• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SLOW LEARNER

Priyanka Tantri Maharani priyankatantri.2021

Academic year: 2023

Membagikan "KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SLOW LEARNER"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SLOW LEARNER

Priyanka Tantri M1), Universitas Negeri Yogyakarta

E-mail:priyankatantri .202 1 @student.uny.ac.id

Abstrak. Anak berkebutuhan khusus dengan tipe slow learner memiliki kemampuan memahami suatu perintah ataupun materi yang lebih lama dibandingkan dengan siswa lainnya terkhusus dalam memahami materi matematika. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penyebab kesulitan belajar matematika pada siswa berkebutuhan khusus tipe slow learner di sekolah formal. Jenis penelitian ini adalah menggunakan penelitian studi kasus dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa yang didiagnosis berkebutuhan khusus tipe slow learner di beberapa sekolah dasar di area Yogyakarta yaitu SD Negeri Keputran 1, SD Negeri Keputran 2, dan SD Negeri Kraton. Penelitian ini dilakukan secara purposive sampling yang terdiri dari 30 siswa berkebutuhan khusus tipe slow learner dan 5 guru pembimbing. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kesulitan belajar matematika pada anak berkebutuhan khusus adalah kesulitan dalam penguasaan konsep dasar matematika, kesulitan menginterpretasikan soal cerita, dan kesulitan menerapkan rumus ke dalam soal. Faktor penyebab kesulitan-kesulitan tersebut adalah kemampuan membaca dan menyerap informasi yang rendah, kurangnya pemerolehan materi dasar pada kelas-kelas sebelumnya, dan motivasi belajar yang rendah. Dalam hal ini perlakuan guru di kelas adalah memberi bimbingan khusus kepada siswa slow learner tersebut.

Kata kunci: Slow Learner, Pembelajaran Matematika

Abstract. Children with special needs with slow learner type have ability to understand an order or material that takes longer than other students, especially in understanding mathematical material.

Therefore, the purpose of this study was to identify the causes of learning difficulties in mathematics in students with special needs, slow learners in formal schools. This type of research is using case study research with descriptive qualitative methods. The subjects in this study were students diagnosed with special needs as slow learners in several elementary schools in the Yogyakarta area, namely SD Negeri Keputran 1, SD Negeri Keputran 2, and SD Negeri Kraton. This research was conducted in a purposive manner consisting of 30 students with special needs slow learner types and 5 supervising teachers. From the results of the study it was found that the difficulties in learning mathematics in children with special needs were difficulties in mastering the basic concepts of mathematics, difficulties in interpreting story problems, and difficulties in applying formulas to problems. Factors causing these difficulties are low ability to read and absorb information, lack of acquisition of basic material in previous classes, and low motivation to learn. In this case the teacher's treatment in class is to provide special guidance to the slow learner students.

Keywords: Slow Learner, Mathematics Learning

(2)

I. PENDAHULUAN

Beberapa siswa memiliki karakteristik masing-masing dalam cara berpikir terhadap suatu mata pelajaran. Beberapa mata pelajaran dianggap memiliki tingkat kesulitan masing-masing dari setiap siswa, matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan menakutkan oleh mayoritas peserta didik (Mailani, 2015; Nisa et al., 2021). Karakteristik mata pelajaran matematika yang abstrak, logis, sistematis, dan penuh dengan simbol dan rumus serta ditambah pengalaman tidak menyenangkan yang dialami siswa selama pembelajaran matematika menjadikan persepsi negatif pada siswa mengenai mata pelajaran matematika (Sriyanto, 2017). Prabhu (2020) juga memaparkan bahwa, “The reason for the negative attitude towards learning mathematics can be connected to students' previous experiences with learning mathematics; and the general acceptance among students that it is normal, or sometimes even "cool", to dislike mathematics”. Kedua pendapat tersebut sama – sama menyatakan bahwa pengalaman belajar matematika yang dialami siswa sebelumnya dapat mempengaruhi persepsi siswa mengenai matematika. Terkadang bahkan ketidaksukaan mereka terhadap matematika sudah dinormalisasikan.

Padahal matematika merupakan muatan pelajaran yang wajib untuk siswa sekolah dasar.

Karena matematika adalah salah satu ilmu dasar yang memiliki peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi (Metikasari et al., 2019). Oleh karena itu, matematika berfungsi sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan kecerdasan, kemampuan, dan, keterampilan siswa (Kencanawaty et al., 2020). Itu berarti pengetahuan dan keterampilan matematika sangat dibutuhkan baik untuk pengembangan ilmu matematika itu sendiri maupun untuk mempelajari ilmu yang lain. Selain itu, pendidikan matematika juga dinilai dapat menumbuhkan karakter peserta

didik. Karena dalam pendidikan matematika dapat terkandung nilai - nilai karakter apabila pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam pembelajaran matematika (Rudyanto &

Retnoningtyas, 2018).

Matematika sebagai mata pelajaran memiliki status penting di semua tingkat pendidikan (Tran et al., 2020). Tujuan adanya pembelajaran matematika di sekolah dasar juga tidak hanya mencakup tujuan akademik atau pengetahuan saja.

Tujuan keterampilan dan tujuan sikap juga merupakan tujuan pembelajaran matematika yang tidak kalah pentingnya. Selain mengetahui pengetahuan mengenai ilmu matematika, peserta didik juga harus bisa mengaplikasikan pengetahuan matematika yang didapatkannya dalam keterampilan yang bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan – permasalahan yang berhubungan dengan pengetahuan tersebut.

Sehingga timbul keinginan untuk belajar matematika karena peserta didik merasa membutuhkan pengetahuan atau keterampilan yang berhubungan dengan matematika untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupannya. (Aghaei dan Ahmadi, 2017).

