anggotanya. Dalam keluarga batih (nuclear family) relasi antar anggota
keluarga terdiri antara relasi suami/bapak dan istri/ibu, orangtua-anak, ibu-anak,
bapak-anak dan anak-anak. Dalam keluarga diperluas (extended family), anggota
keluarga ditambah nenek/kakek, paman/bibi, keponakan dan sebagainya,
sehingga relasi antar anggota keluarga juga lebih banyak dan kompleks.
Kesejahteraan /keharmonisan keluarga dapat tercapai, apabila antar
anggota keluarga saling pengertian. Namun, pada kenyataan saling pengertian
antar anggota keluarga sulit tercapai, sebab adanya perbedaan “dunia” dari
masing-masing anggota keluarga. Perbedaan “dunia” tersebut misalnya terlihat
pada perbedaan dunia pria dan wanita, sehingga hal ini akan mempengaruhi
hubungan suami-istri; ibu dengan anak laki-lakinya; bapak dengan anak
perempuannya; atau anak laki-laki dengan anak perempuan. Perbedaan “dunia”
tersebut juga terlihat pada perbedaan tahap perkembangan anggota keluarga.
14
dipertemukan dengan yang lain. Terlebih lagi bila anggota keluarga dalam priode
krisis, yaitu priode dalam kehidupan manusia yang biasanya menimbulkan
kesukaran dalam diri maupun lingkungan. Dapat dibayangkan kalau dalam satu
keluarga ayah sedang dalam priode krisis karena menjelang pensiun, anak tertua
usia remaja yang merupakan usia yang sukar, ibu dalam priode krisis menjelang
menopause. Perbedaan “dunia” tersebut ditambah perbedaan kondisi
sosio-ekonomi suami istri, suku bangsa, atau agama. (Setiono,2011:9&10)
Adapun Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga
Ada banyak ahli yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi keharmonisan keluarga. Di bawah ini akan dikemukakan
beberapa faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga menurut para ahli.
Keluarga harmonis atau sejahtera merupakan tujuan penting. Oleh karena itu
untuk menciptakan perlu diperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Perhatian. Yaitu menaruh hati pada seluruh anggota keluarga sebagai
dasar utama hubungan yang baik antar anggota keluarga. Baik pada
perkembangan keluarga dengan memperhatikan peristiwa dalam
keluarga,dan mencari sebab akibat permasalahan, juga terdapat perubahan
pada setiap anggotanya.
2. Pengetahuan. Perlunya menambah pengetahuan tanpa henti-hentinya
untuk memperluas wawasan sangat dibutuhkan dalam menjalani
kehidupan keluarga. Sangat perlu untuk mengetahui anggota keluaranya,
yaitu setiap perubahan dalam keluarga, dan perubahan dalam anggota
keluarganya, agar kejadian yang kurang diinginkan kelak dapat
15
3. Pengenalan terhadap semua anggota keluarga. Hal ini berarti pengenalan
terhadap diri sendiri dan pengenalan diri sendiri yang baik penting untuk
memupuk pengertian-pengertian.
4. Bila pengenalan diri sendiri telah tercapai maka akan lebih mudah
menyoroti semua kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam keluarga.
Masalah akan lebih mudah diatasi, karena banyaknya latar belakang
lebihcepat terungkap dan teratasi, pengertian yang berkembang akibat
pengetahuan tadi akan mengurangi kemelut dalam keluarga.
5. Sikap menerima. Langkah lanjutan dari sikap pengertian adalah
sikapmenerima, yang berarti dengan segala kelemahan, kekurangan,
dankelebihannya, ia seharusnya tetap mendapatkan tempat dalam
keluarga.Sikap ini akan menghasilkan suasana positif dan berkembangnya
kehangatan yang melandasi tumbuh suburnya potensi dan minat
darianggota keluarga.
6. Peningkatan usaha. Setelah menerima keluarga apa adanya maka perlu
meningkatkan usaha. Yaitu dengan mengembangkan setiap dari aspek
keluarganya secara optimal, hal ini disesuaikan dengan setiap kemampuan
masing-masing, tujuannya yaitu agar tercipta perubahan-perubahan
danmenghilangkan keadaan bosan.
