BERBASIS KEARIFAN LOKAL SASAK
(Studi Kasus Pada SMAN 1 Sakra Kabupaten Lombok Timur)
KAROMI
Dosen FKIP, Universitas Gunung Rinjani Selong-Lombok Timur
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan fokus penelitian ini adalah: (1) Menganalisis dan mendeskripsikan keterampilan kepala manajerial kepala sekolah berbasis kearifan lokal Sasak dan (2) bagaimana bentuk-bentuk nilai kearifan local sasak.
Fokus utama penelitian ini adalah bagaimana keterampilan manajerial kepala sekolah berbasis kearifan lokal Sasak pada SMAN 1 Sakra kabupaten Lombok Timur, dan dijabarkan menjadi beberapa sub fokus, yaitu: (1) Bagaimana keterampilan manajerial kepala sekolah; (2) bentuk- bentuk nilai kearifan lokal sasak. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif fenomenologi, untuk mengungkapkan secara fokus dan mendalam tentang fenomena keterampilan manajerial kepala sekolah berbasis kearifan lokal Sasak pada SMAN 1 Sakra kabupaten Lombok Timur. Penelitian ini dirancang berdasarkan pendapat Bogdan & Biklen yang menyatakan bahwa studi kasus komparatif diawali dari temuan setiap kasus dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi.
Kata kunci: Keterampilan manajerial kepala sekolah, bentuk-bentuk nilai lokal sasak
ABSTRACT
The aim of this study to describe the matters relating to the focus of this study are: (1) Analyzing and describing the skills of the principal's managerial head based on Sasak local wisdom and (2) how local Sasak wisdom values are. The main focus of this research is how the principals' managerial skills are based on Sasak local wisdom at SMAN 1 Sakra, East Lombok district, and are translated into several sub-focus, namely: (1) What is the principal's managerial skills; (2) forms of local wisdom values of Sasak. This research was conducted with a qualitative phenomenological approach, to express in depth and in depth about the phenomenon of principals' managerial skills based on Sasak local wisdom at SMAN 1 Sakra, East Lombok district. This study was designed based on the opinions of Bogdan & Biklen who stated that comparative case studies were initiated from the findings of each case with interview, observation and documentation techniques.
Keywords: principals' managerial skills, Sasak Local wisdom, .
PENDAHULUAN
Pengelolaan pendidikan pada dasarnya merupakan seebuah seni dalam mencapai tujuan, pengelolaan sebuah sekolah dipimpin oleh seorang kepala sekolah. Kepala sekolah adalah seorang tenaga pendidik yang diberi tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar, dan diaman terjadinya sebuah intraksi antara guru yang memberikan pelajaran dan siswa sebagai peserta didik yang menerima pelajaran. Pada Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010, meneyebutkan, bahwa Kepala sekolah/madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin taman kanak-kanak/raudhotul athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf internasional (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI). Sedangkan seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki ketrampilan dalam memimpin sebuah lembaga pendidikan, keterampilan yang dimaksud adalah tercantun pada pasal 1 Permendiknas no. 28 tahun 2010, pasal 1, ayat 5 menyebutkan bahwa Kompetensi kepala sekolah/madrasah meliputu, pengetahuan, sikap dan keterampilan pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan social.
Sedangkan Menurut Wahyudi (2012: 67), bahwa keterampilan adalah kemampuan dalam melaksanakan tugas berdasarkan kompetensi pekerjaan dan hasilnya dapat diamati. Sedangkan, manajerial merupakan kata sifat yang berhubungan dengan kepemimpinan dan pengelolaan.
Pendidikan secara umum adalah merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Peran serta bersama antara pemerintah dan masyarakat
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 8, menyatakan bahwa:
masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan, dan pasal 9, masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa peran serta masyarakat dan orang tua bertujuan untuk mendayagunakan kemampuan yang ada pada orang tua dan masyarakat untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Perubahan pola piker yang disebabkan oleh perkembangan teknologi.
Pengaruh percepatan perkambangan teknologi dan informasi ini juga dapat menyebabkan paradigma berifikir masyarakat berubah dan hilangnya nilai-nilai luhur kearifan bangsa , seperti: budaya-budaya positif, seperti gotong royong, tolong menolong kini sudah mulai berubah. Nilai-nilai kearifan lokal belakangan lebih dipandang sebagai produk masa lampau yang kini dianggap tidak lagi relevan dalam kehidupan masyarakat. Nilai- nilai kearifan lokal masyarakat pada masa lampau yang positif mesti dilestarikan. Menurut Suwardani (2015) bahwa, globalisasi ini telah menimbulkan pergulatan antara nilai-nilai budaya lokal dan nilai-nilai budaya global (modern) yang semakin tinggi intensitasnya.
