KONFLIK BATAS WILAYAH ANTARA NAGARI KUNANGAN PARIT RANTANG KECAMATAN KAMANG BARU KABUPATEN SIJUNJUNG
DENGAN NAGARI GUNUNG SELASIH KECAMATAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA
Dinny Wahyuningsih, Rio Tutri, Isnaini
Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat [email protected]
ABSTRACT
Territorial conflict in Dharmasraya region, precisely the territoral conflict between Gunung Selasih Village with Kunangan Parit Rantang Village. Conflict occurred from 1992 to 2016, resulting in violent actions from either party. The purpose of this study is to describe the form of boundary conflicts that occur and the description of the mediation conducted in the settlement of boundary conflict between Nagari Kunangan Parit Rantang with Nagari Gunung Selasih. The theory used is mediation theory. The main concept of this theory is the process of interaction between one party with another party assisted by a third party, so that the parties in conflict find a settlement that they agreement. This research uses qualitative approach and descriptive research type. Informants were the people who were involved in the conflict of the two nagari in conflict as many as 12 people and the mediator, consisting of community leaders and government officials. Data analysis using interactive data model analysis, namely data collection, data reduction, data presentation and data verification. The results of this study indicate that the form of territorial conflict between Nagari Gunung Selasih and Nagari Kunangan Parit Rantang is the community's displeasure, territorial area rejection and firing. The effort to settle territorial s in the form of concrete is done by the community but has not succeeded because each party maintains their respective opinions. Mediation efforts conducted by the government are more preventive the occurrence of further conflict because of the firing of Gunung Selasih house by Kunangan Parit Rantang community.
Keywords: Conflict, Territorial boundary, Mediation
PENDAHULUAN
Batas daerah menjadi isu penting era otonomi di Indonesia. Pemerintah daerah dituntut berperan aktif dalam pemanfaatan sumber daya di daerahnya.
Kemampuan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan sumber daya menjadi penentu keberhasilan menjalankan otonomi daerah. Maskun (2001:13), tuntutan pemekaran wilayah dapat
dilakukan, baik dalam status daerah otonom maupun status wilayah administratif. Tuntutan menjadi daerah otonom diawali dengan terbentuknya beberapa provinsi administratif maupun kabupaten dan kecamatan. Penetapan wilayah administratif ini merupakan proses penting untuk mendewasakan dan memperkuat kemampuan provinsi/
kabupaten/kecamatan agar mereka dapat
1
menjadi daerah otonom. Pertimbangan ini penting karena banyak daerah otonom, baik provinsi maupun kabupaten/ kecamatan, belum memiliki kemampuan mengurus rumah tangganya sendiri. Penerapan pemekaran wilayah idealnya harus berorientasi pada perkembangan dan pertumbuhan wilayah.
Konflik perbatasan juga terjadi di Sumatera Barat. Konflik yang terjadi diantaranya konflik batas nagari dan konflik batas tanah ulayat. Konflik batas nagari terjadi karena berdasarkan tambo, nagari asal di Minangkabau dibentuk pada abad ke-12. Batas wilayah nagari dibentuk berdasarkan kesepakatan ketua adat dengan menggunakan simbol alam dan saat itu masyarakat memahami batas nagari sebagai identitas geneologis territorial dan kepemilikan tanah ulayat.
Kedatangan kolonial Belanda abad ke-16 merubah sebahagian fungsi batas Nagari melalui penguasaan tanah, pendirian Nagari baru serta penerbitan peta topografi. Setelah Indonesia merdeka, peta topografi Belanda tetap menjadi panduan meskipun sebahagian masyarakat Nagari tetap meyakini batas berdasarkan simbol-simbol alam sebagaimana diwariskan oleh leluhur mereka dahulu. Keadaan ini menjadikan
apabila titik tolak dan pemahaman perbatasan dan Nagari bertetangga dapat saling bersesuaian maka tidak akan timbul konflik, namun apabila tidak bersesuaian dan saling berselisih satu sama lain makan konflik mudah timbul sebab masing-masing nagari berkepentingan mempertahankan tanah ulayat sebagai aset sosial dan aset ekonomi (Yulika dan Dewi, 2016).