7. Penyesuaian harus perlu mengikuti setiap perubahan bai
16
Keluarga harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila dalam kehidupannya telah
memperlihatkan faktor-faktor berikut:
1. Faktor kesejahteraan jiwa. Yaitu rendahnya frekwensi pertengkaran
danpercekcokan di rumah, saling mengasihi, saling membutuhkan,
salingtolong-menolong antar sesama keluarga, kepuasan dalam pekerjaan
danpelajaran masing-masing dan sebagainya yang merupakan
indikator-indikatordari adanya jiwa yang bahagia, sejahtera dan sehat.
2. Faktor kesejahteraan fisik. Serinnya anggota keluarga yang sakit,
banyakpengeluaran untuk kedokter, untuk obat-obatan, dan rumah sakit
tentu akanmengurangi dan menghambat tercapainya kesejahteraan
keluarga.
3. Faktor perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan
keluarga.Kemampuan keluarga dalam merencanakan hidupnya
dapatmenyeimbangkan pemasuk
Kunci utama keharmonisan sebenarnya terletak pada kesepahaman hidup
suami dan istri. Karena kecilnya kesepahaman dan usaha untuk saling memahami ini
akan membuat keluarga menjadi rapuh. Makin banyak perbedaan antara kedua belah
pihak maka makin besar tuntutan pengorbanan dari kedua belah pihak.Jika salah
satunya tidak mau berkorban maka pihak satunya harus mau berkorban.Jika
pengorbanan tersebut telah melampaui batas atau kerelaannya maka keluarga
tersebut akan terancam.Maka fahamilah keadaan pasangan, baik kelebihan maupun
kekurangannya yang kecil hinga yang tebesar untuk mengerti sebagai landasan
dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Rencana kehidupan yang dilakukan kedua
17
ini keluarga bisa mengantisiapsi hal yang akan datang dan terjadi saling membantu
untuk misi keluarga.
http://mozaikbimbingankonselingii.blogspot.com/2013/04/konsep-keluarga-bahagia-makalah-mk-bk.html
2.1.3 Peran dan fungsi keluarga
A. Fungsi agama
Agama adalah dasar kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang ada sejak
dalam kandungan.Keluarga adalah tempat pertama seorang anak mengenal
agama.Keluarga juga menanamkan dan menumbuhkan serta mengembangkan
nilai-nilai agama, sehingga anak menjadi manusia yang berakhlak baik dan
bertaqwa.Setiap manusia mempunyai kewajiban yang berbeda.Kewajiban tersebut
disesuaikan berdasarkan umur dan profesinya. Karena itu penting bagi
maing-masing individu untuk mengetahui dan dasar dengan tanggung jawab yang
dipikulnya, termasuk dengan pengetahuan akan eksitensinya sebagai manusia
yang dicipta oleh yang Maha Pencipta.
Manusia pada hakekatnya dciptakan tak lain adalah untuk menyembah
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena itu sangat pantaslah sekiranya setiap
langkah yang akan dituju oleh setiap manusia hanyalah mengharap atas ridho dari
Allah SWT. Dalam hidup perjalanan setiap manusia sesungguhnya tak lepas dari
sekedar menjalani sebuah skenario yang telah digariskan oleh yang Maha
mengatur, sehingga masing-masuing orang satu sama lain baik rezeki, musibah
dan takdir pasti tidak akan sama, karena disitulah letak kerahasiaan dari Sang
Pencipta. Dalam fungsi agama, terdapat 12 nilai dasar yang mesti dipahami dan
18
1. Iman, yang dimaksud dengan iman yaitu mempercayai akan adanya Allah
SWT, Tuhan YME, mengamalkan segala ajaranNya.
2. Taqwa, yang dimaksud dengan taqwa adalah mengamalkan segala sesuatu
yang diperintahkan dan menghindari segala yang dilarang Allah SWT.
3. Kejujuran, yang dimaksud dengan kejujuran yaitu menyampaikan apa
adanya.
4. Tenggang rasa ditandai dengan adanya kesadaran bahwa setiap orang
berbeda dalam setiap sifat dan karakternya.
5. Rajin, maksudnya menyediakan dan tenaga untuk menyelesaikan
tugasnya dengan berusaha untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
6. Kesalehan, maksudnya memiliki nilai moral yang tinggi dengan
melakukan sesuatu yang benar secara konsisten.
7. Ketaatan, maksudnya dengan segera dan senang hati melaksanakan apa
yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
8. Suka membantu, memiliki kebiasaan menolong dan membantu orang lain
tanpa mengharapkan imbalan.
9. Disiplin, maksudnya menepati waktu, mematuhi aturan yang telah
disepakati.