Nilai-nilai kearifan lokal pada dasarnya tidak hanya dipandang sebagai produk masa lampau, tetapi juga kearifan lokal dapat diamati sebagai sebuah konsep kehidupan sosial yang masih hidup dan berkembang di masyarakat, seperti nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keagungan nilai-nilai kearifan lokal yang masih hidup dan berkembang dimasyarakat dan sebagai sebuah panduan untuk membangun pola hubungan antara masyarakat yang satu dengan lainnya, yaitu untuk dapat mencapai tujuan hidup secara bersama-sama.
Suku bangsa Sasak adalah suku bangsa yang dirancang berdasarkan budi pekerti luhur yaitu, untuk menimbang kebaikan dan keburukan yang dapat melahirkan sikap dan perilaku serta tindakan dengan mempertimbangkan perasaan malu dan sopan
santun, agar dapat memunculkan diri sebagai pengetahuan dan berperilaku sebagai manusia dalam kehidupan sosial yang beradab dan berbudi luhur. Kearifan lokal suku bangsa Sasak memberikan acuan atau pedoman nilai- nilai yang bersumber pada akal dan budi pekerti yang luhur dalam menjalin hubungan kehidupan bermasyarakat, sehingga dapat melahirkan sikap, perilaku, dan tindakan yang mencerminkan kepribadian kepemimpinan masyarakat Sasak.
Kepemimpinan kepala sekolah berbasis kearifan lokal Sasak berisi tentang hal-hal mendasar dan utama dalam kehidupan, seperti landasan berpikir, norma-norma dalam pergaulan, filosofi hidup, dan hukum-hukum yang berlaku serta senantiasa dipatuhi dalam pergaulan hidup. Kearifan lokal Sasak merupakan suatu konsep kehidupan yang telah disiapkan oleh nenek moyang orang Sasak dengan tujuan mencapai kebahagian dan kesejahteraan hidup di dunia maupun akhirat.
Kepala Sekolah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, kepala sekolah menggunakan pendekatan kepemimpinan berbasis kearifan lokal, khususnya kearifan lokal yang sesuai dengan nilai-nilai dan pemahaman masyarakat yang berada diwilayah suatu daerah atau masyarakat tertentu. Hal ini seirama dengan upaya pemerintah dalam melestarikan budaya dan kearifan lokal yang ada di Indonesia.
Belakangan ini dapat diamati secara umum bahwa masyarakat sudah mulai meninggalkan budayanya sendiri yaitu, seperti budaya gotong royong dan ikut berpartisipasi dalam setiapa persoalan- persoalan sosial lainnya. Sekolah dalam menjaga nilai-nilai sosial, selalu dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menjaga dan mengingatkan generasi bangsa dan peningkatan sumber daya manusia.
Dalam hal ini kita harus maklumi bahwa karakter generasi bangsa kita serta kualitas sumber daya manusia bangsa ini, hanya dapat dijaga dan ditingkatkan melalui pendidikan yang ada di sekolah.
Dalam menjaga nilai-nilai kearifan lokal daerah, pendidikan di sekolah yang di harus
dikelola dengan menggunakan pendekatan kepemimpinan kepala sekolah berbasis kearifan lokal. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa peningkatan kualitas sumberdaya masnusia dan menjaga karakter serta nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat didaerah dapat dijaga melalui pendidikan di sekolah. Hal itu merupakan salah satu cara dalam mengatasi kemerosotan moral generasi bangsa dan kualitas sumber daya manusia.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pedekatan kualitatif digunakan untuk mengungkap data deskriptif tentang keterampilan manajerial kepala sekolah dalam berbasis kearifan lokal sasak dan dilakukan di masing masing sekolah sebagai kasus penelitian melalui informan tentang apa yang dilakukan dalam melestarikan budaya dan kearifan lokal sasak. Pendekatan penelitian ini sesuai dengan karakteristik dari penelitian kualitatif antara lain; alamiah (natural setting) sebagai sumber data langsung. Pemaknaan terhadap data tersebut hanya akan dapat dilakukan apabila diproleh kedalaman atas fakta-fakta yang diproleh.
Data menurut Ulfatin (2014) adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun informasi, dimana informasi tersebut adalah olahan data yang dipergunakan untuk satu keperluan. Sumber data penelitian dengan pendekatan kualitatif dilakukan dengan pengumpulan data dalam bentuk kata-kata atau kalimat bukan rangkaian angka, data dikumpulkan dengan cara observasi,wawancara,dan dokumentasi (Miles, Huberman dan saldana, 2014). Data kualitatif akan menarik jika mampu menggambarkan fenomena yang terjadi secara kokoh dan mendalam.