Dari manfaat dan tujuan pembelajaran matematika bagi siswa sekolah dasar, maka dapat diketahui bahwa sangat penting untuk mempelajari matematika sedini mungkin. Untuk itu diperlukan usaha khusus terutama usaha dari pendidik dan orang tua untuk menghapuskan perspektif negatif peserta didik mengenai matematika. Hal tersebut salah satunya adalah dengan membantu siswa ketika mengalami kesulitan belajar matematika dan memberikan semacam latihan, seperti pekerjaan rumah untuk memperdalam pemahamannya (Algani dan Alhaija 2022).

Pendidikan di sekolah dasar diberikan kepada para siswa melalui beragam mata pelajaran salah satunya adalah matematika. Matematika mempelajari tentang sistem yang abstrak berupa

(3)

bentuk elemen-elemen yang abstrak serta elemen- elemen itu tidak dapat diilustrasikan pada pola yang konkrit (Alfiyah et al., 2021). Di samping itu, siswa lamban belajar atau slow learner memiliki hasil pembelajaran yang rendah di bawah rata-rata anak pada umumnya baik dalam satu atau semua bidang akademik (Nugroho et al,.

2021). Oleh karena itu, siswa slow learner cenderung membutuhkan waktu yang lebih banyak dalam memahami suatu materi dibandingkan siswa lainnya, tak terkecuali materi matematika (Sakiinatullaila et al., 2020).

Siswa slow learner memiliki minat yang rendah terhadap matematika dan kesulitan dalam menanamkan konsep matematika. Siswa slow learner mengalami kesulitan dalam menginterpretasikan materi matematika (Susilo &

Prihatnani, 2022). Keterbatasan siswa tersebut berdampak pada lemahnya prestasi belajar dan keberhasilan belajar siswa. Wafiroh & Harun (2022) mengemukakan bahwa siswa slow learner kurang bersemangat dan mudah bosan dalam mengikuti pembelajaran matematika. Rasa bosan dan kejenuhan dapat berdampak pada tingkat konsentrasi belajar siswa yang mulai berkurang, dan memunculkan tantrum pada beberapa siswa slow learner. Kemudian, hasil penelitian Tantowi Afan et al. (2021) menguraikan bahwasanya keterbatasan intelegensi dan kedisiplinan siswa yang rendah merupakan faktor yang menyebabkan kesulitan pemahaman matematika pada siswa slow learner.

Bagi anak berkebutuhan khusus, salah satunya slow learner kemampuan berhitung dianggap penting karena membantu anak lamban belajar memahami konsep matematika di sekolah, membantu anak dalam berpikir logis, mampu memecahkan masalah, dan mengasah kreativitas anak slow learner (Korikana, 2020). Berdasarkan hasil observasi, ditemukan bahwa anak slow learner masih mengalami keterlambatan dalam mempelajari pelajaran yang diajarkan oleh guru,

terutama pada saat belajar matematika. Hasil belajar tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh guru karena masih rendah (Putri et al., 2019).

Karakteristik anak slow learner akan muncul dalam proses pembelajaran, terutama ketika menghadapi tugas-tugas yang membutuhkan konsep abstrak, hal-hal simbolik, membutuhkan multi-presentasi di dalam proses pembelajaran, dan keterampilan konseptual (Ahmad et al., 2015;

Mumpuniarti et al, 2014).

Menghitung termasuk dalam ranah kemampuan kognitif. Ketika kemampuan kognitif berkembang dan bekerja dengan baik, maka akan berpengaruh pada kemampuan berpikir anak.

Kognitif itu sendiri adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berpikir (Leisman et al., 2016; Ibda, 2015). Selanjutnya, akan berkembang secara bertahap sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di pusat susunan saraf melalui interaksi anak dengan lingkungannya (Darouich dkk, 2017). Kognitif mencakup beberapa perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, perhatian, pemrosesan informasi, pemecahan masalah, dan cara berpikir. Aspek kognitif menjadi hal utama dalam perkembangan manusia sebab keberhasilan dalam mengembangkan aspek kognitif dapat menentukan keberhasilan dalam aspek-aspek lainnya (Basri, 2018; Juwantara, 2019).

Kemampuan berhitung merupakan bagian dari kemampuan kognitif yang dimiliki oleh anak.

Diantara kemampuan berhitung yang penting digunakan bagi peserta didik adalah menjumlahkan, mengurangi, membagi, dan mengalikan (Novitasari et al., 2018). Sedangkan anak lamban belajar memiliki kemampuan kognitif yang rendah sehingga mengalami kesulitan dalam menghitung. Mereka memiliki perhatian yang rendah, tingkat pemahaman yang rendah, tingkat estimasi yang rendah, dan pemrosesan informasi yang rendah, serta mereka

(4)

juga mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah.

Siswa lamban belajar biasanya mengikuti proses pembelajaran di sekolah dengan menggunakan materi pembelajaran yang sesuai dengan kemampuannya yang diberikan oleh guru.

Siswa lamban belajar biasanya mengalami kelemahan dalam pelajaran berhitung.

Menghitung adalah bagian dari matematika, terdiri atas proses menjumlahkan, mengurangkan, mengalikan, dan membagi bilangan yang digunakan sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan (Marlina & Purwadi., 2014).

Kemampuan berhitung berguna untuk mengembangkan pengetahuan dasar matematika pada anak agar lebih siap mengikuti pembelajaran matematika selanjutnya.

Siswa slow learner biasanya mengikuti proses pembelajaran di sekolah dengan menggunakan materi pembelajaran yang sesuai dengan kemampuannya yang diberikan oleh guru.

Pendidik sendiri pada umumnya perlu memberikan strategi pembelajaran yang efisien bagi peserta didik berkebutuhan khusus slow learner pada pembelajaran matematika (Kumari &

Vyas, 2020). Siswa slow learner biasanya mengalami kelemahan dalam pelajaran berhitung.

Artinya, anak slow learner yang memiliki berkomunikasi kurang bagus dan sulit untuk memahami yang sesuatu yang sulit yang menyebabkan anak slow learner kesulitan ketika proses pembelajaran. (Handayani & AlFarhatan Noor Asri, 2021). Selain itu, siswa berkebutuhan khusus slow learner sangat sulit untuk menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya.

