• Tidak ada hasil yang ditemukan

komposisi vegetasi dasar pada areal bekas tambang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "komposisi vegetasi dasar pada areal bekas tambang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

KOMPOSISI VEGETASI DASAR PADA AREAL BEKAS TAMBANG BATUBARA DI KECAMATAN KAMANG BARU

KABUPATEN SIJUNJUNG

ARTIKEL

SETIA PANUTI NIM.10010117

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMUPENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2014

(2)

2

(3)

1

KOMPOSISI VEGETASI DASAR PADA AREAL BEKAS TAMBANG BATUBARA DI KECAMATAN KAMANG BARU KABUPATEN SIJUNJUNG

Oleh :

Setia Panuti, Nursyahra dan Rizki

Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

Abstrack

Coal mining activity in Kamang Baru has been carried out. Coal mining activity has positive and negative impact. One of negative impact is causing the annoyance of vegetations and conditions circles changes in around of mining. New plants can grow in coal mined land, the plants is like cover growns. The cover growns fungtions are the withstand blows rain and runoff thus minimize erotion. The purpose of the research are to know of the vegetations compositions and circles conditions in coal mined land. The cover growns sampling conducted use the purposive sampling. The result of the research is 18 species founds in to 14 families from 893 individuals. Highest KR is Pennisetum polystachyon (L.) Schult (48,264%), lowest KR is Muntingia calabura L. and Mimosa pigra L. (0,112 % ), highest FR is Pennisetum polystachyon (L.) Schult (15,873 %), lowest FR is Blechnum sp., Muntingia calabura L., Merremia umbellata (L.) Hallier f., Mimosa pigra L., Chromolaena odorata (L.) R.M.King. & H.Rob. (1,587%), H’ is 0,775. Circles factors measuring is air temperature (220 - 390 C), air humidity (31 – 78 %) soil temperature (290 – 390 C), soil humidity (1 - 2%), pH (6,3-7,5), soil water content (3,3-9,4 %).

Key words : coal mined, cover grown

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup besar, baik sumber daya yang tidak dapat diperbaharui maupun yang dapat diperbaharui.

Misalnya sumber daya batubara Indonesia sebesar 104 miliar ton dan cadangan 21 miliar ton (Hariyadi, dkk, 2011). Pengambilan bahan tambang dilakukan dengan cara lapisan tanah di kawasan tambang dikeruk atau dibongkar, lalu dibawa ke tempat penimbunan, akibatnya tanah akan kehilangan lapisan yang kaya nutrisi dan berubah menjadi tandus. Lahan bekas tambang akan menyisakan kawasan gersang yang tumbuhan akan sulit tumbuh di tempat seperti itu dan kawasan tersebut menjadi sangat tidak produktif (Sutedjo, 2010).

Lahan bekas tambang yang sudah mengalami kerusakan tersebut akan ditumbuhi oleh tumbuhan baru yang akan membentuk suksesi baru biasanya berupa vegetasi dasar atau tumbuhan bawah. Vegetasi dasar adalah komunitas tumbuhan yang menyusun stratifikasi bawah dekat permukaan tanah. Tumbuhan ini umumnya berupa rumput, herba, semak, atau perdu rendah. Secara taksonomi vegetasi dasar umumnya anggota dari familia Poaceae, Cyperaceae, Araceae, Asteraceae, paku- pakuan dan lain- lain. Vegetasi ini banyak terdapat di tempat-tempat terbuka, tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan, lahan pertanian dan perkebunan (Aththorick, 2005).

Keberadaan tumbuhan bawah atau vegetasi dasar ini dapat berfungsi sebagai penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya erosi. Vegetasi dasar juga

sering dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah dan penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah. Selain fungsi ekologi, beberapa jenis vegetasi dasar telah diidentifikasi sebagai tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, dan sumber energi alternatif. Namun tidak jarang juga tumbuhan bawah dapat berperan sebagai gulma yang menghambat pertumbuhan permudaan pohon (Hilwan, Mulyana, Pananjung, 2013).

Penelitian tentang vegetasi dasar sebelumnya telah dilakukan oleh Nurhadi dan Nursyahra pada tahun 2007, dengan judul penelitian Komposisi Vegetasi Dasar di Kawasan Penambangan Batubara di Kecamatan Talawi Sawahlunto, dari penelitian yang telah dilakukan ditemukan 5435 individu dari 80 spesies dari 41 famili vegetasi dasar di kawasan penambangan batubara Talawi Sawahlunto. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis melakukan penelitian tentang Komposisi vegetasi dasar pada areal bekas tambang batubara di Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung .

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah petak ganda dengan peletakan plot secara purposive sampling dengan ukuran plot 2m x 2m serta jumlah plot sebanyak 10 plot. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September di areal bekas tambang batubara yang belum direvegetasi dan belum ditimbun dengan Top soil. Luas Lokasi penelitian kurang lebih 4,12 Ha. Kemudian pada setiap plot pengamatan dilakukan pencatatan terhadap jenis vegetasi dasar yang diperoleh dan jumlah individu

(4)

2 masing-masing species, lakukan pengoleksian terhadap jenis vegetasi dasar, koleksi diberi label gantung dan dilakukan pengambilan gambar setiap jenis vegetasi dasar tersebut dengan kamera kemudian dilakukan pengawetan dengan menggunakan Alkohol 96 % . Sampel dikeringkan dengan cara dijemur sampai kering dan diidentifikasi. Kemudian dilakukan pengukuran faktor lingkungan yaitu suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kelembaban tanah, pH tanah, dan kadar air tanah.

Analisis data yang dilakukan adalah mencari nilai kerapatan, Kerapatan relatif, Frekuensi, Frekuensi relatif merujuk pada Indriyanto(2006) dan Indeks keanekaragaman merujuk pada Fachrul (2007)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebanyak 18 species yang terbagi ke dalam 14 Familia dari 893 individu. Dari Tabel 1 yang telah ditampilkan dapat dilihat bahwa species yang paling banyak ditemukan adalah Pennisetum polystachyon (L.) Schult. Banyaknya species ini ditemukan karena species ini memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan yang kering, unsur hara rendah serta mampu bersaing dengan species- species yang lain, di lokasi penelitian ini kadar air tanahnya berkisar antara 3,3- 9,4 %, hal ini menandakan bahwa kadar air tanah pada lokasi tersebut rendah. species ini juga memiliki biji yang kecil-kecil, ringan dan banyak jumlahnya, sehingga apabila matang dapat tersebar dengan mudah baik terbawa oleh angin maupun serangga. Menurut Muhammad, dkk (2011) menyatakan bahwa Poaceae merupakan kelompok tumbuhan yang sangat berhasil penyebarannya di muka bumi ini dengan sangat luas. Sistem akar mampu mengisap nutrisi secara luar biasa, juga efisiensi dalam penyerapan air dan stabilisasi tanah. Bersifat kosmopolit tetapi terbanyak di daerah tropis dan temprata utara dengan curah hujan yang cukup untuk membentuk padang – padang rumput.

Selain species Pennisetum polystachyon (L.) Schult mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkunganya, banyaknya species ini ditemukan karena species ini juga memiliki biji yang kecil- kecil, ringan dan banyak jumlahnya, sehingga apabila matang dapat tersebar dengan mudah baik terbawa oleh angin maupun serangga. Menurut Adriani (2012) banyaknya biji yang dihasilkan oleh setiap individu berarti peluang tumbuh semakin besar pula sehingga tumbuhan ini bisa terdapat dimana- mana, di tempat terbuka atau agak terlindungi. Hal ini juga sesuai dengan hasil

penelitian Nurhadi dan Nursyahra (2007) bahwa, rapatnya species Gramineae atau Poaceae diduga karena memiliki jumlah biji yang kecil dan banyak sehingga jika masak dapat tersebar. Penelitian Adriani (2012) juga menunjukkan hasil yang sama meskipun di lokasi yang berbeda, yaitu di perkebunan kelapa sawit, menunjukkan bahwa familia Poaceae dominan di lokasi tersebut dibandingkan dengan familia-familia yang lain.

Species yang paling sedikit ditemukan adalah Muntingia calabura L. dan Mimosa pigra L. dengan masing- masing sebanyak 1 individu.

Sedikitnya species-species ini ditemukan karena species ini tidak mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkunganya. Muntingia calabura L merupakan salah satu jenis pohon pinggir jalan yang umum sekali dijumpai, terutama di wilayah- wilayah yang kering, tumbuh ditepi jalan, selokan atau bahkan ditengah retakan tembok atau pagar.

