• Tidak ada hasil yang ditemukan

komposisi arthropoda dalam tanah pada kebun

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "komposisi arthropoda dalam tanah pada kebun"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI ARTHROPODA DALAM TANAH PADA KEBUN KARET DI DESA SARANA JAYA KECAMATAN

BATHIN III KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI

ARTIKEL ILMIAH

DITA SEPTIANI 12010258

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2017

(2)

KOMPOSISI ARTHROPODA DALAM TANAH PADA KEBUN KARET DI DESA SARANA JAYA KECAMATAN BATHIN III

KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI

Dita Septiani, Nurhadi, dan Ismed Wahidi

Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat

Email : [email protected]

ABSTRACT

This research in motivated by the change transformation of land, ranging from palm plantation into rubber plantation. Exchange old ±2 years. The treatment was performed for rubber ±6 years old do not do the cleaning so there are a lot of weeds on the surface soil. As for the rubber plant life of

±10 years of land clearing is done by spraying using chemical herbicides as much as 2-3 times a year and burning of litter directly on the rubber plantation land. These changes will indirectly change the condition of vegetation and animals existing ground. The aims of this study was to determine the composition of deep soil Arthropods in the rubber plantation in the village Sarana Jaya, Bathin III district, Bungo regency, Jambi. This research conducted on october until november 2016 survey method descriptif. Determination of the sampling point with random sampling method. The Arthropods is held by applying dinamical method which use modified funnel Barleses Tulgren. The result of research shows Arthropods composition deep soil is about 45 genera, 28 families, 15 orders of 4 classes with 166 individuals. Composition of deep soil Arthropods in the area of rubber trees age ±6 years and ±10 years are relatively equal with 75 % similarity index habitats.

Key Words: Composition, Deep Soil Arthropods, and Rubber Plantation

PENDAHULUAN

Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah baik yang hidup di pemukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah (Suin, 1997). Hewan tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah berperan dalam peningkatan kesuburan tanah. Arthropoda tanah merupakan kelompok hewan tanah yang mempunyai kepadatan paling tinggi pada ekosistem tanah yang dikelompokkan atas Arthropoda dalam tanah dan Arthropoda permukaan tanah (Suin, 1997).

Arthropoda merupakan phylum terbesar dari kingdom animalia karena phylum ini memiliki jumlah spesies lebih banyak dari pada phylum lainnya (Suin, 1997). Anggota phylum Artropoda telah berhasil diketahui dan diberi nama sebanyak 80% (Jumar, 2000).

Arthropoda memiliki peran dalam rantai makanan sebagai dekomposer, Arthropoda juga berperan sebagai mangsa bagi predator kecil, sehingga akan menjaga kelangsungan arthropoda yang lain. Struktur komunitas mikroarthropoda akan

mencerminkan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tanah, termasuk terhadap aktivitas manusia. Berdasarkan uraian di atas maka identifikasi kelimpahan serta keanekaragaman jenis merupakan hal yang penting, sehingga dapat diketahui peran organisme terhadap lingkungan (Lavelle et al, 2006 dan Turnbe et al, 2010 dalam Samudra, 2013).

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di lapangan, terjadi transformasi lahan dimana sebelum menjadi perkebunan pohon karet, lahan tersebut merupakan bekas kebun kelapa sawit. Lama pertukaran pohon sawit menjadi pohon karet ± 2 tahun, dimana lahan tersebut dibiarkan kosong terlebih dahulu. Setelah 2 tahun barulah ditanami kembali dengan pohon karet.

Pengosongan lahan kebun sawit tersebut dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon tersebut lalu membakar sisa- sisa pohon sawit yang ada di lahan. Adapun perawatan yang dilakukan untuk karet umur

±10 tahun dilakukan pembersihan lahan

(3)

dengan cara penyemprotan menggunakan zat kimia jenis herbisida sebanyak 2-3 kali dalam setahun serta pembakaran serasah langsung di lahan seminggu sekali, sedangkan untuk tanaman karet umur ± 6 tahun tidak dilakukan pembersihan sehingga banyak terdapat gulma di permukaan tanahnya.