(Rasmitadila et al., 2017). Menghitung adalah bagian dari matematika. Menghitung adalah proses menjumlahkan, mengurangkan, mengalikan, dan membagi bilangan. (Setyawan et al., 2021).

Kemampuan berhitung berguna untuk mengembangkan pengetahuan dasar matematika pada anak agar lebih siap mengikuti pembelajaran matematika selanjutnya. Siswa pada umumnya dalam pembelajaran matematika mereka memiliki minat belajar yang berbeda-beda, ada siswa yang menyukai dan ada juga siswa yang tidak menyukai matematika. Begitu pula dengan siswa slow learner saat belajar matematika. Mereka sering merasa bosan dan tidak tertarik untuk belajar matematika karena mereka sudah menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit untuk dipelajari. (Putri et al., 2019)

Menurut hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nika Rakhmawati pada skripsinya tahun 2017 menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami terletak pada perhitungan, pemecahan masalah pada soal cerita, penggunaan konsep aritmatika, pembagian, sifat-sifat operasi hitung, perkalian, dan kesulitan memahami konsep soal.

Dalam hal ini, faktor yang mempengaruhi kesulitan siswa slow learner dalam pembelajaran matematika yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup kemampuan penalaran siswa yang rendah, sikap pasif dalam pembelajaran, kurangnya motivasi dalam diri siswa, kebiasaan belajar siswa, kondisi fisik siswa, dan masalah perilaku, sosial, dan emosional.

Sedangkan faktor eksternal dapat berupa kurikulum yang tidak relevan, pembelajaran yang tidak bervariasi, media pembelajaran yang kurang, evaluasi pembelajaran yang tidak tepat, dan tidak adanya sarana prasarana sekolah yang memadai (Rakhmawati, 2017).

Sakiinatullaila et al., (2020) dalam penelitiannya yang berjudul “Penyebab Kesulitan Belajar Matematika Anak Berkebutuhan Khusus Tipe Slow Learner” juga menyebutkan bahwa penyebab kesulitan belajar matematika pada siswa slow learner juga memiliki kata kunci serupa, yakni berupa belum tersedianya RPP khusus untuk siswa tipe slow learner, keterbatasan media

(5)

pembelajaran, materi pembelajaran yang disamakan dengan siswa lain, dan evaluasi yang dilakukan masih disamakan dengan siswa normal lainnya. Hal ini juga didukung oleh penelitian Muhammad Shahid dan Shumaila Aslam dalam penelitiannya yang berjudul “Supporting Slow Learners in Learning Mathematics at Primary School Level” yakni masalah utama dalam anak slow learner yakni dalam operasi aritmatika dan pengaplikasian konsep matematika yang tepat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, guru menerapkan beberapa strategi untuk membantu siswa slow learner dengan beberapa cara yaitu pemberian instruksi langsung, murni, jelas, dan sederhana, pengulangan dengan sabar ketika memberikan materi ataupun soal, membantu mengingat menggunakan melodi, taktik, ataupun contoh nyata. Selain itu guru juga bisa memberikan tutor tambahan secara online dan tidak memaksa siswa untuk melebihi kapasitas dan kemauan mereka (Khaira & Herman, 2020).

Kekurangan dari penelitian sebelumnya ditemukan masih belum adanya perlakuan ataupun treatment dari peneliti terkait kesulitan belajar matematika yang dialami oleh siswa berkebutuhan khusus tipe slow learner. Peneliti masih terbatas dalam melakukan analisis terkait penyebab anak mengalami kesulitan belajar matematika pada siswa slow learner. Selain itu, terdapat pula kekurangan bahwa belum digali secara dalam terkait hasil identifikasi pemahaman anak slow learner terkait konsep dan disposisi matematika secara lebih mendalam menggunakan berbagai metode, media, dan teori pembelajaran yang menarik untuk anak dalam kategori lamban tersebut. Dengan demikian, berdasarkan paparan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Kesulitan Belajar Matematika pada Siswa Slow Learner Di SD”. Penelitian ini dinilai penting karena menyangkut dengan keberlangsungan dan keberhasilan pembelajaran Matematika pada siswa Slow Learner di SD.

Penelitian yang dilakukan ini memfokuskan pada penyajian-penyajian informasi secara mendalam terkait penyebab faktor kesulitan belajar matematika pada siswa slow learner berserta bagaimana penanganan pendidik dalam menyikapi hal tersebut. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan kualitatif studi kasus, dengan partisipan 30 peserta didik dengan berkebutuhan khusus tipe slow learner dan 5 guru pembimbing di sekolah dasar. Penulis artikel pada penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber referensi dalam memperlakukan kegiatan pembelajaran khususnya matematika pada siswa slow learner.

II. PERTANYAAN PENELITIAN

1. Apa saja faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar matematika pada siswa slow learner di SD?

2. Bagaimana perlakuan guru terhadap siswa slow learner ketika melaksanakan pembelajaran matematika?

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian berjudul “Kesulitan Belajar Matematika pada Siswa Slow Learner di SD” ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus. Teknik pengumpulan data bersifat Triangulasi sumber data yaitu menggali kebenaran informasi tertentu dengan menggunakan berbagai sumber data. Alat dan bahan dalam pengumpulan data-data dalam penelitian ini antara lain menyiapkan lembaran observasi, menyediakan alat dokumentasi berupa HP, dan buku catatan untuk mencatat data-data terkait penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi partisipatif dan wawancara mendalam. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, display data, kesimpulan dan verifikasi purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 siswa slow learner yang berasal dari sekolah dasar

(6)

inklusi dan 5 guru kelas yang mengajar di sekolah dasar inklusi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor–faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran matematika, baik dilihat dari cara penyampaian guru ataupun metode dan alat yang digunakan beserta dengan cara guru dalam memberikan perlakuan pada siswa slow learner ketika melaksanakan pembelajaran matematika.