10.Sopan santun, maksudnya adalah seseorang yang berperilaku sesuai
dengan norma-norma dan nilai-nilai agama.
11.Sabar dan Ikhlas, maksudnya kemampuan seseorang untuk menahan diri
dalam menginginkan sesuatu serta dalam menghadapi suatu kesulitan.
12.Kasih sayang, merupakan ungkapan perasaan dengan penuh perhatian,
19
B. Fungsi Sosial Budaya
Dalam fungsi sosial budaya, terdapat 7 (tujuh) nilai dasar yang mesti dipahami
dan ditanamkan dalam keluarga. Tujuh nilai dasar tersebut diantaranya:
1. Gotong royong, melakukan pekerjaan secara bersama-sama yang dilandasi
oleh sukarela dan kekeluargaan.
2. Sopan santun, perilaku seseorang yang sesuai dengan norma-norma sosial
budaya setempat.
3. Kerukunan, hidup berdampingan dalam keberagaman secara damai dan
harmonis.
4. Peduli, mendalami perasaan dan pengalaman orang lain.
5. Kebersamaan, adanya perasaan bersatu, sependapat, dan sekepentingan.
6. Toleransi, bersikap menghargai pendirian yang berbeda atau bertentangan
dengan pendirian sendiri.
7. Kebangsaan, kesadaran diri sebagai warga Negara Indonesia harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa.
C. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang
Dalam fungsi cinta dan kasih sayang terdapat 8 (delapan) nilai dasar yang
mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga, diantaranya adalah:
1. adalah memahami dan mengerti akan perasaan orang lain.
2. Akrab, hubungan yang dilandasi oleh rasa kebersamaan dan kedekatan
perasaan
3. Adil, memerlukan orang lain dengan sikap tidak memihak
4. Pemaaf, dapat menerima kesalahan orang lain tanpa perasaan dendam
20
6. Suka menolong, ditandai dengan tindakan suka menolong dan suka
membantu orang lain
7. Pengorbanan, kerelaan memberikan sebagian haknya untuk membantu
orang lain
8. Tanggung jawab, mengetahui serta melakukan apa yang menjadi tugasnya.
D. Fungsi Perlindungan
Dalam fungsi perlindungan terdapat 5 (lima) nilai dasar yang mesti dipahami
dan ditanamkan dalam keluarga. Nilai dasar tersebut diantaranya:
1. Aman, dimaksudkan suatu perasaan yang terbatas dari ketakutan dan
kekhawatiran
2. Pemaaf, memberitahukan atau menunjukkan kesalahan seseorang dan
memberi kesempatan untuk memperbaikinya
3. Tanggap, maksudnya mengetahui dan menyadari sesuatu yang akan
membahayakan/mengkhawatirkan
4. Tabah, mampu menahan diri ketika menghadapi situasi yang tidak di
harapkan
5. Peduli, suatu upaya untuk memelihara, melindungi lingkungan dari
kerusakan
E. Fungsi Reproduksi
Diantaranya adalah tanggung jawab, sehat, dan teguh.
1. Tanggung jawab, dimaksudkan untuk mengetahui apa yang menjadi
21
2. Sehat, dimaksudkan untuk keadaan sehat secara fisik, fungsi dan system
reproduksi serta rohani/emosional, orang yang sehat dalam fungsi
reproduksi di cirikan dengan kemampuan seseorang menjaga kebersihan
dan kesehatan reproduksinya.
3. Teguh, dimaksudkan untuk keteguhan dalam fungsi reproduksi yaitu
kemampuan seseorang mampu menjaga kesucian organ reproduksinya
sebelum menikah.
F. Fungsi Sosialisasi dan pendidikan
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia dalam
kehidupannya saling membutuhkan bantuan satu sama lain, hidup secara
berkelompok dan bermasyarakat. Setiap manusia memiliki system sosial terkecil
yaitu keluarga.Menurut Coleman dan Cressey, Keluarga adalah sekelompok orang
yang di hubungkan oleh pernikahan, keturunan atau adopsi yang hidup bersama
dalam sebuah rumah tangga.
Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.Keluarga
selain berfungsi sebagai pendidik juga sebagai pembimbing dan pendamping dalam
tumbuh kembang anak, baik secara fisik, mental, sosial dan spiritual.Mendidik anak
adalah kewajiban orang tua.
Dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan terdapat 7 nilai dasar yang mesti di
pahami dan ditanamkan dalam keluarga. Ketujuh nilai dasar tersebut diantaranya :
1. Percaya diri dalam fungsi sosialisasi/pendidikan adalah kebebasan berbuat
secara mandiri dengan mempertimbangkan serta memutuskan sendiri tanpa
22
2. Luwes dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan adalah mudah menyesuaikan
diri dengan situasi dan kondisi misalnya mudah bergaul dengan siapa saja.
3. Bangga dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan, yaitu perasaan senang yang
dimiliki, ketika selesai melaksanakan tugas/pekerjaan yang menantang atau
berhasil meraih sesuatu yang di inginkan.
4. Rajin dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan yaitu menyediakan waktu dan
tenaga untuk menyelesaikan tugasnya dengan berusaha untuk mendapatkan
hasil yang maksimal.
5. Kreatif dalam fungsi sosial dan pendidikan
6. Tanggungjawab dalam fungsi sosialisasi danb pendidikan maksudnya
mengetahui serta melakukan apa yang telah menjadi tugasnya.
7. Kerjasama dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan maksudnya melakukan
sesuatu pekerjaan secara bersama-sama.
G. Fungsi Ekonomi
Dalam menjalani kehidupan manusia membutuhkan berbagai jenis dan macam
barang-barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhannya diantaranya adalah:
1. Kebutuhan primer
Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok yang benar-benar sangat di
butuhkan oleh keluarga dan sifatnya wajib untuk dipenuhi, contohnya kebutuhan
sandang, pangan, dan papan.
2. Kebutuhan sekunder
Kebutuhan skunder keluarga adalah kebutuhan yang diperlukan setelah
semuakebutuhan pokok terpenuhi, contohnya kebutuhan rekreasi, kebutuhan
23
3. Kebutuhan tersier
Kebutuhan tersier keluarga adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah,
tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan promer
dan kebutuhan skunder, contohnya adalah mobil, computer, apartemen, dan
lainsebagainya.
H. Fungsi Lingkungan
Dalam fungsi lingkungan terdapat 2 (dua) nilai dasar yang mesti di pahami dan
di tanamkan dalam keluarga. Kedua nilai dasar tersebut diantaranya :
1. Bersih maksudnya suatu keadaan lingkungan yang bebas dari kotoran, sampah
dan polusi.
2. Disiplin, maksudnya mematuhi aturan dan kesepakatan yang berlaku(Kurikulum
Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja BKR tahun 2014).
2.1.4 Pola Asuh Orangtua
Pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif
konsistensi dari waktu ke waktu. Dalam mengasuh anak orang tua cenderung
menggunakan pola asuh tertentu. Menurut dr. Baumrind, terdapat 3 macam pola asuh
orang tua yaitu demokratis, otoriter dan permisif.
a. Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan
anak, akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua dengan
perilaku ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau
pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap
24
kemampuan anak. orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada
anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya
kepada anak bersifat hangat. (Ira Petranto, 2005). Misalnya ketika orang tua
menetapkan untuk menutup pintu kamar mandi ketika sedang mandi dengan
diberi penjelasan, mengetuk pintu ketika masuk kamar orang tua,
memberikan penjelasan perbedaan laki-laki dan perempuan, berdiskusi
tentang hal yang tidak boleh dilakukan anak misalnya tidak boleh keluar dari
kamar mandi dengan telanjang, sehingga orang tua yang demokratis akan
berkompromi dengan anak.
b. Otoriter
Pola asuh ini sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak
harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman mislalnya, kalau
tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini
cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau
melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak
segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi
dan dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. (Ira Petranto, 2005).
Misalnya anaknya harus menutup pintu kamar mandi ketika mandi tanpa
penjelasan, anak laki-laki tidak boleh bermain dengan anak perempuan,
melarang anak bertanya kenapa dia lahir, anak dilarang bertanya tentang
lawan jenisnya. Dalam hal ini tidak mengenal kompromi.Anak suka atau
tidak suka, mau atau tidak mau harus memenuhi target yang ditetapkan orang
tua.Anak adalah obyek yang harus dibentuk orang tua yang merasa lebih tahu
25 c. Permisif
Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk
melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung
tidak menegur / memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka, sehingga seringkali
disukai oleh anak. (Ira Petranto, 2005). Misalnya anak yang masuk kamar
orang tua tanpa mengetuk pintu dibiarkan, telanjang dari kamar mandi
dibiarkan begitu saja tanpa ditegur, membiarkan anak melihat gambar yang
tidak layak untuk anak kecil, degan pertimbangan anak masih kecil.