Dalam menentukan informan peneliti harus memperhatikan beberapa hal yang dijelaskan oleh (Ulfatin, 2014) bahwa yang dijadikan informan dalam penelitian kualitatif adalah seseorang yang memiliki pengetahuan khusus atau informasi, atau dekat dengan dengan situasi yang menjadi fokus penelitian.
(Spredley, 1997), mengemukakan dalam memilih informan yang baik dalam penelitian
hendaknya memahami lima kriteria: (1) informan yang baik adalah informan yang memahami secara baik teks maupun konteks yang akan diteliti; (2) keterlibatan langsung, artinya merupakan orang yang terlibat langsung dalam konteks teks yang diteliti; (3) suasana budaya yang tidak dikenal; (4) waktu yang baik untuk peneliti hendaknya tidak diabatasi oleh waktu yang ada tetapi biasanya peneliti semacam ini menjadi persoalan tersendiri jika dibenturkan oleh waktu; (5) non analisis.
Sehubungan dengan kriteria tersebut, sesuai dengan tujuan penelitian ini untuk laporan studi kasus maka dilakukan secara purposive sampling, internal sampling dan time sampling. Semua teknik ini agar dapat memperoleh kecukupan dan keabsahan data penelitian.
Dalam prosedur pengumpulan data yang holistik dan integratif serta relevan dengan fokus dan tujuan penelitian, peneliti menggunakan tiga teknik dalam mengumpulkan data, yaitu: (1) wawancara mendalam (deept interview); (2) observasi (observation); dan (3) studi dokumentasi (study of document). Ketiga teknik penelitian tersebut merupakan teknik pengumpulan data penelitian kualitatif yang umum digunakan (Ulfatin,2014).
Analisis data dalam penelitian kualitatif menurut (Bambang, 2007) merupakan satu prosespenyusunan data agar dapat ditafsirkan dan disimpulkan, hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa analisis data kualitatif merupakan proses yang berlanjut, berulang dan terus-menerus (Miles, Huberman dan Saldana,2014). Data yang dimaksudkan disini terdiri dari deskripsi-deskripsi yang rinci mengenai situasi, peristiwa, orang, interaksi dan perilaku, pernyataan dari seseorang tentang pengalaman, sikap, keyakinan dan fikirannya, petikan-petikan isi dokumen sebagaimana dikumpulkan dan ditulis di dalam transkrip wawancara atau catatan lapangan.
Rapley (dalam Silverman, 2011) menyatakan hal hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam analisis data adalah: (a) Selalu mulai dari hal-hal yang menarik, rinci dan sederhana; (b) Selalu membaca secara
sistematis arsip data yang di analisis;(c) Selalu merefleksi mengapa dan apa yang telah dilaksanakan; (d) Selalu meninjau dan memperbaiki arsip data berupa catatan lapangan dan lain-lain;(d) Selalu fokus pada apa yang menjadi kunci dan yang berhubungan dengan data tersebut.
Rancangan studi dalam penelitian ini adalah studi kasus (cases study). Menurut Yin (2002), dalam menganalisis data rancangan penelitian studi kasus dilakukan tahapan yaitu analisis data kasus individu (individual cases), dan analisis data kasuscases analysis).
PEMBAHASAN
Berikut ini adalah Data yang diperoleh oleh penulis dipaparkan dan dianalisis oleh penulis sesuai dengan fokus penelitian berikut ini:
a. Keterampilan kepala sekolah berbasis kearifan lokal Sasak .
Temuan penelitian pada SMAN 1 Sakra menunjukkan bahwa keterampilan kepala sekolah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat berbasis kearifan lokal Sasak dapat dilihat dari nilai -nilai budaya dalam masyarakat Sasak yang masih berkembang dan masih dapat ditemukan disekolah lokasi penelitian, seperti: Tao/ceket (Bisa), onyak (hati-hati), lomboq (jujur), dan semai’ (Sesuai) Tindih, saling laiq,reme dan sesiru, Sangkep,bangaran, gundem, dan minger ra’i.
Temuan peneliti tentang keterampilan manajerial kepala sekolah berbasis kearifan lokal Sasak tersebut dielaborasi dan dibagi menajadi tiga bagian keterampilan, seperti pendapat Walid (2008:6) Kemampuan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah meliputi Ketrampilan Konseptual, Keterampilan Humanis dan Keterampilan Teknik.
