KINERJA PERDAGANGAN DAN INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL KOREA DI INDONESIA MELALUI IK-CEPA: PELUANG DAN
TANTANGAN
M. Pakhri Ramadhan H1401211041 Lintang Anggia Pramesti H1401211073 Sarah Zahra Ramdhani H1401211074
ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2023
BAB 1 Pendahuluan I. Latar Belakang
Setiap negara melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kondisi perekonomian negaranya. Perekonomian negara yang mengalami peningkatan akan mendorong pembangunan ekonomi, pembangunan ekonomi yang meningkat juga akan mendorong peningkatan perekonomian suatu negara.
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Indonesia menjalin kerjasama internasional dengan beberapa negara, salah satunya adalah Korea Selatan. Korea Selatan merupakan salah satu rekan dagang utama Indonesia. Korea Selatan adalah salah satu negara yang termasuk ke dalam negara maju walaupun Korea Selatan meraih kemerdekaannya dua tahun lebih cepat dari Indonesia, 15 Agustus 1943. Beda halnya dengan Indonesia yang masih tergolong dalam negara berkembang. Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Korea Selatan adalah salah satu alasan Indonesia menjalin kerjasama perdagangan dengan Korea Selatan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sejak tahun 1966, Indonesia sudah menjalin hubungan diplomatik dengan Korea Selatan. Hubungan diplomatik ini terus dievaluasi untuk meningkatkan hubungan kerjasama bilateral dengan membangun ASEAN-Korean Free Trade (AKFTA) pada tahun 2006. Hubungan perekonomian Indonesia dengan Korea Selatan semakin menuju ke arah yang positif dengan adanya perjanjian Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA) pada tahun 2012.
Globalisasi yang terjadi saat ini mengakibatkan perubahan pada sistem perekonomian, baik di sektor keuangan maupun di sektor perdagangan yang meningkatkan persaingan dagang antar negara. Adanya perbedaan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi di setiap negara, kerjasama perdagangan secara bilateral maupun multilateral menjadi sangat diperlukan. Dengan adanya kerja sama ini, terjadi aliran modal berupa investasi asing (FDI) dan perdagangan internasional yang mencakup aktivitas ekspor dan impor.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana daya saing perdagangan di industri tekstil sebelum dan sesudah IK-CEPA (2010 - 2021)?
2. Bagaimana pertumbuhan investasi di industri tekstil sebelum dan sesudah IK-CEPA (2010 - 2021)?
3. Bagaimana IK-CEPA memberikan peluang bagi pertumbuhan perdagangan dan investasi pada industri tekstil?
4. Apa saja tantangan IK-CEPA bagi pertumbuhan perdagangan dan investasi pada industri tekstil?
Tujuan
1. Untuk mengetahui daya saing perdagangan di industri tekstil sebelum dan sesudah IK-CEPA (2010-2021)
2. Untuk mengetahui pertumbuhan investasi di industri tekstil sebelum dan sesudah IK- CEPA (2010-2021)
3. Untuk mengetahui peluang pertumbuhan perdagangan dan investasi pada indsutri tekstil melalui IK-CEPA
4. Untuk mengetahui tantangan pertumbuhan perdagangan dan investasi pada indsutri tekstil melalui IK-CEPA
Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Ekonomi Bilateral Indonesia - Korea
Pada tahun 2006, Indonesia dan negara - negara ASEAN menjalin hubungan perdagangan dengan Korea Selatan melalui ASEAN-KOREA Free Trade Agreement (AKFTA).
Perjanjian ini menghasilkan tujuan. Hubungan ekonomi bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan telah berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir. Beberapa aspek penting dalam hubungan ini meliputi:
1. Perdagangan: Indonesia dan Korea Selatan memiliki hubungan perdagangan yang kuat.
Produk ekspor Indonesia termasuk minyak kelapa sawit, batu bara, kopi, dan produk tekstil.
Sementara itu, Korea Selatan mengimpor produk elektronik, otomotif, dan berbagai barang konsumen ke Indonesia.
2. Investasi: Perusahaan Korea Selatan telah melakukan investasi yang signifikan di Indonesia, terutama dalam industri manufaktur, teknologi, dan energi. Sebaliknya, perusahaan Indonesia juga mencari peluang investasi di Korea Selatan.
3. Kerja Sama Pembangunan: Selain investasi swasta, Korea Selatan juga telah terlibat dalam proyek-proyek pembangunan di Indonesia, termasuk infrastruktur dan pendidikan.
4. Perjanjian Perdagangan: Kedua negara telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement) pada tahun 2020, yang diharapkan akan meningkatkan perdagangan antara keduanya.
5. Pariwisata: Hubungan ekonomi juga didukung oleh sektor pariwisata, dengan semakin banyak warga Korea Selatan mengunjungi Indonesia untuk liburan.
Hubungan ekonomi bilateral ini memiliki potensi untuk terus berkembang, dan kerja sama dalam berbagai sektor telah menjadi bagian penting dalam hubungan diplomatik kedua negara.