Sebenarnya, orang tua yang menerapka pola asuh seperti ini hanya tidak ingin
konflik dengan anaknya.
Karakteristik Anak Dalam Kaitannya dengan Pola Asuh Orang tua
1. Pola asuh demokratis akan menghasikan karakteristik anak-anak yang
mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman,
mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan
koperatif terhadap orang-orang lain.
2. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut,
pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar
norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
3. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang
impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang
sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial (Rina M.
26 Syarat Pola Asuh Efektif
Pola asuh yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi mampu
memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang efektif
adalah landasan cinta dan kasih sayang.Berikut hal-hal yang dilakukan orang tua
demi menuju pola asuh efektif :
a. Pola Asuh harus dinamis Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya
pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai contoh, penerapan pola
asuh untuk anak balita tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia
sekolah. Pasalnya,kemampuan berfikir balita masih sederhana. Jadi pola
asuh harus disertai komunikasi yag tidak bertele-tele dan bahasa yang
mudah dimengerti.
b. Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak
Ini perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak yang
berbeda. perkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat
terlihat seumpama jika mendengar alunan musik, dia lebih tertarik
ketimbang anak seusianya, kalau orang tua sudah memiliki gambaran
potensi anak, maka ia perlu diarahkan dan difasilitasi.
c. Ayah ibu mesti kompak Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh
yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya “berkompromi”
dalam menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak.
d. Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orang tua Penerapan pola
asuh juga membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua sehingga bisa
dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-nilai kebaikan
27
e. Komunikasi efektif Syarat untuk berkomunkasi efektif sederhana yaitu
luangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak. Jadilah
pendengar yang baik dan jangan meremehkan pendapat anak. Dalam
setiap diskusi, orang tua dapat memberikan saran, masukan atau
meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah.
f. Disiplin
Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh, mulailah dari hal-hal
kecil dan sederhana. Misal, membereskan kamar sebelum berangkat
sekolah anak juga perlu diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa
lebih teratur dan efektif mengelola kegiatannya. Namun penerapan
disiplin mesti fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan / kondisi anak.
g. Orangtua konsisten Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap,
misalnya anak tidak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk,
tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia
belajar untuk konsisten terhadap sesuatu, sebaliknya orang tua juga harus
konsisten, jangan sampai lain kata dengan perbuatan.
Faktor Utama yang Mempengaruhi Pola Asuh
a. Budaya
Orang tua mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua
merasa bahwa orang tua mereka berhasil mendidik mereka dengan baik,
maka mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuh
mereka.
b. Pendidikan Orang Tua Orang tua yang memiliki pengetahuan lebih
28
c. Status Sosial Ekonomi Orang tua dari kelas menengah rendah cenderung
lebih keras/lebih permessif dalam mengasuh anak
2.2 Pernikahan Usia Muda
2.2.1 Masa Remaja
Kurt Lewin menggambarkan tingkahlaku yang menurut pendapatnya akan
selalu terdapat pada remaja :
1. Pemalu dan Perasa, Tetapi sekaligus juga cepat marah dan agresif
sehubungan belum jelasnya batas-batas antara berbagai sektor di lapangan
psikologi remaja.
2. Ketidakjelasan batas-batas ini menyebabkan pula remaja terus menerus
merasakan pertentangan antar sikap, nilai, ideologi dan gaya hidup.
Konflik ini di pertajam dengan keadaan diri remaja yang berada di
ambang peralihan antara masa anak-anak dan dewasa, sehingga ia dapat
disebut manusia marginal. Jadi ia tidak punya tempat berpijak yang bisa
memberinya rasa aman, kecuali dalam hubungannya dengan teman
sebayanya.
3. Konflik sikap, Nilai dan Ideologi Tersebut muncul dalam bentuk
ketegangan emosi yang meningkat.
4. Ada kecendrungan pada remaja untuk mengambil posisi yang sangat
ekstrim dan merubah kelakuannya secara drastis, akibatnya sering muncul
29
5. Bentuk bentuk khusus dari tingkahlaku remaja pada berbagai individu
yang berbeda akan sangat di tentukan oleh sifat dan kekuatan dorongan
yang saling berkonflik tersebut. (Sarwono,1989:43-44)
Proses perkembangan yang di alami remaja akan menimbulkan permasalahan
bagi mereka sendiri dan mereka yang berada dekat dengan lingkungan hidupnya.