Menurut Aruna, dkk (2013) Species Muntingia calabura L. masuk ke dalam familia Elaeocarpaceae, distribusinya luas di seluruh dunia, serta di Filipina species ini merupakan salah satu tanaman obat. Mimosa pigra L. termasuk familia fabaceae biasanya berupa pohon atau perdu jarang terna, batangnya berduri. Menurut Loveless (1989), familia ini berupa pohon, perdu atau terna, kebanyakan jenisnya memiliki bintil akar yang dihuni oleh galur- galur bakteri penambat nitrogen.

Species yang memiliki kerapatan relatif tertinggi adalah species Pennisetum polystachyon (L.) Schult (48,264%). Species yang memiliki kerapatan tertinggi menandakan bahwa jumlah species tersebut banyak terdapat di lokasi penelitian. Hal ini menandakan bahwa species tersebut mampu beradaptasi dengan baik dan dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya, serta mampu memanfaatkan ruang, cahaya, air dan unsur hara tanah yang ada dengan baik. Menurut (Vickery dalam Ardhana,2012) pada setiap habitat terdapat sumber daya alam yang jumlahnya terbatas untuk menyokong semua organisme yang hidup di atasnya dan persaingan diantara mereka tidak dapat dihindarkan.

Pergantian species tumbuhan oleh species tumbuhan yang lainya dalam suatu habitat bergantung kepada kemampuanya untuk bersaing dalam memanfaatkan ruang, cahaya, air dan unsur hara yang ada. Kemampuan bersaing suatu species organisme juga erat kaitanya dengan kemampuan adaptasinya pada banyak relung yang berbeda.Perbedaan nilai kerapatan masing-masing jenis disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan reproduksi, penyebaran dan daya adaptasi terhadap lingkungan.

(5)

3

Tabel 1. Jumlah Individu vegetasi dasar yang ditemukan pada areal bekas tambang batubara

Familia Species Jmh

Ind

I. Lamiaceae 1. Hyptis suaveolens (L) Point 58

II. Malvaceae 2.Sida rhombifolia L. 22

III. Phyllanthaceae 3. Phyllanthus virgatus G. Forst 53

IV . Euphorbiaceae 4.Euphorbia prunifolia Jacq 12

5.Euphorbia hirta L. 28

V. Fabaceae 6.Mimosa pudica L. 141

7.Mimosa pigra L. 1

VI. Poaceae 8.Pennisetum polystachyon (L.) Schult 431

9.Neyraudia reynaudiana 62

10.Sporobolus diandrus (Retz. ) P. Beauv 51

VII. Passifloraceae 11.Passiflora foetida L 5

VIII.Ulmaceae 12.Trema orientalis (L.) Blume 11

IX. Blechnaceae 13.Blechnum sp. 4

X. Muntingiaceae 14.Muntingia calabura L. 1

XI. Convolvulaceae 15.Merremia umbellata (L) Hallier f. 2

XII. Rubiaceae 16.Borreria laevis Lam 7

XIII.Asteraceae 17.Chromolaena odorata (L.) R.M.King & H.Rob 2

XIV.Solanaseae 18.Physalis minima L. 2

Total 893

Tabel 2 .Komposisi vegetasi dasar yang ditemukan pada areal bekas tambang batubara

No Species K KR F FR ni/N log

ni/N 1 Hyptis suaveolens (L) Point 1,45 6,495 0,7 11,111 -0,077

2 Sida rhombifolia L. 0,55 2,464 0,6 9,524 -0,039

3 Phyllanthus virgatus G. Forst 1,325 5,935 0,5 7,937 -0,073 4 Euphorbia prunifolia Jacq 0,3 1,344 0,3 4,762 -0,025

5 Euphorbia hirta L. 0,7 3,135 0,5 7,937 -0,047

6 Mimosa pudica L. 3,525 15,789 0,5 7,937 -0,127

7 Mimosa pigra L. 0,025 0,112 0,1 1,587 -0,003

8 Pennisetum polystachyon (L.) Schult 10,775 48,264 1 15,873 -0,153 9 Neyraudia reynaudiana 1,55 6,943 0,5 7,937 -0,081 10 Sporobolus diandrus (Retz. ) P. Beauv 0,05 0,224 0,2 3,174 -0,073 11 Passiflora foetida L 0,125 0,560 0,4 6,349 -0,012 12 Trema orientalis (L.) Blume 0,275 1,232 0,3 4,762 -0,023

