SKRIPSI
Oleh:
Iin Isnaini NIM. U20194038
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
APRIL 2023
KESENIAN SEBLANG DI DESA OLEHSARI KABUPATEN BANYUWANGI PADA TAHUN 2002-2021
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora Program Studi Sejarah Peradaban Islam
Oleh:
Iin Isnaini NIM. U20194038
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
APRIL 2023
ii
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora Program Studi Sejarah Peradaban Islam
Oleh:
Iin Isnaini NIM. U20194038
Disetujui Pembimbing
Muhammad Arif Mustaqim, S.Sos., M.Sosio.
NUP. 201603138
iii
Telah diuji dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora Program Studi Sejarah Peradaban Islam
Hari: Kamis Tanggal: 13 April 2023
Tim Penguji
Ketua Sekretaris
Dr. Win Usuluddin, M. Hum. Dahimatul Afidah, M. Hum.
NIP. 197001182008011012 NIP. 199310012019032016 Anggota:
1. Dr. H. Amin Fadlillah, SQ., M.A. ( )
2.
3. Muhammad Arif Mustaqim, S.Sos., M.Sosio. ( )
Menyetujui
Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora
Prof. Dr. M. Khusna Amal, S. Ag., M, Si NIP: 19721208 199803 1001
iv
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
QS. Ar-Ra’d Ayat 111
1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya (Edisi Disempurnakan) (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), 73.
v
Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Serta untuk pengembangan ilmu sejarah dan peradaban Islam
vi
rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nyalah, perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Sebagai tanda rasa syukur penulis, semua pengalaman selama proses penulisan skripsi akan penulis jadikan sebagai refleksi atas diri penulis untuk kemudian akan penulis implementasikan dalam bentuk sikap dan perilaku konstruktif dan produktif untuk kebaikan dan perbaikan semua warga bangsa.
Penulisan skripsi ini terselesaikan berkat bantuan dan peran berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Prof. Dr.
H. Babun Suharto, SE., MM atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Sarjana.
2. Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora Prof. Dr. M. Khusna Amal, S. Ag., M.Si dan seluruh jajaran Dekanat yang lain atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Studi Sejarah Peradaban Islam pada Program Sarjana Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
3. Ketua Jurusan Studi Islam Dr. Win Usuluddin, M.Hum. atas ilmu, motivasi, serta dukungan yang diberikan selama proses perkuliahan.
vii
5. Dosen Pembimbing Muhammad Arif Mustaqim, S.Sos., M. Sosio. yang selalu memberikan motivasi dan meyakinkan penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tanpa bimbingan, saran, bantuan, dan motivasi beliau penulisan skripsi ini tidak akan selesai.
6. Seluruh dosen di Program Studi Peradaban Islam Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang dengan sukarela mentransfer, membagi teori-teori dan ilmu- ilmu serta pengalamannya selama proses perkuliahan.
7. Seluruh pegawai dan karyawan di lingkungan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember atas informasi-informasi yang diberikan yang sangat membantu penulis mulai dari awal kuliah sampai bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8. Pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini, seluruh jajaran pengurus adat Seblang Olehsari Banyuwangi yang sangat membantu memberikan informasi terkait kesenian Seblang Olehsari.
9. Kepada ibu saya Siti Kholimah yang atas doanya skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar dan membawa berkah.
10. Teman baik saya Mufaidatul Umami dan Bella Riskika yang selalu menemani suka duka saya dalam penulisan skripsi ini.
viii
yang sebaik mungkin dari Allah swt. Atas segala kekurangan serta kekhilafan yang ada, sepenuh hati penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya.
Jember, 13 April 2023
Penulis
ix
Kata Kunci: Kesenian, Seblang Olehsari, Komodifikasi Budaya.
Kesenian Seblang Olehsari adalah sebuah tradisi bersih desa oleh masyarakat Osing Desa Olehsari yang dilaksanakan setiap tahunnya. Seiring berkembangnya zaman yang semakin modern kesenian ini sedikit mengalami pergeseran dalam nilai ritual adatnya. Hal ini tidak terlepas dari dampak globalisasi ekonomi yang merambah pada kebudayaan tradisional, dalam istilah sosiologi disebut dengan komodifikasi budaya. Seblang Olehsari termasuk kesenian budaya yang di dalamnya terdapat daya tarik tersendiri. Daya tarik itu dapat menghasilkan nilai komersial apabila dikemas menjadi objek pariwisata yang menarik perhatian wisatan lokal maupun mancanegara.
Adapun fokus penelitian yang dibahas dalam skripsi ini meliputi: 1) Bagaimana perubahan nilai ritual dalam kesenian Seblang Olehsari di Banyuwangi pada tahun 2002-2021. 2) Bagaimana respon masyarakat Olehsari terhadap perubahan nilai ritual dalam kesenian Seblang Olehsari di Banyuwangi pada tahun 2002-2021.
Tujuan dalam penelitian ini 1) mengidentifikasi perubahan nilai ritual dalam kesenian Seblang Olehsari di Banyuwangi pada tahun 2002-2021. 2) mendeskripsikan respon masyarakat Olehsari terhadap perubahan nilai ritual dalam kesenian Seblang Olehsari di Banyuwangi pada tahun 2002-2021.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah. Metode penelitian sejarah merupakan metode yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian sejarah beserta permasalahannya. Menggunakan tahapan pemilihan topik pembahasan, heuristik, kritik sumber (verifikasi data), interpretasi, dan historiografi.
Hasil penelitian menyatakan bahwa: 1) Perubahan nilai ritual Seblang Olehsari sepanjang tahun 2002-2021 terlihat dalam segi nilai fungsi ritual yang awalnya kesenian Seblang menajadi kebutuhan khusus masyarakat Olehsari atas kewajiban yang harus dilaksanakannya dari leluhur mereka, kini kesenian Seblang juga dikemas menjadi agenda wisata tahunan masyarakat Kabupaten Banyuwangi.
Hal ini tidak terlepas oleh adanya pengaruh komodifikasi budaya dalam kesenian Seblang Olehsari. 2) Terdapat beberapa respon masyarakat Desa Olehsari khususnya orang-orang adat terkait adanya komodifikasi budaya terhadap kesenian Seblang. Respon tersebut terbagi menjadi dua jenisyaitu respon positif atau menerima dan respon negatif atau kurang menerima adanya pengaruh komodifikasi buadaya dalam kesenian Seblang Olehsari.
x
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL... xii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 6
C. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Studi Terdahulu ... 11
G. Kerangka Konseptual ... 19
H. Metode Penelitian... 27
I. Sistematika Pembahasan ... 32
BAB II : SEJARAH KESENIAN SEBLANG OLEHSARI A. Sejarah Kesenian Seblang Olehsari ... 34
B. Prosesi Kesenian Seblang Olehsari ... 37
xi
A. Kesenian Seblang Olehsari Tahun 2002-2007 ... 59
B. Kesenian Seblang Olehsari Tahun 2008-2012 ... 64
C. Kesenian Seblang Olehsari Tahun 2013-2017 ... 69
D. Kesenian Seblang Olehsari Tahun 2018-2021 ... 71
BAB IV : RESPON MASYARAKAT DESA OLEHSARI TERHADAP KOMODIFIKASI BUDAYA KESENIAN SEBLANG OLEHSARI DI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2002-2021 A. Kenian Seblang Olehsari Pasca Komodifikasi ... 76
B. Respon Masyarakat Desa Olehsari... 81
C. Komodifikasi Kesenian Seblang Olehsari Dalam Perspektif Farley 83 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 86
B. Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 100 LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Pedoman Observasi 2. Pedoman Wawancara 3. Foto
4. Pernyataan Keaslian Tulisan 5. Biodata Penulis
xii
Tabel 3.2 Komodifikasi Kesenian Seblang Olehsari Tahun 2002-2021 ... 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Terdapat keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia. Sebab itu negara Indonesia disebut dengan negara yang kaya akan budaya. Setiap tempat yang terdapat di Indonesia mempunyai bahasa, adat, keyakinan serta ciri khas yang berbeda-beda. Daerah-daerah tersebut memiliki keseniannya masing-masing dan terus dilestarikan secara turun-menurun agar selalu terjaga keberadaan budaya tersebut.