Adanya perubahan tersebut, secara tidak langsung akan merubah kondisi vegetasi dan hewan tanah yang ada. Salah satu kerusakan yang terjadi adalah hilangnya biodiversity dan rusaknya habitat makhluk hidup. Kemudian suhu kebakaran yang melebihi suhu letal Arthropoda-Arthropoda tanah tersebut akan menyebabkan kematian.

Hal ini dapat menyebabkan berkurang bahkan menghilangkan jenis-jenis Arthropoda tanah tertentu (Syaufina dkk., 2007).

Penelitian tentang komposisi hewan dalam tanah pernah dilakukan oleh Syaufina Lailan dkk. (2007) tentang keanekaragaman arthropoda tanah di hutan pendidikan gunung walat ditemukan 16 ordo, 40 famili dan 1280 individu. Nurdiani Jatri (2012) juga melakukan penelitian tentang serangga tanah pada area pertanaman kelapa sawit di Kanagarian Parit Melintang Kecamatan Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman ditemukan 5 ordo, 12 famili dimana ordo Collembola memiliki frekuensi yang relatif tinggi. Suwondo dkk. (2015) tentang Komposisi dan keanekaragaman serangga tanah di abroretum Universitas Riau didapatkan hasil 5 ordo, 12 spesies dengan frekuensi relatif tinggi terdapat pada ordo Hymenoptera. Penelitian Febrita dkk. (2008) tentang komunitas Arthropoda dalam tanah pada areal perkebunan karet (Hevea bransiliaensis) didapatkan 7 ordo, 11 spesies, 344 individu dimana Hymenoptera dan Collembola paling dominan ditemukan. Dewi (2012) tentang komposisi serangga tanah pada perkebunan karet di Kanagarian Lubuk Ratantang Kec. Kamang Baru Kab. Sijunjung yaitu 6 ordo, 14 familia, dan 318 individu.

Dan penelitian Pernama (2015) didapatkan 34 spesies, 8 odo dan 18 famili. Atas dasar itu telah dilakukan penelitian tentang Komposisi Arthropoda Dalam Tanah Pada Kebun Karet Di Desa Sarana Jaya Kecamatan Bathin III Kabupaten Bungo Provinsi Jambi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2016 di Desa Sarana Jaya Kecamatan Bathin III Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Identifikasi hewan tanah di Laboratorium Zoologi program studi Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat.

Identifikasi vegetasi dilakukan di Laboratorium Botani STKIP PGRI Sumatera Barat, serta pengukuran kadar air tanah dan C organik tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Kimia Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop zoom stereo, lup, petridis, gelas objek, pinset, modifikasi perangkat corong Barlese-tullgre, soil tester, termometer tanah, tabung reaksi, oven, pipet tetes, beaker gelas 500 cc, timbangan, labu ukur, fotometer vitatron, botol-botol koleksi, kertas label, tungku pembakar, lumpang, ring tanah (sedalam 10 cm), kantong plastik, tali plastik, meteran, kamera dan alat-alat tulis.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah larutan kahle, larutan kalium dikhromat, asam sulfat pekat (H2SO4), larutan baku induk 5000ppm C, dan aquades.

Penelitian ini menggunakan metode survey deskriptif yaitu koleksi langsung hewan yang ditemukan di lokasi penelitian.

Kemudian penetapan titik pengambilan sampelnya dilakukan dengan metode random sampling, pemisahan Arthropoda dalam tanah menggunakan corong Barlese Tullgren yang dimodifikasi.

Pengambilan sampel Arthropoda dalam tanah menggunakan ring tanah ,permukaan tanah dibersihkan terlebih dahulu, kemudian ring tanah dibenamkan sedalam 10 cm lalu di angkat, tanah dimasukkan kedalam kantong plastik, diberi label dan dibawa ke tempat ekstrak tanah.