Konflik batas wilayah juga terjadi di Kabupaten Dharmasraya, tepatnya konflik batas wilayah antara Nagari Gunung Selasih Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya dengan Nagari Kunangan Parit Rantang Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung.
Awal terjadi konflik yaitu persoalan tapal batas antara Kabupaten Dharmasyara dengan Kabupaten Sijunjung. Dilihat dari letak geografisnya, tapal batas yang diperebutkan ini adalah tanah perkebunan kelapa sawit dan Pabrik PT. Binapratama Sakatojaya. Menurut dokumen yang ada, pabrik ini berada di atas tanah masyarakat Kampung Surau dan bersebelahan dengan lokasi tanah masyarakat Parit Rantang. Berbagai upaya telah dilakukan oleh niniak mamak antara kedua belah pihak untuk
menyelesaikan masalah tapal batas ini.
Pemerintah Daerah Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Sijunjung juga ikut menyelesaikan masalah ini..
Konflik yang terjadi tanggal 29 Juli 2016, bukan hanya didasari oleh masalah tapal batas yang belum selesai saja.
Akan tetapi masalah utama yang memicu terjadi penyerangan ini adalah masalah mata pencaharian. Mata pencaharian ini adalah Anak Bongka (yaitu orang yang membongkar sawit dari mobil yang masuk kepabrik). Menjadi Anak Bongka sudah lama ditekuni oleh masyarakat Kampung Surau dan Parit Rantang sejak berdirinya pabrik kelapa sawit tersebut, bahkan sudah ada jadwal kerjanya.
Menurut jadwalnya, Anak Bongka dari Kampung Surau memiliki waktu lima hari untuk bekerja yaitu hari selasa, rabu, kamis, sabtu dan minggu. Sedangkan masyarakat Parit Rantang memiliki dua hari yaitu hari Senin dan Jumat.
Adanya konflik antara masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Dharmasraya dengan masyarakat nagari Gunung Selasih Kecamatan Pulau Punjung, ditanggapi dengan cepat oleh Pemerintah Daerah bahkan Bupati turun langsung dalam penyelesaian masalah ini sehingga korban jiwa bisa
dihindarkan dari penyerangan yang terjadi.
Berdasarkan pernyataan di atas penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian dan membahas lebih lanjut tentang konflik batas wilayah dalam tulisan berbentuk skripsi dengan judul
“Konflik Batas Wilayah antara Nagari Kunangan Parit Rantang Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung dengan Nagari Gunung Selasih Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya”
Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan penelitian yaitu 1) Bagaimana bentuk konflik batas wilayah yang terjadi antara Nagari Kunangan Parit Rantang dengan Nagari Gunung Selasih? dan 2) Apa saja gambaran mediasi yang dilakukan dalam penyelesaian konflik batas wilayah antara Nagari Kunangan Parit Rantang dengan Nagari Gunung Selasih?
Dari perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) Mendeskripsikan bentuk konflik batas wilayah yang terjadi antara Nagari Kunangan Parit Rantang dengan Nagari Gunung Selasih dan 2) Mendeskripsikan gambaran mediasi yang dilakukan dalam penyelesaian konflik batas wilayah antara Nagari Kunangan
Parit Rantang dengan Nagari Gunung Selasih.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan tipe penelitian deskriptif. Alasan menggunakan tipe deskriptif ini adalah agar apa yang didapatkan selama melakukan penelitian dapat dijabarkan secara lebih mendalam dan dijelaskan secara detail yaitu tentang tentang Konflik Batas Wilayah antara Nagari Kunangan Parit Rantang Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung dengan Nagari Gunung Selasih Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya.