Asal kata kebudayaan yaitu buddhi dalam bahasa Sansekerta berarti akal. Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu sistem gagasan, tingkah laku dan hasil cipta manusia dalam keberlangsungan kehidupan bermasyarakat yang dimiliki manusia melalui belajar.1 Budaya yang diturunkan secara turun temurun disebut dengan warisan budaya.
Berawal dari budaya itulah lahirlah sebuah tradisi yang merupakan hasil kebudayaan yang diciptakan masyarakat melalui rasa dalam keberlangsungan kehidupan. Tradisi hidup dalam masyarakat membawa arti penting yang dianggap sebagai warisan dari nenek moyang kepada generasi berikutnya.
Salah satu warisan budaya Indonesia ada di Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur, warisan yang dimaksud adalah tradisi ritual Seblang Olehsari.
Ditinjau dari sisi sejarah, Banyuwangi memiliki karakteristik yang unik dalam perkembangan sosial dan budayanya. Di Banyuwangi terdapat
1 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1 (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), 180.
beberapa etnis yang mendiami wilayahnya seperti etnis Jawa, Madura dan Osing. Sebagian besar masyarakat di Banyuwangi menganggap suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi sebab suku Osing paling awal dan paling lama mendiami Banyuwangi yang dulu bernama Blambangan. Masyarakat suku Osing menyebar di beberapa wilayah di Banyuwangi seperti Desa Olehsari, Desa Bakungan, Desa Aliyan, dan lain-lain.2
Ada dua desa di Banyuwangi yang memiliki tradisi ritual Seblang, yakni Desa Olehsari dan Desa Bakungan. Kedua desa tersebut berada dalam satu kecamatanyaitu Kecamatan Glagah. Meski sama-sama memiliki tradisi ritual Seblang, namun pelaksanaan ritual tersebut tentu saja berbeda antara Seblang Olehsari dan Seblang Bakungan. Seblang Olehsari diadakan satu minggu setelah Idul Fitri sedangkan Seblang Bakungan diadakan satu minggu setelah Idul Adha. Selain itu yang menjadi perbedaan antara Seblang Olehsari dan Seblang Bakungan dapat dilihat dari segi penarinya. Jika Seblang Olehsari penarinya adalah perempuan yang masih gadis atau perawan, sedangkan Seblang Bakungan penarinya adalah perempuan tua yang berusia sekitar 50 tahun atau lebih.
Sejarah ritual Seblang Olehsari tercatat oleh kekuasaan yang ditangani oleh asisten Wedono Glagah pada tahun 1930, namun yang tercatat dalam register bukanlah ritual Seblang itu sendiri, melainkan pandemi yang merebak
2 Reinaldo Fahmi Zackaria, I W Tagel Eddy, I A Wirasmini Sidemen, “Seblang: Sebuah Ritual Tari Di Desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur Tahun 1990- 2017” Humanis: Journal of Arts and Humanities, Vol. 23 (4 November 2019): 299.
di Desa Olehsari.3 Hingga saat ini ritual Seblang Olehsari dilaksanakan rutin setiap satu tahun sekali. Masyarakat Olehsari meyakini adanya mitos kesuburan. Apabila masyarakat Olehsari melaksanakan tradisi Seblang maka tanah di Desa Olehsari akan mendapatkan kesuburan dalam bercocok tanam sehingga mendapatkan hasil panen yang melimpah. Pada awalnya ritual Seblang Olehsari dilakukan untuk sarana komunikasi masyarakat setempat dengan roh dan dewa dewi. Ritual Seblang dilaksanakan untuk meminta keberkahan dan dijauhkan dari balak penyakit. Masyarakat Olehsari percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa akan mengabulkan keinginan mereka melalui perantara roh nenek moyang mereka dengan ritual Seblang serta memberikan sesaji.4
Ritual Seblang Olehsari dikategorikan sebagai kesenian tradisional karena pelaksanaan upacaranya diringi oleh musik gamelan dan tarian Seblang. Secara fungsional, kesenian ini memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Olehsari. Ritual Seblang dikenal sebagai upacara bersih desa dan memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sebagai bentuk ungkapan rasa syukur karena dijauhkan dari balak.5 Selain sebagai sarana upacara adat keberadaan kesenian Seblang memberikan dampak sosial bagi masyarakat Olehsari sebagai sarana gotong royong. Nilai gotong royong tersebut tercermin dalam upaya persiapan sebelum kegiatan
3 Hasnan Singodimajan, Ritual Adat Seblang: Sebuah Seni Perdamaian Masyarakat Using Banyuwangi (Banyuwangi: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, 2009), 1.
4 M Jazuli, Sosiologi Seni: Pengantar dan Model Studi Seni (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), 47.
5 M Jazuli, Sosiologi Seni…, 300.
ritual dimulai. Masyarakat Olehsari saling membantu melengkapi kebutuhan pra prosesi seperti selametan, persiapan genjot, pembuatan sesaji dan pembuatan omprog.
Awalnya ritual kesenian Seblang masih dipenuhi nilai-nilai kesakralan dalam prosesi ritualnya. Kemudian Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menginginkan agar kesenian Seblang dikemas menjadi ritual kesenian tradisional yang lebih modern untuk kepentingan pengembangan sektor pariwisata. Dalam perkembangannya saat ini kesenian Seblang tidak lagi dikenal sebatas masyarakat Olehsari saja melainkan kesenian Seblang telah menjadi kalender wisata tahunan yang memiliki daya tarik sebagai objek kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara. Melalui pelaksanaan kesenian Seblang pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengambil peluang atas hadirnya para wisatawan dari berbagai kalangan sebagai penggerak perekonomian desa yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banyuwangi. Hal ini tentu dipengaruhi oleh seiring masuknya arus globalisasi ekonomi di Indonesia.
Secara garis besar, pengertian globalisasi ekonomi adalah arus perdagangan ekonomi di mana seluruh negara di dunia menjadi satu kesatuan pasar yang terintegrasi tanpa batas wilayah negara. Dengan globalisasi ekonomi, semua batasan dan hambatan aliran modal, barang dan jasa telah dihilangkan.6 Didukung dengan kemajuan perkembangan teknologi informasi telah merubah kebudayaan masyarakat yang terdapat di perkotaan maupun
6 Agus Maladi Irianto, “Komodifikasi Budaya Di Era Ekonomi Global Terhadap Kearifan Lokal: Studi Kasus Eksistensi Industri Pariwisata dan Kesenian Tradisional di Jawa Tengah”
Jurnal Theologhia, Vol. 27, No. 1 (Juni 2016): 214.
masyarakat pedesaan. Seluruh lapisan masyarakat akan dengan mudah melakukan transaksi ekonomi dan mengakses informasi melalui teknologi internet seperti komputer, handphone dan lain sebagainya. Kebudayaan di masa globalisasi ekonomi tidak lagi sebatas keseluruhan pola perilaku, pola berpikir dan ilmu pengetahuan yang dimiliki masyarakat. Kebudayaan di masa globalisasi menciptakan kenyataan yang diproduksi kemudian direproduksi kembali secara terus menerus hingga menimbulkan indentitas-identitas yang baru.
Salah satu hasil globalisasi ekonomi yaitu industri pariwisata. Apabila dihubungkan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti perkembangan kesenian Seblang Olehsari ada kaitannya dengan istilah komodifikasi budaya.
Pengertian istilah komodifikasi menurut Adam Smith dalam bukunya yang berjudul Wealth of Nations berasal dari kata commodification yang berarti sebuah proses memperlakukan segala sesutau menjadi barang yang dapat diperjualbelikan atau didagangkan, dengan kata lain menjadi sebuah komoditas.7 Komodifikasi budaya adalah proses modifikasi suatu budaya tradisional dengan sedikit menggeser nilai-nilai kesakralannya sehingga dapat menghasilkan nilai komersial secara ekonomi kepada objek, subjek dan budaya dalam berbagai bentuknya.