Dari semua perubahan yang telah dan akan di alami pada masa remaja, tertinggal
aspek aspek yang berarti bagi remaja, yang akan di persatukan dalam suatu identitas
diri. Sesungguhnya semua permasalahan selama masa peralihan di warnai oleh
masalah utama, yakni pembentukan identitas diri. Dalam pertaliannya dengan
lingkungan dekat dan perubahan peranan sosial, akan di hadapi masalah pelepasan
diri dari orang tua. Masih banyak permasalahan sehubungan dengan masa peralihan
yang di alami pada masa-masa remaja.(Gunarsa,1978:3-4)
Untuk menghindari kesimpang siuran dan kesalah pahaman dalam
penggunaan istilah dan bidang penyorotan dengan tujuan yang sama baik istilah
remaja di jelaskan terlebih dahulu. Istilah asing yang sering di pakai untuk
menunjukan masa remaja, yaitu PUBERTY : berasal dari bahasa latin yang artinya
PUBERTAS, berarti Kelaki-lakian, Kedewasaan, yang di landasi oleh sifat dan tanda
kelaki-lakian. Dari Kepustakaan yang di dapatkan:
Puberteit adalah masa antara 12 dan 16 tahun.Pengertian pubertas meliputi
perubahan fisik dan fisikis.Andolescentia adalah masa sesudah pubertas, yakni masa
antara 17 dan 22 tahun.Tinjauan psikologis di lakukan terhadap usaha remaja dalam
mencari dan memperoleh tempat dalam masyarakat dengan peranan yang
30
Penggolongan remaja menurut Thornburg dalam (Agustiani,2009:33) terbagi
tiga tahap yaitu :
a. Remaja awal usia 13-14 tahun : Masa remaja awal umumnya individu telah
memasuki pendidikan di bangku sekolah menengah tingkat pertama
b. Remaja Tengah 15-17 tahun : Individu sudah duduk di sekolah menengah
atas.
c. Remaja akhir usia 18-21 tahun : biasanya individu telah memasuki pergurun
tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja. (Dariyo,2004:14)
Menurut Erikson dalam (Agustiani,2009:33) seseorang remaja bukan sekedar
mempertanyakan siapa diriny, tetapi bagaimana dan dalam konteks apa dia bisa jadi
bermakna dan di maknakan. Dengn kata lain, identitas sorang tergantung pula pada
bagaiman orang lain mempertimbangkan kehadirannya.
Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat membawa akibat
bahwa fokus utama dari perhatian remaja adalah dirinya sendiri. Secara psikologis
proses-proses dalam diri remaja semua tengah mengalami perubahan, dan
komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional, dan kognitif sedang mengalami
perubahan besar. Sekarang dengan terbukanya kemungkinan bagi semua objek untuk
di fikirkan dengan cara hipotesis, berbeda dan baru, dan dengan dan perubahan
dirinya yang radikal, sepantasnyalah bagi individu untuk memfokuskan pada dirinya
31 2.2.2 Pengertian Pernikahan usia muda
Pernikahan usia muda adalah sebuah pernikahan yang salah satu atau kedua
pasangan berusia dibawah tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah
mengenah atas. Jadi, sebuah pernikahan disebut pernikahan dini, jika kedua atau
salah satu pasangan masih berusia dibawah 18 tahun (masih berusia remaja).
Usia muda didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa. Batasan usia muda berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya
setempat. Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12-24 tahun. Sedangkan dari
segi program pelayanan, definisi yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah
mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BkkbN
batasan usia muda adalah 10-21 tahun (BKKBN, 2005). WHO Expert Comitte
memberikan batasan-batasan pertama tentang definisi usia muda bersifat
konseptional pada tahun 1974. Dalam hal ini ada 3 kategori yaitu biologis, psikologis
dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut tersembunyi sebagai
berikut, usia muda adalah suatu masa dimana :
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekunder sampai ia mencapai kematangan sendiri.
2. Individu mengalami perkembangan psikologis dari masa kanak-kanak menjadi
dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif mandiri.