Informan dalam penelitian ini berjumlah 14 orang, terdiri dari 6 unsur mediator dan 8 orang masyarakat Nagari Gunung Selasih dan masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang. Mediator terdiri dari masyarakat Nagari Gunung Selasih dan masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang, unsur pemerintahan dan tokoh pemuda
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunter, yang didapatkan dari observasi dan wawancara. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah kelompok. Peneliti mengambil kelompok, karena mempertimbangkan tujuan penelitian yaitu untuk mendeskripsikan bentuk konflik batas wilayah dan gambaran mediasi yang dilakukan dalam penyelesaian konflik batas daerah antara Nagari Kunangan Parit Rantang, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung dengan Nagari Gunung Selasih, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya.
Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Peneliti memilih lokasi penelitian di Nagari Kunangan Parit Rantang dan Nagari Gunung Selasih. Peneliti memilih lokasi penelitian karena di Nagari Kunangan Parit Rantang dan Nagari Gunung Selasih pernah terjadi konflik batas nagari dan dilakukan mediasi dalam penyelesaian konflik tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kronologis Konflik
1.1 Awal Konflik
Konflik batas wilayah antara masyarakat Nagari Gunung Selasih dan Nagari Kunangan Parit Rantang terjadi sudah lama, yaitu tahun 1999. Awal terjadinya konflik batas wilayah ini
disebabkan adanya pengembangan perkebunan kelapa sawit. Tahun 2001, terjadi kesepakatan antara masyarakat Gunung Selasih dan PT. Bina Pratama Sakato Jaya ini kurang disukai oleh masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang, karena mereka merasa tanah yang dijadikan sebagai pengembangan kelapa sawit oleh PT. Bina Pratama Sakato Jaya di Nagari Gunung Selasih merupakan hak ulayat masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang.
Konflik batas wilayah antara Nagari Gunung Selasih dan Nagari Kunangan Parit Rantang belum dapat diselesaikan sampai tahun 2002, karena masing- masing pihak bertahan dengan pendapat masing-masing karena memiliki keyakinan bahwa batas wilayah sudah ditetapkan oleh pemerintah. Masyarakat Gunung Selasih menganggap batas wilayah masih belum jelas karena sedangkan masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang menganggap tidak ada konflik atau keraguan tentang batas wilayah.
1.2 Puncak Konflik
Konflik batas wilayah antara Nagari Gunung Selasih dan Nagari Kunangan Parit Rantang memuncak pada tahun 2016 dengan adanya penyerangan terhadap masyarakat Gunung Selasih.
Penyerangan terjadi terhadap rumah masyarakat dalam bentuk pembakaran rumah yang berada di perbatasan kedua nagari.
2. Bentuk Konflik
2.1 Rasa Tidak Senang Masyarakat
Bentuk konflik batas wilayah antara Nagari Gunung Selasih dan Nagari Kunangan Parit Rantang yaitu rasa tidak senang sekelompok masyarakat terhadap masyarakat lainnya, dalam hal ini diawali rasa tidak senang masyarakat Nagari Gunung Selasih.
Rasa tidak senang sekelompok masyarakat, yaitu masyarakat Nagari Gunung Selasih dengan adanya pengembangan kelapa sawit di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung tahun 1992 oleh PT. Bina Pratama Sakato Jaya.
Masyarakat Nagari Gunung Selasih merasa tidak senang karena pada awal rencana, wilayah mereka termasuk dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit, namun akhirnya dibatalkan oleh pemerintah.
2.2 Penolakan terhadap Batas Wilayah Adanya pengembangan perkebunan di Kampung Surua Nagari Gunung Selasih kurang disukai oleh masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang, batas wilayah mulai kabur karena madanya
pegembangan kebun kelapa sawit oleh perusahaan. Kaburnya kesepakatan tentang batas wilayah ini karena masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang merasa lahan yang diberikan oleh masyarakat Kampung Surau pada perusahaan sebagai pengembangan kelapa sawit diakui sebagai hak mereka.
2.3 Pembakaran
Bentuk konflik juga berupa pembakaran terhadap rumah masyarakat Nagari Gunung Selasih oleh masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang.
