PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Fokus Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Bagi masyarakat, kajian ini sendiri bermanfaat sebagai upaya untuk menciptakan kesadaran khususnya di pedesaan mengenai perkawinan poligami, agar perkawinan poligami tidak disalahgunakan dan tidak timbul kesalahpahaman di kalangan masyarakat tentang perkawinan poligami, dan perkawinan poligami tidak salah. adalah. karena ada baik dan buruknya. Baiknya kamu bisa membantu perempuan lain mengurus rumah tangga dan rumah yang diurusnya, sedangkan buruknya adalah masalah kecemburuan antara perempuan yang satu dengan perempuan lainnya. Bagi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember dapat dijadikan sebagai kumpulan referensi penelitian-penelitian terdahulu, atau sebagai kajian ilmiah lainnya tentang “Konsep Poligami yang Adil dalam Satu Atap Menurut pandangan KH.
Definisi Istilah
Keadilan berarti setara atau tidak memihak atau tidak memihak salah satu pihak.6 Atau bisa juga disebut keadilan yang merupakan aspek terpenting dalam proses hukum. Jadi poligami adalah suatu sistem perkawinan dimana seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu isteri dalam satu waktu.7 Para ahli kemudian menggunakan istilah poligini untuk menyebut seorang laki-laki yang mengawini lebih dari satu isteri, di luar poligami.
SistematikaPembahasan
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Penelitian Terdahulu
Thoifur Al-Bustomi As-Sholihan yang penelitian sebelumnya membahas tentang konsep keadilan dalam poligami (Analisis Perspektif Hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan).
Kajian Teori
- Pengertian Poligami
- Dasar Hukum Poligami
- Hukum Berlaku Adil Kepada Para Istri
Thoifur Al-Bustomi mengenai konsep poligami yang adil yang dijelaskan KH tidak bisa dilaksanakan. Thoifur Al-Bustomi kembali ke kampung halamannya untuk membantu mengajar para santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kalimalang. Thifur Al-Bustomi melakukan poligami dalam satu atap karena permintaan istri pertamanya tidak mudik karena istri keduanya sedang berada di tempat lain.
Thifur Al-Bustomi tinggal satu atap dengan seorang pelaku poligami, dan menurut wawancara peneliti dengan istri keduanya, ia juga bersedia ditempatkan satu atap dengan istri pertamanya. Thoifur Al-Bustomi melakukan poligami dalam satu atap karena pernikahan merupakan ibadah pertama dan utama yang dilakukan oleh mereka yang mampu. Thoifur Al-Bustomi belum mampu memperlakukan istri-istrinya secara adil, khususnya istri kedua, dalam hal pembagian, karena istri pertama selalu sewenang-wenang dan ingin memenangkan istri kedua sendiri.
Thoifur Al-Bustomi terhadap istri-istrinya, khususnya terhadap istri pertama yang bersikap sewenang-wenang terhadap orang lain, dan diharapkan lebih adil dalam pemerataan pembagian.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Lokasi Penelitian
Alasan peneliti memilih tempat ini sebagai lokasi penelitian karena merupakan pondok pesantren yang pengasuhnya adalah KH.
Subyek Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Yaitu metode pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk memperoleh informasi verbal melalui percakapan yang dilakukan peneliti dengan subjek. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur, dimana peneliti mengajukan pertanyaan secara bebas, pokok-pokok pertanyaan yang dirumuskan tidak harus ditanyakan secara berurutan dan pilihan kata tidak baku tetapi disesuaikan pada saat wawancara. pada situasi tersebut. Merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mendeteksi dan mencari data mengenai hal-hal berupa rekaman, foto dan sejenisnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
Analisis Data
Keabsahan Data
Sedangkan jenis triangulasi yang akan peneliti gunakan adalah: triangulasi sumber dan triangulasi teknis. 43 Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui sumber yang satu dengan sumber yang lain. Dan teknik triangulasi untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data terhadap sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Tahap-Tahap Penelitian
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
Gambaran Obyek Penelitian
- Sejarah Pondok Pesantren Al-Falah
- Visi dan Misi Pondok Pesantren Al-Falah
- Tujuan dan Fungsi
- Struktur Organisasi
- Biografi KH. M. Thoifur Al-Bustomi
Sistem Pondok Pesantren Al-Falah terdiri dari TPQ bagi santri yang masih belajar Al-Quran yang berada di luar pondok pesantren atau di dalam pondok pesantren. Sejak tujuh tahun berdirinya Pondok Pesantren Al-Falah, telah terjadi penataan dan perubahan sistem pendidikan pondok pesantren dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan formal guna mencapai derajat kesetaraan yang optimal antara santri dan madrasah. siswa di bawah pengasuh Alm. Dapat dikatakan bahwa Pondok Pesantren Al-Falah merupakan pondok pesantren yang alumni-alumninya sangat rendah hati terhadap masyarakat dan guru-gurunya, ustadz dan ustadzah.
