KONSEP ḌĪZĀ DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Suatu Kajian Tahlīlī terhadap QS al-Najm/53: 19-22)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar
Oleh:
ABDULLAH DAUD NIM: 30300116056
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022
ii
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Abdullah Daud
NIM : 30300116056
Tempat/Tgl. Lahir : Teomokole, 05 Desember 1998 Jurusan : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas/Program : Ushuluddin dan Filsafat
Alamat : Teomokole
Judul : Konsep Ḍīzā dalam Perspektif al-Qur’an (Suatu Kajian Tafsir Tahlīlī Terhadap QS al-Najm/53: 19-22)
Menyataan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar- benar hasil karya sendiri, jika dikemudian hari terbukti bahwa ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain sebagian atau seluruhnya, maka skripsi ini dan gelar yang diperoleh batal demi hukum.
Gowa, 23 Februari 2021
Penyusun
Abdullah Daud
Nim: 30300116056
iv
v
لاف الله هدهي نم ،انلاامعأ تائيسك انسفنأ ركرش نم للهبا ذوعنك ،هرفغتسنك ونعتسنك هدمنح ،الله دملحا فإ ،ول مداى لاف للضي نمك ،ول لضم ،ول كيرش لا هدحك الله لاإ ولإ لا فأ دهشأك
هدبع أمحمد فأ دهشإك
:دعب امأ ،نعجمأ وبحص ولا ىلعك مهنسحأك ـنالأا ؼرشأ ىلع ـلاسلاك ةلاصلاك ،ولوسرك
Segala puji dan syukur penulis persembahkan atas kehadirat Allah swt, Allah Maha Pengasih yang tak pernah pilih kasih, lagi Maha Penyayang yang tak pernah pilih siapa yang harus disayang, dimana Allah yang senantiasa menganugrahkan nikmat dan kasih sayang-Nya kepada setiap manusia, sehingga dengan rahmat, taufiq dan hidayah- Nya jualah sehingga karya atau skripsi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana dan masih terdapat kekurangan yang masih memerlukan perbaikan seperlunya.
Selanjutnya shalawat dan salam hanya kepada jujungan kita Nabi besar Muhammad saw dan segenap keluarganya, para sahabat, tabi’-tabi’in sampai kepada orang-orang mukmin yang telah memperjuangkan Islam sampai saat ini dan bahkan sampai akhir zaman.
Adapun tujuan penyusunan skripsi ini, untuk memenuhi persayaratan penyelesaian pendidikan pada program strata satu jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar Tahun Akademik 2021/2022.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian studi maupun penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah ikut berpartisipasi secara aktif maupun pasif. Oleh karena itu, penulis merasa sangat perlu menyampaikan rasa syukur dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada piak yang telah membantu, baik itu yang telah membimbing, mengarahkan, memberikan petunjuk, maupun yang senantiasa memotivasi.
1. Prof. H. Hamdan Juhanis, M.A., Ph.D., sebagai Rektor UIN Alauddin Makassar serta Prof. Dr. H. Mardan, M.Ag., Prof. Dr. H. Wahyuddin Naro, M.Hum., Prof. Dr. H.
Darussalam, M.Ag., Dr. H. Kamaluddin Abunawas, M.Ag. sebagai Wakil Rektor I, II,
vi untuk bisa menuntut ilmu di kampus ini.
2. Dr. Muhsin, S.Ag, M.Th.I., sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Dr, Hj. Rahmi Damis, M.Ag., Dr. Hj. Darmawati H, S.Ag, M.HI., Dr. Abdullah, S.Ag, M.A.
selaku Wakil Dekan I, II, dan III yang senantiasa selalu membimbing penulis selama menempuh perkuliahan di kampus ini.
3. Alm. Dr. H. Aan Parhani, Lc., M.Ag. selaku ketua prodi yang lama dan Ibunda Dr. Hj. Aisyah Arsyad, S.Ag, MA. selaku Ketua Prodi yang baru dan Yusran, S.Th.I., M.Hum. selaku sekretaris Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Terima kasih atas segala bimbingannya, ilmu nasihat, serta arahan selama menempuh pendidikan perkuliahan pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
4. Dr. Hj, Aisyah Arsyad, S.Ag, MA. dan Dr. Abdul Ghany, S.Th.I, M.Th.I. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II penulis yang telah dengan tulus meluangkan waktunya di dalam mengarahkan, membimbing serta memberikan masukan kepada penulis dari awal penyusunan skripsi hingga selesai.
5. Dr. Muhsin, S.Ag, M. Th.I. dan Dr. Muhammad Irham, M.Th.I. selaku Munaqisy I dan Munaqisy II yang telah menyampaikan kritik serta saran dalam perbaikan skripsi ini.
6. Para Dosen lingkup Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat UIN Alauddin Makassar yang telah begitu banyak memberi ilmunya selama perkuliahan serta para Staf Fakultas yang banyak membantu dalam hal administrasi maupun proses pengurusan berkas.
7. Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar beserta staf-stafnya yang telah menyediakan referensi yang dibutuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Kedua orang tua tercinta, yang telah memberikan doa dan jerih payahnya dalam mengasuh dan mendidik penulis dengan sabar, penuh pengorbanan baik lahiriah maupun batiniah sampe saat ini. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada kedua kakak saya mereka adalah orang-orang hebat yang selalu memberikan semangat, menasehati dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.
vii
reguler 2. Terima kasih atas semangat dan supportnya selama ini, teman suka dan duka selama mengenyam pendidikan dibangku perkuliahan. Sukses selalu buat teman-teman semua.
10. Terima kasih kepada teman seperjuangan Nur Ramadhan Syahrul, S.Ag, Muh Salam, S.Ag dan Muh. Musmulyadi, S.Ag. yang selalu membantu dan memberikan saran, mulai dari pengurusan judul skripsi hingga di ACCnya judul skripsi. Dan terima kasih kembali kepada mereka yang tidak pernah bosan membimbing dan membantu penulis dalam menyusun draft skripsi ini sampai selesai.
Akhirnya, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah swt senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia- Nya atas segala perhatiannya, penulis mengucapkan banyak terima kasih. penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan segala partisipasi semua pihak yang tertuang di dalam tulisan ini semoga memperoleh imbalan yang belipat ganda di sisi Allah swt.
Samata-Gowa, 23 Februari 2022 Penyusun,
Abdullah Daud NIM: 30300116056
viii
JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv-vi DAFTAR ISI ... vii-viii PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix-xv ABSTRAK ...xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1-16 A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Pengertian Judul ... 5
D. Tinjauan Pustaka ... 7
E. Metodologi Penelitian ... 11
F. Tujuan dan Kegunaan ... 15
BAB II TINJAUAN TEOROTIS ... 17-38 A. Konsep Keadilan Menurut Al-Qur’an ... 17
B. Konsep Ketidakadilan ... 20
C. Macam-Macam Ketidakadilan ... 21
1. Ketidakadilan Kepada Allah ... 21
2. Ketidakadilan Kepada Makhluk ... 27
3. Ketidakadilan Kepada Diri Sendiri ... 30
D. Sebab-Sebab Terjadinya Ketidakadilan ... 33
BAB III ANALISIS TEKSTUAL TERHADAP QS AL-NAJM/53: 19-22 ... 39-59 A. Kajian Surah Al-Najm/53: 19-22 ... 39
B. Kajian Ayat... 43
1. Teks dan Terjemah QS al-Najm/53: 19-22 ... 43
ix
3. Munāsabah Ayat ... 52 4. Tafsir Ayat ... 54 BAB IV DIZA DALAM AL-QUR’AN ... 60-68 A. Hakikat Ḍizā Dalam QS al-Najm/53: 19-22 ... 60 B. Urgensi Memahami Kata Ḍīzā Dalam
QS al-Najm/53: 19-22 ... 62 C. Dampak Ḍizā Dalam QS al-Najm/53:19-22 ... 64 BAB V PENUTUP ... 69-70 A. Kesimpulan ... 69 B. Implikasi Penelitian ... 70 KEPUSTAKAAN ... 71-73 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 74 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 74
x A. Transliterasi Arab-Latin
Daftar huruf Bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf latin dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
1. Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا
Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkanب
Ba B Beت
Ta T Teث
Tsa ṡ es (dengan titik di atas)ج
Jim J Jeح
Ha H ha (dengan titikdi bawah)
خ
Kha Kh ka dan haد
Dal D Deذ
Zal Ż zet (dengan titik diatas)
ر
Ra r Erز
Za z Zetس
Sin s Esش
Syin sy es dan yeص
Shad ṣ es (dengan titik dibawah)
ض
Dhad ḍ de (dengan titik dibawah)
ط
Tha ṭ te (dengan titik dibawah)
ظ
Dza ẓ zet (dengan titik dibawah)
ع
‘ain ‘ apostrof terbaikغ
Gain G Egؼ
Fa F Efؽ
Qaf Q Qiؾ
Kaf k Kaؿ
Lam l Eiـ
Mim m Emف
Nun n Enك
Wawu w Weق
Ha h Haأ
Hamzah ’ Apostrofم
ya’ y Yexi
apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka di tulis dengan tanda (‘).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indnesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ا
Fatḥah A aا
Kasrah I iا
ḍammah U uVokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Tanda Huruf Huruf Latin Nama
ْم
Fathah dan ya ai a dan iْك
Fathah dan wau au a dan uContoh:
َفْيَك
: kaifaَؿْوَى
: haula3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
xii
ل ...|ا ...