13 Blechnum sp. 0,1 0,448 0,1 1,587 -0,009

14 Muntingia calabura L. 0,025 0,112 0,1 1,587 -0,003 15 Merremia umbellata(L) Hallier f. 0,05 0,224 0,1 1,587 -0,005 16 Borreria laevis Lam 0,175 0,784 0,2 3,175 -0,015 17 Chromolaena odorata (L.) R.M.King

& H.Rob 0,025 0,112 0,1 1,587 -0,005

18 Physalis minima L. 0,05 0,224 0,1 1,587 -0,005

H’ = -∑ni/N log ni/N 0,775

Tabel 3.Hasil pengukuran faktor lingkungan di areal bekas tambang batubara No Parameter

1 Suhu udara 220 - 390 C 2 Kelembaban udara 31 – 78 % 3 Suhu tanah 290 – 390 C 4 Kelembaban tanah 1 - 2%

5 pH 6,3 – 7,5 6 Kadar air tanah 3,3 – 9,4%

(6)

4 Species yang memiliki kerapatan relatif terendah adalah Muntingia calabura L. dan Mimosa pigra L. Masing–masing 0,112 %. Species yang memiliki nilai kerapatan rendah berarti jumlah dari species tersebut masih sedikit, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat perkembangannya masih rendah. Menurut Fachrul (2007) species yang memiliki nilai kerapatan tinggi menandakan bahwa species tersebut memiliki pola penyesuaian diri yang besar. Sedangkan species yang memiliki kerapatan relatif rendah diduga tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik pada lokasi tersebut.

Species yang memiliki frekuensi relatif tertinggi adalah Pennisetum polystachyon (L.) Schult (15,873 %). Species yang memiliki frekuensi relatif tinggi memiliki sebaran yang luas dari pada species lain. Penyebaran individu Pennisetum polystachyon (L.) Schult ditemukan pada setiap petak contoh. Nilai frekuensi suatu jenis juga dipengaruhi secara langsung oleh distribusi, karena nilai frekuensi melambangkan besar kecilnya distribusi suatu species. Semakin luas distribusi species tersebut semakin tinggi frekuensi dari species tersebut. Menurut Fachrul (2007) frekuensi dipakai sebagai parameter vegetasi yang dapat menunjukkan distribusi atau sebaran jenis tumbuhan dalam ekosistem atau memperlihatkan distribusi tumbuhan. Nilai yang diperoleh dapat pula untuk menggambarkan kapasitas reproduksi dan kemampuan adaptasi jenis tumbuhan tertentu. Frekuensi relatif terendah adalah Blechnum sp., Muntingia calabura L., Merremia umbellata (L) Hallier f., Mimosa pigra L., Chromolaena odorata (L.) R.M.King & H.Rob dengan masing–masing 1,587 %. Masing-masing species tersebut hanya ditemukan pada satu petak contoh saja. . Menurut Indriyanto (2006) menyatakan sesungguhnya frekuensi dapat menggambarkan tingkat penyebaran species dalam habitat yang dipelajari.

Hasil perhitungan tingkat keanekaragaman spesies pada vegetasi dasar di bekas tambang batubara yaitu 0,775 . Nilai tersebut menandakan bahwa keanekaragaman species pada lokasi tersebut rendah. Kenyataan ini terjadi tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan. Tumbuhan akan tumbuh dengan subur dan beranekaragam jika faktor lingkungan mendukung. Faktor lingkungan di lokasi penelitian kurang mendukung untuk pertumbuhan tumbuhan tertentu, misalnya kadar air tanah rendah, unsur hara rendah serta kelembaban udara juga tendah. Kondisi ini sangat berlawanan dengan kebutuhan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan keanekaragaman species di lokasi tersebut.Menurut Fachrul (2007) nilai H’ < 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit atau rendah. Menurut Iswandi (2012) hubungan antara faktor–faktor lingkungan dengan masyarakat tumbuhan akan

menentukan keberadaan, kesuburan atau kegagalan masyarakat tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebanyak 18 species yang termasuk ke dalam 14 familia dari 893 individu. Indeks keanekaragaman spesies yaitu 0,775 . Nilai H’ < 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit atau rendah. Kondisi lingkungan di lokasi penelitian, suhu 220 - 390 C, kelembaban udara 31 – 78 %, suhu tanah 290 – 390 C, kelembaban tanah 1 - 2%, pH 6,3 – 7,5 serta kadar air tanah 2,6 – 9,4%.

