• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMITMEN MANAJEMEN DALAM PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

N/A
N/A
Dita Arywidartii

Academic year: 2024

Membagikan "KOMITMEN MANAJEMEN DALAM PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA "

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Widiya Praja, Vol. 1 No. 2 (2021)

p-ISSN: 2356-0045 | e-ISSN: 2808-781x

KOMITMEN MANAJEMEN DALAM PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

Sudalma

BPSDMD Provisi Jawa Tengah

Abstrak

Penelitian bertujuan untuk mengkaji komitmen manajemen dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja. Metode penelitian bersifat deskriptif observasi cross sectional dengan pengumpulan data sesuai dengan kriteria subyek studi penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner dengan mengacu pada standar Sistem Manajemen K3. Pengisian kuisioner dilakukan secara mandiri oleh wakil perusahaan. Sasaran penelitian adalah perusahaan yang belum tersertifikasi Sistem Manajemen K3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan kriteria komitmen manajemen rerata sebesar 50 – 66,7%, tingkat penerapan masih dalam tingkat kurang. Tingkat penerapan dalam kategori “Baik” pada elemen tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak dengan rerata sebesar 66,7%, sedangkan elemen lainnya pada tingkat penerapan “kurang”. Perusahaan dalam obyek penelitian belum menerapkan elemen komitmen menajemen diantaranya: kebijakan K3 sebesar 42,9%; tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak sebesar 14,3%; tinjauan dan evaluasi sebesar 47,6%;

keterlibatan dan konsultasi dengan tenaga kerja sebesar 11,9%; rencana strategi K3 sebesar 47,6% dan informasi K3 sebesar 47,6%. Berdasarkan hasil penelitian menunjukaan bahwa diperlukan pendampingan penerpan K3 melalui Coaching-Mentoring-Consulting guna meningkatkan kesadaran pentingnya penerapan K3 dan menyusun program K3 untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan melingdungi tenaga kerja.

Kata kunci: komitmen manajemen, kecelakaan kerja, keselamatan dan Kesehatan kerja.

PENDAHULUAN

Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan. Tak terduga karena di belakang peristiwa tersebut tidak dikesengajaan dan tidak direncanakan, Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan kerja. Dapat dartikan, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Suma’mur, 2014). Kecelakaan keja juga didefinisikan sebagai kecelakaan yang berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan atau perkantoran. Hubungan kerja yang dimaksud yaitu kecelakaan kerja dapat terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Sucipto, 2014).

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan menyebabkan kerugian pada manusia pada manusia,

Undang undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, mendefinisikan kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia maupun harta benda.

Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan berdasarkan klaim kecelakaan kerja. Angka kecelakaan kerja di tahun 2018 terjadi 147.000 kasus, tahun 2019 sebanyak 114.235 dan di tahun 2020 meningkat menjadi 177.161 kasus kecelakaan kerja termasuk diantaranya 11 kasus Covid-19 (BPJS Ketenagakeraan, 2021). Peningkatan kasus kecelakaan kerja menuntut pihak terkait yaitu Kementrian Ketenagakerjaan, Dinas yang membidangi ketenagakerjaan di daerah dan komitmen manajemen perusahaan meningkatkan upaya pencegahan melalui penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta meningkatkan Budaya K3 (Shomad, 2013)

Kecelakaan kerja di Jawa Tengah lebih banyak disebabkan oleh peralatan mesin kerja berupa mesin pons, pres, gergaji, bor dan mesin tenun daripada disebabkan oleh pesawat angkat angkut, pesawat uap-bejana tekan dan pesawat tenaga dan produksi. Operasional pesaat angkat angkut, pesawat uap-bejana tekan dan pesawat tenaga dan produksi memerlukan sertifikat/surat ijin operator serta pesawat wajib dilakukan pemeriksaan secara berkala (Sudalma, 2020).

Menurut Tarwaka (2015), kecelakaan kerja terjadi karena adanya kontak antara potensi

(2)

bahaya (hazard) dengan tenaga kerja. Tarwaka juga mengutarakan beberapa teori yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja.