fatḥah dan alif atau ya a a dan garisdi atas
م
kasrah dan yā i i dan garisdi atas
ك
ḍammah dan wauu u dan garis
di atas Contoh:
َتاَم
: mātaىَمَر
: ramāَلْيِق
: qī laُتْوَُيَ
: yamū tu4. Ta’Marbūtah
Transliterasi untuk ta’marbū tah ada dua, yaitu: ta’marbū tah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan dammah, yang transliterasinya adalah [t].
Sedangkan ta’marbū tah yang mati atau mendapat harakat sukun transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang terakhir dengan ta’marbū tah diikuti oleh kata yan menggunakan kata sandang al- serat bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta’marbū tah itu transliterasinya dengan [h].
Contoh:
ِؿاَفْطَلاا ُةَضْكَر
: raudah al-atfā lُةَلْػيِضاَفلْا ُةَنْػيِدَمْلمَا
: al-madī nah al-fā dilahُةَمْكِْلحَا
: al-hikmahxiii
Syaddah atau tasydī d yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydī d, dalam transliterasinya ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh:
اَنَّػبَر
: rabbanāاَنْػيََّنَ
: najjaināقَْلحَا
: al-haqqَمِّعُػن
: nu’’imaكُدَع
: ‘aduwwunJika huruf
ي
ber-tasydī d akhir sebuah kata dan di dahului oleh huruf kasrah (ي
(, Maka ia ditransliterasikan seperti huruf maddah (i).Contoh:
يِلَع
: Alī (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)ِبَرَع
: Arabī (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby) 6. Kata SandangKata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf
لا
(alif lam ma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang diransliterasi seperti biasa, al- , baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang di tulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).Contoh:
ُسْمَّشلَا
: al-syamsu (bukan asy-syamsu)ةَلَزْلَّزلَا
: al-zalzalah (az-zalzalah)ةَفَسْلَفْلَا
: al-falsafahُدَلاِبْلَا
: al-bilā duxiv
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrop (.) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contoh:
َفْكُرُمَْتَ
: ta’murūnaُعْوَّػنلَا
: al-nau‟ءْيَش
: syai’unُتْرِمُأ
: umirtu8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasikan adalah kata, istilah, atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata al-Qur’an (dari al-Qur’an), sunnah, khusus, dan umum. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasikan secara utuh. Contoh:
Ṭabaqā t al-Fuqahā Wafayā h al-A’yā n
9. Lafz al-Jalā lah(
الله
)Kata ‚Allah‛ yang didahului partikel seperti huruf Jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mudā f ilaih (fase nominal), ditransliterasikan tanpa huruf hamzah.
Contoh:
ُنْيِد
الله
dinullā hاللهابِ
billā hAdapun tamarbū tah di akhir kata yang disandarkan lafz al-jalalah, ditransliterasikan dengan huruf [t]. Contoh:
xv 10. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All cops), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dekenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital misalnya, digunakan untuk menulis huruf awal nama dari (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut. Bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:
Inna awwala baitin wudi’a linnāsi lallazī bi bakkata mubārakan Syahru Ramadān al-lażī unżila fih al-Qur’ān
Nasīr al-Dīn al-Ṭūsī Al-Gazālī
Al-Munqiż min al-Dalāl
Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abū (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi.
Contoh:
‘Ali ibn ‘Umar al-Dār Quṭnī Abū Al-Ḥasan, ditulis menjadi: Abū Al-Ḥasan,
‘Ali ibn ‘Umar al-Dār Quṭnī. (bukan: Al-Ḥasan, ‘Ali ibn ‘Umar al-Dār Quṭnī Abū)
Naṣr Ḥamid Abū Zaīd, ditulis menjadi: Abū Zaīd, Naṣr Ḥāmid (bukan: zāid, Naṣr Ḥamīd Abū)
xvi Beberapa sigkatan yang dibakukan adalah:
swt. = Subhānahū wa ta’ālā saw. = Sallallāhu ‘alaihi wa sallam a.s. = ‘alaihi al-salām
Cet. = Cetakan
t.p. = Tanpa Penerbit t.t. = Tanpa Tempat
H. = Hijriah
M. = Masehi
QS .../...:4 = QS al-Baqarah/2: 4 atau QS Āli-‘Imrān/3: 4
h. = Halaman
xvii ABSTRAK NAMA : Abdullah Daud
NIM : 30300116056
Judul : Konsep Ḍīzā dalam Perspektif al-Qur’an (Suatu Kajian Tafsir Tahlīlī dalam QS al-Najm/53: 19-22)
Skirpsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan kata ḍīzā dalam perspektif al-Qur’an melalui kajian tahlīlī terhadap QS al-Najm/53: 19-22, dengan menitikberatkan pada tiga fokus permasalahan, yaitu: 1) Bagaimana hakikat kata ḍīzā dalam QS al- Najm/53: 19-22, 2) Bagaimana urgensi memahami kata ḍīzā dalam QS al-Najm/53: 19-22, dan 3) Bagaimana dampak kata ḍīzā dalam QS al- Najm/53:19-22.
Dalam menjawab fokus dari permasalahan tersebut, peneliti menggunakan jenis penelitian yang bersifat kualitatif, melalui pendekatan tafsir dan pendekatan teologis. Adapun teknik dari pengumpulan data yang digunakan ialah dengan menggunakan metode kepustakaan yang bersumber pada data primer dan data sekunder. Setelah semua data terkumpulkan, maka selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan mengikuti pola tafsir tahlīlī. Kemudian data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik diantaranya; deduktif dan induktif.