Pada masing-masing stasiun diambil 20 titik sampel secara acak.

Sampel tanah yang diambil untuk mengukur faktor fisika-kimia tanah adalah tanah utuh pada masing-masing stasiun yang diteliti dengan menggunakan ring tanah.

Pertama pilih lima titik yang dianggap mewakili (keempat sudutnya dan satu di tengah-tengah lokasi), lalu permukaan tanah dibersihkan dari rumput dan serasah, kemudian tanah di ambil dengan membenamkan ring tanah dan masukkan ke dalam bejana lalu campur tanah tersebut

(4)

sampai homogen, selanjutnya sampel tanah dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibawa ke laboratorium untuk mengukur kadar C organik tanah dan kadar air tanah.

Pengukuran suhu tanah dengan menggunakan thermometer tanah dengan membenamkan kedalam tanah setelah itu dibiarkan selama 15 menit, lalu dilihat angka yang ditunjukkan pada thermometer pada saat itu. Data komposisi Arthropoda dalam anah dianalisis dengan acuan Suin (2002), analisis jenjang Spearman (Sudjana, 2002) dan indeks kesamaan habitat (Suin, 1997).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada kedua stasiun didapatkan jumlah Athropoda dalam tanah sebanyak 4 clasis, 15 Ordo, 28 Famili, 45 genus. Pada stasiun I (14 ordo, 25 familia, 39 genus, dan

102 individu) sedangkan pada stasiun II (13 ordo, 20 familia, 32 genus, dan 64 individu).

Arthropoda yang paling banyak ditemukan pada kedua stasiun adalah Ordo Hymenoptera. Famili Formicidae Kepadatan Relatifnya paling tinggi pada Kedua stasiun.

Hal ini diduga karena oleh hewan ini merupakan serangga sosial yang hidupnya berkelompok membuat sarang ditanah dan melakukan aktifitas dipemukaan tanah.

Menurut Suin (1997), Formicidae lebih menyukai tempat terbuka dan daerah yang terkena cahaya matahari dan masuk langsung ke permukaan tanah. Menurut Lilies (1991), famili Formicidae ditemukan hampis disemua tempat seperti di bangkai, pertanaman, rongga atau celah-celah dalam bangunan dan tanah. Banyaknya cahaya yang masuk akan menyebabkan suhu tanah menjadi tinggi.

Suhu berpengaruh terhadap kadar air tanah.

Tabel 1. Komposisi Arthropoda Dalam Tanah Yang Ditemukan pada Kedua Stasiun di Desa Sarana Jaya Kecamatan Bathin III Kabupaten Bungo Provinsi Jambi.

Genus

Umur Kebun Karet

±6 tahun ±10 tahun

X K KR

(%)

F FR (%)

X K KR

(%)

F FR

(%) Alloscopus 3 0,15 2,94 0,10 2,25 1 0,05 1,56 0,05 1,59 Homidia 3 0,15 2,94 0,15 3,37 1 0,05 1,56 0,05 1,59 Isotoma 1 0,05 0,98 0,05 1,12 1 0,05 1,56 0,05 1,59 Callyntrura 1 0,05 0,98 0,05 1,12 1 0,05 1,56 0,05 1,59 Colobius 4 0,20 3,92 0,15 3,37 1 0,05 1,56 0,05 1,59 Dinoderus 2 0,10 1,96 0,05 1,12 3 0,15 4,69 0,15 4,76 Trogoderma 2 0,10 1,96 0,10 2,25 1 0,05 1,56 0,05 1,59