Masyarakat Nagari Gunung Selasih menganggap rumah yang dibakar tersebut berada di nagari mereka, namun masyarakat Kunangan Parit Rantang menganggap rumah tersebut sudah berada di daerah mereka. Penyebab pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang adalah pembuatan parit dan gapura oleh masyarakat Nagari Gunung Selasih sudah memasuki Nagari Kunangan Parit Rantang.
Bentuk konflik batas wilayah yang terjadi antar Nagari Gunung Selasih dan Nagari Kunangan Parit Rantang sesuai dengan pendapat Coser (Kolip, 2011:364) berdasarkan tempat terjadinya, kita mengenal konflik in- group dan konflik out-group. Konflik in-
group adalah konflik yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat sendiri.
Misalnya pertentangan karena permasalahan di dalam masyarakat itu sendiri sampai menimbulkan pertentangan dan permusuhan antaranggota dalam masyarakat itu.
3. Pihak yang Terlibat Konflik 3.1 Masyarakat
Masyarakat Nagari Gunung Selasih dan Nagari Kunangan Parit Rantang merupakan masyarakat Minangkabau dan hidup berdampingan sejak zaman dahulu, sebelum pemekaran, kedua daerah termasuk dalam kabupaten Sawahlunto Sijunjung dan setelah pemekaran kedua nagari ini terpisah dalam kabupaten Sijunjung dan kabupaten Dharmasraya.
Keterlibatan masyarakat dalam konflik batas wilayah tidak dapat dihindari, karena masing-masing nagari mempertahankan kehormatan nagari mereka, termasuk aset yang ada di wilayah nagari tersebut. Hal yang sama terjadi antara masyarakat Nagari Gunung Selasih Kecamatan Pulau Punjung dengan Nagari Kunangan Parit Rantang Kecamatan Kamang Baru.
Aktor dari konflik batas wilayah antara Nagari Gunung Selasih dan Nagari Kunangan Parit Rantang adalah masyarakat Nagari Kunangan Parit
Rantang. Masyarakat yang menjadi aktor terdiri dari tokoh masyarakat yang tidak menyetujui batas wilayah berdasarkan peta Top TNI AD, kemudian mempertahankan pendapat mereka sendiri dengan menyatakan penetapan batas wilayah sudah ditetapkan oleh pemerintah. Aktor konflik selanjutnya adalah pemuda Nagari Kunangan Parit Rantang dengan cara melakukan penyerangan dan pembakaran terhadap rumah masyarakat Nagari Gunung Selasih.
3.2 PT. Bina Pratama Sakato Jaya Keberadaan perkebunan sawit PT.
Bina Pratama Sakato Jaya menjadi salah satu pihak yang terlibat dalam konflik batas wilayah antara Nagari Gunung Selasih dan Nagari Kunangan Parit Rantang. Hal ini disebabkan oleh kehadiran PT tersebut membuat masyarakat terbelah. Keterlibatan perusahaan PT. Bina Pratama Sakato Jaya sudah terjadi sejak awal mereka mengembangkan perkebunan kelapa sawit, karena waktu itu ada beberapa daerah yang tidak setuju memberikan tanahnya untuk pengembangan kelapa sawit, namun dalam perkembangannya terjadi perubahan sehingga menimbulkan gejolak karena ada yang merasa
tanahnya ulayatnya diambil oleh daerah lain.
PT. Bina Pratama Sakato Jaya terlibat dalam konflik batas wilayah antara Nagari Gunung Selasih dan Nagari Kunangan Parit Rantang. Keterlibatan ini karena dianggap mengambil wilayah yang bukan menjadi agunan untuk perusahaan tersebut. Disamping itu, perusahaan juga tidak menepati janji dalam pembagian kerja untuk masyarakat kedua nagari, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial bagi salah satu pihak yaitu masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang.