Hasil penelitian dari kajian QS al-Najm/53: 19-22 menunjukkaan bahwa:
a) Hakikat kata ḍīzā adalah perbuatan tidak adil yang dilakukan oleh orang-orang musyrik zaman dulu dimana mereka menyembah patung berhala dan mengatakan bahwa patung tersebut ialah anak perempuan Allah padahal mereka sendiri tidak senang kepada anak perempuan, oleh karenanya Allah mengecam orang-orang musyrik akibat perlakuan mereka sendiri. b) Urgensi memahami kata ḍīzā adalah memahami seperti apa ketidak adilan itu, menjaga diri dari perbuatan tidak adil, mencegah terjadinya ketidakadilan. c) Dampak kata ḍīzā yang disebutkan dalam QS al-Najm/53:19-22 yakni mengarah ke dampak negatif antara lain: dijauhi oleh manusia, sulit mendapatkan kepercayaan, dan dimurkai Allah swt.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini diketahui bahwa dalam al-Qur’an kata ḍīzā hanya terulang satu kali saja. dan kata ini juga termasuk kata yang unik dan kata yang jarang digunakan. Terkait dengan pembicaraan QS al-Najm/53:
19-22 ini berbicara persoalan tauhid dimana orang musyrik menyembah tuhan yang lain bukan menyembah Allah swt. Kemudian salah satu alasan kata ini digunakan yaitu untuk memperindah kalimat yang terdapat didalam QS al-Najm karena kitab suci al-Qur’an dikenal dengan keindahan bahasanya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah firman Allah swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril sebagai rahmat serta hidayah bagi umatnya. Salah satu tujuan utama al-Qur’an diturunkan ialah menjadi pedoman bagi umat manusia dalam menata kehidupan mereka baik itu kehidupan di dunia maupun di akhirat nantinya.1 M. Quraish Shihab menilai bahwa tujuan pokok al- Qur’an diturunkan dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan sejarah turunnya, yaitu: pertama, Petunjuk untuk akidah dan kepercayaan yang dianut manusia yang tersimpul dalam keimanan dan keesaan Allah serta kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan. Kedua, Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma agama di dalam kehidupannya, baik secara individu atau secara kelompok, dan ketiga, Petunjuk mengenai syari’at dan hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Allah atau sesamanya.2 Semua tujuan tersebut dapat terealisasikan oleh manusia, maka al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk serta aturan yang sifatnya global lagi terperinci, yang eksplisit maupun implisit dalam hal bidang apapun dan persoalan kehidupan dunia.
Manusia pada dasarnya diciptakan dengan perasaan mencintai keadilan.
Dan Allah memerintahkan manusia untuk senantiasa berlaku adil terhadap siapa saja, karena keadilan merupakan nilai kemanusiaan yang mendasar sehingga
1Harifuddin Cawidu, Konsep Kufur dalam al-Qur’an, suati kajian Teologis dengan pendekatan tafsir tematik (Cet I; Jakarta : Bulan Bintang, 1991), h. 3.
2M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Cet.I; Bandung: Mizan, 1992), h. 40.
mendapatkan keadilan itu termasuk hak asasi bagi setiap manusia. Maka dari itu manusia di perintahkan untuk senantiasa berlaku adil tanpa melihat ataupun memandang siapa mereka. Sebagaimana firman Allah dalam QS an-Nahl/16 : 90 berbunyi :
ٌْا َٚ ِشَىٌُّْْٕا َٚ ِءۤبَشْحَفٌْا َِٓع ٝ َْٰٕٙ٠ َٚ ٰٝث ْشُمٌْا ِٜر ِئۤبَزْ٠ِا َٚ ِْبَضْحِ ْلْا َٚ ِيْذَعٌْبِث ُشُِْأَ٠ َ هاللّٰ َِّْا َِْْٟج
َْ ْٚ ُشَّوَزَر ُُْىٍََّعٌَ ُُْىُظِعَ٠ ٩ٓ
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.3
Keadilan yang didefenisikan oleh para ulama fiqh dan para mufassir adalah melaksanakan hukum Allah, manusia menghukum sesuai dengan syariat agama sebagaimana diwahyukan Allah swt kepada Nabi-nabiNya dan Rasul- rasulNya. Oleh karena itu, mengerjakan keadilan berarti melaksanakan keadilan yang di perintahkan Allah swt.4 Asas keadilan dalam Islam merupakan pola hidup yang memperlihatkan kasih sayang serta rasa tanggung jawab, dan bukan memperlihatkan suatu konflik antara satu dengan yang lainnya. Perintah untuk menegakkan keadilan banyak di temukan ataupun di jelaskan dalam al-Qur’an.
Keadilan dalam Islam digantungkan pada keadilan yang telah ditentukan oleh Allah sendiri. Karena manusia tidak mungkin tahu keadilan itu secara benar dan tepat. Apapun sifatnya adil dalam Islam dirumuskan dengan berpegang teguh pada kehendak Allah swt.5 Dalam kedudukannya sebagai wahyu, al-Qur’an juga
3Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 14 (Solo: Zamrud Brand Product al-Qur’an Tiga Serangkai, 2014), h. 277.
4Muhammad Dhiaduddin Rais, Teori Politik Islam, h. 268.
5Andrea Ata Ujan, Filsafat Hukum Membangun Hukum, Membela Keadilan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2009), h. 42.
adalah Hudan6 (petunjuk), bagi manusia pada umumnya dan untuk orang-orang yang bertakwa pada khusunya. Walaupun al-Qur’an adalah kitab keagamaan tetapi pembahasan dan kandungan isi yang ada di dalam al-Qur’an itu tidak terbatas pada bidang keagamaan semata, akan tetapi meliputi juga berbagai aspek dari kehidupan manusia. Al-Qur’an memang bukanlah kitab filsafat ataupun ilmu pengetahuan akan tetapi didalamnya dijumpai pembahasan mengenai persoalan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Secara garis besar dipahami bahwa al-Qur’an juga memberikan petunjuk dalam persoalan akidah, syariat dan akhlak, dengan meletakkan dasar-dasar prinsip mengenai persoalan tersebut. Akidah adalah aspek dalam Islam yang senantiasa mengatur hal-hal menyangkut mengenai tata kepercayaan dalam Islam.7 Syariat adalah peraturan yang Allah wajibkan kepada hambanya, yakni berupa hukum- hukum yang didatangkan dengan perantara RasulNya, baik yang berhubungan dengan keyakinan maupun yang berhubungan dengan ibadah dan muamalah. Sedangkan akhlak adalah peraturan yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan prilaku manusia yang berlaku baik atau buruk, baik yang menyangkut dirinya sendiri, orang lain, makhluk sekitar, maupun dengan Tuhanya.
Problematika umat manusia dalam dinamika kehidupan memang tidak akan pernah usai. Seperti halnya ketidakadilan yang biasa terjadi di kehidupan dunia, padahal pada dasarnya setiap individu sangat berhak untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan karena semua itu termasuk didalam hak asasi manusia (HAM). Salah satu penyebab terjadinya sikap tidak adil yakni karena adanya
6QS al-Baqarah (2) : 2, 185
7Syaikh Mahmūd Syaltut, Al-Islām Aqīdah Wa Syarī’ah, diterjemahkan oleh Bustami A.
Gani dan B. Hamdani Ali dengan judul Islam dan Aqidah serta Syariat. (Cet V; Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 28.
sifat manusia yang ingin menang sendiri serta sikapnya yang lebih mementingkan dirinya sendiri, hal seperti ini sangat berbahaya bagi masyarakat dan pelakunya itu sendiri. Itulah mengapa dalam kehidupan ini keadilan harus ditegakkan sesuai dengan petunjuk yang telah diperintahkan..