Dari batasan usia muda di atas ditetapkan batasan usia muda antara 11-19 tahun,
dimana di antara usia tersebut sudah menunjukan tanda-tanda seksualnya. Bila hal ini
32
mengenai kesehatan pada usia muda khususnya wanita yang kehamilannya terlalu
awal
10:00)
2.2.3 Resiko Pernikahan Usia Muda
Konsultan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi dokter Julianto
Witjaksono juga menerangkan banyak terjadi resiko penyakit dan kelainan terutama
saat kehamilan muda. “Karena secara biologis perempuan di bawah usia 20 tahun
belum siap, sehingga resikonya sangat tinggi bagi ibu dan bayi. Berdasarkan kajian
bidang kesehatan, rentang usia perkawinan paling aman bagi seorang wanita
adalah 20-35 tahun. Pada usia itu, seorang perempuan masuk dalam kategori usia
dewasa muda. Pernikahan wanita di bawah usia 20 tahun memiliki resiko tinggi
akan kematian. Adapun risiko kehamilan remaja lebih tinggi dibandingkan
kehamilan pada usia reproduksi sehat (20-35 tahun), antara lain terjadi tiga sampai
tujuh kali kematian dalam kehamilan dan persalinan terutama akibat pendarahan dan
infeksi. Selain itu, satu sampai dua dari empat kehamilan remaja mengalami depresi
pasca persalinan.wanita di bawah 20 tahun memiliki resiko tinggi untuk penyakit dan
kematian ketika menjalankan fungsi reproduksi. Memasuki usia 20 tahun secara
medik (fisik, biologis, endokrinologi serta psikologis, dan emosional), peremuan
memiliki kematangan menjalankan hak reproduksinya secara aman terutama dalam
menghasilkan generasi bangsa Indonesia yang berkualitas.
Temuan caplan manyatakan, usia orang tua yang masih terlalu muda terbukti
33
penyalagunaan anak. Sebuah proyek di amerika srikat yang di beri nama proyek
TALLENT telah melaksanakan sebuah survey nasional yang meliputi 375.000 orang.
survey itu di lakukan pada tahun 1980-an akan tetapi respondennya adalah yang pada
tahun 1960, yang sedang duduk di kelas 9-12 atau setara dengan kelas 3 SMP-
3SMA. Mereka ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu yang waktu di lahirkan orang
tuanya masih remaja dan yang lahir dari orang tua yang lebih dewasa.Hasilnya
adalah bahwa terlepas dari faktor sosial ekonomi, orangtua, anak-anak, yang lahir
dari orang tua remaja memang mempunyai beberapa kekurangan jika di bandingkan
dengan yang orang tuanya lebih dewasa. Kekurangan-kekurangan itu antara lain :
prestasi sekolahnya lebih renda dan ada kecenderungan untuk menikah pada usia
remaja juga dan tingkat kesuburanya lebih tinggi dari rekan-rekanya yang lahir dari
orang tua yang lebih dewasa. (Sarwono,1989:118)
Konsekuensi dari pernikahan usia muda dan melahirkan di usia remaja adalah
berisiko untuk melahirkan prematur dan berat badan lahir rendah. Wanita yang
menikah pada usia dini mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil
dan angka kelahiran juga lebih tinggi. Perkawinan usia remaja juga berdampak pada
rendahnya kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi ketidaksiapan secara psikis dalam
menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi rumah tangga, risiko tidak siap
mental untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab,
kegagalan perkawinan, kehamilan usia dini berisiko terhadap kematian ibu karena
34
Remaja yang melakukan perkawinan dini memiliki resiko dalamkehamilan dan
proses persalinan, yaitu :
a. Resiko Sosial Perkawinan Dini
Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri danmembutuhkan
pergaulan dengan teman- teman sebaya. Perkawinan dinisecara sosial akan menjadi
bahan pembicaraan teman- teman remaja danmasyarakat, kesempatan untuk bergaul
dengan teman sesama remajahilang, sehingga remaja kurang dapat membicarakan
masalah- masalahyang dihadapinya. Remaja memasuki lingkungan orang dewasa
dan keluargayang baru, dan asing bagi mereka. Bila remaja kurang dapat
menyesuaikandiri, maka akan timbul berbagai keterangan dalam hubungan keluarga
danmasyarakat (Sibagariang ddk, 2010).
Perkawinan dini dapat mengakibatkan remaja berhenti sekolahsehingga
kehilangan kesempatan untuk menuntut ilmu sebagai bekal hidupuntuk masa depan.