Dari industri pariwisata menciptakan suatu komodifikasi budaya dalam kesenian tradisional. Hal ini ditandai oleh tuntutan wisatawan dan kesenian tradisional dijadikan objek wisata yang diperjualbelikan. Kemudian
7 Michael Sega Gumelar, “Komodifikasi Budaya: Komersialisasi Budaya Dayak di Pulau Dayak” Jurnal Studi Kultural, Vol. IV, No. 2 (Juli 2019): 76.
dari timbulnya tuntutan tersebut terjadi pergeseran nilai kesenian tradisional ke ranah komersialisasi budaya. Jadi adanya industri pariwisata menuntut kesenian tradisional harus mengandung hiburan yang sesuai dengan daya tarik objek wisata.8 Kaitannya dengan kesenian tradisional Seblang Olehsari yaitu perkembangan kesenian Seblang dari segi fungsi pelaksanaannya saat ini tidak lagi sebagai ritual bersih desa Olehsari saja, namun telah terjadi pergeseran nilai fungsi ditambah menjadi sebuah tontonan atau hiburan bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara.
Timbulnya fenomena komodifikasi budaya kesenian Seblang Olehsari membuat peneliti tertarik untuk melakukan observasi dan wawancara dengan beberapa masyarakat Olehsari khususnya masyarakat yang berkaitan langsung dengan kesenian Seblang mengenai pergeseran nilai-nilai tradisional Seblang ke ranah modern. Selain itu peneliti ingin mengetahui bagaimana respon masyarakat Olehsari terhadap perubahan tersebut. Dari paparan yang telah dijelaskan melatarbelakangi peneliti dalam pemilihan judul penelitian
“Kesenian Seblang Di Desa Olehsari Kabupaten Banyuwangi Pada Tahun 2002-2021”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana perubahan nilai ritual dalam kesenian Seblang Olehsari di Banyuwangi pada tahun 2002-2021?
8 Agus Maladi Irianto, “Komodifikasi Budaya…, 218.
2. Bagaimana respon masyarakat Olehsari terhadap perubahan nilai ritual dalam kesenian Seblang Olehsari di Banyuwangi pada tahun 2002-2021?
C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini batasan wilayah yang ditentukan oleh peneliti yaitu Desa Olehsari. Peneliti menentukan Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi menjadi lokasi penelitian dikarenakan desa tersebut merupakan lokasi pelaksanaan kesenian Seblang Olehsari, selain itu pemahaman masyarakat Olehsari mengenai informasi tentang kesenian Seblang akan memudahkan peneliti dalam mengumpulkan sumber data terkait.
Dalam catatan sejarah Desa Olehsari masuk dalam Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Seluruh masyarakat Olehsari adalah suku Osing.
Nama Desa Olehsari diresmikan pada tahun 1970 yang sebelumnya desa tersebut bernama Uli-Ulian. Kesenian Seblang yang dimiliki oleh masyarakat Olehsari memiliki daya tarik tersendiri sehingga berbeda dengan tradisi lain yang ada di Banyuwangi seperti adanya unsur kejiman untuk penentuan penari dan hari pelaksanaan ritual Seblang. Peristiwa kejiman adalah suatu proses dimana raga salah satu warga Olehsari dirasuki oleh roh leluhur sebagai terima tamu khusus. Selain itu peristiwa itu juga terjadi saat penari Seblang menari di atas pentas dengan keadaan tidak sadarkan diri karena raganya dirasuki oleh roh leluhur. Pada awalnya kesenian Seblang Olehsari dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Olehsari sebagai sarana meminta keselamatan, namun kini kesenian Seblang Olehsari berubah menjadi salah satu objek pariwisata di Kabupaten Banyuwangi. Hal tersebut berpengaruh pada
perubahan nilai ritual yang terkandung dalam kesenian Seblang. Dari fenomena perubahan inilah peneliti memiliki rasa ketertarikan untuk menyelidiki lebih dalam lagi tentang perubahan yang terjadi pada kesenian Seblang Olehsari akibat komodifikasi budaya.
Batasan waktu yang ditetapkan oleh peneliti adalah antara tahun 2002- 2021. Peneliti memilih tahun tersebut karena telah terjadi perubahan yang signifikan dari segi fungsi kesenian Seblang Olehsari dan perubahan nilai ritual dalam proses pelaksanaannya seperti kesenian Seblang Olehsari pada awalnya berfungsi sebagai ritual bersih desa dan sebagai wujud syukur atas panen yang melimpah, namun hal itu mengalami pergeseran dari fungsi utama menjadi budaya tradisi yang dipromosikan kepada masyarakat luas karena faktor industri pariwisata pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagai program pengembangan pariwisata. Kemudian dari segi nilai juga mengalami pergeseran maknanya seperti penentuan hari pelaksanaan kesenian Seblang yang awalnya peristiwa kejiman menjadi tanda penentuan hari pelaksanaan dan penentuan siapa yang menjadi penari Seblang, kemudian mengalami pergeseran yakni pemerintah kabupaten hari pelaksanaan kesenian Seblang harus dilaksanakan. Selain itu dalam menyajikan tumpeng yang awalnya terdiri dari tumpeng serakat dan tumpeng pecel pitik mengalami pergeseran ditambah adanya sajian tumpeng sego gurih. Pergeseran fungsi dan nilai ritual dalam kesenian Seblang Olehsari terjadi karena adanya campur tangan pemerintah kabupaten di dalamnya. Hal ini dibuktikan dengan Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten yang berpartisipasi dalam mempercepat
pertumbuhan dan perkembangan perekonomian masyarakat melalui industri pariwisata. Semenjak diterbitkannya Peraturan Daerah (PERDA) No. 40 Tahun 2002 Kabupaten Banyuwangi mulai mengatur pengembangan sektor pariwisata. Masa itu pergeseran nilai tradisional ritual Seblang mulai terjadi, namun belum sepenuhnya dikenal oleh masyarakat luas seperti halnya wisatawan mancanegara. Pada tahun 2010-2021 pada masa kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Anas diyakini masyarakat sebagai puncak program- program pariwisata dilaksanakan. Bersama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, Bupati Abdullah Azwar Anas mengagendakan event- event yang berbasis pariwisata digelar dalam satu tahun sekali. Salah satunya yaitu diresmikannya Seblang Olehsari menjadi Banyuwangi Festival atau B- Fest. Selain sebagai wujud pelestarian budaya lokal event tersebut bertujuan untuk promosi kebudayaan kepada wisatawan lokal maupun mancanegara.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengidentifikasi perubahan nilai ritual dalam kesenian Seblang Olehsari di Banyuwangi pada tahun 2002-2021.
2. Untuk mendeskripsikan respon masyarakat Olehsari terhadap perubahan nilai ritual dalam kesenian Seblang Olehsari di Banyuwangi pada tahun 2002-2021.
E. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaatnya peneliti jabarkan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari kajian penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman keilmuan khususnya bagi mahasiswa Sejarah Peradaban Islam di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, mengenai perubahan nilai ritual dalam kesenian Seblang Olehsari pada tahun 2002- 2021. Penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan referensi tambahan untuk penelitian dalam bidang sejarah terkait perubahan nilai ritual kesenian Seblang Olehsari karena faktor industri wisata.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi peneliti
Bagi peneliti, kajian ini bermanfaat untuk mendapatkan wawasan lebih luas dalam penelitian lapangan maupun kepustakaan sehingga dapat menulis karya ilmiah. Peneliti akan mendapatkan lebih banyak informasi dari penelitian ini khususnya tentang aspek perubahan nilai ritual dalam kesenian Seblang Olehsari karena faktor globalisasi ekonomi berupa industri wisata.
b. Manfaat bagi lembaga
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi tambahan sumber referensi khususnya bagi para akademisi di lingkup Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. Selain itu, penelitian ini dapat berkontribusi dalam pemikiran bidang sejarah dan sosial tentang komodifikasi budaya sebagai dampak globalisasi ekonomi dalam bidang industri wisata.
c. Manfaat bagi masyarakat
Diharapkan dari hasil dari penelitian ini, masyarakat dapat mengambil pelajaran serta pengetahuan. Masyarakat umum harus mengetahui model-model yang ada sehingga mereka nantinya dapat mengaplikasikannya dengan lebih baik untuk keberlangsungan kehidupan mereka.