Dengan harapan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi untuk lebih mengoptimalkan proses pembelajaran siswa ABK tipe slow learner.

1. Research Design

Penelitian ini dirancang dengan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Dalam pendekatan studi kasus peneliti mengedepankan survey dan proses historis dalam menemukan penjelasan sebab-akibat permasalahan penelitian yang dipilih. Metode studi kasus yang digunakan hanya sebagai persiapan metode penelitian dan digunakan untuk menggambarkan penelitian terkait suatu masalah.

Dalam hal ini peneliti memilih metode penelitian kualitatif studi kasus karena peneliti ingin mengungkap lebih mendalam terkait kesulitan belajar siswa slow learner.

2. Sampling

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 siswa slow learner yang berasal dari sekolah dasar inklusi dan 5 guru kelas yang mengajar di sekolah dasar inklusi.

3. Instrument Include Validity And Reliability Of The Instruments

NO TEKNIK

PENGUMPULAN DATA

INSTRUMEN

1 Observasi Partisipatif

Lembar Observasi : 1. Lembar

observasi belajar siswa

2. Lembar observasi mengajar guru

2 Wawancara Lembar Pedoman

Wawancara : 1. Pedoman

Wawancara Guru

2. Pedoman Wawancara Siswa

Validitas data pada penelitian kualitatif merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan peneliti. Reliabilitas adalah keandalan/ketepatan sebuah alat ukur/instrument dalam mengukur sebuah objek.

4. Treatment

Treatment yang diberikan dalam penelitian ini adalah dengan memberikan motivasi berupa perencanaan dan pematangan jalannya pelaksanaan pembelajaran terhadap siswa dan guru.

5. Data Analysis Include The Framework Used To Analyze The Data (Analisis Data)

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, display data, kesimpulan dan verifikasi purposive sampling.

6. Trustworthiness of The Findings (Uji keabsahan data)

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini meliputi uji kredibilitas (perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi, analisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, atau mengadakan

(7)

membercheck), transferabilitas, dependabilitas, maupun konfirmabilitas.

7. Ethical Considerations

Ethical Considerations atau pertimbangan etis diartikan sebagai pemikiran seseorang mengenai suatu permasalahan yang sulit. Pertimbangan Etis adalah pertimbangan mana yang benar dan salah yang dilakukan dari sudut pandang kemanusiaan baik di masa sekarang ataupun di masa yang akan datang (Suri, 2020).

1. Prinsip pertama. Dalam kegiatan penelitian, seorang peneliti perlu untuk memperhatikan hak- hak subjek dalam mendapatkan informasi terkait jalannya penelitian dan kebebasan menentukan pilihan serta bebas dari paksaan pihak manapun.

Contoh konkret dari prinsip ini adalah sebagai berikut:

➔ Penjelasan manfaat penelitian

➔ Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan.

➔ Penjelasan manfaat yang akan didapatkan.

➔ Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subyek berkaitan dengan prosedur penelitian.

➔ Persetujuan subjek dapat

mengundurkan diri kapan saja.

➔ Jaminan anonimitas dan kerahasiaan.

2. Prinsip kedua. Peneliti harus memperhatikan hak-hak dasar subjek. Pada dasarnya, setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu. Melalui penelitian, data dan informasi individu termasuk informasi yang bersifat pribadi akan terbuka.

Dalam implementasinya, peneliti tidak boleh menampilkan informasi identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner dan

alat ukur apapun untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek.

3. Prinsip ketiga. Peneliti harus menjunjung tinggi prinsip keadilan. Prinsip keadilan diartikan sebagai keterbukaan dan keadilan. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian harus memiliki sikap jujur, hati-hati, profesional, berperikemanusiaan, dan psikologis serta perasaan yang religius terhadap subyek penelitian. Keadilan memiliki bermacam-macam teori, namun yang terpenting adalah bagaimana keuntungan dan beban harus didistribusikan diantara anggota kelompok publik. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi dan pilihan publik.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1) Hasil Observasi Mengajar Guru

NO INDIKATOR KESIMPULAN 1 Keterampilan

membuka pembelajaran

Dalam membuka

pembelajaran sendiri, pada umumnya guru pembimbing sudah

mampu membuka

pembelajaran dengan baik, hal ini dilihat dari cara guru menyiapkan siswa untuk tertib saat

akan dimulai

pembelajaran. Guru juga memberikan pertanyaan-pertanyaan dasar seperti perkalian, pembagian, bangun datar, dan bangun ruang pada peserta didik sebelum pembelajaran

(8)

dimulai.

2 Menyampaika

n tujuan

pembelajaran

Guru pembimbing lebih mengutamakan

kesiapan siswa dalam melakukan

pembelajaran kemudian sebelum memulai penyampaian materi dan mengutarakan tujuan

pembelajarannya.

3 Penyajian materi pelajaran

Dalam penyajian materi

guru lebih

mengutamakan materi- materi dasar terlebih lagi pada siswa slow learner siswa lebih suka bermain sambil belajar dalam penyajian materi,

sehingga guru

pembimbing biasanya mengaitkan materi dengan lingkungan- lingkungan sekitar ditambah lagi dengan mengajak siswa keluar

kelas untuk

mengeksplor

lingkungan sekitar seperti di perpustakaan.

4 Penguasaan materi pelajaran

Secara keseluruhan guru pembimbing mampu menguasai matematika dengan baik, karena pada

umumnya guru

pembimbing slow learner ini beberapa

merangkap menjadi guru kelas. Guru mampu menguasai materi matematika dengan baik. Hal ini terlihat dari penjelasan yang tidak berbelit-belit dan jelas.

5 Pengelolaan kelas

Guru dalam melakukan pengelolaan kelas sudah berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari antusiasme terutama slow learner dalam memahami materi yang dibelajarkan guru di dalam kelas seperti bangun datar dan bangun ruang.