Cymindis 3 0,15 2,94 0,10 2,25 0 0 0 0 0

Sitophilus 1 0,05 0,98 0,05 1,12 0 0 0 0 0

Ataenius 3 0,15 2,94 0,15 3,37 0 0 0 0 0

Scymaenus 2 0,10 1,96 0,10 2,25 1 0,05 1,56 0,05 1,59 Hypocyphtini 1 0,05 0,98 0,05 1,12 1 0,05 1,56 0,05 1,59 Tetramorium 4 0,20 3,92 0,15 3,37 2 0,10 3,13 0,10 3,17 Dolichederus 2 0,10 1,96 0,10 2,25 2 0,10 3,13 0,05 1,59 Monomorium 4 0,20 3,92 0,15 3,37 4 0,20 6,25 0,20 6,34 Tapinoma 2 0,10 1,96 0,10 2,25 4 0,20 6,25 0,20 6,34 Camponatus 7 0,35 6,86 0,30 6,74 1 0,05 1,56 0,05 1,59 Ferelius 3 0,15 2,94 0,10 2,25 3 0,15 4,69 0,15 4,76

Brachymyrmex 2 0,10 1,96 0,10 2,25 0 0 0 0 0

Centromyrmex 2 0,10 1,96 0,10 2,25 1 0,05 1,56 0,05 1,59

Hemiptarsenus 2 0,10 1,96 0,10 2,25 0 0 0 0 0

Oncodometopus 1 0,05 0,98 0,05 1,12 1 0,05 1,56 0,05 1,59 Mycetophilla 1 0,05 0,98 0,05 1,12 1 0,05 1,56 0,05 1,59

Clinohelea 1 0,05 0,98 0,05 1,12 0 0 0 0 0

Forcypomyia 0 0 0 0 0 1 0,05 1,56 0,05 1,59

Puliciphora 0 0 0 0 0 2 0,10 3,13 0,10 3,17

(5)

Megaselia 0 0 0 0 0 1 0,05 1,56 0,05 1,59

Conicera 2 0,10 1,96 0,10 2,25 0 0 0 0 0

Anevrina 6 0,30 5,88 0,25 5,62 0 0 0 0 0

Eugnoriste 2 0,10 1,96 0,10 2,25 1 0,05 1,56 0,05 1,59

Epidapus 1 0,05 0,98 0,05 1,12 0 0 0 0 0

Bradysia 4 0,20 3,92 0,20 4,49 1 0,05 1,56 0,05 1,59

Zygneura 4 0,20 3,92 0,20 4,49 0 0 0 0 0

Alebra 2 0,10 1,96 0,10 2,25 1 0,05 1,56 0,05 1,59

Notus 0 0 0 0 0 1 0,05 1,56 0,05 1,59

Psyllipsocus 1 0,05 0,98 0,05 1,12 0 0 0 0 0

- 0 0 0 0 0 1 0,05 1,56 0,05 1,59

- 2 0,10 1,96 0,10 2,25 0 0 0 0 0

- 1 0,05 0,98 0,05 1,12 2 0,10 3,13 0,10 3,17 Littorophiloscia 1 0,05 0,98 0,05 1,12 5 0,25 7,81 0,25 7,93 Anoteropsis 2 0,10 1,96 0,10 2,25 1 0,05 1,56 0,05 1,59 perscheloribates 12 0.60 11,76 0,45 10,11 5 0,25 7,81 0,25 7,93

Lithobius 0 0 0 0 0 4 0,20 6,25 0,15 6,35

Scolopendra 1 0,05 0,98 0,05 1,12 3 0,15 4,69 0,15 4,76 Geophilus 4 0,20 3,92 0,15 3,37 6 0,30 9,38 0,30 9,52 102 5,10 100 4,45 100 64 3,20 100 3,15 100 X : Jumlah Individu, K: Kepadatan, KR: Kepadatan Relatif, F: Frekuensi FR: Frekuensi Relatif

Kepadatan relatif tinggi di ikuti oleh kelas Chilopoda pada stasiun 2, yaitu famili Lithiobiodae, Scolopendridae, dan Geophilidae. Genus Geophilus dan Genus Luthobius merupakan Arthropoda paling banyak di jumpai dalam kelas ini, hal ini dikarenakan Luthobius termasuk kelabang batu dan Geophilus termasuk dalam kelabang- kelabang tanah, sehingga banyak ditemukan di dalam tanah dan kebanyakkan ditemukan di dekat batang pohon karet, Menurut Borror dkk.