F. Studi Terdahulu
Dalam sub bab ini, peneliti mencantumkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian terdahulu tersebut seperti skripsi, tesis, jurnal, disertasi dan lain sebagainya.9
Pemaparan hasil penelitian terdahulu dapat peneliti sajikan sebagai berikut:
1. Dalam jurnal Joko Pranoto (2019), “Pergeseran Nilai Ritual Tari Seblang Menjadi Objek Pariwisata Di Desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Pada Tahun 1991-2015”.10
Hasil penelitian yang didapat bahwa tari Seblang merupakan sebuah ritual adat di Desa Olehsari dan Desa Bakungan yang berfungsi sebagai kegiatan bersih desa dari tolak balak. Ritual Seblang dilaksanakan setiap dua kali dalam satu tahun yaitu setelah hari raya Idul Fitri untuk Seblang Olehsari dan setelah hari raya Idul Adha untuk Seblang Bakungan. Dalam jurnal ini menjelaskan pergeseran-pergeseran nilai ritual
9 Sekretariat, Pedoman Penuisan Karya Ilmiah, (Jember: IAIN Jember Press, 2019), 45.
10 Joko Pranoto, “Pergeseran Nilai Ritual Tari Seblang Menjadi Objek Pariwisata Di Desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Pada Tahun 1991-2015”, AVATARA: Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol. 7, No. 2 (2019).
Seblang sebelum ditetapkan menjadi objek pariwisata di Banyuwangi seperti peristiwa kejiman dan ziarah ke makam leluhur desa. Dalam Jurnal ini juga menjelaskan bagaimana perubahan tata busana penari Seblang pada tahun 2010. Perubahan nilai yang terkandung dalam tarian ritual Seblang ini dikarenakan peran pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam mempromosikan pariwisata berbasis budaya lokal. Persamaan dari penelitian ini yaitu fokus penilitiannya tentang perubahan nilai-nilai dalam ritual kesenian Seblang. Selain itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kemiripan dengan metode yang digunakan peneliti yaitu metode penelitian sejarah. Perbedaannya terlihat pada tahun penelitian, penelitian Joko Pranoto dilakukan pada tahun 1991-2015, sedangkan peneliti akan melakukan penelitian terbaru pada tahun 2002- 2021.
2. Dalam jurnal Yolandha Intan Pranitisari (2018), “Perubahan Sistem Adat Seblang di Desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi”.11
Hasil penelitian yang didapat bahwa di masa sekarang adat Seblang dikelola oleh pemerintah Kabupaten Banyuwangi dibandingkan oleh orang-orang adat Olehsari. Pemerintah kabupaten mengemas kesenian Seblang sebagai ajang promosi pariwisata sehingga kesenian Seblang mengalami perubahan dalam sistem ritualnya. Kesamaan antara penelitian sebelumnya dan penelitian ini yaitu fokus pembahasannya tentang perubahan sistem ritual dalam kesenian Seblang Olehsari karena peran
11 Yolandha Intan Pranitisari, “Perubahan Sistem Adat Seblang Di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi”, Geter, Vol. 1, No.1 (2018).
pemerintah Kabupaten Banyuwangi, sedangkan perbedaannya terletak pada peneliti menambahkan pembahasan tentang respon masyarakat Olehsari terhadap perubahan sistem ritual yang terjadi dalam kesenian Seblang. Perbedaan yang mencolok juga terlihat pada penelitian sebelumnya menggunakan penelitian kualitatif sedangkan peneliti menggunakan penelitian sejarah.
3. Dalam jurnal Reinaldo, I Wayan Tagel dan Ida Ayu (2019), “Seblang:
Sebuah Ritual Tari di Desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur Tahun 1990-2017”.12
Hasil penelitian yang didapat bahwa penelitian terdahulu menjelaskan tentang ritual Seblang Olehsari merupakan identitas bagi masyarakat Osing di Kabupaten Banyuwangi. Selain itu pembahasannya juga terkait bagaimana proses ritual Seblang dilaksanakan di Desa Olehsari dan menjelaskan respon masyarakat Olehsari atas pelaksanaan ritual Seblang. Persamaan penelitian terdahulu dengan peneliti yaitu membahas tentang respon masyarakat Desa Olehsari, hanya saja fokus respon masyarakat yang dimaksud dalam penelitian terdahulu yaitu respon masyarakat Olehsari melihat pelaksanaan ritual Seblang, sedangkan peneliti lebih fokus terhadapat respon masyarakat melihat perubahan- perubahan dalam sistem ritual Seblang karena adanya unsur komodifikasi budaya di dalamnya. Perbedaan lainnya terlihat pada tahun penelitian.
Penelitian terdahulu fokus penelitiannya pada tahun 1990-2017, sedangkan
12 Reinaldo, I Wayan Tagel dan Ida Ayu, “Seblang: Sebuah Ritual Tari Di Desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur Tahun 1990-2017”, Jurnal Humanis:
Journal of Arts and Humanities, Vol. 23, No. 4 (Nopember 2019).
peneliti memilih tahun 2002-2021 dalam kajiannya sehingga penelitian peneliti mendapatkan data dan hasil terbaru dari penelitian sebelumnya.
4. Dalam jurnal Alya Azolla, I Nyoman Roja dan Idris (2020), “Tari Seblang;
Sebuah Kajian Simbolik Tradisi Ritual Desa Olehsari Sebagai Kearifan Lokal Suku Osing Banyuwangi”.13
Hasil penelitian yang didapat bahwa penelitian terdahulu membahas tentang prosesi acara ritual Seblang Olehsari secara runtut dan mengkaji makna-makna simbolik dalam tradisi kesenian Seblang seperti pakaian yang dikenakan penari dan makna simbolik dalam setiap rangkaian acara dalam proses ritual Seblang. Persamaan penelitian terdahulu dengan peneliti yaitu membahas tentang kesenian Seblang Olehsari, hanya saja peneliti lebih memfokuskan pembahasan tentang perubahan yang terjadi dalam sistem ritual Seblang. Pebedaan lainnya dapat dilihat dari jenis penelitiannya, penelitian sebelumnya menggunakan penelitian kualitatif sedangkan peneliti menggunakan penelitian sejarah.
5. Dalam jurnal Heru S.P Saputra (2014), “Wasiat Leluhur: Respons Orang Osing Terhadap Sakralitas Dan Fungsi Sosial Ritual Seblang”.14
Hasil penelitian yang didapat bahwa ritual Seblang difungsikan oleh masyarakat Osing di Banyuwangi menjadi bagian menurut struktur sosial mereka. Ritual Seblang adalah tradisi yang diwasiatkan leluhur untuk terus dilaksanakan sesuai waktu dan tempatnya. Apabila ritual
13 Alya Rozalla, I Nyoman Roja dan Idris, “Tari Seblang; Sebuah Kajian Simbolik Tradisi Ritual Desa Olehsari Sebagai Kearifan Lokal Suku Osing Banyuwangi”, Jurnal Sandhyakala, Vol.
1, No. 2 (Juli 2020).
14 Heru S.P Saputra, “Wasiat Leluhur: Respons Orang Osing Terhadap Sakralitas Dan Fungsi Sosial Ritual Seblang”, Makara Hubs-Asia, Vol. 18, No. 1 (2014).
Seblang ditinggalkan, masyarakat Osing meyakini bahwa akan terjadi disharmonisasi baik itu secara sosial maupun psikologi. Persamaan penelitian terdahulu dengan peneliti yaitu membahas tentang kesenian Seblang di Kabupaten Banyuwangi. Perbedaanya terlihat pada penelitian terdahulu membahas respon masyarakat terhadap tradisi Seblang secara universal, sedangkan peneliti memfokuskan hanya pada respon masyarakat Olehsari terhadap perubahan-perubahan nilai yang terjadi pada ritual Seblang akibat campur tangan peran pemerintah daerah di dalamnya.
Selain itu penelitian terdahulu menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode etnografi, sedangkan peneliti memakai jenis penelitian sejarah pada metode penelitian ini.