Henrich (1952), teori Henrich tentang kecelakaan kerja juga dikenal sebagi “Teori Domino” menyatakan bahwa: setiap kecelakaan menimbulkan cidera. Kecelakaan kerja disebabkan oleh perilaku tidak aman (unsafe acts) dan kondisi tidak aman (unsafe condition / hazard). Dupont (1956) mempertegas bahwa faktor dominan penyebab kecelakaan adalah perilaku tidak aman. Menurut Dupont penyebab kecelakaan dari perilaku tidak aman adalah 94%, keadaan tidak aman 4% dan factor penyebab lain 2%. Menurut Rudi Suardi (2007) selain Teori Domino-Henrich, teori terjadinya kecelakaan kerj juga dikemukankan Birds (1967). Teori Birds dikenal sebagai Teori Sebab-AKibat menyatakan bahwa kecelakaan kerja terjadi merupakan rangkaian dari lia factor berurutan yaitu: manajemen, penyebab dasar (factor manusia dan factor keadaan) penyebab langsung (perilaku tidak aman dan keadaan tidak aman) kontak (terjadinya kecelakaan) dan kerugian. Dalam teori Henrich maupun Birds menekankan bahwa manajemen merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja.

Lemahnya manajemen dalam mengelola factor- faktor penyebab kecelakaan merupakan sumber utama terjadinya kecelakaan kerja.

Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja mengamanatkan perlindungan bagi tenaga kerja dari terjadinya keceakaan kerja. Uapaya pencegahan kecelakaan kerja dilakukan melalui program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Keselamatan kerja adalah suatu usaha yang dapat mendorong terciptanya keadaan yang aman dan sehat ditempat kerja, baik tenaga kerja maupun lingkungan kerja itu sendiri.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan hak dasar para pekerja.

Kebijakan pemerintah dalam perlindungan K3 dituangkan dalam UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Tujuan pelaksanaan K3 adalah: 1) menjamin pekerja dan setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja selalu berada dalam keadaan sehat dan selamat; 2) sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara aman dan efisien;

3)proses produksi berjalan secara lancar tanpa hambatan. Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Paragraf 5 pasal 86 menyatakan bahwa: 1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh

perlindungan atas: Kesehatan dan Keselamatan Kerja; Moral dan Kesusilaan dan Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. 2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3; 3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan seusai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dalam pasal 87 UU 13 tahun 2002 disebutkan bahwa: 1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan; 2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Implementasi K3 dalam sebuah sistem manajemen terintegrasi diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja. No. Per 05/Men/96 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapam SMK3. Perlindungan K3 dimaksudkan untuk memberi jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja. Pelaksanaan K3 dapat mencegah risiko kerugian akibat kecelakaan kerja berupa sakit, cacat hingga meninggal, biaya perawatan serta biaya perawatan atau penggatian peralatan yang rusak (Kasidi, 2010).

Di era saat ini, masalah perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja menghadapi tantangan yang semakin berat.

Dengan berkembangnya ragam kebutuhan manusia dunia industri membutuhkan teknologi berupa peralatan dan sarana produksi lainnya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya. Penggunaan sarana produksi berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Upaya perlindungan pada tenaga kerja terhadap potensi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui progran keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Kebijakan pemerintah dalam Peraturan Pemerintah RI No.50 tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) menegaskan adanya system manajemen dalam pengelolaan upaya pencegahan kecelakaan kerja. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur proses

(3)

dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja untuk menciptakan tempat kerja yang aman.