Ibnu Qudamah mengatakan bahwa keadilan merupakan sesuatu yang tersembunyi, motivasinya semata-mata karena takut kepada Allah swt.8 dan Nabi menjamin orang-orang yang berbuat adil akan berada di sisi Allah. Berbicara tentang keadilan tentunya tidak terlepas pula dari berbicara tentang Ḍīzā (tidak adil) yang merupakan antonim dari keadilan. Dalam al-Qur’an Allah juga menjelaskan serta mengisahkan tentang manusia-manusia yang berbuat ketidakadilan. Dijelaskan dalam tafsir bahwa kata Ḍīzā (tidak adil) tersebut mengandung kecaman, dan celaan yang disertai penghinaan terhadap akal mereka, karena perbuatan mereka orang-orang Musyrik terdahulu yang menyembah patung Lāta, Manāt, dan Uzzā serta mereka mengatakan patung tersebut adalah anak perempuan allah. Oleh karena itu, untuk menghindarkan diri dari ketidakadilan maka sudah seharusnya kita mengetahui bentuk dari perbuatan tidak adil tersebut. Maka dari itu penulis perlu mengkaji kata ‚Ḍīzā‛ (tidak adil) ini sehingga kedepannya mampu menambah wawasan ataupun memperluas pemahaman penulis serta masyarakat terhadap apa yang akan dikaji dan semoga dapat bermanfaat di dunia dan akhirat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah pokok yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana agar pembahasan dalam skripsi ini
8Abdul „Azis Dahlan, et. al., (eds), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h. 25.
lebih terarah dan sistematis, maka penulisan akan merinci pokok permasalahan tersebut sebagai berikut:
1. Bagaimana Hakikat Kata Ḍīzā Dalam QS al-Najm/53 : 19-22?
2. Bagaimana Urgensi Memahami Kata Ḍīzā dalam QS al-Najm/53: 19-22?
3. Bagaimana Dampak Kata Ḍīzā Dalam QS al–Najm/53 : 19-22?
C. Pengertian Judul
Untuk mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai pembahasan skripsi ini, maka penulis terlebih dahulu mencoba untuk menjelaskan beberapa term yang terdapat dalam judul skripsi ini, yaitu ‚ Konsep Ḍīzā dalam Perspektif al- Qur’an (Suatu Kajian Tahlīlī atas QS al-Najm/53 : 19 – 22 )‛
1. Konsep
Istilah konsep secara leksikal berarti rancangan, idea atau pengertian yang diabstraksikan dari peristiwa kongkrit. Secara terminologi, menurut Dagobert D Ranes, sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Muin Salim, bahwa konsep adalah pengertian yang berkenaan dengan objek yang abstrak atau universal, dimana didalamnya tidak terkandung pengertian dari objek-objek yang kongkrit atau khusus.9
2.
لزيض
Ḍ ī zā berasal dari bahasa Arab yakni
ازيض - زيضي - زاض
artinya kurang, tidak adil, atau sewenang-wenang. Dan kata tersebut pada dasarnya sama denganراج
danزاض
yakni sama artinya melakukan ketidakadilan kepada seseorang, di9Abd Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an, (Disertasi Doktor Fakultas Paska Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1989).
mana berlaku tidak adil serta merendahkan seseorang adalah perbuatan yang tidak disukai Allah swt, dan semua tersebut kata itu artinya sama yakni tidak adil. Dalam proses pembacaan kata tersebut Ibn Arrabi berpendapat bahwa, ada yang membaca
زؤُض
dengan dhomah diawal dan setelahnya adalah hamzah, ada juga yang membacaزوُض
dengan dhomah tetapi tidak ada hamzah dan semua itu artinya sama yaitu tidak adil. Ibn Sidah juga mengatakan bahwa saya membaca dengan awalan Ḍomah.103. Al-Qur’an
Adapun al-Qur’an yang dimaksud dlm judul skripsi ini adalah QS al- Najm/53: 19-22 sebagai berikut, yang berbunyi:
ُُُزْ٠َء َشَفَا ٜ هزُعٌْا َٚ َذهٌٍا
ٜ ٰش ْخُ ْلْا َخَثٌِبَّثٌا َحَِٰٕٛ َٚ ٔ٩ ٰٝثُْٔ ْلْا ٌَُٗ َٚ ُشَوَّزٌا ُُُىٌََا ٕٓ
ٕٔ
ٜ ٰزْ١ ِض ٌخَّْضِل اًرِا َهٍِْر
ٕٕ
Terjemhnya:
Apakah patut kamu (orang-orang musyrik) menganggap (dua berhala) al- Lā ta dan al-‘Uzza, serta Manā t (berhala) ketiga yang lain (sebagai anak- anak perempuan Allah yang kamu sembah), apakah (pantas) bagi kamu (anak) laki-laki dan bagi- Nya (anak) perempuan, Itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.11
Ḍ ī zā adalah sebuah kalimat kecaman yang Allah berikan kepada kaum Quraisy atas sikap mereka menggap bahwa patung yang disembah oleh kaum mereka adalah anak perempuan Allah.
10Muhammad bin makram bin abu al-Fadl, jamal al-din ibn manzur al-ansari al-ruwa’i al- afriqi, Kitab Lisānul Arab, (Dar Sader-Beirut: Edisi 3, 1414) Juz 5, h. 367.
11 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 27 (Zamrud Brand Product al- Qur’an Tiga Serangkai, solo: 2014), h. 526.
4. Tahlī lī
Menurut bahasa tahlī lī berasal dari kata
لايلتح - لّليح - لّلح
yang artinya melepas, mengurai, keluar, atau menganalisis.12 Sementara itu tafsir tahlīlī atau biasa disebut dengan metode analitik, adalah suatu metode tafsir yang dimana mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum dalam mushaf. Dalam metode ini diuraikan segala yang dianggap perlu oleh seorang mufassir.13Adapun tahapan kerja dari metode tafsir tahlīlī adalah penulis mengungkapkan makna yang terkandung dalam ayat QS. an-Najm/53: 19-22, dengan cara menyebutkan dan menganalisis makna lafaz mufradat atau kosa kata kuncinya yang akan dikaji dalam skripsi, antara lain:
،رخلاا ةثلاّثلا ،ةانم ،لّزعلا ،تّللا
،ىثنلا ركّذلا
kemudian menjelaskan munāsabah (hubungan ayat) baik hubungan ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushāf Utsmānī. Dan juga memaparkan asbāb al-Nuzūl (sebab-sebab turunya ayat), serta menjelaskan tafsiran dari QS al-Najm/53: 19-22.D. Tinjauan Pustaka
Dalam pembahasan ini penulis mengambil beberapa rujukan dari buku- buku maupun kitab-kitab, baik itu yang berbahasa Indonesia maupun yang berbahasa Asing.
1. Skripsi ditulis oleh Siti Marwani yang berjudul ‚Analisis Semantik Kata Zalim dalam Al-Qur’an‛ program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir,
12Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Cet. I; Jakarta: Amazah, 2014), h. 120.
13Abduddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet. VIII; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 171.
Fakultas Ushuluddin, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta tahun 2020.
Skripsi ini membahas tentang makna dasar dan makna rasional kata zalim, yakni kata zalim berarti menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, baik menyangkut ukuran, waktu dan temapat. Kata zalim berelasi dengan beberapa kata yang lain seperti: Kufr, Kadzib, Baghyu,dan Mu’tadi. Selain itu terdapat kata yang kontradiksi atau berlawanan dengan kata zalim, yakni al-‘Adl karena memiliki makna keadilan atau dengan kata adil yang bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kemudian membahas tentang sinkronik dan diakronik kata zalim, berdasarkan dari kajian historisnya, kata zalim pada masa pra Qur’anik menunjukkan makna penempatan sesuatu bukan pada temptanya atau menegakkan suatu perkara bukan pada posisinya.
Kemudian setelah diturunkan al-Qur’an, kata tersebut bermakna suatu perbuatan yang tercela dan tidak prosedural yang menyimpang dari syari’at agama. Kemudian Weltanschauung kata zalim bermakna belaku aniaya terhadap orang lain sehingga berimplikasi dan kontradiktif terhadap hak asasi manusia yang harus dihormati. Misalnya menzalimi hak milik orang lain, itu berimplikasi pada pelanggaran hak kepemilikan termasuk juga di dalamnya menghalangi orang-orang mukmin dari jalan- Nya yang berimplikasi pada pelanggaran terhadap hak personal.
2. Trio Ekanto, ‚ Konsep Zulm Dalam Al-Qur’an‛ Program Studi Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah, STAIN Ponorogo tahun 2016. Skripsi ini membahas tentang kata zulm yang merupakan suatu perbuatan yang tercela serta menyimpang dari ajaran agama.