Keterampilan-keterampilan kepala sekolah pada kasus tersebut (1), keterampilan konseptual mikir belo(visioner), Geger (semangat) Bender (lurus),Saling sero, Saling saur.
Keterampilan konsep ini dalam istilah Sasak yaitu, keterampilan yang dikenal dengan nilai Tao yaitu keterampilan konsep
dalam hal penetuan visi misi sekolah dan penjabaran tentang konsep ide dalam pembagian tugas sehingga dalam hal penetapan jobdescrition, tidak terjadi tumpang tindih sehingga tercapainya tujuan sekolah secara efeltif dan efisien. peran dan fungsi sekolah tersebut sebagaimana pendapat Ninggrum, (2010), menyatajan:
peran utama kepala sekolah dalam mengelola institusi pendidikan yang efektif di sekolah diantaranya; (1) memiliki visi dan misi yang jelas mengenai mutu terpadu bagi sekolah; (2) memiliki komitmen yang jelas terhadap perbaikan mutu sekolah; (3) mengkomunikasikan visi dan misi sekolah;
(4) memimpin dan mengembangkan staf, bersikap hati-hati untuk tidak menyerahkan orang lain ketika masalah muncul; (5) memiliki sikap teguh, atas segala penyimpangan terhadap visi dan misi sekolah;(6) membangun kelompok kerja yang efektif dan mekanisme kerjanya.
Berdsarkan pendapat diatas bahwa peran dan fungsi kepala sekolah sangatlah kompleks, namun kepala sekolah yang baik juga memiliki beberpapa kemampuan lain Dugian dalam Sudarya dan Suratno (2009) Kelima kemampuan tersebut meliputi: 1) Kemampuan pendidikan (educational capabilities); 2) kemampuan personal (personal capabilities); 3) kemampuan relasional (relational capabilities); 4) kemampuan intelektual (intellectual capabilities); dan 5) kemampuan keorganisasian (organizational capabilities).
Berdasarkan teori diatas bahwa keterampilan manajerial kepala sekolah harus di dukung dengan aspek kemampuan seperti: kemampuan pendidikan, kemampuan personal, kemampuan relasional, kemampuan intelektual, dan kemampuan keorganisasian. Kemampuan- kemampuan ini penting untuk dapat menciptakan sebuah konsep visi dan misi sekolah yang efektif dan efisien. mikir belo sebagai sebuah keterampilan konsep, dalam penentuan visi dan misi sekolah, juga harus didukung oleh kemampuan kepala sekolah dalam hal-hal lain. Seperti mengkomunikasikan visi dan misi sekolah
kepada semua masyarakat dan stakeholder serta kemampuan menyampaikan pesan dari visi dan misi sekolah kepada masyarakat luas.
Keterampilan manajerial kapala sekolah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat tidak hanya akan dapat dilihat dari bagaimana keterampilan konsep.
Namun keterampilan konsep akan dapat diterjemahkan dalam keterampilan humanis, keterampilan ini menjadi faktor penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat ini berangkat dari kemampuan teori kemampuan relasional menurut Sudarya dan Suratno (2009); kepemimpinan relasional dapat diartikan kemampuan kepala sekolah dalam menghargai orang lain. Inilah karakteristik utama dari kepemimpinan relasional yang ditunjukkan oleh beberapa hal berikut: (1) Menghargai individu dan berinteraksi dengan orang lain secara menyentuh (sensitively) dan bermartabat, (2) bersikap jujur, apa adanya dan terbuka didalam interaksi mereka dengan orang lain, (3) menciptakan lingkungan kerja yang dinamis dan suportif dimana orang dapat saling bekerjasama dan saling perhatian. Kemampuan kepala sekolah dalam menjaga hubungan dengan orang lain dalam istilah Sasak disebut sebagai kemampuan saling laiq merupakan sikap terbuka kepala sekolah dalam menjaga hubungan dengan orang lain, saling menghargai dalam berintraksi serta jujur apa adanya menciptakan lingkungan kerja yang dinamis antara sekolah dengan masyarakat. Selain keterampilan grasa’
juga, dari hasil penelitian, peneliti menemukan keterampilan hubungan masyarakat yang disebut saling reme, sesiru, yaitu saling menghormati atau saling menghargai di dalam pergaulan di sekolah yaitu bersama guru dan staf-staf sekolah dan masyarakat.