Fisher juga menyatakan didalam tujuan penyelesaian konflik diantaranya:
a.) Mencegah timbulnya kekerasan dalam konflik, memfasilitasi dialog untuk membantu pihak-pihak yang berkonflik memungkinkan berkomunikasi langsung b.) Negosiasi suatu proses untuk memungkinkan pihak-pihak yang berkonflik untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan pilihan dan mencapai penyelesaian melalui interaksi tatap muka (Pruitt dan Jeffrey dalam Ismail, 2011:75).
4. Upaya Mediasi yang dilakukan dalam Penyelesaian Konflik Batas wilayah
4.1 Pengusulan Batas Wilayah
Upaya penyelesaian yang dilakukan oleh masyarakat Nagari Gunung Selasih diantaranya melaporkan tentang masalah batas wilayah ke tingkat kabupaten sampai provinsi. Namun upaya ini belum berhasil karena masyarakat Nagari Gunung Selasih merasa dirugikan oleh keputusan dari pemerintah. Upaya selanjutnya adalah pengusulan batas wilayah ke kabupaten dan provinsi oleh masyarakat Nagari Gunung Selasih Namun upaya ini belum berhasil, karena pengusulan ini tidak didukung oleh masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang.
4.2 Perundingan antar Nagari
Upaya penyelesaian konflik dalam bentuk kongkrit dilakukan oleh masyarakat yaitu perundingan antar nagari. Perundingan ini melibatkan ninik mamak ke dua nagari. Upaya masih mengalami kebuntuan, karena tidak ada kesepakatan yang dihasilkan. Upaya penyelesaian konflik dalam bentuk perundingan, melibatkan ninik mamak kedua nagari namun upaya perundingan ini tidak membuahkan hasil karena tidak dapat mengambil kesepakatan tentang batas wilayah.
Upaya yang dilakukan dalam wujud kongkirt dalam penyelesaian konflik batas wilayah antara Nagari Kunangan
Parit Rantangdengan Nagari Gunung Selasihdilakukan oleh masyarakat tetapi tidak berhasil karena masing-masing pihak mempertahankan pendapat masing- masing. Alasan untuk menyelesaikan batas wilayah kedua wilayah berbeda, dimana masyarakat Nagari Gunung Selasih ingin batas nagari jelas dan ditetapkan agar tidak ada lagi konflik di masa datang, sedangkan alasan masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang tidak mau menyelesaikan, karena menganggap tidak ada permasalahan batas wilayah diantara dua nagari, karena sudah ada ketetapan pemerintah. Namun ketetapan tersebut tidak ditemukan selama penelitian.
KESIMPULAN
Bentuk konflik batas wilayah antara Nagari Gunung Selasih dan Nagari Kunangan Parit Rantang adalah rasa tidak senang masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang terhadap masyarakat Nagari Gunung Selasih, kemudian muncul penolakan masyarakat Kunangan Parit Rantang terhadap batas wilayah yang diusulkan oleh masyarakat Nagari Gunung Selasih dan puncak konflik dalam bentuk pembakaran rumah masyarakat Nagari Gunung Selasih oleh
masyarakat Nagari Kunangan Parit Rantang.
Upaya yang dilakukan dalam wujud kongkirt dalam penyelesaian konflik batas wilayah antara Nagari Kunangan Parit Rantang dengan Nagari Gunung Selasih adalah pengusulan batas wilayah dan perundingan antar nagari. Usaha dalam penyelesaian batas wilayah dilakukan oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Kolip, Usman dan Setiadi M. Elly. 2011.
Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya). Bandung: Kecana Prenada Media Group
Maskun, Soemitro. 1994, Pembangunan Masyarakat Desa: Asas, Kebijakan dan Manajemen, PT Media Widya Mandala, Yogyakarta
Muchammad Ismail. 2011. Pemetaan dan Resolusi Konflik (Studi tentang Korban Lumpur Lapindo Sidoarjo).
Jurnal Sosiologi Islam 1(1), hal 70-82 Yulika, Febri dan Susi Fitria Dewi.
2016. Penyelesaian Konflik Batas Nagari di Sumatera Barat dalam Perspektif Filsafat Adat, Islam dan Negara. International Conference on Nusantara Philosophy 2016