6 Strategi dalam kegiatan belajar

Guru mampu

menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan anak berkebutuhan khusus tipe slow learner, strategi yang digunakan yakni mengaitkan

materi dengan

lingkungan-lingkungan sekitar ditambah lagi dengan mengajak siswa keluar kelas untuk mengeksplor

lingkungan sekitar seperti di perpustakaan.

7 Mengaktifkan kegiatan belajar siswa

Guru mampu dengan

baik dalam

mengaktifkan kegiatan

(9)

belajar siswa, hal ini dilihat dari antusiasme siswa yang diindikasi mengalami slow learner maupun bukan di saat pembelajaran.

Siswa dan guru aktif dalam berdiskusi. Akan tetapi, siswa slow learner cenderung kurang aktif daripada siswa normal.

8 Pemberian tugas pada siswa

Pada setiap

pembelajaran yang dilakukan hanya beberapa guru yang memberikan tugas akhir kepada siswa, karena pembelajaran sendiri lebih difokuskan pada diskusi kelompok- kelompok.

9 Keterampilan menutup pembelajaran

Guru dalam menutup pembelajaran sudah baik seperti dengan bersama-sama dengan

siswa membuat

rangkuman/ kesimpulan dari pelajaran yang telah dilakukan, guru juga sudah memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.

2) Hasil Observasi Belajar Siswa

Aspek Fenomena yang Diamati

Keterangan Pemah

aman Konse p Dasar Matem atika

Penguasaan siswa terhadap materi konsep dasar dalam

pembelajaran matematika

Hanya 30 % dari jumlah siswa yang diobservasi yang dapat memahami materi konsep dasar matematika.

Dan dari 30 % siswa tersebut semuanya

mengaku kesulitan dalam

mengaplikasikan materi konsep

dasar untuk

mempelajari materi lanjutan.

Ketera mpilan matem atika

Penggunaan materi konsep

dasar dalam

pembelajaran matematika

Kurang lebih 70 % siswa slow learner yang diamati mengalami

kesulitan dalam mengggunakan materi konsep dasar. dan 30 %

siswa yang

mengaku

memahami materi konsep dasar terlihat hanya memiliki

pemahaman yang dangkal terhadap materi konsep

dasar dalam

pembelajaran matematika.

Pemec ahan masala

Penggunaan konsep dasar dan keterampilan

Kurang lebih 50 % siswa slow learner yang diamati dapat

(10)

h matematika dalam menyelesaikan permasalahan yang behubungan dengan

matematika

menyelesaikan persoalan

sederhana dalam pembelajaran matematika,

namun hampir semua siswa slow learner yang diamati mengalami kesulitan dalam menyelesaikan persoalan yang memliki tingkat kesukaran yang lebih.

Sikap Sikap siswa slow learner selama pembelajaran matematika berlangsung

Kurang lebih 75 % siswa slow learner yang diamati mengikuti

pembelajaran dengan tertib.

Sikap siswa slow learner kepada

guru selama

pembelajaran matematika berlangsung

Kurang lebih 95 % siswa slow learner yang diamati bersikap baik dan sopan terhadap guru

Sikap siswa slow learner terhadap teman sekelasnya selama

pembelajaran matematika berlangsung

Semua siswa slow learner yang diamati memiliki sikap dan interaksi yang baik dengan teman satu kelasnya selama

pembelajaran matematika.

3) Hasil Wawancara Guru

NO INDIKATOR KESIMPULAN

(11)

1 Perilaku yang muncul dari aspek kognitif

Peserta didik yang tergolong slow learner ketika memahami dan mengerjakan tugas pada saat pembelajaran akan lebih membutuhkan waktu yang lama daripada peserta didik normal.

2 Peserta didik yang

tergolong slow learner dalam prestasi akademik maupun non akademik siswa belum ada yang

menonjol, bahkan

sebagian besar tidak berpartisipasi aktif pada saat pembelajaran.

3 Peserta didik yang

tergolong slow learner dalam mencapai hasil belajar belum seimbang dengan usaha yang sudah dilakukan, meskipun sudah ditunjang orangtua

dengan mengikuti

bimbingan belajar siswa yang tergolong slow learner cenderung mudah lupa dengan materi yang dipelajari sehingga hasil belajar tetap belum bisa maksimal.

4 Perilaku yang muncul dari aspek bahasa atau

komunikasi

Peserta didik yang tergolong slow learner tidak mengalami masalah terkait dengan ekspresi verbal, siswa dapat

berkomunikasi dengan baik dan normal.

5 Terdapat beberapa peserta

didik yang tergolong slow learner mengalami kesulitan saat membaca, ada juga yang sudah lancar dalam membaca akan tetapi kesulitan dalam memahami bacaan.

6 Peserta didik yang

tergolong slow learner

dalam melakukan

interaksi dengan siswa yang lain tidak mengalami

hambatan, bahkan

interaksi cenderung bagus tidak ada peserta didik lain yang melakukan perundungan.

7 Peserta didik yang

tergolong slow learner ketika berkomunikasi pada saat pembelajaran sulit untuk fokus, ketika

guru memberikan

pertanyaan terkait dengan materi, siswa slow learner seringkali tidak bisa menjawab pertanyaan.

8 Perilaku yang muncul dari aspek fisik

Peserta didik yang tergolong slow learner tidak ada yang mengalami kesulitan motorik, akan tetapi biasanya akan lebih lambat dibandingkan siswa yang lain.

(12)

9 Perilaku yang muncul dari aspek emosi

Peserta didik yang tergolong slow learner tidak ada yang kesulitan dalam mengekspresikan

emosinya, siswa

cenderung dekat dengan GPK sehingga lebih

nyaman dalam

mengekspresikannya.

10 Peserta didik yang

tergolong slow learner dapat mengendalikan

emosinya. Namun,

terdapat anak yang cenderung diam saja, ada juga yang mudah marah.

11 Perilaku yang muncul dari aspek moral sosial

Peserta didik yang tergolong slow learner tidak menunjukkan perilaku yang tidak baik, seperti berbohong, berpura-pura, bahkan acuh tak acuh. Namun, biasanya siswa slow learner cenderung malas.