Peraturan Pemerintah RI No.50 tahun 2012 juga memuat uraian tentang Pedoman Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terdiri dari: Kebijakan, Perencanaan K3, Pelaksanaan perencanaan K3, Pemantauan dan Evaluasi kinerja K3, peninjauan dan peningkatan kinerja K3 (Ramli, 2010; Tarwaka, 2015)

Upaya pencegahan kecelakaan kerja harus dilakukan dengan mengimplementasikan K3 dalam sistem manajemen yang terintegrasi dengan system manajemen perusahaan. Perlu dilakukan kajian komitmen manajemen di perusahaan sebagai dasar upaya pencegahan kecelakaan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komitmen manajemen dalam upaya pencegahan terjadinya kecelakaan kerja.

Komitmen manajemen perusahaan dalam melaksanakan program K3 berupa kebijakan dan perencanaan serta penyediaan sumber daya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif observasi cross sectional. Penelitian deskripsi untuk memperoleh gambaran komitmen manajemen perusahaan dalam mencegah tejadinya kecelakaan kerja melalui penetapan kebijakan dan perencanaan program K3. Berdasarkan ruang lingkup, penelitian ini bersifat observasi terhadap obyek penelitian karena peneliti tidak melakukan intervensi terhadap variable penelitian. Keadaan obyek penelitian tidak dimanipulasi yaitu ketetapan kebijakan K3 perushaan serta perencanaan program K3.

Berdasarkan design, penelitian ini bersifat cross sectional, penelitian hanya dilakukan satu kali terhadap obyek penelitian dengan pengumpulan data diarahkan sesuai dengan kriteria subyek studi penelitian.

Metoda pengumpulan data menggunakan kuisioner yang diisi secara mandiri oleh wakil perusahaan. Substansi kuisioner mengacu pada elemen dan kriteria dalam Sistem Manajemen K3 pada klausul pembangunan dan pemeliharaan komitmen.

Sasaran penelitian adalah perusahaan yang belum memiliki sertfikat SMK3 maupun OSHAS 18.000. Metoda Analisis data menggunakan analisis diskripsi kuantitatif untuk

memperoleh gambaran keadaan pelaksanaan K3 di perusahaan. Pengolahan data berupa kuisioner penelitian dengan acuan penilaian masing- masing elemen dilakukan terhadap 42 perusahaan

Penilaian tingkat penerapan komitmen manajemen mengacu pada pemenuhan perssaratan Sistem Manajemen K3 dengan kriteria yang telah dipenuhi pada masing-masing elemen: “Memuaskan” bila telah memenuhi 85- 100%;, “Baik” bila memenuhi 60-84%

“Kurang” bila memenuhi kurang dari 59%..

HASIL DAN PEMBAHASAN

Salah satu fungsi manajemen adala melakukan control / pengendalian terhadap semua sumber yang berpotensi menimbulkan kerugian, termasuk kerugian yang ditimbulkan oleh terjadinya kecelakaan kerja. Faktor penyebab pengendalian potens bahaya (hazard) kurang baik adalah:

(1)Manajemen tidak memiliki program K3;

(2)Program K3 yang dimiliki manajemen kurang baik; (3) Program K3 tidak berdasarkan standar;

(4)Pelaksanaan program dan standar kurang tepat.

Hasil kajian komitmen manajemen disajikan dalam Tabel 1. Analisis komitmen manajemen melalui penerapan kriteria-kriteria dalam elemen:

(1)Kebijakan K3, dengan kriteria: (a)Terdapat kebijakan K3 yang tertulis, bertanggal, ditandatangani oleh pengusaha atau pengurus, secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3 serta komitmen terhadap peningkatan K3;

(b)Kebijakan disusun oleh pengusaha dan/ atau pengurus setelah melalui proses konsultasi dengan wakil tenaga kerja.