(1992) ordo Geophilidae biasanya terdapat di dalam tanah, pada kayu-kayu yang membusuk, atau dalam reruntuhan. Sedangkan ordo Lithobiomorpha (Kelabang batu) beberapa sangat umum, biasanya terdapat di bawah batu- batuan atau kayu-kayuan, di bawah kulit kayu, dan di tempat-tempat yang serupa.

Kepadatan relatif tinggi lainnya terdapat pada ordo Oribatida, famili Scheloribatidae, genus Perscheloribates (11,76% pada stasiun I dan 7,81% pada stasiun II), hal ini diduga karena tingginya intensitas curah hujan pada bulan waktu penelitian sehingga mempengaruhi kelembaban di permukaan tanah, perubahan kelembaban tersebut diduga mempengaruhi kelimpahan Oribatida, Oribatida memiliki peranan dalam dekomposisi bahan organik sehingga, Oribatida akan banyak ditemukan di habitat yang memiliki bahan organik yang tinggi (Coleman et al., 2004 dalam Lisafitri dkk. 2015).

Rendahnya kepadatan stasiun II dari stasiun I diduga karena pada stasiun II dilakukan pemberian herbisida sehingga hal ini juga menjadi salah satu penyebab rendahnya kelimpahan Oribatida. Gbarakoro dan Zabbey (2013 dalam Lisafitri dkk. 2015) menyatakan bahwa pemberian herbisida menyebabkan penurunan jumlah mesofauna tanah salah satunya Oribatida.

Cymindis yang termasuk ke dalam kelompok famili Carabidae, kondisi kebun yang ditumbuhi vegetasi dasar dan serasah serta keadaan yang tidak banyak ditembus oleh cahaya matahari hingga ke lantai kebun, diduga merupakan salah satu faktor yang mendukung kehadiran Cymindis pada stasiun I dan tidak ditemukan pada stasiun II. Menurut Kahono dkk. (2003) kumbang Carabidae menyukai bersembunyi di dalam tanah, di bawah batu atau celah kayu mati dan dalam bahan organik yang sedang melapuk. Kemudian Borror dkk.

(1992) menyatakan bahwa kumbang Carabidae ditemukan di bawah batu-batu, kayu gelondong, daun-daun dan kulit kayu.

Kebanyakan jenis bersembunyi siang hari dan makan pada waktu malam hari.

Jenis-jenis kumbang ini sangat sedikit di temui pada stasiun II diduga karena keterbatasan sumber makanan di dalam kebun terbatas untuk kelangsungan hidup beberapa jenis kumbang tersebut, aktifitasnya jarang di dalam tanah sehingga waktu keberadaannya di

(6)

dalam tanah lebih sedikit dan kemungkinan kecil tertangkap serta adanya pengaruh penggunaan pestisida, dan banyak nya ordo Coleoptera ditemukan di stasiun I daripada di stasiun II karena vegetasi yang ada di Stasiun I lebih beranekaragam dan lebih rapat.

Ordo Diptera memiliki rata-rata kepadatan relatif rendah dari ordo yang lain, dikarenakan Diptera memiliki kebiasaan hidup yang lebih banyak di atas permukaan tanah.

Famili yang ditemukan pada kedua stasiun yaitu famili Lauxaniidae, Mycetophilidae, Sciaridae, Phoridae, beberapa famili tersebut hidup di tempat yang lembab dan teduh.

