Keberadaan Komisi Yudisial sebagai lembaga negara yang akan melakukan kontrol eksternal terhadap hakim di masa depan perlu diperkuat. Komisi Yudisial bukanlah lembaga penegak norma hukum (kode etik), melainkan lembaga penegak norma etik (kode etik). Sebab komisi yudikatif sendiri bukanlah lembaga negara yang langsung menjalankan fungsi kekuasaan negara.
Di 21 (dua puluh satu) dari 43 (empat puluh tiga) negara, Ketua Mahkamah Agung secara ex officio juga menjabat sebagai Ketua Komisi Kehakiman.
Kedudukan, Susunan dan Keanggotaan Komisi Yudisial Komisi Yudisial terdiri atas seorang ketua, seorang wakil
Untuk menghindari permasalahan di atas, para pengamat hukum dan lembaga swadaya masyarakat berpendapat perlunya dibentuk komisi yudisial. Agar anggota komisi yudisial dapat melaksanakan tugasnya dengan jujur dan baik, maka anggota komisi yudisial dilarang melaksanakan tugas: (1) pejabat negara atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan; (2) seorang hakim;. 3) advokat; (4) Notaris dan/atau Panitera Akta Tanah (PPAT); (5) pengusaha, pengurus, atau pegawai badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha swasta; (6) PNS; atau (7) pengurus partai politik.37. Tata cara pemberhentian dengan hormat anggota Komisi Yudisial dari jabatannya dilaksanakan oleh Presiden atas usul Komisi Yudisial, apabila: (1) meninggal dunia; (2) permintaan sendiri; (3) rasa sakit fisik dan mental yang terus-menerus; atau (4) habis masa berlakunya.
Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial mempunyai tugas memberikan dukungan operasional administratif dan teknis kepada Komisi Yudisial.39.
Tugas dan Wewenang Komisi Yudisial
22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang independen dan dalam menjalankan kewenangannya bebas dari campur tangan atau pengaruh pihak lain. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial berwenang (a) mengusulkan pengangkatan hakim Mahkamah Agung kepada DPR; dan (b) menjaga kehormatan dan martabat serta memelihara tingkah laku hakim. Lebih lanjut, didefinisikan dalam Pasal 14 UU No. 22 Tahun 2004, dalam melaksanakan kewenangan yang diatur dalam pasal 13 huruf a, Komisi Yudisial mempunyai tugas.
Disebutkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Pertanggungjawaban dan Laporan Komisi Yudisial Komisi Yudisial sebagai lembaga negara pengawas terhadap
kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim; dan e) Melakukan tindakan hukum dan/atau tindakan lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan harkat dan martabat hakim.
Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Anggota Komisi Yudisial
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Anggota Komisi Yudisial... serta dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Kehakiman.49. Di Republik Indonesia, Peraturan Komisi Yudisial Nomor 5 Tahun 2005 mengatur 4 hal pokok yaitu kepribadian, tanggung jawab, benturan kepentingan dan imbalan atau hadiah. 49 Pasal 1, ayat 1, Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Anggota Komisi Yudisial.
Dewan Kehormatan Komisi Yudisial
Usai dilakukan pemeriksaan, anggota Komisi Yudisial yang diduga melakukan pelanggaran diberi kesempatan membela diri. c.Putusan 58. Pelanggaran terhadap larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Seorang anggota Komisi Yudisial didakwa di pengadilan dalam suatu perkara pidana tanpa ditahan sebagaimana dimaksud dalam KUHAP.
KODE ETIK, PEDOMAN PERILAKU HAKIM DAN MAJELIS KEHORMATAN HAKIM
Kode Etik dan Perilaku Hakim
- Berperilaku Adil 59
- Berperilaku Jujur 60
- Berperilaku Arif dan Bijaksana 61
- Bersikap Mandiri 62
- Berintegritas Tinggi 63
60 Angka 2 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/. 1) Hakim harus bertindak jujur (adil) dan menghindari tindakan yang memalukan atau terkesan memalukan. Majelis Hakim Kehormatan dibentuk oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usul pemberhentian. IX/2009 Tentang Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim.