Dikenal dengan airnya yang deras dan mengalir sepanjang musim, sungai ini memberikan banyak kehidupan bagi para pelajar dan masyarakat sekitar. Fungsi pesantren adalah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya diberikan secara informal (sistem bandongan dan sorogan), dimana kyai mengajar santrinya berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh para ulama. - para 'ulama' besar sejak Abad Pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal di gubuk atau asrama di pesantren. Siti Muawanah memiliki empat saudara kandung yaitu Ro'ihatul Jannah, S.Pd, Tantowi Djauhari, S.Pd dan Roudlotul Jannah.
Thoifur Al-Bustomi belajar dari Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Pare Kediri pada tahun 1983 hingga 1997 dan untuk pengabdian serta memperdalam ilmunya dalam membaca kitab KH. Thoifur Al-Bustomi melanjutkan di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Jawa Tengah pada tahun 1997 hingga 2000. Thoifur Al-Bustomi menikah pertama kali dengan Neng Layyinatul Hasanah, enam tahun lebih muda dari KH.
Thoifur Al-Bustomi, lahir pada 5 Oktober 1981, terdaftar sah di KUA dan mempunyai empat orang putra. Neng Layyin berasal dari keluarga lulusan pesantren yang fokus pada qiro'at dan tahfidz, namun Neng Layyin bukan seorang hafidzoh, ia hanya fokus pada qiro'at. Thoifur Al-Bustomi melangsungkan pernikahan keduanya dengan Neng Siti Muzayyanah yang usianya 26 tahun lebih muda dari KH.
Thoifur Al-Bustomi belum genap tujuh belas tahun dan pernikahannya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Keluarga Neng Yana berasal dari masyarakat biasa, pekerjaan orang tuanya hanya sebagai petani, tidak pernah bersekolah. Prestasi Neng Yana termasuk yang terbaik di antara teman-teman sekelasnya, Neng Yana juga pandai tartil dan qiro'at.
Penyajian Data dan Analisis
- Latar belakang KH. M. Thoifur Al-Bustomi melakukan
- Konsep poligami dalam satu atap menurut pandangan KH. M
- Konsep adil poligami dalam satu atap menurut pandangan KH
Thoifur Al-Bustomi melakukan poligami, hal ini sangat berbeda dengan jawaban yang diberikan KH. Thoifur Al-Bustomi menjelaskan, poligami satu atap atau tidak, konsep poligami sama saja, intinya harus ada kemauan. Thoifur Al-Bustomi takut akan sifat sewenang-wenang istri pertama yang merasa ingin menguasai segala sesuatunya sendiri dan ketika KH.
PENUTUP
Kesimpulan
Ketiga, setiap perempuan akan mempunyai keturunan yang berbeda pula dari segi penampilan dan sifat-sifatnya, karena tujuannya adalah untuk menghasilkan anak yang shaleh dan bertakwa, dan bukan hanya mempunyai satu perempuan saja. Persetujuan istri merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pasangan suami istri yang ingin berpoligami, hal ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 58 huruf a, dan KHI, Pasal 5 huruf a. 3. Konsep poligami yang adil dalam satu atap sesuai visi KH. Sebab kebutuhan perempuan akan berbeda-beda, baik yang mempunyai satu anak maupun yang mempunyai lima anak.
Kedua, seorang suami harus berlaku adil terhadap istrinya dengan membagi shiftnya, yang meliputi 1) membagi shiftnya, 2) membagi shiftnya saat bepergian. Thoifur membagi shiftnya sama rata agar tidak ada istri yang merasa iri atau dengki, jika sehari sebelumnya bersama istri pertama, maka lusanya bersama istri kedua. Thoifur membagi waktunya antar istri-istrinya dengan bergantian satu hari untuk istri pertama dan satu hari untuk istri kedua, kecuali hari libur, serta membagi shiftnya dua kali untuk istri pertama dan dua kali untuk istri kedua.
Namun pembagian waktu belum bisa dikelola secara maksimal, karena masih terlihat KH. Thoifur lebih sering bersama istri pertamanya, namun dijelaskan: satu hari dengan istri pertama dan satu hari lagi dengan istri kedua. Hal itu juga dilakukan Thoifur karena ulah istri pertamanya yang memintanya kembali ke rumah orang tuanya dan sampai-sampai ingin bercerai.
Saran-saran
Namun ia kurang mengamalkannya secara maksimal, apalagi bagi istri keduanya yang merasa selalu diabaikan oleh KH. Bagi masyarakat (umum) : khususnya bagi keluarga yang berpoligami diharapkan lebih meningkatkan kesadaran untuk dapat menjaga keharmonisan dalam keluarga, terutama berperilaku adil terhadap istri, walaupun tidak mampu berperilaku adil, cukup satu saja. istri saja sudah cukup. Kalau sudah poligami, jangan hanya berpihak.hanya untuk satu istri.