(2)Tanggung Jawab dan Wewenang Untuk Bertindak, dengan kriteria: (a)Penunjukan penanggung jawab K3 harus sesuai peraturan perundang-undangan; (b)Pengusaha atau pengurus bertanggung jawab secara penuh untuk menjamin pelaksanaan SMK3; (c)Petugas yang bertanggung jawab untuk penanganan keadaan darurat telah ditetapkan dan mendapat pelatihan;

(d)Perusahaan mendapatkan saran-saran dari para ahli di bidang K3 yang berasal dari dalam dan/atau luar perusahaan. (3)Tinjauan dan Evaluasi, dengan kriteria:

(a)Pengurus harus meninjau ulang pelaksanaan SMK3 secara berkala untuk menilai kesesuaian dan efektivitas SMK3. (4) Keterlibatan dan Konsultasi dengan Tenaga Kerja, dengan

(4)

kriteria: (a)Keterlibatan dan Penjadwalan konsultasi tenaga kerja dengan wakil perusahaan didokumentasikan dan disebarluaskan ke seluruh tenaga kerja; (b)Perusahaan telah membentuk Panitia Pembina K3 (P2K3) sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (c)Ketua P2K3 adalah pimpinan puncak atau pengurus;

(d)Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 sesuai peraturan perundang-undangan; (e) P2K3 menitikberatkan kegiatan pada pengembangan kebijakan dan prosedur mengendalikan risiko;

(f)Susunan pengurus P2K3 didokumentasikan dan diinformasikan kepada tenaga kerja;

(g)P2K3 mengadakan pertemuan secara teratur dan hasilnya disebarluaskan di tempat kerja.

(h)P2K3 melaporkan kegiatannya secara teratur sesuai dengan peraturan perundang-undangan , (5) Rencana strategi K3, dengan kriteria:

Terdapat prosedur terdokumentasi untuk identifikasi potensi bahaya, penelitian, dan pengendalian risiko K3, (6)Informasi K3, dengan kriteria:

Informasi yang dibutuhkan mengenai kegiatan K3 disebarluaskan secara sistematis kepada seluruh tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan, dan pemasok

Tabel 1. Penerapan Komitmen Manajemen

Dalam Tabel 1, penerapan kriteria komitmen menajemen melalui penerapan kebijakan K3, tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak, tinjauan dan evaluasi, keterlibatan dan konsultasi dengan tenaga kerja, rencana strategi K3 dan informasi K3 memiliki rentang lebar dari 0- 100%. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan cukup besar dalam tingkat komitmen manajemen terhadap penerapan K3. Terdapat perusahaan yang belum memiliki komitmen terhadap penerapan K3.

Rerata penerapan kriteria komitmen manajemen sebesar 50 – 66,7% menunjukan bahwa tingkat penerapan masih dalam tingkat kurang. Tingkat penerapan dalam kategori “Baik” pada elemen tanggung

jawab dan wewenang untuk bertindak dengan rerata sebesar 66,7%.

Manajemen harus memiliki kebijakan K3 yang disahkan oleh manajemen puncak.

Kebijakan K3 secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3 serta komitmen terhadap peningkatan K3. Kebijakan disusun melalui proses konsultasi dengan wakil tenaga kerja. Penerapan kebijakan K3 rerata sebesar 51,2%, terdapat 42% perusahaan belum memiliki kebijakan K3 yang disahkan oleh manajemen puncak.

Kebijakan K3 harus memenuhi aspek: (1) Sesuai dengan sifat dan skala risiko K3.

Penetapan kebijakan K3 berdasarkan analisis bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. Sehigga Kebijakan K3 bersifat realistik dengan sasaran dan tujuan peningkatan performa K3. (2) Mencakup komitmen perbaikan berkelanjutan. (3) Mencakup komitmen pemenuhan persyaratan perundang-undangan dan persyaratan lain yang relevan. Kebijakan K3 terdokumentasi, dipelihara, diterapkan dan dikomunikasikan kepada seluruh personil perusahaan. Untuk memastikan kebjakan K3 relevan dengan tujuan perusahaan, dilakukan tinjauan secara periodik.

Tanggung jawab utama K3 terletak pada manajemen tertinggi. Manajemen harus menunjuk personil yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kebijakan K3 diterapkan dan dilaksanakan sesuai ketentuan. Ketersediaan sumber daya menjadi hal utama mencakup penyediaan personil kompeten, sumber dana dan teknologi. Sebanyak 66,7% perusahaan obyek penelitian telah menerapkan elemen tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak. Rentang penerapan 0-100%

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam penerapan elemen ini.