2.2 Industri Tekstil
Berdasarkan penelitian (Siregar, 2020) Industri tekstil merupakan salah satu dari beberapa industri indonesia yang memiliki keunggulan komparatif untuk di perdagangkan.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Jenis data : data sekunder, data investasi bersumber dari BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), data perdagangan bersumber dari WITS
Metode : analisis deskriptif kuantitatif
3.1 Analisis Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA)
Variabel yang diukur pada metode ini meliputi kinerja ekspor suatu produk pada wilayah terhadap total ekspor wilayah tersebut yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia. Metode ini digunakan untuk mengukur keuntungan maupun kerugian relatif komoditi tertentu pada suatu negara yang tercermin pada pola perdagangannya, seperti pangsa pasar ekspor.
Rumus dari RCA adalah sebagai berikut :
RCA=
[
XXti] [
WWit]
Keterangan :
Xi = Nilai ekspor komoditi i Indonesia ke negara j Xt = Nilai total ekspor Indonesia ke negara j Wi = Nilai ekspor komoditi i dunia
Wt = Nilai total ekspor dunia
Terdapat dua kemungkinan hasil yang dapat diperoleh, yaitu:
1. Nilai RCA yang diperoleh bernilai lebih dari satu (RCA>1). Hal tersebut berarti negara tersebut memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia hingga komoditi tersebut memiliki daya saing yang kuat.
2. Nilai RCA yang diperoleh kurang dari satu (RCA<1), yang berarti bahwa negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata dunia sehingga negara tersebut memiliki daya saing yang lemah pada komoditas tersebut.
3.2 Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Daya saing suatu produk yang diperdagangkan di negara lain menurut Kementerian perdagangan (2013) dapat ditentukan dengan menggunakan metode indeks spesialisasi perdagangan (ISP).
ISP ini dapat menggambarkan apakah untuk suatu jenis produk, misal dalam hal ini Indonesia atau Korea cenderung menjadi negara eksportir atau importir. Persamaan ISP sebagai berikut :
ISP =
3.3 Analisis Export Product Dynamics (EPD) 3.4 Constant Market Share Analysis (CMSA)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Daya saing perdagangan industri tekstil sebelum dan sesudah ik cepa 4.1.1 Hasil analisis RCA
Gambar 4.1 Hasil RCA Negara Indonesia dan Korea 2010-2021
Sumber : Data diolah
Tabel 4.1 Hasil RCA Negara Indonesia tahun 2010-2021 RCA 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 201
7
2018 2019 2020 2021 Indo
nesia
0.78 0.58 0.39 0.38 0.37 0.33 0.21 0.23 0.40 0.54 1.16 2.91 Sumber : WITS, Data diolah
Dari tabel 4.1 diperoleh hasil perhitungan RCA pada tahun 2010 - 2019 Indonesia memiliki keunggulan komparatif di bawah rata-rata dunia sehingga Indonesia memiliki daya saing yang lemah pada komoditas tekstil. Kemudian pada tahun 2020 dan 2021, hasil RCA bernilai lebih dari 1 yang berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia sehingga Indonesia memiliki daya saing yang kuat pada komoditas tekstil.
Tabel 4.2 Hasil RCA Negara Korea tahun 2010-2021
RCA 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Korea 4.67 3.69 3.51 4.11 4.33 5.34 6.14 6.52 6.43 6.94 7.51 9.44 Sumber : WITS, Data diolah
4.1.2 Hasil Analisis ISP
ISP
Tahun Indonesia korea
2010 -0.775884614 0.761381836
2011 -0.85794272 0.824337667
2012 -0.906997965 0.882762302
2013 -0.926158695 0.890604589
2014 -0.940032077 0.901181517
2015 -0.950587263 0.937140805
2016 -0.967553218 0.952478892
2017 -0.969356898 0.944704258
2018 -0.940631268 0.922008258
2019 -0.933143538 0.919693578
2020 -0.835048786 0.824929624
2021 -0.687309422 0.667784674
Berdasarkan tabel tersebut, Indonesia cenderung menjadi negara importir tekstil karena hasil perhitungan ISP bernilai negatif. Sedangkan Korea Selatan cenderung sebagai negara eksportir tekstil karena hasil perhitungan ISP bernilai positif.
4.2 Pertumbuhan Investasi industri tekstil sebelum dan sesudah ik cepa
Perkembangan Realisasi Investasi PMA Korea Selatan di Industri tekstil
Dari gambar 4.1, dapat disimpulkan bahwa nilai investasi Korea Selatan di Indonesia mulai mengalami peningkatan yang signifikan di tahun 2011. Kemudian mengalami penurunan di tahun 2015 yang disebabkan p
4.3 peluang ik cepa bagi perdagangan dan investasi industri tekstil -
4.4 tantangan ik cepa bagi perdagangan dan investasi industri tekstil