6. Dalam jurnal Ahmad Kholil (2010), “Seblang Dan Kenduri Masyarakat Desa Olehsari: Relasi Ideal Antara Islam dan Budaya Adat Jawa di Banyuwangi”.15
Hasil penelitian yang didapat bahwa adanya hubungan yang ideal antara Islam dan budaya Jawa yang membentuk suatu kearifan lokal pada masyarakat Olehsari dalam tradisi Seblang. Terwujudnya kerukunan dalam pelaksanaan tradisi Seblang Olehsari yang dibuktikan dengan adanya akulturasi dua budaya Islam dan Jawa yaitu selametan sebagai bentuk doa meminta keselamatan yang dimunajatkan kepada Allah Yang Maha Esa. Kesamaan antara penelitian sebelumnya dan peneliti adalah sama-sama meneliti tentang kesenian Seblang Olehsari. Sedangkan
15 Ahmad Kholil, “Seblang dan Kenduri Masyarakat Desa Olehsari: Relasi Ideal Antara Islam dan Budaya Jawa di Banyuwangi,” el-Harakah, Vol. 12, No. 2 (2010).
perbedaannya penelitian Ahmad Kholil fokus pembahasannya tentang relasi ideal antara Islam dan budaya Jawa yang membentuk suatu kearifan lokal pada masyarakat Olehsari, sedangkan peneliti fokus membahas tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam kesenian Seblang Olehsari akibat dari komodifikasi budaya dan industri pariwisata di Kabupaten Banyuwangi.
7. Dalam skripsi Abdul Aziz (2020), “Peran Pemerintah & Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Melalui Pelestarian Tradisi Tari Seblang Desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi”.16
Hasil penelitian yang didapat bahwa pemerintah Kabupaten Banyuwangi memegang peranan yang sangat penting dalam upaya konservasi tradisi Seblang Olehsari. Salah satu strategi pemberdayaannya yaitu dengan melegitimasi desa wisata dan promosi desa wisata.
Masyarakat Olehsari turut berpartisipasi dalam upaya yang dilakukan oleh pemerintah karena hal tersebut dapat membantu meningkatkan kesejahteraan desa khususnya dalam bidang perekonomian. Kemiripan dengan penelitian sebelumnya terletak pada fokus yang sama yaitu penelitian terhadap Seblang Olehsari. Perbedaannya terlihat pada jenis Metode penelitian yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah jenis penelitian kualitatif sedangkan peneliti menggunakan penelitian sejarah dalam pendekatannya.
16 Abdul Aziz, “Peran Pemerintah & Partisipasi Masyarakat Dalam Pemberdayaan Melalui Pelestarian Tradisi Tari Seblang Desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi” (Skripsi Institut Agama Islam Negeri Jember 2020).
8. Dalam skripsi Sandra Aulifianti Fajrin (2020), “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Seblang Bakungan di Kelurahan Bakungan Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi.”17
Dari hasil kajian menjadi jelas bahwa tradisi ritual Seblang Bakungan memiliki nilai-nilai pendidikan Islam yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama dan hubungan manusia dengan alam. Dalam skripsi ini menjelaskan hal positif dari nilai pendidikan Islam dalam ritual Seblang Bakungan bagi masyarakat keluarahan Bakungan. Kemiripan dengan penelitian yang diteliti adalah sama-sama membahas tentang kesenian Seblang yang berada di Banyuwangi. Namun terdapat beberapa perbedaan seperti penelitian Sandra Aulifianti fokus mengkaji Seblang Bakungan, sedangkan peneliti fokus mengkaji Seblang Olehsari dan penelitian terdahulu mengulas perihal nilai-nilai pendidikan Islam yang ada dalam kesenian Seblang, sedangkan peneliti mengulas tentang pergeseran atau perubahan yang terjadi dalam kesenian Seblang akibat komodifikasi budaya. Selain itu metode penelitian terdahulu menggunakan penelitian kualitatif sedangkan peneliti menggunakan metode penelitian sejarah dalam pendekatannya.
17 Sandra Aulifianti Fajrin, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Seblang Bakungan Di Kelurahan Bakungan Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi” (Skripsi Institut Agama Islam Negeri Jember 2020).
9. Dalam skripsi Chynthya Erma Vita (2015), “Eksistensi Tari Seblang Pada Etos Masyarakat Desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi”.18
Hasil penelitian ini mencoba mendeskripsikan keberadaan tari Seblang Olehsari berdasarkan etos masyarakat Olehsari. Kemudian menjelaskan bagaimana respon masyarakat terhadap adanya tradisi kesenian Seblang yang telah dilaksanakan. Kesamaan antara penelitian sebelumnya dengan peneliti adalah sama-sama membahas Seblang Olehsari. Sedangkan perbedaannya terlihat dari metode yang digunakan, jika penelitian terdahulu menggunakan jenis penlitian kualitatif terhadap kebudayaan lokal, peneliti menggunakan jenis penelitian sejarah dalam mengkajinya.
10. Dalam skripsi Rita Andria Betrix (2016), “Mitos Asal-Usul Tari Seblang di Desa Bakungan Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi”.19
Hasil penelitian yang didapat bahwa terdapat adanya mitos yang berkembang dalam masyarakat Bakungan dalam tari Seblang. Dalam skripsi ini juga membahas keterkaitan antara mitos tari Seblang dengan nilai budaya. Selain itu dari skripsi terdahulu dapat diketahui dalam kaitannya mitos asal-usul tari Seblang serta manfaat mitos sebagai sarana alternatif untuk mengapresiasi cerita rakyat. Kesamaan antara penelitian sebelumnya dan peneliti adalah sama-sama membahas topik kesenian
18 Chynthya Erma Vita, “Eksistensi Tari Seblang Pada Etos Masyarakat Desa Olehsari Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi” (Skripsi Universitas Jember 2015).
19 Rita Andria Betrix, “Mitos Asal-Usul Tari Seblang di Desa Bakungan Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi” (Skripsi Universitas Jember 2016).
Seblang hanya saja fokusnya berbeda. Jika penelitian terdahulu mengkaji mitos-mitos yang terkandung dalam kesenian Seblang Bakungan, sedangkan peneliti mengkaji tentang perubahan nilai-nilai kesenian Seblang Olehsari. Selain itu, metode yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi, sedangkan peneliti menggunakan metode penelitian sejarah.
G. Kerangka Konseptual
Dalam memudahkan pemahaman tentang fokus pembahasan dalam penelitian ini, peneliti memetakan tiga pokok kerangka konsep pembahasan sebagai berikut:
1. Budaya
Kata budaya berasal dari akar bahasa Sansekerta budh yang kata tersebut berarti akal dan berkembang menjadi Budhi atau Bhudaya, kemudian menjadi kebudayaan yang berarti hasil pemikiran atau akal manusia. Argumen lain menyatakan kata budhi dan daya merupakan kata dasar budaya. Budi artinya unsur kerohanian budaya sedangkan daya artinya unsur jasmani sebagai bentuk perbuatan manusia, sehingga dapat disimpulkan kebudayaan adalah hasil pemikiran dan perbuatan manusia.20 Dalam bahasa Inggris, culture berarti kebudayaan, yang berasal dari kata Latin colere, yang berarti mengolah atau mengerjakan. Dari kata culture tersebut dalam Bahasa Indonesia sering disebut dengan kultur.
20 Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), 30-31.
Menurut pendapat Koentjaraningrat dalam bukunya mengartikan budaya berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, bentuk jamak dari buddhi, yang berarti akal. Makna kebudayaan diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan akal dan budi. Pernyataan lain menyebutkan bahwa kata buddhayah merupakan penjabaran dari kata majemuk budi-daya yang berarti kekuatan budi atau akal.21 Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan itu ada tiga wujud yaitu pertama ide, norma pengatur dan lain-lain. Kedua, bentuk kebudayaan lainnya adalah aktivitas atau usaha manusia dalam suatu komunitas kemasyarakatan. Yang ketiga, berupa benda-benda yang merupakan hasil karya manusia.22 Dari sini dapat disimpulkan bahwa kebudayaan mengacu pada berbagai aspek kehidupan manusia seperti perilaku, kepercayaan dan juga hasil aktivitas manusia yang menunjukkan ciri-ciri tertentu yang menjadi identitas atau ciri pembeda antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya.
Pengertian budaya atau kebudayaan menurut beberapa ahli dapat peneliti jabarkan sebagai berikut:
a. Menurut Ralph Linton kebudayan merupakan segala cara kehidupan manusia yang tidak terbatas hanya pada tata cara keberlangsungan kehidupan mereka yang dipandang lebih tinggi dan lebih diinginkan,
21 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), 9.