Adapun makna dasar kata ini ialah gelap, dan karena kegelapan hati maka akan muncul perilaku-perilaku zalim sehingga tidak akan bisa
membedakan mana yang harusnya dilakukan dan ditempatkan secara benar sesuai aturan yang telah ditetapkan. Kemudian analisis dari bentuk kezaliman dalam al-Qur’an terdapat pengungkapan dari zulm yang bentuk pertama (Mufrad), bentuk kedua (Mutsannā) dan bentuk ketiga (Jamak). Dari beberapa bentuk tersebut pengungkapan kata zulm yang lebih banyak itu terdapat di bentuk ketiga, dan ini memberi tahu bahwa kezaliman dalam bentuk konteks sosial lebih berpotensi. Adapun term yang memiliki kesepadan dengan zulm yaitu: al-Baghyu, al-Makr, al-Isrāf, al-Kizb, al-Kufr, al-I’tād. Di antara istilah-istilah tersebut, kata zalimlah yang merupakan istilah yang paling banyak digunakan, dan mengandung uraian bentuk kezaliman secara lebih lengkap. Konsep zulm dibagi menjadi tiga yaitu: kezaliman disebabkan kurangnya ilmu dan pengetahuan, baik pengetahuan logis maupun pengetahuan batin.
Kesalahan dalam bertindak sehingga itu dapat melanggar ajaran agama.
Kerugian yang didapatkan bagi pelaku kezaliman. Semua perbuatan buruk dan tercela akan menimbulkan dosa, kesengsaraan, ataupun kerugian terhadap diri sendiri dan orang lain. Sehingga akibat dari perbuatan tersebut maka Allah akan mendatangkan azab di dunia maupun di akhirat nantinya.
3. Sholihudin Al Ayyubi, ‚Kezaliman Dalam al-Qur’an dan Implikasinya Terhadap Hak Asasi Manusia‛, Jurnal ini membahas tentang kezaliman manusia yang berarti berbuat aniaya terhadap orang lain sehingga berimplikasi terhadap hak asasi manusia yang harus dihormati. Makna dari kezaliman manusia dalam al-Qur’an adalah kegelapan, yang mencakup 4 hal yaitu kegelapan mata hati, kegelapan malam, tiga kegelapan (di dalam perut, rahim, dan selaput ketuban), dan kegelapan
di daratan dan lautan. Adapun kezaliman dalam al-Qur’an yang berimplikasi terhadap HAM diantaranya yakni: Menzalimi hak orang lain, berimplikasi pada pelanggaran hak kepemilikan yang menyebabkan problematikan berupa munculnya rasa ketidaknyamanan dan trauma terhadap hak milik pribadi, kemudian berkurangnya harta yang dimiliki akibat pengabilan hak milik orang lain, persengketaan dan permusuhan antara dua belah pihak yang menutut keadilan atas hak milik pribadi, dan hilangnya rasa persaudaraan antara satu dengan yang lain.
Menzalimi harta anak yatim, berimplikasi pada pelanggaran terhadap hak personal, hak kepemilikan dan hak pengembangan diri yang menyebabkan problematika berupa kesejahteraannya tidak terpenuhi, tidak tercukupi standar hidup yang pantas dibidang kesehatan, putus sekolah, bahkan tidak mengenyam bangku sekolah sedikit pun, tidak terpenuhi hak untuk mengembangkan potensi dirinya. Menghalangi orang-orang mukmin dari jalan-Nya, berimplikasi pada pelanggaran terhadap hak personal, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah menurut keyakinannya yang menyebabkan problematika berupa adanya rasa tidak aman untuk melakukan ibadah dan ritual keagamaan menurut ajaran agamanya, tidak terwujudnya toleransi beragama dan kerukunan umat beragama yang mempengaruhi perdamaian dunia.
4. Irfan, ‚Konsep al-Zulm dalam al-Qur’an‛ (Suatu Kajian Tematik), Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Tahun 2011. Skripsi ini membahas tentang al-Zulm yang dimana kata ini telah dikaji dalam al- Qur’an bahwa hakikat al-Zulm ialah perbuatan yang tercela yang dapat merugikan diri sendiri dan juga merugikan orang lain. Dan wujud dari
pada al-Zulm ialah Zulm kepada Allah dalam arti kufur kepada-Nya dan juga dalam bentuk syirik. Zulm kepada sesama manusia, yang dimaksud ialah bentuk penganiayaan atas kehormatan, fisik, dan hartanya. Zulm pada diri sendiri, dalam arti mengotori dirinya dari berbagai macam dosa, kejahatan, dan keburukan, berupa perbuatan maksiat kepada Allah dan RasulNya. Adapun cara menyikapi orang-orang yang berlaku zalim yang telah diuraikan, agama menganjurkan agar senantiasa saling memaafkan antara orang yang berlaku zalim dan orang yang dizalimi, apabila mampu untuk membalas cukup sekedarnya saja dalam artian membalas dengan tidak melampaui batas, serta membantunya agar kembali ke jalan yang benar.
E. Metodologi Peneletian
Untuk menganalisis obyek penelitian tersebut, yang bersentuhan langsung dengan tafsir, maka diperlukan sebuah metodologi penelitian tafsir.14 Penulis akan mengemukakan metodologi yang digunakan dalam tahap-tahap penelitian ini yang meliputi: jenis penelitian, metode pendekatan, metode pengumpulan data, metode pengolahan dan analisis data
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif15 yang bersifat deskriptif.16 Dengan kata lain, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bagaimana konsep
14Metodologi penelitian tafsir adalah pengetahuan mengenai cara yang ditempuh mufasir dalam menelaah, membahas, dan merefleksikan kandungan al-Qur’an secara apresiatif berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga menghasilkan suatu karya tafsir yang refresentatif. Lihat Abd. Muin Salim, dkk. Metodologi Penelitian Tafsīr Maudhū’ī(Makassar: Pustaka al-Zikra, 1433 H/ 2011 M) h. 7.
15Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada kualitas atau hal yang terpenting dari suatu barang atau jasa berupa kejadian, fenomena atau gejala sosial yang
Ḍīzā yang terdapat dalam al-Qur’an. Penelitian dilakukan dengan melalui riset kepustakaan (library research). Maka objek dari penelitian ini adalah kata Ḍīzā yang terdapat dalam QS al-Najm/53 : 19-22.
2. Pendekatan
Istilah pendekatan dalam kamus diartikan sebagai proses, perbuatan dan cara mendekati suatu obyek. Dalam terminologi antropologi pendekatan adalah usaha dalam rangka aktifitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, juga berarti metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian.17 Terkait dengan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan sebagai berikut :
a. Pendekatan ilmu tafsir, adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk memahami suatu makna dan kandungan ayat yang terdapat dalam al-Qur’an baik yang terkandung dalam dzohir lafaz atau kalimat melalui penafsiran para ulama atau sumber lainnya.18 kemudian memberikan analisis kritis dan komparatif terkait dengan obyek yang diteliti. Dan untuk lebih jelas, maka penulis akan memaparkan satu ayat untuk diterjemahkan dan harus diketahui asbāb an-nuzūlnya, jika mempunyai asbāb an-nuzūl, munāsabah ayat, makna ijmāli serta tafsirannya.
merupakan makna dibalik kejadian yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi suatu pengembangan konsep teori. Djam’am Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2011) h. 22.
16Penelitian deskriptif adalah suatu jenis penelitian yang tujuannya untuk nyajikan gambaran lengkapnmengeni setting social atau yang di maksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial
17Abd. Muin Salim dkk, Metodologi Penelitian Tafsīr Maudhū’ī, h. 98.
18Khoirun Nizam, Pengertian Tafsir, Perbedaan Tafsir dan Ilmu Tafsir, sinizam.com, httpa;//www.Sinizam.com/2016/09/perbedaan-tafsir-ilmu-tafsir-al-Qur’an-menurut.html(09 November 2018)
b. Pendekatan teologis, yaitu pendekatan adalah pendekatan yang memahami agama secara harfiah atau pemahaman yang menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.