Dalam hal pembelaan diri ditolak, Majelis Hakim Kehormatan akan menyampaikan putusan usulan pemberhentian kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Presiden Komisi Yudisial RI paling lambat 7 (tujuh) hari kerja. hari sejak tanggal selesainya pemeriksaan.
PELAKSANAAN FUNGSI DAN KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI LEMBAGA
NEGARA PELAKU PENGAWASAN EKSTERNAL TERHADAP HAKIM
Penulis berpendapat bahwa Komisi Yudisial secara institusional atau struktural merupakan lembaga negara (main state body) yang paling penting, karena kedudukan, tugas dan wewenang Komisi Yudisial diatur langsung dalam UUD 1945, namun jika kita cermati fungsinya. Komisi Yudisial merupakan lembaga pendukung negara (auxiliary state body) dan bukan merupakan agen peradilan. Jika mencermati kedua tugas dan wewenang Komisi Yudisial yang berkaitan dengan Mahkamah Agung, maka revisi Undang-Undang Nomor Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan momen bersejarah dalam perjalanan Komisi Yudisial sebagai lembaga negara konstitusional ke depan.
Namun, sejak Amandemen ke-3 UUD 1945 (2001), komisi yudikatif diberi wewenang untuk mengawasi perilaku hakim. Dalam paket undang-undang kekuasaan kehakiman, kewenangan komisi yudisial dalam urusan pengawasan muncul kembali. Keberadaan Majelis Kehormatan ini merupakan langkah awal yang baik bagi hubungan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
Kembali ke persoalan Majelis Hakim Yang Mulia, yaitu badan yang dibentuk oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk menyelidiki dan memutus dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim. Seperti disebutkan sebelumnya, hakim kehormatan hanya terdiri dari unsur Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Hal ini penting dilakukan agar tidak timbul konflik antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dalam pelaksanaannya.
Hubungan kerja yang harmonis antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung sangat diperlukan untuk membangun sistem peradilan yang kuat, bersih, dan berwibawa. Maka undang-undang yang mengatur kewenangan Komisi Yudisial juga harus dilihat dalam konteks ini.
TITIK AWAL AMPUTASI KEWENANGAN TERHADAP KOMISI YUDISIAL
Tuntutan Pemohon
Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi
Sebagai komisi negara, sifat tugas Komisi Yudisial berkaitan dengan fungsi kekuasaan kehakiman, yaitu yang berkaitan dengan pengangkatan hakim Mahkamah Agung dan kewenangan lainnya guna menjaga dan menjunjung tinggi kehormatan, harkat dan martabat hakim. Dalam konteks ini, hubungan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dapat dikatakan independen namun saling terkait. Pengaturan seperti ini menunjukkan bahwa keberadaan Komisi Yudisial dalam sistem ketatanegaraan berkaitan dengan Mahkamah Agung.
Namun Pasal 24 ayat Sebab, hubungan checks and balances tidak bisa terjalin antara Mahkamah Agung sebagai badan utama dan Komisi Yudisial sebagai badan pembantu. Pasal 24B ayat .
Dengan kata lain, yang dimaksud dengan kewenangan lain dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 erat kaitannya dengan kewenangan utama Komisi Yudisial untuk mengusulkan pengangkatan Hakim kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi kemudian akan mengkaji makna 'mandiri' dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: 'Komisi Yudisial bersifat mandiri dan mempunyai kekuasaan untuk mengusulkan pengangkatan Hakim kepada Mahkamah Agung. dan mempunyai kewenangan lain untuk memelihara dan menegakkan kehormatan, keluhuran dan tingkah laku. hakim". Dengan berlakunya Pasal 34 ayat (3) UUKK di atas, maka kewenangan Komisi Yudisial lainnya dalam menjunjung tinggi kehormatan, keluhuran, dan akhlak hakim menjadi tidak ada.