22 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas…, 5.
tetapi mencakup segala aspek kehidupan termasuk kepercayaan, sikap perilaku dan hasil karya manusia.23
b. Menurut Herkovits, kebudayaan merupakan suatu bagian dari lingkungan yang dibentuk masyarakat.24
c. Menurut Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi, kebudayaan adalah semua hasil karya, perasaan dan ciptaan masyarakat. Karya- karya tersebut dapat berupa teknologi, budaya yang berwujud benda dan kebudayaan jasmani untuk menguasai lingkungan kehidupan agar hasilnya dapat digunakan untuk kebutuhan masyarakat itu sendiri.25
Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur kebudayaan memiliki sifat yang universal dan dapat ditemukan dalam setiap kebudayaan semua bangsa di dunia. Unsur-unsur kebudayaan terbagi menjadi tujuh klarifikasi sebagai berikut:26
a. Sistem Bahasa
Bahasa adalah bagian dari budaya yang memungkinkan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam kemampuannya menciptakan sebuah tradisi budaya memberikan pemahan tentang fenomena sosial dengan menggunakan simbol, kemudian diturunkan dari generasi satu ke generasi selanjutnya. Masyarakat sangat bergantung pada bahasa yang mereka
23 Tasmuji, dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 151.
24 Elly M Setiadi, dkk, Ilmu Sosial Budaya Dasar (Jakarta: Kencana, 2012), 28.
25 Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia: Suatu Pengantar (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), 21.
26 Tasmuji, dkk, Ilmu Alamiah Dasar…, 160-165.
gunakan karena bahasa memiliki nilai yang sangat tinggi dalam unsur budaya.
b. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan memiliki cakupan yang sangat luas, sebab mengacu pada pengetahuan seseorang tentang semua elemen yang dibutuhkan dalam kehidupan. Dengan pengetahuan suatu suku bangsa akan dapat mengetahui cara bagaimana mereka mempertahankan hidupnya. Selain itu dengan pengetahuan manusia dapat menciptakan benda-benda yang dipergunakan untuk mengolah bahan mentah menjadi barang-barang yang mereka perlukan. Setiap budaya selalu memiliki kombinasi pengetahuan yang berbeda seperti alam, tumbuhan, hewan, manusia dan benda lain di sekitarnya.
c. Sistem Sosial
Keberadaan unsur sistem sosial dalam kebudayaan mencoba mempelajari bagaimana manusia menciptakan kehidupan bermasyarakat melalui komunitas-komunitas sosial. Koentjaraningrat menyatakan bahwasannya komunitas yang terdapat dalam masyarakat berpedoman pada adat yang berlaku di masyarakat tempat mereka tinggal. Kesatuan sosial yang disebut paling dasaryaitu keluarga inti dan kerabat dekat. Kemudian manusia diklasifikasikan pada tingkatan yang lebih luasyaitu organisasi masyarakat dalam kehidupannya.
d. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Dalam mempertahankan kehidupan dan untuk mendukung proses keberlangsungan hidup manusia selalu menciptakan benda- benda untuk keperluan hidup. Berawal dari pembuatan peralatan hidup dengan teknologi sederhana, seiring berkembangan zaman manusia terus memiliki kemajuan dalam menciptakan benda-benda dan teknologi yang semakin modern hingga saat ini. Pembahasan tentang unsur kebudayaan peralatan hidup dan teknologi dapat dikelompokan sebagai kebudayaan yang berwujud.
e. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Sistem subsisten mencakup semua kegiatan ekonomi suatu masyarakat yang berkaitan dengan subsisten dan sistem ekonominya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
f. Sistem Religi
Sistem religi biasa disebut juga dengan sistem kepercayaan atau keyakinan. Sistem ini berawal dari argumentasi mengapa orang mempercayai adanya sesuatu gaib yang diyakini memiliki nilai lebih tinggi dari manusia, tentang alasan manusia mencoba berkomunikasi dan mencoba menjalin hubungan dengan hal itu.
g. Kesenian
Pendapat antropolog tentang unsur seni bermula dari kajian etnografi terhadap kegiatan kesenian masyarakat tradisional. Hasil penelitian ini meliputi benda-benda yang memiliki unsur seni seperti
patung, ukiran dan hiasan. Awalnya kajian tentang unsur seni pada kebudayaan manusia berdasar dalam proses pembuatan benda seni, setelah itu berkembang pada penelitan seni seperti musik, tari dan teater.
Dari pemaparan pengertian tentang kebudayaan dan segala aspek yang berkaitan dengan budaya, terdapat salah satu produk kebudayaan dari masyarakat yang akan peneliti kajiyaitu kesenian Seblang Olehsari di Kabupaten Banyuwangi.
2. Komodifikasi Budaya
Definisi komodifikasi sangat luas, menurut Faireclough pengertian komodifikasi tidak hanya tentang produksi barang-barang komersial, tetapi pembahasannya juga melibatkan bagaimana komoditas ini diatur dan dikonseptualisasikan berdasarkan aspek produksi, distribusi dan konsumsi komoditas.
Komodifikasi sangat erat kaitannya dengan barang dan jasa, serta nilai guna komoditi tersebut yang memiliki nilai tukar di pasar. Menurut Pialang komodifikasi adalah proses menciptakan suatu barang yang awalnya bukanlah suatu barang komoditi kemudian dijadikan barang komoditi. Di sisi lain Barker mengartikan komodifikasi adalah sebuah proses kapitalisme yang mana objek, kualitas dan tanda menjadi
komoditas. Tujuan dari komoditas yang dimaksud untuk dijual di pasaran.27
Komoditas dan komodifikasi adalah dua hal yang saling berhubungan layaknya objek dan proses. Keduanya dianggap sebagai indikator kapitalisme modern. Artinya, komodifikasi merupakan bentuk perubahan hubungan yang awalnya nonkomersial menjadi komersial.
Dengan berjalannya waktu dan pengaruh globalisasi, komodifikasi tidak hanya untuk barang konsumsi, namun sudah mulai merambah pada kesenian dan budaya secara umum.28 Misalnya yang terjadi pada komodifikasi budaya dalam kesenian Seblang Olehsari di Banyuwangi.
3. Perubahan Sosial
Perubahan sosial merupakan perubahan interaksi antar individu maupun kelompok yang ada kaitannya dengan struktur sosial dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan. Perubahan yang dimaksud yaitu perubahan sosial budaya. Hal ini karena manusia disebut sebagai makhluk sosial yang tidak terlepaskan dari kebudayaan. Kajian tentang perubahan sosial mengkaji bagaimana perilaku masyarakat berkaitan dengan perubahan dan segala aspek kehidupan, termasuk gejala sosial yang ada di masyarakat.
Proses yang terlibat dalam perubahan sosial dibagi menjadi tiga bidang. Pertama, penyesuaian masyarakat terhadap perubahan. Kedua,
27 Zebrina Pradjnaparamita, “Komodifikasi Tas Belanja Bermerek: Motivasi dan Identitas Kaum Shopaholic Golongan Sosial Menengah Surabaya” (Tesis Universitas Airlangga, 2012), 16.
28 I Nyoman Yoga Segara, “Bade Beroda: Transformasi dan Komodifikasi Budaya dalam Upacara Ngaben di Bali” MUDRA: Jurnal Seni Budaya, Vol. 35, No. 1 (Februari 2020): 96.
instrumen yang dilalui proses perubahan, ketiga adalah disorganisasi dan reorganisasi. Disorganisasi adalah proses kurang memperhatikan aturan dan nilai yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat akibat perubahan struktur sosial. Reorganisasi menciptakan norma dan nilai baru untuk mengakomodasi perubahan institusi sosial.29
Perubahan sosial terjadi dari waktu ke waktu karena manusia sebagai makhluk sosial selalu ingin melakukan perubahan dalam kehidupannya. Hal lainnya adalah manusia selalu tidak puas dengan apa yang dimilikinya. Manusia selalu berusaha mengubah kondisi kehidupan menjadi lebih baik sesuai dengan kebutuhannya. Di sisi lain, perubahan sosial disebabkan oleh tidak seimbangnya unsur-unsur sosial dalam kehidupan masyarakat sehingga menimbulkan cara hidup baru yang berbeda dari sebelumnya. Perubahan tersebut berkaitan dengan nilai dan norma masyarakat, pranata masyarakat, kelompok sosial, interaksi sosial, perilaku, kekuasaan dan aspek kehidupan manusia lainnya.