Pola hubungan yang baik dan saling menghargai sesama berdasarkan pada nilai -nilai kultural masyarakat merupakan perwujudan dari konsep dasar hubungan masyarakat seperti yang diungkapkan oleh Manaf (2014), hubungan baik dengan
masyarakat harus memperhatikan kultur kedaerahan dalam setiap kegiatan di sekolah sehingga masyarakat akan mudah dan tertarik untuk ikut berpartisipasi di sekolah. Hal ini dapat dibuktikan dengan dengan selalu hadirnya masyarakat di sekolah kalau ada kgiatan, seperti rapa- rapat dan dalam gotong royong pembangunan. Selain faktor tersebut juga partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh faktor kepala sekolah dalam menjaga hubungan sekolah dengan masyarakat, maka sekolah melakukan kunjungan kerumah-rumah warga dalam istilah Sasak yaitu saling laiq. Keterampilan ini merupakan nilai etika sosial orang Sasak dalam menjaga hubungan antara satu dengan yang lainnya.
Selain keterampilan kepala sekolah dalam hal keterampilan konsep dan hubungan masyarakat atau keterampilan humanis,ketrampilan teknis yang harus dimiliki kepala sekolah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat disekolah juga yaitu sangkep (mufakat), gundem (rapat/musyawarah), bangaran, minger ra’i.
Sangkep merupakan keterampilan teknis yaitu teknik dalam rapat dalam masyarakat Sasak , sangkep dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: pertama, sangkep kodek; kedua, sangkep belek dan yang ketiga merupakan sangkep agung. Masing masing sangkep disekolah dapat dibagai dalam beberapa dalam pengambilan keputusan disekolah. Pertama Sangkep kodek, sangkep kodek ini merupakan rapat terbatas yang dihadiri oleh kepala sekolah dengan guru. Rapat belek (Besar) merupakan rapat yang dihadiri oleh kepala sekolah guru-dewan pengawas sekolah dan staf. Sedangkan rapat agung merupakan rapat yang dihadiri oleh kepala sekolah, guru-guru, pengawas, komite sekolah dan orangtua sekolah, serta tokoh agama dan tokoh masyarakat yang ada disekolah.
Masing-masing teknik dalam tersebut akan dapat berjalan dengan baik jika kepala sekolah dapat mengkomunikasikan dengan baik dan dipengaruhi oleh kemampuan komunikasi yang baik atara sekolah dan
masyarakat. Sedangkan keterampilan teknis Gundem atau begundem merupakan proses musyarawarah dalam penganbilan keputusan berbasis kearifan lokal Sasak, yaitu untuk mengemukakan rekomendasi- rekomendasi hasil musyarwarah yang dihasilkan dalam proses sangkep sehingga dapat diambil alternatif pemecahan masalah, sehingga keputusan dapat dihasilkan secara musyawarah mupakat.
Dalam proses gundem ini kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi di sekolah mengemukakan rekomendasi-rekomendasi hasil dari sangkep lalu memaparkan dan setelah membandingkan baik buruknya maka masihng-masing alternatif diputuskan dan alternatif yang dipilih dianggap sebagai alternatif yang terbaik untuk dijadikan hasil muayawarah untuk mufakat.
Sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Rahman (2015) dalam penelitiannya dengan proses begundem yaitu: pertama kepala sekolah memimpin gundem dan mengmukakan rekomendasi- rekomendasi yang dihasilkan sangkep;
kedua, pembahasan alternatif-alternatif keputusan yang akan diambil, ketiga bemusyawarah membandingkan baik buruknya; keempat, barulah diputuskan alternatif yang dianggap baik dan yang kelima, pengambilan keputusan dangan musyawarah dan mufakat. Sedangkan keterampilan teknis dalam peroses menjaga hubungan baik anatara sekolah dan masyarakat maka kepala sekolah mengembangkan teknis saling tulung, sesiru, saling pesilaq. Saling tulung merupakan proses saling bantu antara masuyarakat dengan sekolah hal ini dapat dilihat dalam peroses pernikahan di masyarakat, yaitu kepala sekolah mengnstruksikan lansung kepada murid- muridnya untuk membantu masyarakat dalam proses pernikahan, feedback_nya ke sekolah adalah masyarakat akan ikut berpartisipasi ke sekolah baik dalam hal apapun, seperti contonya adalah dalam pembangunan gedung-gedung sekolah, sarana-sarana lainnya disekolah. Faktor saling tulung, saling pesilaq saling siru
disekolah ini memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap perkembangan disekolah. Melalui peroses ini juga sekolah akan dapat merasakan dampak secara langsung dari kepemimpinan kepala sekolah berbasis kearifan lokal Sasak . b. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat
berbasis kearifan lokal Sasak .