Dari Pasal 20 UUKY terlihat jelas bahwa tujuan pengawasan yang dilakukan Komisi Yudisial adalah perilaku hakim. Untuk menjaga kehormatan, harkat dan martabat hakim dan hakim Mahkamah Agung, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang”, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia). Undang-undang Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; Dari berita acara sidang PAH I BP MPR, benar bahwa pembentukan Komisi Yudisial adalah tidak dimaksudkan untuk tidak mengawasi hakim mahkamah konstitusi.167.
Jika melihat risalah rapat PAH I BP MPR, susunan komisi yudisial dimaksudkan untuk memantau tingkah laku para hakim, termasuk Ketua Mahkamah Agung.
PEMBATALAN KODE ETIK
DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
193 Angka 8 Aturan dan Pedoman Etika Perilaku Hakim pada SKB Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Presiden Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009; 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. 194 Angka 10 Aturan dan Pedoman Etika Perilaku Hakim dalam SKB Presiden Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Presiden Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009; 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Soalnya 10 poin (ayat) Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tersebut merupakan hasil keputusan bersama antara MA dan Komisi Yudisial yang tentunya sudah diperiksa dan disetujui oleh MA.
Seperti disebutkan sebelumnya, perselisihan antara MA dan Komisi Yudisial yang menjadi sorotan belakangan ini terkait penanganan kasus Antasari Azhar. Menurut MA, Komisi Yudisial sudah memasuki ranah teknis peradilan, sedangkan Komisi Yudisial beranggapan telah menjalankan tugas dan wewenangnya dengan berpedoman pada kode etik dan pedoman perilaku hakim yang disepakati bersama. . HUM/2011 membatalkan Keputusan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial No.
198 Lihat poin 8 dan 10 Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam SKB Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 047/KMA/ SKB /IV/2009; 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim. Jika diperhatikan permohonan hak peninjauan kembali yang diajukan oleh pemohon, hal tersebut merupakan keputusan bersama antara Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim, yaitu a. resep kebijakan atau Peraturan Kebijakan, bukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Penulis berpendapat, salah satu cara untuk mengatasi ketegangan yang terjadi antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung antara lain.
Hal ini agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan pengawasan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung yang dapat menimbulkan konflik atau ketegangan. Penyelesaian sengketa kewenangan antar lembaga negara di Mahkamah Konstitusi sangat dimungkinkan dan tidak ada lagi undang-undang yang menghalangi penyelesaian sengketa kewenangan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
TEREDUKSINYA KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DALAM MELAKUKAN
REKRUITMEN TERHADAP HAKIM
Sebab jelas disebutkan bahwa pengangkatan hakim dilakukan bersama-sama antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.210. Pertemuan antara MA dan Komisi Yudisial yang membahas persoalan seleksi pengangkatan hakim berlangsung cukup lama, karena tidak hanya membahas persoalan teknis atau tata cara pemilihan calon hakim. Terakhir, pada awal tahun 2015, beberapa hakim dan panitera Mahkamah Agung melakukan pengujian terhadap UU No.
5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh berbagai hakim senior dan panitera Mahkamah Agung (MA). Lebih lanjut ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa: “Organisasi, tata usaha, dan keuangan Mahkamah Agung serta badan peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.” Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya yaitu pada peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan oleh Mahkamah Konstitusi, (2).
Hak dan kewenangan konstitusional para pemohon dalam kedudukannya sebagai Ketua dan Panitera Mahkamah Agung serta pimpinan pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) untuk memperoleh jaminan independensi dan independensi pengadilan, yang menentukan independensi hakim telah dilemahkan dengan penerapan Pasal 14A, PCS. (2) dan ayat (3) Dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 juncto Pasal 13A ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang masing-masing berbunyi sebagai berikut: 216. Ketentuan ayat Pasal 2 berbunyi: “Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan negeri dilaksanakan bersama-sama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial”, dan ayat 3 berbunyi: “Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial”. Ketentuan pada ayat bersama-sama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial”.
Ketentuan ayat (2) berbunyi: “Proses seleksi pengangkatan hakim PTUN dilaksanakan bersama-sama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial”, dan ayat (3) berbunyi :. Organisasi, tata usaha, dan keuangan Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya berada di bawah kewenangan Mahkamah Agung.”