Saran

Pemanfaatan sumber daya alam tanpa diiringi dengan pelestarian dapat mengurangi keanekaragaman jenis dan jumlah individu species.

Perlu adanya penelitian lanjutan tentang remediasi pada lahan bekas tambang, sehingga lokasi bekas tambang diharapkan dapat dimanfaatkan kembali DAFTAR PUSTAKA

Adriani, A. (2012). Analisis Vegetasi Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit di Kilangan, Muaro Bulian, Batang Hari. Jurnal Biologi Universitas Andalas.

Aththorick, T.A. 2005. Kemiripan Komunitas Tumbuhan Bawah Pada Beberapa Tipe Ekosistem Perkebunan di Kabupaten Labuhan Batu. Jurnal Komunikasi Penelitian Volume 17 (5) 2005

Ardhana, I.P.G. (2012). Ekologi Tumbuhan.

Denpasar : UNP- Press

Aruna, S.M., D.B. Yadav., A, Chandrashekar.

2013. Antioxidant and in vivo anti- hyperglycemic activity of Muntingia calabura leaves extracts. Department of PG Studies and Research in Industrial Chemistry, Jnana Sahyadri Kuvempu University, Shankaraghatta, Karnataka, India.

Hariyadi,B., I.M.E. Suryana, D. Ginting, Amirusdi, L. Hardiani., M. Anis., R. Handayani., S, Nareshwara. (2011). Warta Minerba.

Jakarta: Direktoral Jenderal Mineral dan Batubara

Fachrul, M.F. (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Bumi Aksara

(7)

5 Hilwan,I., D. Mulyana., W.G. Pananjung. (2013).

Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Sengon Buto (Enterolobium cyclocrpum Griseb.) dan Trembesi (Samaena saman Merr.) di Lahan Pasca Tambang Batubara PT.

Kitadin, Kutai Kartanagara, Kalimantan Timur. Jurnal silvikultur Tropika.

Volume 4 nomor 1. Hlm. 6

Indriyanto (2006). Ekologi Hutan. Jakarta : Bumi aksara

Loveless, A.R. 1989. Prinsip–Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2.

Jakarta: Gramedia

Muhammad, A., Dharmono, Hardiansyah. (2011).

Inventarisasi Jenis Dan Dominansi

Rumput (Famili Poaceae) Di Kawasan Sumur Lumpur Barambai Desa Kolam Kanan Kecamatan Barambai Kabupaten Barito Kuala. Jurnal Wahana-Bio Volume V.

Nurhadi & Nursyahra (2010). Komposisi Vegetasi Dasar di Kawasan Penambangan Batubara di Kecamatan Talawi Sawahlunto. Jurnal Prodi Biologi STKIP PGRI , Sumatera Barat

Sutedjo, M. M. (2010). Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta : Rineka Cipta Iswandi. (2012). Ekologi dan Ilmu Lingkungan.

Padang : UNP–Press.

Referensi

Dokumen terkait

pemantauan flora di kawasan lindung, yaitu dihitung : kerapatan, kerapatan relatif jenis (%), frekuensi, frekuensi relatif jenis (%), dominasi, dominasi relatif (%), nilai

Analisis data mencakup kerapatan jenis, kerapatan jenis relatif, frekuensi jenis, frekuensi jenis relatif, penutupan jenis, penutupan jenis relatif serta indeks

Hasil analisis Kerapatan jenis, Kerapatan relatif, Frekuensi jenis, Frekuensi relatif, Penutupan jenis, Penutupan relatif dan Indeks Nilai Penting mangrove di kawasan

Struktur vegetasi jenis pohon pada kawasan Kampung Sewan Distrik Sarmi Kabupaten Sarmi berdasarkan nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dominansi relatif (DR)

Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang ditunjukkan pada Tabel 1, nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif yang paling tinggi yaitu jenis

Nilai frekuensi relatif (FR), kerapatan relatif (KR), dominansi relatif (DR), nilai penting (NP), luas bidang dasar (LBD) dan kerapatan (K) dari 10 jenis pohon dengan NP

Dari data yang telah dianalisis, diperoleh nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif, dominansi relatif dan indeks nilai penting pada ketiga lokasi penelitian seperti yang

Analisis data mencakup kerapatan jenis, kerapatan jenis relatif, frekuensi jenis, frekuensi jenis relatif, penutupan jenis, penutupan jenis relatif serta indeks