3. Metede Pengumpulan Data
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengumpulan berarti proses, cara, perbuatan mengumpulkan, penghimpunan dan pengerahan. Data adalah keterangan yang benar dan nyata, yang dapat dijadikan bahan kajian (analisis atau kesimpulan). Dengan demikian, pengumpulan data dapat diartikan sebagai prosedur yang sistematis dan mempunyai standar untuk menghimpun data yang diperlukan, dalam rangka menjawab suatu masalah terhadap penelitian sekaligus mempersiapkan bahan yang dapat mendukung korespondensi sehingga dapat menghasilkan teori yang benar.19
Mengingat penelitian ini, yang menggunakan pendekatan ilmu tafsir maka data primer20 dalam penelitian ini adalah kitab suci al-Qur’an serta kitab- kitab tafsir lainnya, sedangkan yang menjadi data sekunder21pada penelitian ini adalah buku keislaman dan buku yang mempunyai keterkaitan dengan tema penelitian.
19Abd. Muin Salim dkk, Metodologi Penelitian Tafsīr Maudhū’ī, h. 109-111.
20Data primer adalah data empirik yang diperoleh langsung dari objek penelitian perorangan, kelompok dan organisasi. Lihat Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi (Jakarta: Rajawali Press, 2010), h.29.
21Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (dihasilkan dari pihak lain) atau digunakan oleh lembaga-lembaga yang bukan merupakan pengelolanya, tetapi dapat dimanfaatkan dalam suatu penelitian tertentu. Lihat Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, h. 138.
Maka pada saat pengumpulan data, penulis akan melakukan teknik penelusuran yakni dengan menelusuri kata Ḍīzā yang terdapat dalam buku perpustakaan ataupun toko buku lainnya. Serta akan melakukan berbagai macam upaya untuk dapat menemukan buku-buku yang menyangkut dengan tema penelitian ini, misalnya mencari melalui katalog yang terdapat di perpustakaan atau melalui indeks yang terdapat di belakang buku.
4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Karena data penelitian ini bersifat kualitatif, maka penulis juga akan melakukan metode pengolahan data dan analisis data yang sifatnya kualitatif yaitu dalam bentuk pustaka (library risearch). Hal ini bertujuan untuk melakukan anlisis terhadap makna yang terkandung dalam al-Qur’an dengan menggunakan sumber-sumber yang berkaitan dengan Kata Ḍīzā pada penelitian ini. Adapun langkah yang akan dilakukan ialah sebagai berikut:
a. Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, langkah yang ditempuh dalam melakukan pengolahan data dengan menggunakan pola tafsir tahlīlī yaitu:
1) Menyebutkan ayat yang akan dibahas dengan memperhatikan urutan ayat-ayat tersebut sesuai dengan mushaf.
2) Melakukan analisis kosakata atau tafsir al-mufradāt. Antara lain:
ركّذلا ،ةانم ،لّزغلا ،تّللا ،ىثنلاا ،رخلاا ةثلاّثلا،
3) Memberikan penjelasan asbāb an-nuzūl ayat tersebut sehingga dapat membantu memahami ayat di atas (jika ada).
4) Menjelaskan hubungan (munāsbah) baik antara suatu ayat dengan ayat yang lain, maupun antar surah dengan surah yang lain, yang dalam hal
ini penulis mengaitkannya dengan QS al-Najm/53: 19-22 dan QS aṭ- Ṭūr/52: 39.
5) Memperhatikan keterangan-keterangan yang bersumber dari ayat lain, nabi, sahabat, tabi’in dan para mufasir. Adapun yang menjadi rujukan dalam membahas skripsi ini, adapun kitab tafsir al-Qur’an; Tafsir al- Misbah, karya M. Quraish Shihab, Tafsir al-Munīr, karya Wahbah al- Zuhaili, Tafsir al-Qurtubi karya Imam al-Qurtubi, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fathul Qadir, Tafsir al-Azhar, dan Tafsir ath-Thabari.
6) Memberikan penjelasan tentang maksud ayat tersebut dari berbagai aspeknya pada penjelasan yang telah diperoleh.22
Adapun analisis yang di gunakan dalam penelitian ini adalah : b. Analisis Data
1) Deduktif, yaitu melakukan analisis terhadap data dengan melihat data yang bersifat umum kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus.23
2) Induktif, yaitu melakukan analisa terhadap data dengan melihat dari data yang bersifat khusus kemudian menarik kesimpulan yang sifatnya umum.
F. Tujuan dan Kegunaan
Melihat beberapa permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:
22Nur Efendi dan Muhammad Fathurrahman, Studi Al-Qur’an Memahami Wahyu Allah Secara Lebih Integral dan Komprehensif, (Cet. I; Yogyakarta: Kalamedia, 2016). h. 310.
23St. Sutarni dan Sukardi, Bahasa Indonesia 2 (Cet. I; Jakarta: Quadra, 2008), h. 8.
1. Bagaimana mengetahui hakikat kata Ḍīzā dalam QS al-Najm/53: 19-22 2. Bagaiamana mengetahui urgensi memahami kata Ḍīzā dalam QS al-
Najm/53: 19-22
3. Bagaimana mengetahui dampak Ḍīzā dalam QS al-Najm/53: 19-22 Penelitian ini mencakup dua kegunaan, yakni kegunaan ilmiah dan keguna an praktis.
1. Kegunaan ilmiah yaitu melakukan pengkajian dan membahas hal-hal yang mempunyai keterkaitan dengan judul skripsi ini, sehingga dapat memperluas wawasan keilmuan dalam kajian tafsir.
2. Kegunaan praktis, yaitu mengetahui bagaimana konsep Ḍiza dalam al- Qur’an yang akan nantinya menjadi bahan rujukan bagi masyarakat dalam menambah pengetahuan dan juga sebagai salah satu persyaratan wajib dalam menyelesaikan studi.
17 BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Keadilan Menurut Al-Qur’an
Adil secara etimologi berasal dari Bahasa Arab
لادع – ؿد ع ي – ؿدع
artinyameluruskan.1 Menurut terminologi adil ialah menetapkan hukum dengan benar, tidak berat sebelah, atau menyamakan yang satu dengan yang lainnya (al- musā wah). Keadilan dititikberatkan pada pengertian meletakkan sesuatu pada tempatnya (
وماقم فى ئشلا عضك
).2 Hamzah Yaqub mengartikan adil ialah tindakan memberi hak kepada orang lain tanpa menguranginya sedikit pun.3 Maka dikatakan seorang yang adil adalah seseorang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ganda. Sehingga persamaan tersebut yang menjadikan makna adil adalah tidak adanya keterpihakan kepada pihak manapun yang berselisih, yang mana hanya berpihak kepada sesuatu yang benar, dengan sikap yang tidak berpihak sehingga segala sesuatunya akan patut dan tidak sewenang-wenang kehendaknya tanpa keadilan.4Adil dirtikan seimbang, tidak berpihak, dan memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan mengucapkan kalimat yang benar tanpa ditakuti kecuali Allah swt. Sehingga perbuatan adil ialah suatu tindakan yang berdasar pada kebenaran. Sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Mā idah/5: 8 Allah berfirman:
1Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Cet. Ke-25, Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), h. 905.
2Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum islam, Jilid I (Cet I; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h. 25.
3Hamzah Yaqub, Etika Islam (Bandung: CV Diponegoro, 1983), h. 105.