Hasil penelitian tentang bentuk-bentuk partisipasi masyarakat di sekolah berbasis kearifan lokal Sasak pada SMAN 1 Sakra kabupaten Lombok Timur, merupakan akselarasi dari keterampilan manajerial kepala sekolah dalam meningkatkan partisipasi mayarakat berbasis kearifan lokal Sasak . Menurut Sundari (2001) bahwa; partisipasi masyarakat adalah keterlibatan seseorang terhadap suatu program yang berbeda-beda dan tergantung jenis keterlibatan yang dapat dibedakan menjadi lima bagian: (1) partisipasi buah pikiran; (2) partisipasi Tenaga; (3) Partisipasi harta benda; (4) partisipasi keterampilan dan kemahiran; (5) partisipasi sosial. Dari pendapat diatas bahwa partisipasi masyarakat berbasis kearifan lokal Sasak dapat dibagi menjadi beberapa bagian:
Pertama: partisipasi masyarakat dalam pembangunan sekolah. Partisipasi masyarakat dalam bentuk pembangunan yaitu masyarakat ikut secara langsung menyumbangkan tenaga dan fikiran, dalam membangun pembangunan fisik, sekolah dalam melakukan pembangunan seperti pembangunan gedung dan pembangunan lainnya maka masyarakat ikut bergotong royong, tujuan untuk melakaukan gotong royong. Sebelum gotong royong sekolah melakukan pemberitahuan kepada masyarakat melalui tokoh yang ada di desa sehinga apa yang menjadi kebutuhan dasar disekolah dapat terpenuhi dengan baik.
Koentjaraningrat (1987) membagi dua jenis gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia; gotong royong tolong menolong dan gotong royong kerja bakti. Kegiatan gotong royong tolong menolong terjadi pada aktivitas pertanian, kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan
pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa bencana atau kematian.
Sedangkan kegiatan gotong royong kerja bakti biasanya dilakukan untuk mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk kepentingan umum, yang dibedakan antara gotong royong atas inisiatif warga dengan gotong royong yang dipaksakan.
Nilai -nilai gotong royong masyarakat disekolah, yaitu berangkat dari falsafah hidup masyarakat Sasak yaitu lebur anyong saling sedok. Lebur anyong saling sedok tersirat makna yang sangat dalam yaitu apapun yang terjadi baik susah maupun senang maka sebagai orang Sasak harus saling mnguatkan dan membrikan bantuan bagi yang membutuhkan, perkuat soliditas dan memperkuat loyalitas sesama dalam menjalan kehidupan yang lebih baik dimasa mendatang. Bagi sekolah bahwa kesadaran masyarakat akan pentinya pendidikan bagi generasi maka sekolah membarikan sumbangangan dalam hal pembangunan, yaitu mulai dari sumbangan fikiran, tenaga dan materil, sehingga tujuan pembangunan disekolah dapat tercapai sesuai tujuan awal.
Selain nilai lebur anyong saling sedok, nilai beriuk juga menjadi faktor penting pendorong semangat gotong royong masyarakat dalam pembangunan disekolah, yaitu seperti beriuk ini memilki makna yaitu secara bersama-sama, serempak, seayun dan selangkah dalam bekerja. Preinsip masyayrakat beriuk dalam pembangunan merupakan faktor penting yang mendorong kebersamaan dalam pembangunan disekolah.
Kedua: Partisipasi masyarakat dalam pengembangan sekolah. Bentuk Partisipasi masyarakat dalm pengembangan sekolah, dari hasil temuan data menunjuukkan bahwa dalam partisipasi ide dan gagasan yang dimilki oleh kepala sekolah menjadi faktor penting. Faktor ini sangat dipengaruhi oleh prilaku kepala sekolah dalam kepemimpinannya. Midlock (2011) adalah:
An over looked area of importance in the role of an educational leader is that of the school community relations and strategic
planning. Actually the two are inseparable;
an educationalleader can’t expect to have a good relationship with the school community unless he or she has been involved in the school’s strategic planning process, and the strategic planning process can’t be effective unless it is steeped in good school community relations.
Apa yang dicapai dalam pengembangan sekolah dapat dicapai dengan memberikan ruang yang besar terhadapat masyarakat untuk ikut berpatisipasi dalam pembangunan, baik berpatisipasi ide gagasan maupun partisipasi tenaga. Keterbukaan kepala sekolah menjadi faktor kunci masyarakat dalam menyumbangkan ide dan fikirannya.
Nilai grasa’ yang dikembangkan oleh kepala sekolah dalam kepemimpinannya di kedua sekolah, sehingga menyebabkan masyarakat juga tidak enggan dan ikut berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan disekolah, ide dan gagasan secara bersama antara sekolah dan masyarakat dapat dilihat pada lampiran 2 yaitu rencana pengembangan sekolah (RPS).