Menurut Borror dkk (1992), famili-famili

tersebut biasanya terdapat di tempat-tempat yang lembab, ditempat-tempat banyak tanaman-tanaman yang membusuk atau jamur.

Sedangkan famili yang hanya ditemukan di salah satu stasiun yaitu famili Ceratopogonidae (genus Clinohelea, genus Forcypomia), famili Phoridae (genus Puichipora, genus Megaselia, genus Conicera, genus Anevrina) dan famili Sciaridae (genus Epidapus), hal ini karena rata- rata famili ini hidup di atas permukaan tanah, habitat akuatik dan hanya beberapa larva yang hidup di dalam tanah, menurut Borror dkk (1992), famili-famili tersebut umumnya habitat di akuatik dan beberapa saja yang hidup di tempat lembab.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Tanah Pada Daerah Pengambilan Sampel.

Parameter Stasiun

I II

Suhu Tanah (°C) 24,33 25,66

pH Tanah 6,20 6,50

Kadar Air Tanah (%) 20,15 17,99

Kadar C Organik Tanah (%) 4,01 1,70

Faktor fisika kimia tanah di dua lokasi masih optimal untuk mendukung kehidupan Arthropoda. Sehingga masih memungkinkan untuk bisa ditumbuhi vegetasi terutama vegetasi dasar. pH tanah lokasi I dan II bersifat asam. Hewan tanah ada yang memilih hidup pada tanah yang pHnya asam dan adapula hidup pada tanah yang basa (Suin, 2006).

Kadar air tanah yang tersedia tergolong rendah karena kurang dari 30%. Menurut Adianto (1979 dalam Nurhadi dan Rina, 2009) kadar air tanah tergolong rendah bila kurang dari 30%

dan kadar C organik tinggi bila lebih dari 3,01%.

Nilai indeks similaritas Arthopoda dalam tanah antara stasiun I dan II yaitu 75%.

disimpulkan bahwa indeks similaritas anatara stasiun I dan II relatif sama. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti suhu, pH tanah pada kedua stasiun tidak jauh berbeda, sehingga secara umum diduga organisme yang hidup pada kedua stasiun juga sama. Analisis korelasi jenjang Spearman didapat r hitung < r tabel = 0,092 < 0,306, dimana komposisi Arthropoda dalam tanah pada kedua stasiun yaitu pada taraf 5% berkorelasi tidak nyata, artinya komposisi Arthropoda dalam tanah relatif sama.

Hasil inventarisasi vegetasi dasar di lokasi penambila sampel Arthropoda dalam tanah pada stasiun 1 ditemukan 9 species,

stasiun II 3 species. Stasiun I lebih rapat daripada stasiun II. Banyaknya vegetasi dasar pada stasiun I dari stasiun II menyebabkan lebih banyaknya inidividu yang ditemukan yaitu pada stasiun I (102 individu) dan stasiun II (64 individu). Menurut Jumar (2000) bahwa makanan merupakan sumber gizi yang diperlukan oleh serangga untuk hidup dan berkembang, jika makanan tersedia dengan kualitas yang cocok dan kuantitas yang cukup maka populasi serangga akan naik dengan cepat.

PENUTUP

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

Komposisi Arthropoda dalam tanah yang ditemukan pada kebun karet di Desa Sarana Jaya Kecamatan Bathin III Kabupaten Bungo Provinsi Jambi terdiri dari 45 genus dari 28 famili, 15 ordo, 4 kelas dan 166 individu.

Kepadatan relatif yang tertinggi genus Perscheloribates (11,76%), dan Geophilus (9,38%). Kepadatan Relatif terendah diantaranya genus Isotoma, Callyntrura, Sitophilus (0,98%) dan Scydmaenus, Componatus, Centromyrmex, Forcypomyia dengan kepadatan relatifnya (1,56%).

Komposisi Arthropoda dalam tanah pada areal tanaman karet umur ±6 tahun dan ±10 tahun

(7)

relatif sama dengan indeks kesamaan habitat 75%.