4 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Mizan: Bandung, 2003), h. 44
ٍَ َْٛل ُْٰبََٕش ُُْىََِّٕ ِشْجَ٠ َلْ َٚ ِِۖطْضِمٌْبِث َءۤاَذَُٙش ِ ه ِلِلّ َْٓ١ِِا ََّٛل ا ُْٛٔ ُْٛو ا َُِْٰٕٛا َْٓ٠ِزٌَّا بَُّٙ٠َبٰٰٓ٠ َّلَْا ٍَٰٰٝٓع
ِذْعِاۗ ا ٌُِْٛذْعَر َْ ٍَُّْْٛعَر بَِّث ٌٌۢشْ١ِجَخ َ هاللّٰ َِّْاۗ َ هاللّٰ اُٛمَّرا َٚ ِٜۖ ْٰٛمَّزٌٍِ ُة َشْلَا َُٛ٘ ۗا ٌُْٛ
٨
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.5
Ayat diatas menjelaskan bahwa makna adil adalah keseimbangan dan persamaan memberikan hak seseorang tanpa harus mengurangi atau melebihi takaran. Para ulama memaknai kata adil adalah sebagai berikut:
1. Adil diartikan seimbang
Sebagaimana firman Allah swt QS al-Infithar/82: 6-7
بَُّٙ٠َبٰٰٓ٠ ُِْۙ٠ ِشَىٌْا َهِّث َشِث َن َّشَغ بَِ ُْبَضِْٔ ْلْا َۙهٌََذَعَف َهى هَٛضَف َهَمٍََخ ِْٞزٌَّا ٙ
٧
Terjemahnya:
Wahai manusia, apakah yang telah memperdayakanmu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha mulia, yang telah menciptakanmu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)-mu seimbang? 6
2. Adil diartikan sama
Sebagaimana firman Allah swt dalam QS al-Nisā/4:58
ا ُُّْٛىْحَر َْْا ِسبٌَّٕا َْٓ١َث ُُْزَّْىَح اَرِا َٚ ۙبٍََِْٙ٘ا ٌِٰٰٝٓا ِذٰٕ َِٰ ْلْا اُّٚدَإُر َْْا ُُْو ُشُِْأَ٠ َ هاللّٰ َِّْا ا ًشْ١ ِصَث ٌۢبًعْ١َِّص َْبَو َ هاللّٰ َِّْا ۗ ِٖٗث ُُْىُظِعَ٠ بَِّّعِٔ َ هاللّٰ َِّْا ۗ ِيْذَعٌْبِث
٘٨
Terjemahnya:
5Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 6 (Zamrud Brand Product al- Qur’an Tiga Serangkai, solo: 2014), h. 108.
6Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 30, h.587.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.7
3. Adil diartikan sebagai perhatian terhadap hak individu dan memberikan hak tersebut sesuai dengan yang berhak menerima.
4. Adil dinisbatkan milik Allah swt
Maksudnya ialah keadilan yang mutlak dalam setiap keadaan yang dihadapi oleh setiap manusia. sehingga keadilan ilahi dimaknai sebagai rahmat dan kebaikanNya yang sejauh ini setiap manusia meraihnya.8
Salah satu pemikiran Murtadha Muthahari mengenai konsep keadilan dibagi menjadi 4 bagian, yakni:
a. Keadilan yang dimaknai sebagai arti keseimbangan artinya adalah suatu kondisi manusia yang ingin merasa tercukupi dan bertahan yakni manusia yang dapat melakukan hal-hal bagi dirinya dan sekitarnya secara seimbang.
Sebagaimana firman Allah QS ar-Rahmān/55: 7
َْۙا َزْ١ٌِّْا َعَض َٚ َٚ بََٙعَف َس َءۤبََّّضٌا َٚ
٧
Terjemahnya:
Langit telah Dia tinggikan dan Dia telah menciptakan timbangan (keadilan dan keseimbangan)9
b. Adil yang dimaknai sebagai persamaan makna terhadap perbedaan. Yang dimaksudkan dari keadilan adalah suatu upaya guna mempelihara persamaan ketika hak atasnya sama.
7Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 4 (Zamrud Brand Product al- Qur’an Tiga Serangkai, solo: 2014), h. 87.
8Syaikh Abdurrahman, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Surabaya: PT Karya Agung, 2010), h. 51
9Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 27 (Zamrud Brand Product al- Qur’an Tiga Serangkai, solo: 2014), h. 531.
c. Adil yang dimaknai sebagai arti memelihara hak-hak dari setiap individu dan memberikan hak-hak tersebut kepada setiap orang yang menerimanya.
Kemudian konsep keadilan menurut Madjis Khadduri menggambarkan dalam dua kategori, yakni:
a. Aspek substantif yakni berupa elemen-elemen atau bagian dari keadilan dalam substansi syariat (keadilan substansif).
b. Aspek prosedural yakni berupa elemen-elemen atau bagian dari keadilan dalam hukum prosedural yang dilaksanakan.
B. Konsep Ketidakadilan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan mengenai konsep keadilan dalam pandangan al-Qur’ān dan para ulama maka konsep dari ketidakadilan merupakan kebalikan dari keadilan itu sendiri. Maka jika hendak didefinisikan mengenai teori dari ketidakadian maka bisa dikatakan bahwa ‚tidak adil adalah tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya, maka dapat dikatakan bahwa seseorang yang tidak adil adalah seseorang yang sikapnya selalu menggunakan ukuran yang double atau ganda. Sehingga hal tersebut yang menjadikan adanya keterpihakan kepada seseorang yang sedang berselisih.‛
Tidak adil dapat dimaknai tidak seimbang dan tidak memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya. Ketidakadilan dapat juga diartikan sebagai segala bentuk tindakan, keputusan, atau perlakuan yang berpihak dan memberikan suatu keputusan yang berat sebelah, tidak berpedang teguh pada kebenaran, melakukan perbuatan sewenang-wenang. Maka dalam hal ini ketidakdilan dapat didefenisikan tidak menyampaikan segala sesuatu yang menjadi haknya sekaligus tidak menjaga atau memelihara dan mengambil yang bukan haknya.
C. Macam-macam Ketidakadilan
Dalam pembagiannya bahwa ketidakadilan terbagi menjadi tiga bagian yakni sebagai berikut:
1. Ketidakadilan Kepada Allah
Salah satu ketidakadilan yang dilakukan oleh manusia kepada Allah yaitu syirik, kufur, dan munāfiq.10 Diantaranya sebagai berikut:
a. Syirik
Syirik berasal dari kata
ؾرش
(syarika) yang artinya bercampur, berserikat, atau mempersekutukan. Menurut terminologi syirik adalah perbuatan yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain selain Allah swt.11Dalam ilmu tauhī d, dijelaskan bahwa syirik yaitu mempersukutukan Allah dengan sesuatu yang lain, baik itu mempersekutukan melalui dzatNya, sifat-sifatNya, ataupun mengenai ketaatan yang seharusnya ditunjukan seorang hamba hanya kepada Allah swt. Syirik adalah lawan kata dari tauhī d yang artinya mengesakan Allah dan mensucikanNya dari segala sesuatu jenis yang dapat mempersekutukanNya. Dalam al-Qur’an banyak bentuk kata yang berasal dari akar kata syirik, diantaranya yakni: QS al-A’rāf/7: 173, QS az-Zumar/39: 65, QS al-An’ām/6: 81, QS al-Baqarah/2: 96, dan lain sebagainya.12 Syirik merupakan perbuatan dosa yang tidak dapat diampuni sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an QS an-Nisā/4: 48, bukan berarti karena Allah iri hati akan tetapi
10Maizuddin, M. Nur, Manusia Dan Kezaliman, Cet. 1 (Fakultas Ushuluddin: UIN Ar- Raniry), h. 36.
11Margiono, Akidah-Akhlak, (Jakarta:Yudhistira, 2011), 33.
12Harun Nasution, et. al., Ensiklopedia Islam., 309.
hal itu mustahil bagiNya dan syirik itu bisa merusak akhlak manusia.
sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an QS Luqmān/31: 13
ٌُْ١ِظَع ٌٍُُْظٌَ َن ْشِّشٌا َِّْاۗ ِ هلِلّبِث ْن ِشْشُر َلْ ََُّٟٕجٰ٠ ُٗٗظِعَ٠ َُٛ٘ َٚ ِْٖٕٗث ِلْ ُٓ ّْٰمٌُ َيبَل ْرِا َٚ
ٖٔ
Terjemahnya:
(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasihatinya,
‚Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar.13
Syirik termasuk perbuatan yang dilakukan oleh manusia kepada Allah swt. Perbuatan ini sangat berbahaya, karena perbuatan ini adalah perbuatan yang dapat mengakibatkan amal yang dilakukan oleh manusia tidak diterima oleh Allah, sehingga amal perbuatan mereka menjadi sia-sia. Karena syarat utama diterima dan dinilainya amal adalah lakukan dengan ikhlas karena Allah swt.14 b. Kufur
Kata kufur secara bahasa berarti menyembunyikan atau menutupi.