Ketiga, Partisipasi masyarakat dalam perogram kerja sekolah. Bentuk partisipasi masyarakat berbasis kearifan lokal Sasak adalah disekolah dapat diamti dalam partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program kerja sekolah. Bentuk-bentuk program kerja sekolah merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam ikut terlibat mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program kerja sekolah.
Program kerja sekolah akan dapat terlaksana dengan baik jika ada dukungan antara sekolah dan community, atau masyarakat yang ada di sekitar skolah.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam program kerja sekolah berbasis kearifan lokal Sasak dapat dilihat dari nilai -nilai partisipasi masyarakat yaitu seperti seperti saling jot, nilai saling jot ini merupakan wujud dari bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program kerja sekolah.
Keempat, partisipasi masyarakat dalam penganggaran. Hasil dari penelitian
ini bentuk-bentuk partisipasi masyarakat berbasis kearifan lokal Sasak tidak hanya dalam bentuk ide dan fikiran namun juga dalam bentuk materil. Hal ini berangkat dari kebutuhan sekolah tentang anggaran tidak hanya akan dapat terpenuhi dari anggaran pendidikan yang sudah dianggarkan oleh pemerintah, namun secara sadar mayarakat juga memiliki peran penting dalam pembangunan sekolah. Dari hasil penelitian dalam paparan data pada bab III, menyebutkan bahwa bentuk partisipasi masyarakat dalam anggata ditunjukkkan dengan dengan memberikan sumbangan kepada sekolah secara beragam, hal ini dapat dilihat pada lampiran.
Upaya dan usaha kepemimpinan kepala sekolah dalam hal ini sangat dipengaruhi oleh salah satu prinsip masyarakat Sasak yaitu, saling jot, saling jot ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam keuangan, yaitu saling memberi dalam jumlah yang tidak ditentukan namun sewajarnya sehingga apa yang menjadi rumusan awal pendidikan dapat tercapai dengan sempurna.
Partisipasi masyarakat dalam hal materil menjadi upaya yang sangat dipengaruhi oleh rasa kepedulian masyarakat serta kesadaran yang sangat tinggi tentang arti pentingnya pendidikan yang bermutu bagi anak sebagai penerus generasi di masa depan.
Dengan demikian betuk-bentuk partisipasi masyarakat berbasis kearifan lokal Sasak pada SMAN 1 Sakra kabupaten Lombok Timur sebagai wujud dari nilai -nilai kepemimpinan kepala sekolah dalam menigkatkan partisipasi masyarakat berbasis kearifan lokal Sasak.
Kesimpulan dan Saran
1. Keterampilan kepala sekolah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat berbasis kearifan lokal sasak: (a) Ketermpilan kepala sekolah seperti keterampilan konseptual, keterampilan manusiawi dan keterampilan teknis, merupakan keterampilan yang harus dimiliki kepala sekolah; (b) Bentuk-bentuk
Keterampilan kepala sekolah yang menjadi landasan partisipasi masyarakat berbasis kearifan lokal sasak, meliputi: Geger (semangat) Bender (lurus), Saling sero Saling saur, Gērasaq (ramah) matiq (taat/penurut), Saduq (dipercaya), Saling ajinan/saling ilaqin, Sangkep, gundem ngenduh rerasan (bertukar-pikiran/urun rembuk) Cumpu (setuju/demokratis).
2. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat berbasis kearifan lokal sasak: (a) Bentuk- bentuk partisipasi masyarakat disekolah berbasis kearifan lokal sasak dapat ditunjukkan melalui beberapa proses yaitu, pertama, partisipasi masyarakat dalam pembangunan sekolah, partisipasi ini meliputi partisipasi ide, gagasan dan tenaga masyarakat yang disumbangkan ke sekolah. Kedua, partisipasi masyarakat dalam rencana pengembangan sekolah, partisipasi ini dapat ditunjukkan melalui penyumbangan ide, fikiran dan pengalaman yang dituangkan dalam bentuk Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Ketiga, partisipasi masyarakat dalam program kerja sekolah. Partisipasi ini dapat ditunjukkan melalui keterlibatan langsung masyarakat dalam program sekolah, seperti rapat-rapat dan program ekstra kulikuler lainnya.