Faktor fisika-kimia tanah kebun karet menunjukkan bahwa hasil tersebut masih mendukung bagi kehidupan Arthropoda dalam tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Borror, D. J., C.a. Triplehorn, & N.F. Johnson.

1992. Pengenalan Pelajaran Serangga (Diterjemahkan oleh Soetiyono Partosodjono). Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Dewi, Sastra. 2012. Komposisi Serangga Tanah Pada Perkebunan Karet di Kanagarian lubuk ratantang Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung. Skripsi tidak diterbitkan.

Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang.

Febrita, E. Suwondo, & Eka, M. 2008. Struktur Komunitas Arthropoda Dalam Tanah Pada Areal Perkebunan Karet (Hevea bransiliaensis) Di Kec. Inuman Kab.

Kuantan Singingi – Riau. Jurnal Pilar Sains. 7 (1): 37-45.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta: Jakarta.

Kahono, S., M. Amir, P. Aswari, Erniwati, R.

Ubaidillah, L.E. Pujiastuti, W.A.

Noerdjito dan A. Suwito. 2003.

Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. Jurnal BCP-JICA: Bogor.

Lilies, C. 1991. Kunci Determinasi Serangga.Kanisius: Yogyakarta.

Lisafitri, Y., Widyastuti, R., & Santoso, D. A.

2015. Dinamika Kelimpahan Oribatida Pada Area Perkebunan Kelapa Sawit Di Kecamatan bajubang Batanghari Jambi. Jurnal J. Tanah Lingk., 17 (1) April 2015: 33-38, ISSN 1410-7333.

Nurdiani, Jatri. 2012. Serangga Tanah Pada Area Pertanaman Kelapa Sawit di Kanagarian Parit Melintang Kecamatan Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman. Skripsi tidak diterbitkan. Program Studi

Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang.

Nurhadi dan Rina. 2009. Komposisi Arthropoda Permukaan Tanah Dikawasan Penambangan Batubara Di Kecamatan Talawi Sawahlunto.

Jurnal Sains dan Teknologi (Sainstek) STAIN Batusangkar. Vol 1, No. 2 Tahun 2009. ISSN 2085-8019.

Permana, R. S. 2015. Keanekaragaman Serangga Tanah Di Cagar Alama Mangggis Gadungan dan Perkebunan Kopi Mangli Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri – Lipi. Skripsi Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Sain dan Teknologi. Universitas Islam

Negeri (UIN): Malang.

http://www.veripdf.com/to remove this watermark, di akses 18 Juli 2016.

Samudra, B.F., Izzati, M., dan Purnaweni, H.

2013. Kelimpahan dan

Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Lahan Sayuran Organik “Urban Farming”. Proseding seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Tahun 2013 Universitas Diponegoro: Semarang.

Sudjana. 2002. Metode Statistika. Tarsito:

Bandung.

Suin, N.M.1997. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara: Jakarta.

. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas Press: Padang.

. . .2006. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara: Jakarta.

Suwondo, Febrita, E., Hendrizal, A. 2015.

Komposisi dan keanekaragaman Serangga Tanah di Abroretum Universitas Riau Sebagai Sumber Belajar Melalui Model Inkuiri. Jurnal Biogenesis Vol. 11(2): 93-98.

Syaufina, L. Haneda, N. F dan Buliyansih. A.

2007. Keanekaragaman Arthropoda Tanah Di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Jurnal Media Konsevasi. Vol XII, No. 2 Agustus 2007 : 57-66.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan perusahaan yang diukur dengan rasio Aktivitas (Total Asset Turnover, Inventory Turnover), rasio Profitabilitas

Kepadatan populasi koloni rayap tanah yang ditemukan pada stasiun I sawit umur ± 9 tahun dan stasiun II sawit umur ± 5 tahun pada kebun kelapa sawit Nagari Tluk Kualo Kecamatan Air Pura