Sebagian besar pasangan muda ini menjadi tergantungdengan orang tua, sehingga
kurang dapat mengambil keputusan sendiri.Perkawinan dini memberikan pengaruh
bagi kesejateraan keluarga dandalam masyarakat secara keseluruhan. Wanita yang
kurang berpendidikandan tidak siap menjalankan perannya sebagai ibu akan kurang
mampu untukmendidik anaknya, sehingga anak akan bertumbuh kembang secara
kurangbaik, yang dapat merugikan masa depan anak (Sibagariang dkk, 2010).
b. Resiko Kejiwaan Perkawinan Dini
Perkawinan pada umumnya merupakan suatu masa pemeliharaandalam
kehidupan seseorang dan oleh karena itu mengandung stres.Istri dansuami
memerlukan kesiapan mental dalam menghadapi stres, yaitu bahwaistri dan suami
mulai beralih dari masa hidup sendiri kemasa hidup bersamadan keluarga.Kesiapan
35
(Sibagariang dkk, 2010)Pengalaman hidup remaja yang berumur dibawah 20 tahun
biasanyabelum mantap. Apabila wanita pada masa perkawinan usia muda
menjadihamil dan secara mental belum mantap, maka janin yang di kandungnya
akan menjadi anak yang tidak dikehendakinya, ini berakibat buruk
terhadapperkembangan jiwa anak sejak dalam kandungan (Sibagariang dkk, 2010)
Remaja yang memiliki kejiwaan dan emosi yang kurang matang,mengakibatkan
timbulnya perasaan gelisah, kadang-kadang mudah timbulrasa curiga, dan
pertengkaran suami dan istri sering terjadi ketika masa bulanmadu sudah berakhir
(Sibagariang dkk, 2010).
c. Resiko Kesehatan Perkawinan Dini
Resiko kehamilan usia dini merupakan kehamilan pada usia masihmuda yang
dapat merugikan. Perkawinan dini memiliki resiko terhadapkesehatan, terutama
pasangan wanita pada saat mengalami kehamilan danproses persalinan. Kehamilan
mempunyai dampak negatif terhadapkesejahteraan seorang remaja.Sebenarnya
remaja tersebut belum siapmental untuk hamil, namun karena keadaan remaja
terpaksa menerimakehamilan dengan resiko (Sibagariang dkk, 2010).Berikut
beberapa resiko kehamilan yang dapat dialami oleh remaja(usia kurang dari 20
tahun), yakni :
a. Kurang darah (anemia) adalah dalam masa kehamilan dengan akibatyang
buruk bagi janin yang dikandung, seperti pertumbuhan janinterlambat
dan kelahiran prematur.
b. Kurang gizi pada masa kehamilan yang dapat mengakibatkan
perkembangan biologis dan kecerdasan janin terlambat, sehingga
36
c. Preeklamsi dan eklamsi yang dapat membawa maut bagi ibu
maupunbayinya.
d. Pasangan yang kurang siap untuk menerima kehamilan cendrung
untukmelakukan pengguguran kandungan (aborsi) yang dapat
berakibatkematian bagi wanita.
e. Pada wanita yang menikah sebelum usia 20 tahun mempunyai resikodua
kali lipat untuk mendapatkan kangker servik dibandingkan denganwanita
yang menikah pada umur yang lebih tua.
2.2.4 Usia Ideal Untuk Menikah
Menurut Humas Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
U. Kusmana mengatakan bahwa berdasarkan kesehatan reproduksi, wanita menjadi
seorang ibu lebih baik dimulai pada usia 20 tahun. Dan buat pria di rekomendasikan
menikah dimulai pada usia 25 tahun dan di sarankan pria harus lebih tua daripada
wanita.Pria lebih tua sangat disarankan karena mereka akan memegang tampuh
kepemimpinan dalam sebuah keluarga. Tapi walaupun demikian sebuah pernikahan
tidak didasari hanya sebatas umur saja, namun harus memiliki banyak pertimbangan
lainnya.
Rata-rata usia pernikahan adalah 25 tahun untuk wanita dan 27 tahun untuk
pria. Usia ideal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya perceraian pada
pasangan menikah.Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
mewanti-wanti agar anak Indonesia tidak menikah di usia muda. Usia muda artinya,
usia yang belum matang secara medis dan psikologinya. Usia menikah idel untuk
perempuan adalah 20 - 35 tahun dan 25 - 40 tahun untuk pria.Pada umur 20 tahun