12 Peserta didik yang

tergolong slow learner memiliki perilaku yang sama dengan siswa yang lain yang membedakan hanya dalam hal pembelajarannya.

13 Mayoritas lingkungan

sekitar sangat suportif dalam mendukung dan memfasilitasi anak slow learner, bahkan dengan

adanya GPK siswa menjadi lebih nyaman belajar kemudian interaksi antar temannya pun baik.

14 Mayoritas semua siswa

tidak ada yang melakukan perundungan terhadap siswa slow learner, bahkan mau menjadi tutor sebaya.

15 Mayoritas perilaku siswa slow learner dalam pertemanan normal, bahkan perhatian sering tercipta untuk anak slow learner.

4) Hasil Wawancara Siswa

NO INDIKATOR KESIMPULAN 1 Perilaku yang

muncul dari aspek kognitif

Peserta didik yang tergolong slow learner mayoritas (80%) sudah mampu memahami materi dan soal yang diberikan guru dengan baik. Walaupun masih ada beberapa siswa yang membutuhkan pengulangan agar materi dan soal dapat dipahami dengan maksimal.

2 Peserta didik yang

tergolong slow learner

(13)

mampu memahami materi dengan baik jika belajar mandiri. Hal ini karena ketika belajar bersama teman waktu yang digunakan lebih banyak tersita untuk

mengobrol dan

bermain. Walau ada beberapa juga yang lebih memilih belajar bersama teman lain karena dirasa mampu bertukar pendapat dan saling membantu.

3 Peserta didik yang

tergolong slow learner

dapat memahami

materi dengan lebih baik ketika berdiskusi.

Hal ini karena mereka akan saling membantu ketika kesulitan dan bertukar pendapat.

Akan tetapi ada juga peserta didik yang memilih belajar mandiri dikarenakan akan lebih fokus.

4 Perilaku yang muncul dari aspek bahasa atau

komunikasi

Mayoritas peserta didik yang slow learner (95%) mampu berkomunikasi dengan teman lain. Hal ini karena mereka tidak memiliki kesulitan dalam berinteraksi dan berkomunikasi.

5 Mayoritas peserta

didik tidak kesulitan dalam berinteraksi.

Akan tetapi, ada satu atau dua siswa yang masih kesulitan berkomunikasi

dikarenakan kebiasaan memendam perasaan dan berdiam diri.

6 Mayoritas peserta

didik kurang mampu dalam menjelaskan materi matematika. Hal ini dikarenakan

menurut mereka

matematika itu

merupakan mata

pelajaran yang sulit.

7 Perilaku yang muncul dari aspek fisik

Semua peserta didik

tidak memiliki

kesulitan bergerak, berjalan, berbicara, dan sejenisnya.

8 Perilaku yang muncul dari aspek emosi

Mayoritas peserta didik mengekspresikan emosi mereka dengan cara mereka masing- masing. Akan tetapi ada satu peserta didik yang tidak mampu mengekspresikan emosi. Jadi, ketika ada sesuatu yang terjadi pada diri peserta didik tersebut, ia tetap akan diam.

(14)

9 Mayoritas peserta didik tidak mudah tersinggung. Mereka

sudah mampu

menyaring sesuatu yang bersifat candaan dan sesuatu yang serius.

10 Mayoritas dari peserta

didik tidak mampu menahan amarah di depan teman, akan tetapi mampu menahan amarah di depan guru.

Biasanya mereka akan mengeluarkan

emosinya pada saat jam-jam tidak ada guru yang mengajar.

11 Peserta didik biasanya

ketika marah mereka akan menggerutu dan bersungut-sungut, ketika sedih akan menangis, dan ketika senang mereka akan tertawa.

12 Perilaku yang muncul dari aspek moral sosial

Mayoritas peserta

didik merasa

bersemangat ketika diberi kuis oleh guru

karena mereka

menyukai tantangan.

13 Mayoritas peserta

didik akan pantang

menyerah untuk

berusaha mendapatkan

jawaban di soal-soal yang sulit.

14 Mayoritas peserta

didik merasa kesal ketika diberikan tugas banyak, walau tak jua ada juga yang merasa

senang karena

menyukai soal-soal yang sulit dan menantang.

15 Mayoritas peserta

didik mengulang materi yang sudah dipelajari di rumah bersama kakak atau orang tua atau guru les mereka.

Penelitian mengenai “Kesulitan Belajar Matematika Pada Siswa Slow Learner” telah dilakukan pada siswa dengan berkebutuhan khusus di beberapa SD di area Yogyakarta diantaranya SD Negeri Keputran 1, SD Negeri Keputran 2, SD Negeri Kraton, dan SD Negeri Brosot. Jumlah sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 5 orang guru pembimbing siswa slow learner dan 30 siswa berkebutuhan khusus slow learner.

Berdasarkan pengumpulan data, dari keempat teknik pengumpulan data yakni dengan observasi siswa, observasi pembelajaran guru, wawancara siswa, dan wawancara guru didapat hasil bahwa Siswa slow learner dominan memahami materi yang dijelaskan oleh guru walau beberapa kali membutuhkan pengulangan.

Selain itu, siswa slow leaner lebih banyak diam ketika mengungkapkan berbagai emosi. Lalu ketika mendapatkan soal yang sulit dan banyak

(15)

mereka akan mengerjakan semampu mereka.

Mayoritas siswa slow learner juga memiliki kemampuan berinteraksi yang baik dengan orang lain. Siswa slow learner yang mengalami kesulitan dalam pelajaran matematika dilatarbelakangi oleh kemampuan membaca dan menyerap informasi yang rendah. Selain itu, siswa juga cenderung kurang fokus dan mudah lupa.