Sebanyak 14,3% perusahaan belum menerapkan elemen penunjukan personil penanggung jawab dan berwenang sekaligus juga belum memiliki kebijakan K3.

Komitmen manajemen dalam memastikan

dan menjamin kebijakan K3 diterapkan

secara konsisten dibuktikan melalui

pelaksanaan peninjauan pelaksanaan

(5)

kebjakan secara berkala dan berkesinambungan. Peninjauan ulang meliputi: evaluasi terhadap penerapan kebijakan K3, tujuan, sasaran dan kinerja K3; keluhan, umpan balik maupun temuan baik dari internal maupun eksternal; evaluasi efektifitas penerapan kebijakan K3 dengan memperhatikan perubahan peraturan yang berlaku, tuntutan pihak terkait, perubahan produk/kegiatan, perkembangan teknologi dan pengalaman kejadia kecelakaan kerja.

Berdasarkan data penelitian, terdapat 47,6%

dari perusahaan obyek penelitian belum melakukan peninjauan dan evaluasi terhadap penerapan kebijakan K3 yang telah ditetapkan. Rerata penerapan elemen tinjauan dan evaluasi sebesar 50%

menunjukkan tingkat penerapan “Kurang”.

Keterlibatan tenaga kerja dalam menyusun rencana dan program untuk melaksanakan kebijakan K3. Kebijakan pemerintah mewajibkan pembentukan P2K3 sebagai wujud kerjamasa manajemen dan tenaga kerja. P2K3 bertugas memberi masukan kepada manajemen. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 11,9% perusahaan obyek penelitian belum melibatkan dan melakukan konsultasi dengan tenaga kerja dalam menyusun kebijakan K3 maupun rencana penerapannya. Rerata penerapan sebesar 54,5% menunjukan bahwa penerapan klausul ini dalam kategori “Kurang”.

Komitmen manajemen mencakup disusunya serta terdokumentasinya upaya pencegahan kecelakaan kerja dan rencana peningkatan kinerja K3. Rencana disusun berdasarkan kajian manajemen risiko K3 melalui identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko K3.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 47,6%

perusahaan obyek penelitian belum memiliki rencana startegis dalam mengelola risiko K3 dan kesiapsiagaan menghadapi keadaan darurat. Rerata penerapan elemen rencana strategis sebesar 52,4% termasuk kategori “Kurang”.

Komunikasi dua arah yang efektif terhadap kebijakan K3 antara manajemen dengan tenaga kerja merupakan sumber penting dalam keberhasilan penerapan

kebijakan K3 secara konsisten dan berkelanjutan. Semua informasi baik dari manajemen berupa kebijakan, peraturan, pelaporan, dokumentasi, prosedur identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko K3, uraian jabatan, program pelatihan personil, program peningkatan dan tanggung jawab personil maupun dari tenaga kerja berupa keluhan, saran dan umpan balik diperlukan untuk membangun pengertian, pemahaman dan dukungan terhadap penerapan kebijakan K3.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 47,6%

perusahaan obyek penelitian belum melakukan komunikasi terhadap informasi K3 yang dibutuhkan. Rerata penerapan elemen informasi K3 sebesar 56,4%

menunjukkan bahwa penerapan masih dalam tingkat “Kurang”.

KESIMPULAN

Penerapan kriteria komitmen manajemen meliputi kebijakan K3, tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak, tinjauan dan evaluasi, keterlibatan dan konsultasi dengan tenaga kerja, rencana strategi K3 dan informasi K3 dengan rentang nilai 0-100% menunjukkan bahwa perusahaan obyek penelitian memiliki perbedaan komitmen sangat besar, ada perusahaan memiliki komitme tinggi namun ada perusahaan yang belum memiliki komitmen manajemen dalam peneapan K3. Rerata penerapan sebesar 50 – 66,7% menunjukan bahwa tingkat penerapan masih dalam tingkat kurang. Tingkat penerapan dalam kategori