Keempat, partisipasi masyarakat dalam penganggaran sekolah, partisipasi masyarakat ini ditunjukkan dalam bentuk materi seperti keuangan di sekolah guna untuk mencukupi kebutuhan sekolah; (b) Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat disekolah berbasis kearifan lokal sasak, terdiri dari: Beriuk saling tinjal, Gērasaq, Saling sero, Saling jot, Saling tulung, Berembun saling tembung, saling tari, Besentulak, perebak jangkih, saling sangkon,bangaran.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat memberikan saran kepada beberapa pihak, yaitu:
1. Bagi kepala dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten Lombok Timur: (a) Dalam mengmbang dan meningkatkan partisipasi masyarakat didaerah, perlu
mempertahankan nilai-nilai kearifan kepemimpinan berbasis kearifan lokal sasak sebagai pijakan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan didaerah; (b) Dalam mempertahan kan dan merawat nilai-nilai kearifan lokal maka perlu melakukan kajian mendalam untuk dapat menjaga nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur sasak dalam pendidikan didaerah.
2. Bagi kepala sekolah: (a) Dengan menerapkan nilai-nilai kepemimpinan berbasis kearifan lokal sasak diharapkan dapat menyegarkan dan mengingatkan masyarakat secara umum tentang pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan di sekolah; (b) Dalam meningkatkan partisipasi masyarakat di sekolah perlu mempertahankan nilai-nilai tindih sebagai filosofi dasar nilai-nilai kearifan lokal sasak di sekolah; (c) Mempertahankan dan mengembangkan teknik dan keterampilan kepala sekolah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat agar lebih maksimal.
3. Bagi pemimpin lembaga-lembaga pendidikan lain, sebaiknya hasil penelitian ini dijadikan sumber telaah dalam mengembangkan kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat berbasis kearifan lokal sasak di sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
4. Bagi peneliti lain, sebaiknya peneliti lainnya dapat menjadikan sebagai refrensi untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan pendekatan, subyek, lokasi dengan fokus yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Bogdan,R.C.&Biklen,S.K.1998. .Riset Kualitatif untuk Pendidikan: Pengantar ke Teori dan Metode, alih bahasa Munadir.
Jakarta. PAU-PPAI.
Bogdan,R.C.&Biklen,S.K.2003. Qualitative Research For Education: an introduction to teory and methods (fouth edition).
Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan mentallitas dan pembanguunan. Jakarta:
Gramedia
Manaf, A. 2014. Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat pada SMA 7 kota Banjarmasin. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Antasari Taswir Vol.
2 No. 4 Juli-Desember 2014
Midlock, Stephen F. 2011. Educational Leadership-Solving Administrative Dilemmas. New Jersey: Pearson Education Inc
Miles, Matthew B, A. Michael Huberman dan Johnny Saldana. 2014. Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook Edisi Ketiga. Sage Publications: Inc.
Ningrum , K.A. 2010. “Pengaruh Minat Belajar dan Kepedulian Orangtua Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Gatak Sukoharjo Tahun Ajaran 2010/2011”. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: FKIP UMS Jurusan Pendidikan Akuntansi.
Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah Rahman, B.L. 2015. Prilaku Pembuatan
Keputusan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal Sasak (Study Multi Kasus Pada DPRD NTB, Dinas DIKPORA NTB dan SMK Pertanian Pembangunan Negeri Mataram). Universitas Negeri Malang, Disertasi: Unpublish.
Spredley, J.P. 1997. Metode Etnografi.
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Sudarya, Y & Suratno, T. 2009. Dimensi Kepemimpinan Kepala Sekolah.
Universitas Pendidikan lndonesia.
Suwardani, Putu,N.2015. Pewarisan Nilai-nilai Kearifan Lokal untuk memproteksi Masyarakat Bali dari dampak Negatif Globalisasi. JURNAL KAJIAN BAlI:
Volume 05:02, diakses pada 10 oktober 2015
Sundari, Sri. 2001. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Partisipasi Orang Tua Dan Masyarakat Untuk Mendukung Keberhasilan Program Sekolah Sebagai Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Di Sd Pertiwi Ii Kecamatan
Bandung Wetan. Bandung : Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Walid, Muhammad. 2008. Keterampilan Manajerial Kepala Madrasah. Jurnal Madrasah, vol. 1, No. 1, Juli-Desember 2008.
Wahyudi. (2012). Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar (Learning Organization). Bandung:
Alfabeta.
Ulfatin,N. 2014. Metode Penelitian Kualitatif dibidang Pendidikan: teori dan aplikasi.
Malang: Bayumedia Publishing.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.
20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yin, R.K. 2002. Studi Kasus, Desain dan Metode. Terjemahan oleh M. Djauzi Mudzakir. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yunus, Rasid. 2014. Nilai-nilai Kearifan Lokal (local Genius) Sebagai Penguat Karakter Bangsa: Studi Empiris Tentang Huyula.
Yogyakarta: Deepublish.