Keadaan ini berdampak pada pemahaman konsep dasar matematika seperti perkalian dan pembagian. Dalam hal ini, GPK berperan dalam memberikan kelas tambahan kepada siswa slow learner tersebut. Siswa dengan kemampuan slow learner pada umumnya mengalami kesulitan yang beragam dalam pelajaran matematika hal ini dilatarbelakangi dengan minimnya pemerolehan materi dasar pada kelas-kelas sebelumnya. Selain itu, siswa tersebut mampu menghafal rumus. Akan tetapi tidak bisa menerapkannya ke dalam penyelesaian soal. Ketika siswa dihadapkan dengan beberapa soal dengan nilai dengan nominal tinggi terkadang mengalami kesusahan di saat menghitung. Siswa slow learner disaat pembelajaran juga cenderung pasif untuk mengutarakan keingintahuannya dan lebih memilih untuk diam. Guru disaat melaksanakan pembelajaran terhadap siswa slow learner pada umumnya masih mencampurkan dengan teman- teman siswa berkemampuan normal. Guru memang membelajarkan pelajaran matematika secara rinci, mendalam, dan konseptual. Akan tetapi, guru masih terlalu fokus pada anak-anak berkemampuan normal saja dan kurang begitu memperhatikan siswa dengan kemampuan slow learner tersebut.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar matematika siswa slow learner ada pada penguasaan konsep dasar matematika (seperti perkalian dan pembagian),

kesulitan menginterpretasikan soal cerita, dan kesulitan menerapkan rumus ke dalam soal.

Adapun faktor penyebabnya adalah kemampuan membaca dan menyerap informasi yang rendah serta kurangnya pemerolehan materi dasar pada kelas-kelas sebelumnya. Selain itu, berdasarkan fakta yang ditemui di lapangan, siswa slow learner memiliki motivasi belajar yang rendah sehingga dalam mengikuti pembelajaran di kelas cenderung pasif. Siswa slow learner juga lamban dalam mengingat sehingga perlakuan guru atau pendamping ketika proses belajar mengajar di kelas utamanya dalam pembelajaran matematika adalah melakukan repetisi atau pengulangan materi dengan pendekatan secara intens kepada siswa karena siswa mudah lupa dan kurang fokus dalam mengikuti pembelajaran.

VI. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, ada beberapa saran diantaranya sebagai berikut: 1) Guru diharapkan memberikan pendampingan khusus kepada siswa slow learner berupa pengadaan GPK atau guru pendamping khusus yang dimaksudkan dapat membantu siswa dalam mengatasi permasalahan yang muncul dalam proses belajar; 2) Dalam proses pembelajaran di kelas, guru dapat melibatkan secara langsung peran teman sebaya untuk membantu siswa slow learner; 3) Guru dapat memberikan materi dengan porsi yang lebih sedikit dibandingkan teman lain dan penjelasan dapat dilakukan dengan bantuan media pembelajaran yang variatif dan menarik; 4) Untuk orang tua diharapkan mampu memberi dukungan penuh terhadap perkembangan anak terutama dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah dan pendampingan penuh ketika di rumah.

(16)

SUMBER REFERENSI

Aghaei, Ali Reza, and Mohammad Reza Ahmadi.

2017. “The Necessity of Math Education in Primary School.” 3(4): 68–74.

https://sciarena.com/en/issue/specialty- journal-of-psychology-and-management- 2017-vol-3-no-4.

Ahmad, SS, Shaari, MF, Hasyim, R., &

Kariminia, S. (2015). Atribut Kondusif Lingkungan Belajar Jasmani Tingkat Prasekolah untuk Anak Lambat Belajar.

Procedia - Ilmu Sosial dan Perilaku, 201.

https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.08.13.

Alfiyah, Z. N., Hartatik, S., Nafiah, & Sunanto.

(2021). Analisis Kesulitan Belajar Secara Daring Bagi Siswa Sekolah Dasar. Jurnal

Basicedu, 5(5), 3158–3166.

https://jbasic.org/index.php/basicedu

Algani, Yousef Mathkal Abd, and Younis Fareed Abu Alhaija. 2022. “The Impact of the Homework in Mathematics on Learning Style of Arab.” 6(11): 45–55.

Basri, H. (2018). KEMAMPUAN KOGNITIF

DALAM MENINGKATKAN

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN ILMU SOSIAL BAGI SISWA SEKOLAH DASAR. Jurnal Penelitian Pendidikan, 18(1).

https://doi.org/10.17509/jpp.v18i1.11054 Darouich, A., Khoukhi, F.,& Douzi, K. (2017).

Modelization of cognition, activity and motivation as indicatorsfor Interactive Learning Environment. Advances in

Science, Technology and Engineering Systems Journal, 2 (3), hlm. 520-531.

Handayani, I., & AlFarhatan Noor Asri, A. M.

(2021). Peran Guru dan Orang Tua dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Matematika Anak Slow Learner di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Pedagogi Dan

Pembelajaran, 4(2), 202.

https://doi.org/10.23887/jp2.v4i2.36014 Hariyani, E., Putra, A. A., & Wiguna, M. (2019).

Pengaruh Komitmen Profesional, Pertimbangan Etis, Personal Cost, Reward Terhadap Intensi Internal Whistleblowing (Studi Empiris Pada Opd Kabupaten Siak).

Jurnal Akuntansi Keuangan Dan Bisnis,

12(12), 19–28.

http://jurnal.pcr.ac.id/index.php/jakb/

Ibda, F. (2015). Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget. Intelektual. 3 (1). Hlm. 28-38.

Juwantara, R. A. (2019). Analisis Teori Perkembangan Kognitif Piaget pada Tahap Anak Usia Operasional Konkret 7-12 Tahun dalam Pembelajaran Matematika. Al-Adzka:

Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Madrasah

Ibtidaiyah, 9(1).

https://doi.org/10.18592/aladzkapgmi.v9i1.3 011

Kencanawaty, Gita, Chatarina Febriyanti, and Ari Irawan. 2020. “Kontribusi Etnomatematika Dalam Pembelajaran Matematika Tingkat Sekolah Dasar.” Journal of Medives : Journal of Mathematics Education IKIP Veteran Semarang 4(2): 255.