“Baik” pada elemen tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak dengan rerata sebesar 66,7%, sedangkan elemen lainnya pada tingkat penerapan “Kurang”. Perusahaan dalam obyek penelitian belum menerapkan elemen komitmen menajemen: kebijakan K3 sebesar 42,9%; tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak sebesar 14,3%; tinjauan dan evaluasi sebesar 47,6%; keterlibatan dan konsultasi dengan tenaga kerja sebesar 11,9%; rencana strategi K3 sebesar 47,6% dan informasi K3 sebesar 47,6%. Rekomendasi Perlu dikembangkan model coach-mentoring- consulting (CMC) untuk melakukan edukasi terhadap manajemen perusahaan untuk peningkatan komitmen manajemen dalam peneraan K3 guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja. CMC penerapan K3 dengan

(6)

melibatkan stakeholder yaitu:

pengurus/manajemen perusahaan. Dinas terkait, asosiasi profesi K3 dan akademisi.

DAFTAR RUJUKAN

BPJS Ketenagakerjaan. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/lapo ran-tahunan.html., diunduh 26 November 2021

Kasidi, 2010, Manajemen Resiko, Ghalia Indonesia, Bogor.

Peraturan Pemerintah No. 05 tahun 1996, tentang Sistem Manajemen K3.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Ramli S., 2013, Smart Safety: Pedoman Penerapan SMK3, Dian Rakyat, Jakarta.

Rudi S., 2007, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Penerbit PPM, Jakarta.

Shomad I., 2013, Teknik Efektif Dalam Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Dian Rakyat, Jakarta.

Sucipto, C.D. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Gosyen Publishing

Sudalma dan Rosnaini, 2020, K3 di Jawa Tengah: Analisis Tren Kecelakaan Kerja Tahun 2018, Jurnal Keselamatan dan Kesehatan Kerja Indonesia Vol. V No. 1, 2020: 41-47.

Suma’mur,2014 . Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja.Jakarta: CV Haji Masagung

Tarwaka, 2015. Keselamatan, Kesehatan Kerja Dan Ergonomi (K3E) Dalam Perspektif Bisnis. Surakarta: Harapan Press.

Tarwaka, 2015, Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Ergonomi Dalam Perspektif Bisnis, Harapan Offset, Surakarta

Undang-Undang. No. 1 tahun 1970. tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:

Republik Indonesia.

Undang-undang No. 13 tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, Jakarta: Republik

Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

JAMSOSTEK (persero) dalam pelaksanaan program Jaminan Kecelakaan Kerja adalah Kurangnya kesadaran dan tanggung jawab pihak pengusaha, kontraktor/pemborong untuk mengikutsertakan

Komitmen normatif ( normative commitment ) merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban atau tanggung jawab yang harus ia berikan kepada organisasi. Komitmen

Beban kerja, konflik peran, dan ambiguitas peran tidak berhubungan dengan komitmen normatif karena komitmen ini terbentuk dari adanya utang budi atau tanggung jawab yang wajib

Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki dasar pendidikan dan keterampilan di bidang farmasi serta diberi wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan

Tanggung Jawab Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Dalam Melakukan Pengawasan Serta Pencegahan Kecelakaan Dalam Pengangkutan Laut Berdasarkan pedoman dan kebijakan

Sejauh pengamatan peneliti mengenai upaya keselamatan pada kasus ini ada beberapa hal lagi yang seharusnya menjadi tanggung jawab K3 dari pihak perusahaan kepada

Dalam arti kebijakan pimpinan Distrik Navigasi Kelas I Dumai dalam menempatkan pegawai pada setiap bagian/unit kerja perlu disesuaikan dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing

Upaya mengatasi kendala tanggung jawab pelaku usaha Toko Maulana 88 Terhadap Tenaga Kerja Harian Lepas Yang Mengalami Kecelakaan Kerja Dari kendala dalam tanggung jawab yang di hadapi