Sedangkan menurut syari’at kata kufur adalah menolak kebenaran dan berbuat kufur kerena kebodohannya. Adapun pengertian kufur yang hakiki ialah keluar dan menyimpang dari landasan iman. Defenisi lain mengatakan bahwa kata kufur secara bahasa yakni penutup.15 Sedangkan menurut syar’i yakni tidak beriman kepada Allah dan RasulNya, baik dengan mendustakannya ataupun tidak mendustakannya. Berikut telah dijelaskan macam-macam kekufuran terbagi dalam dua macam yakni:16
13Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 21 (Zamrud Brand Product al- Qur’an Tiga Serangkai, solo: 2014), h. 412.
14H. Abdul Rozak, Aqidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 247- 248.
15Abdul Khalid, Garis Pemisah Antara Kufur dan Iman, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 77-79.
16Al-Fauzan, Kitab Tauhid, h.14.
1) Kufur Akbar (kufur besar) yakni kufur yang dapat mengeluarkan pelaku dari agama islam. Kufur ini terbagi m enjadi beberapa bagian yakni:
(a) Kufur Takżib (kufur karena mendustakan), sebagaimana firman Allah dalam QS al-Ankabūt/29: 68
ََََُّٕٙج ِْٟف َشْ١ٌََا ۗ َٖٗءۤبَج بٌََّّ ِّكَحٌْبِث َةَّزَو َْٚا بًثِزَو ِ هاللّٰ ٍََٝع ٜ ٰشَزْفا َِِِّّٓ ٍَُُْظَا َِْٓ َٚ
َْٓ٠ ِشِف ٰىٌٍِّْ ٜ ًْٛثَِ
ٙ٨
Terjemahnya:
Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang-orang yang mengada- adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah neraka Jahanam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?.17
(b) Kufur Libā’ wa al-Istikbar ma’at-Tasdīq (kufur karena menolak dan sombong), sebagaimana firman Allah dalam QS al-Baqarah/2: 34
ِف ٰىٌْا َِِٓ َْبَو َٚ َِۖشَجْىَزْصا َٚ ٰٝثَا َۗشْ١ٍِْثِا ٰٓ َّلِْا ا ُْٰٓٚذَجَضَف َََدٰ ِلْ ا ُْٚذُجْصا ِخَىِٕى ٌٍٍَِّْٰۤ بٍَُْٕل ْرِاَٚ
َْٓ٠ ِش
ٖٗ
Terjemahnya:
(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‚Sujudlah kamu kepada Adam!‛ Maka, mereka pun sujud, kecuali Iblis. Ia menolaknya dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan kafir.18
Kekufuran semacam ini adalah kufuran yang dilakukan Iblis yang dikutuk oleh Allah, karena Iblis sebenarnya tidak menginginkan perintah Allah dan tidak mengingkarinya (tidak melawannya dengan keingkaran), tetapi menerimanya dengan iba (enggan untuk taat/melaksanakannya atau diterima dengan penuh kesombongan).
17Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 28 ( Zamrud Brand Product al- Qur’an Tiga Serangkai, solo: 2014 ), h. 393.
18Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 1, , h. 6.
(c) Kufur syak (kufur karena ragu), sebagaimana firman Allah dalam QS Ibrahīm/14: 9
...
َِّٔا ا ٌُْٰٓٛبَل َٚ
ٍتْ٠ ِشُِ ِْٗ١ٌَِا ٰٓبََٕٔ ُْٛعْذَر بَِِّّّ ٍّهَش ِْٟفٌَ بَِّٔا َٚ ِٖٗث ُُْزٍِْص ْسُا ٰٓبَِّث بَٔ ْشَفَو ب ٩
Terjemahnya:
‚Sesungguhnya kami tidak percaya akan ajaran yang kamu bawa dan kami benar-benar dalam keraguan yang menggelisahkan menyangkut apa yang kamu serukan kepada kami‛.19
Orang yang meragukan (tidak secara pasti membenarkan atau meragukan), apa yang dibawa oleh Rasulullah saw termasuk orang kafir.
(d) Kufur I’raḍ (kufur karena berpaling), sebagaimana firman Allah dalam QS al-Ahqāf/46: 3
َْ ُْٛض ِشْعُِ ا ْٚ ُسِزُْٔا ٰٓبََّّع ا ْٚ ُشَفَو َْٓ٠ِزٌَّا َٚ
...ٖ
Terjemahnya:
Dan orang-orang yang kufur berpaling dari peringatan yang diberikan kepada mereka.20
Kufur ini dapat dibuktikan dengan berpaling dari apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. Dia tidak membenarkannya, tetapi juga tidak membohongkannya. Dia hanya berpaling sehingga termasuk orang yang menganiaya dirinya sendiri dan termasuk orang-orang yang berdosa.
2) Kufur Asgar (kufur kecil) yakni kufur yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama yang di anutnya. Kufur ini bersifat amali (amalan), yakni dosa-dosa yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-
19Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 13, (Zamrud Brand Product al- Qur’an Tiga Serangkai, solo: 2014), h. 256.
20Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 26 h. 502.
Sunnah sebagai sebuah kekufuran itu tidak sampai pada kufur akbar.
Contohnya seperti kufur nikmat sebagaimana disebutkan dalam firman Allah QS an-Nahl/16: 83
َْ ْٚ ُشِف ٰىٌْا ُُُ٘ ُشَثْوَا َٚ بََٙٔ ْٚ ُشِىُْٕ٠ َُُّث ِ هاللّٰ َذَّْعِٔ َْ ُْٛف ِشْعَ٠ ࣖ
٨ٖ
Terjemahnya:
Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang kafir.21
c. Munā fiq
Akar kata dari munā fiq adalah
نااقفن – اقفن – قفني – قفن artinya as-
sarābun fil al-ad (membuat lubang di bumi).22 Munāfiq adalah pelaku dari sesuatu yang memiliki sifat nifāq. Kata ini dapat diartikan dengan Nāfiqa Lil Yarbu yakni keluar dari lubang persembunyian binatang seperti tikus,23 dalam hal ini antara lubang tikus dan kemunafikan memang sejajar. Jika kita melihat dari penjelasan tersebut bagian atas (luar) liang tikus tertutup dengan tanah, sedangkan bagian bawah berlubang. Demikian pula dengan kemunafikan yang bagian luarnya adalah Islam sedangkan dalamnya merupakan keingkaran serta penipuan.24
Kata munāfiq berarti buat-buat atau pura-pura, dan adapun masdarnya nifāq berarti kepura-puraan yaitu keluar dari keimanan secara diam-diam.25 Dari
21Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Juz 14 (Zamrud Brand Product al- Qur’an Tiga Serangkai, solo: 2014), h. 276.
22Abī al-Fadl Jamāl al-Dīn Muhammad bin Mukarram bin Manzūr al-Mishrī, Lisān al-
‘Arab Jilid 16 (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-‘Arabi, t.th), h. 358.
23Husin Ibn Awang, Qāmūs al-Tulāb, Cet. Ke-1, (Kuala Lumpur: Dar al-Fikr, 1994), h.
1041.
24M. Quraish Shihab dan dkk, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya, (Jakarta: Internusa 1997), h. 277.
25Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia (Yogyakarta: Pondok Pesantren al- Munawwir 1984), h. 1548.
kata nifāq tersebut, maka al-Raghib al-Ashfahani berkata bahwa seorang munafiq, bisa terlihat bahwa ia masuk islam dari pintu satu dan keluarnya dari pintu yang lain.26 Adapun macam-macam dari nifāq dibagi menjadi dua macam:
1) Nifaq I’tiqadi (nifaq keyakinan)
Nifaq ini juga disebut sebagai perbuatan uang