Khaira, U., & Herman, T. (2020). Assessment processes for slow learners in mathematics learning. Journal of Physics: Conference

Series, 1521(3).

https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1521/3/032097

Korikana, A. (2020). “Slow Learners- a Universal Problem and Providing Educational Opportunities To Them To Be a Successful Learner.” PEOPLE: International Journal

(17)

of Social Sciences, 6(1), 29–42.

https://doi.org/10.20319/pijss.2020.61.2942 Kumari, A., & Vyas, C. (2020). Journal of Xi’an

University of Architecture & Technology,

12(3), 4639–4644.

http://www.xajzkjdx.cn/gallery/430- mar2020.pdf

Leisman, G., Moustafa, A. A., & Shafir, T. (2016).

Thinking, Walking, Talking: Integratory Motor and Cognitive Brain Function. In Frontiers in Public Health (Vol. 4).

https://doi.org/10.3389/fpubh.2016.00094 Mailani, E. (2015). Penerapan Pembelajaran

Matematika Yang Menyenangkan.

Elementary School Journal Pgsd Fip Unimed, 1(1).

Marlina, R. dan P. (2015). Jurnal Penelitian PAUDIA. Jurnal Penelitian PAUDIA, 63–

83.

http://journal.upgris.ac.id/index.php/paudia/

article/view/514

Metikasari, S., Mardiyana, & Triyanto. (2019).

Mathematics Learning Difficulties of Slow Learners on A Circle. Journal of Physics:

Conference Series, 1227(1).

https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1227/1/012022

Mumpuniarti, Rudiyati, Sukinah, &

Cahyaningrum. (2014). “Kebutuhan belajar siswa lamban belajar (slow learner) di kelas awal Sekolah Dasar Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal Ilmu Pendidikan 2(1):1-15.

Nisa, A., MZ, Z. A., & Vebrianto, R. (2021).

Problematika Pembelajaran Matematika di SD Muhammadiyah Kampa Full Day School. El-Ibtidaiy: Journal of Primary Education, 4(1), 95–105.

Novitasari, N., Lukito, A., & Ekawati, R. (2018).

Slow Learner Errors Analysis in Solving Fractions Problems in Inclusive Junior High School Class. Journal of Physics:

Conference Series, 947(1).

https://doi.org/10.1088/1742- 6596/947/1/012035

Prabhu, Sunitha. 2020. “Changing Students ’ Perception of Learning Mathematics.”

PRIMUS 0(0): 1–24.

https://doi.org/10.1080/10511970.2020.1844 826.

Putri, N. D. A., Akhyar, M., & Fadhilah, S. S.

(2019). Analysis of Mathematical Calculation Skill on Slow Learning Students in Inclusive School. International Journal of Multicultural and Multireligious

Understanding, 6(1), 79.

https://doi.org/10.18415/ijmmu.v6i1.499 Rakhmawati, N. (2017). Kesulitan Matematika

Siswa Slow Learner Kelas Iv Di Sd Negeri Batur 1 Semarang. Jurnal Widia Ortodidaktika, 6(7), 1–14.

Rasmitadila, Zulela, & Boeriswati, E. (2017).

Peers ’ Instructional Interactions in Inclusive Classrooms : Slow Learner Students and Typical Students. International Journal of Multidisciplinary and Current Research, 5, 904–911.

Rudyanto, H. E. and Retnoningtyas, W. A. (2018)

‘Integrasi Nilai–Nilai Karakter melalui Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar’, Prosiding Konferensi Ilmiah Dasar,

1(7), pp. 34–43. doi:

http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/KID /article/view/446.

Sakiinatullaila, N., K, F. D., Priyanto, M., Fajar, W., & Ibrahim. (2020). Penyebab Kesulitan Belajar Matematika Anak Berkebutuhan Khusus Tipe Slow Learner. Jurnal Kependidikan Matematika (Kudus), 2(2), 151–162.

Santrok, J. W. (2014). Psikologi pendidikan:

educational psychology. Salemba: Jakarta.

Setyawan, F., Andriyani, Handayani, T. K., Ratih, K., Sutopo, A., Rusli, T. I., & Alfiany, N. R.

(2021). Rigorous Thinking in Mathematics Modelling for Slow Learners. Journal of

(18)

Physics: Conference Series, 1720(1).

https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1720/1/012005

Sriyanto, H. J. (2017). Mengobarkan api matematika: Membelajarkan matematika yang kreatif dan mencerdaskan. Sukabumi:

Jejak Publisher.

Suri, H. (2020). Systematic Reviews in Educational Research. In Systematic Reviews in Educational Research. Springer

Fachmedien Wiesbaden.

https://doi.org/10.1007/978-3-658-27602-7 Tantowi Afan, I., Wikan, W. B., & Wahyuningsih,

E. D. (2021). Analisis Kemampuan Pemahaman Matematis Pada Siswa Slow Learner. Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika (JIPM), 3(2), 92–105.

https://doi.org/10.37729/jipm.v3i2.1362 Tran, T., Nguyen, T. T. T., Le, T. T. T., & Phan,

T. A. (2020). Slow learners in mathematics classes: the experience of Vietnamese primary education. Education 3-13, 48(5), 580–596.

https://doi.org/10.1080/03004279.2019.1633 375

Wafiroh, H., & Harun, H. (2022). The barriers in the implementation of mathematics learning for slow learner during the COVID-19.

Jurnal Elemen, 8(1), 144–160.

https://doi.org/10.29408/jel.v8i1.4525

Referensi

Dokumen terkait

Kết quả bảng 1 cho thấy: Khó khăn tâm lý trong hoạt động học ngoại ngữ của SV dân tộc thiểu số năm thứ nhất biểu hiện cụ thể ở từng mặt như sau: - Về mặt nhận thức: Sinh viên dân tộc

ISSN 2614-1620 http://journal2.uad.ac.id/index.php/fundadikdas Peran guru kelas dalam mengatasi kesulitan belajar anak slow learner di SD Muhammadiyah Dadapan Tri