Jika dipandang menurut perspektif Farley, dia menyatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan pola tingkah laku, interaksi sosial dan lembaga, serta perubahan struktur sosial dalam kurun waktu tertentu.30 Kaitannya dengan kajian peneliti tentang kesenian Seblang Olehsari di Kabupaten Banyuwangi tahun 2002-2021, terdapat adanya proses disorganisasi dan reorganisasi yang terjadi dalam kesenian Seblang
29 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990), 301.
30 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: KENCANA, 2017).
Olehsari yang menyebabkan adanya perubahan sistem sosial, nilai, sikap dan tingkah laku pada masyarakat Desa Olehsari.
H. Metode Penelitian
Penelitian “Kesenian Seblang di Desa Olehsari Kabupaten Banyuwangi Tahun 2002-2021” merupakan kajian sejarah dan menggunakan metode penelitian sejarah. Metode tersebut adalah metode yang dijadikan sebagai pedoman dalam kegiatan penelitian sejarah dan menyelesaikan permasalahannya. Metode penelitian sejarah menjadi sarana untuk merekonstruksi sejarah sebagai kisah. Metode penelitian sejarah juga memandu materi sejarah, kritik, interpretasi dan penyajian.31 Adapun tahapan penelitian sejarah dapat peneliti jabarkan sebagai berikut:
1. Pemilihan Topik Pembahasan
Topik pembahasan yang peneliti tentukanyaitu tentang kesenian Seblang Olehsari. Kesenian Seblang memiliki aspek historis yang menarik untuk dikaji lebih dalam lagi. Kesenian Seblang merupakan sebuah kesenian yang berbentuk ritual bersih desa yang paling tua di Kabupaten Banyuwangi. Kesenian tersebut memiliki keunikan tersendiri yang terkandung di dalamnya. Kesenian Seblang Olehsari merupakan produk kebudayaan masyarakat di Desa Olehsari. Kesenian Seblang dilakukan untuk membersihkan desa agar mendapatkan ketentraman, keamanan dan terhindar dari segala bahaya.32 Yang menarik lagi dalam kesenian Seblang
31 Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah: Teori, Metode, Contoh Aplikasi (Bandung:
CV Pustaka Setia, 2014), 74.
32 Almira Puspita Yashi, “Ritual Seblang Masyarakat Using Di Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur,” Haluan Sastra Budaya, Vol. 2, No. 1 (Juni, 2018): 2.
yaitu adanya unsur kejiman pada warga Olehsari sebagai terima tamu khusus roh leluhur dan sang penari Seblang saat di atas pentas. Syarat menjadi penari Seblang yaitu keturunan dari penari Seblang sebelumnya dan penari Seblang harus perempuan dalam usia belia atau sebelum akil baligh. Tarian Seblang merupakan tarian yang memiliki kesakralan dan disebut sebagai ritual pertemuan antara dua dunia. Dalam arena tempat dilaksanakannya Seblang terdapat amben sebutan masyarakat Olehsari untuk meja kecil untuk menaruh orang-orangan sawah atau boneka, bunga- bunga yang dijual kepada penonton, anyaman dari janur atau daun kelapa muda, tebu, padi dan sesaji. Tanaman hasil pertanian seperti padi, jagung dan tebu melambangkan kesuburan tanah Olehsari yang harus disyukuri sebagai pemberian rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Hiasan orang- orangan sawah atau boneka dalam kepercayaan Jawa juga melambangkan kesuburan. Kesenian Seblang hanya ditemukan di Banyuwangi yang terdapat di dua desayaitu Bakungan dan Olehsari. Kesenian Seblang dilaksanakan sebagai sarana bersih desa dan sebagai tolak balak.33
Seiring berkembangnya zaman kesenian Seblang khususnya Seblang Olehsari mengalami perubahan dalam sistem ritualnya, yang awalnya hanya sebatas menjadi kebutuhan adat masyarakat Olehsari kini menjadi objek pariwisata dalam bentuk tradisi kebudayaan. Hal tersebut tidak lepas dari adanya unsur modernisasi industri pariwisata sebagai bentuk peningkatan pendapatan perekonomian daerah dalam
33 Hasnan Singodimajan, Ritual Adat…,6.
mensejahterakan masyarakat. Peneliti memilih rentang tahun 2002 hingga 2021 sebab di tahun 2002 inilah mulai terjadi program pengembangan pariwisata di Kabupaten Banyuwangi. Peristiwa ini ditandai oleh dikeluarkannya PERDA No. 40 Tahun 2002 bahwa pemerintah Kabupaten Banyuwangi mulai mengatur pengembangan sektor pariwisata. Kemudian puncak dari perubahan sistem ritual Seblang terjadi pada tahun 2010yaitu pada masa pemerintahan Bupati Abdullah Azwar Anas yang mulai menciptakan program event-event tradisi kebudayaan di Banyuwangi menjadi objek pariwisata tahunan yang disebut dengan Banyuwangi Festival atau B-Fest. Dari pemaparan deskripsi di atas menjadi latar belakang penulis dalam memilih topik pembahasan tentang tradisi kesenian dengan judul “Kesenian Seblang di Desa Olehsari Kabupaten Banyuwangi Pada Tahun 2002-2021”.
2. Heuristik
Heuristik merupakan proses pencarian sumber sejarah yang relevan sesuai bidang penelitian.34 Sumber sejarah terbagi menjadi dua yaitu sumber primer dan sekunder. Adapun sumber primer dalam penelitian ini dilakukan dengan mencari sumber lisan. Sumber yang dicari adalah dengan mewawancarai ketua adat Seblang Olehsari, penari Seblang Olehsari, pawang Seblang Olehsari dan orang-orang adat yang terlibat langsung dalam kesenian ini.
34 Tim Penyusun, “Panduan Penulisan Skripsi Program Studi Sejarah Peradaban Islam”, Program Studi Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Ushuluddin Adab Dan Humaniora, Institut Agama Islam Negeri Jember, 2019, 4.
Sumber sekunder dari penelitian ini mengacu pada literatur tentang topik penelitian. Sumber-sumber tersebut adalah buku, skripsi dan artikel jurnal. Sumber sekunder yang didapat berupa media cetak maupun media online.
3. Kritik Sumber (Verifikasi)
Setelah sumber-sumber terkait ditemukan, tahap selanjutnya adalah kritik sumber. Kritik sumber digunakan untuk mendapatkan informasi yang benar. Kritik sumber dapat diklarifikasikan menjadi dua jenis yaitu kritik eksternal dan internal. Pada kritik eksternal, data sumber yang didapat diuji keaslian, orisinalitas, pemalsuan dan apakah sumbernya relevan atau tidak.
Sedangkan kritik internal yaitu meninjau isi atau substansi suatu sumber.35 Dalam kritik eksternal, peneliti mengidentifikasi sumber lisan dan tertulis. Sumber lisan yang dipilih perlu dinilai dalam segi kelayakan sumber dan pengetahuan yang dimiliki sumber lisan terhadap peristiwa yang menjadi pokok penelitian. Selain itu peneliti juga perlu melihat profil sumber lisan untuk menguatkan data sumber yang diperoleh. Profil yang dimaksud berkaitan dengan usia dan kondisi kesehatan informan.
Kemudian identifikasi sumber tertulis dilakukan dengan cara melihat dari segi fisik sumber, kapan sumber itu dibuat, di mana sumber itu diciptakan dan siapa yang menciptakan sumber itu.
Dalam kritik internal, peneliti mengkaji kandungan informasi dari sumber, apakah sumber yang didapat dipercaya atau sebaliknya.
35 Tim Penyusun, “Panduan Penulisan…, 4.
Sumber yang didapat sebelumnya dibandingkan untuk mendapatkan sumber terpercaya. Akhirnya, sumber-sumber terpercaya dikumpulkan yang kemudian dirangkai menjadi sebuah fakta sejarah.
4. Interpretasi
Interpretasi merupakan tahap dimana fakta sejarah yang diperoleh setelah dilakukannya kritik sumber digabungkan dan kemudian diinterpretasikan atau ditafsirkan.36 Tahapan ini sangat perlu dilakukan karena bertujuan untuk menciptakan narasi sejarah yang memiliki makna dan menarik. Tahap interpretasi dilakukan dengan cara menganalisis dan mensintesis atau mengkombinasikan, hingga pada akhirnya terbentuklah kisah sejarah terkait sejarah kesenian Seblang Olehsari dan hubungannya dengan perubahan nilai ritual pada tahun 2002-2021.
5. Historiografi
Historiografi adalah tahap terakhir dari metode penelitian sejarah.
Fakta sejarah yang diinterpretasikan pada fase ini ditulis menjadi kisah sejarah.37 Historiografi dalam penelitian ini peneliti menekankan aspek kronologis, logis dan sistematis untuk membantu pembaca memahami pemaparan hasil penelitian tentang kesenian Seblang di Desa Olehsari Kabupaten Banyuwangi tahun 2002-2021.
36 Tim Penyusun, “Panduan Penulisan…, 4.
37Tim Penyusun, 5.
I. Sistematika Pembahasan
Dalam memudahkan pemahaman bagi para pembaca untuk mengetahui isi dari hasil penelitian ini, peneliti berusaha menyajikan susunan penjabarannya secara sistematis sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, pada bab ini terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, kerangka konseptual, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II Sejarah Kesenian Seblang Olehsari, yang berisi mengenai sejarah Seblang Olehsari, proses ritualnya dan makna-makna atribut pakaian yang dikenakan oleh penari Seblang Olehsari.
BAB III Komodifikasi Budaya dalam Kesenian Seblang Olehsari di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2002-2021, yang berisi identifikasi perubahan sistem yang terjadi karena komodifikasi budaya pada kesenian Seblang Olehsari dari waktu ke waktu.
BAB IV Respon Masyarakat Desa Olehsari terhadap Komodifikasi Budaya Kesenian Seblang di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2002-2021, yang berisi mengenai kondisi kesenian Seblang Olehsari pasca komodifikasi budaya dan respon masyarakat Olehsari melihat komodifikasi budaya dalam kesenian Seblang Olehsari.
BAB V Penutup, pada bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.
Kesimpulan memberikan jawaban atas masalah yang diteliti dan saran, yang
mencakup pertimbangan untuk penelitian selanjutnya berdasarkan hasil penelitian.
34
BAB II
SEJARAH KESENIAN SEBLANG OLEHSARI
A. Sejarah Kesenian Seblang Olehsari
Kesenian Seblang merupakan sebuah tradisi ritual masyarakat Osing yang hanya dapat dijumpai Banyuwangi, tepatnya di Desa Olehsari dan Desa Bakungan. Ritual ini dilakukan dengan tujuan bersih desa dari tolak balak dan sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Osing atas hasil panen yang melimpah. Pelaksanaan Seblang Olehsari diadakan pada hari kelima hari raya Idul Fitri dan dilakukan selama tujuh hari berturut-turut dimulai pukul 14:00 WIB hingga menjelang magrib. Sedangkan pelaksanaan Seblang Bakungan diadakan seminggu setelah hari raya Idul Adha dan dilakukan hanya selama enam jam, dimulai sekitar selepas magrib hingga tengah malam.
Penari yang dijadikan Seblang tentunya bukanlah perempuan sembarangan, dia merupakan keturunan penari Seblang sebelumnya dan dipilih melalui proses kejiman pada waktu sebelum prosesi Seblang dilaksanakan. Jika Seblang Olehsari penarinya yakni seorang gadis yang masih perawan sekitar umur 13-14 tahun. Sedangkan Seblang Bakungan yang menjadi penari yakni perempuan lansia berumur 50 tahun ke atas.
Berbicara tentang sejarah awal ritual kesenian Seblang di Banyuwangi memang sangat sulit diketahui. Hal ini karena tidak adanya bukti tertulis yang menunjukan latar belakang kapan awal ritual Seblang itu dilaksanakan. Jika menurut pendapat masyarakat Osing di Banyuwangi, ritual Seblang bersumber pada Dhanyang atau roh leluhur yang dianggap Seblang itu sendiri.
Masyarakat Osing telah mengenal ritual Seblang pada tahun 1770 pada saat Sayu Wiwit melaksanakan ritual Seblang sebelum melakukan pelawanan terhadap kompeni, Sayu Wiwit sendiri adalah salah satu Pahlawan Putri dari Blambangan.
Hal serupa juga sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa sejarah kesenian Seblang ada hubungannya dengan sejarah Blambangan dan Kerajaan Macan Putih melawan kompeni Belanda pada saat perang Puputan Bayu. Sebab gending-gending yang dilantunkan saat prosesi ritual Seblang maknanya berkaitan langsung dengan peristiwa perang tersebut. Pengamat dari Barat seperti Pigeaug dan Jhon Scholt dalam catatannya menyatakan para prajurit perempuan Blambangan dalam mengawali persiapan perangnya mereka melaksanakan ritual Seblang. Sementara itu perempuan bernama Semi yang merupakan penari gandrung pertama pada tahun 1895 sebelumnya dia adalah penari Seblang. Oleh karena itu, ritual kesenian Seblang merupakan kesenian tertua yang ada di Banyuwangi melebihi kesenian gandrung.1
Sejarah kesenian Seblang Olehsari tercatat secara resmi oleh asisten Wedono Glagah tahun 1930 namun yang tercatat dalam dokumen itu bukanlah Seblangnya, akan tetapi tentang pandemi penyakit yang menyebar di Desa Olehsari. Wabah penyakit tersebut sangatlah mematikan, masyarakat yang terjangkit pada malam hari paginya meninggal dan begitu juga sebaliknya.
Kemudian Bapak Saridin selaku pawang atau dukun pada waktu itu mengajak masyarakat Desa Olehsari melaksanakan ritual Seblang agar wabah penyakit
1 Hasnan Singodimajan, Ritual Adat Seblang: Sebuah Seni Perdamaian Masyarakat Using Banyuwangi (Banyuwangi: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, 2009), 3.
menular dapat segera teratasi. Dia menunjuk seorang gadis bernama Jamilah atau Milah sebagai penari Seblang Olehsari, penunjukan tersebut didasarkan pada petunjuk dari roh leluhur yang telah diterimanya.2
Ritual kesenian Seblang Olehsari pada tahun 1930 dilaksanakan pada tanggal 1 Suro berdasarkan kalender Jawa. Bagi masyarakat Jawa tanggal 1 Suro merupakan tahun baru Jawa dan dianggap sebagai hari yang sangat sakral.3 Kemudian pada tahun 1943-1956 Seblang Olehsari berhenti diselenggarakan karena kependudukan Jepang dan Revolusi Kemerdekaan.
Lalu sekitar tahun 1965 Seblang Olehsari kembali dilaksanakan namun pada bulan Syawal. Perubahan waktu tersebut disebabkan bulan Suro yang menjadi awal pelaksanaan Seblang Olehsari masih mengandung unsur-unsur Pra- Islam. Oleh karenanya masyarakat Olehsari merubah waktu pelaksanaan ritual Seblang harus sesuai dengan Islam yaitu pada bulan Syawal. Masyarakat Olehsari memilih bulan Syawal sebagai pelaksanaan ritual Seblang karena bulan tersebut merupakan bulan di mana manusia kembali pada kesuciannya setelah berpuasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Hingga akhirnya ritual kesenian Seblang tepatnya dilaksanakan lima hari setelah hari Raya Idul Fitri.
Ritual Seblang Olehsari merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan masyarakat Desa Olehsari setiap tahunnya. Masyarakat meyakini melaksanakan ritual Seblang akan menjauhkan marabahaya yang mengancam kehidupan mereka. Setelah ritual dilakukan masyarakat Olehsari merasa hidupnya aman dan baik-baik saja. Jika dilihat dari anggapan masyarakat
2 Hasnan Singodimajan, Ritual Adat Seblang…, 1-2.
3 Hasnan Singodimajan, Ritual Adat Seblang…, 2.