• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP KUASA ASUH MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "KONSEP KUASA ASUH MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SKRIPSI"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) Fakultas Syariah

Prgram Studi Hukum Keluarga

Oleh :

MUHAMMAD AS’AD ALMUZAKI NIM : S20181098

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACMAD SHIDDIQ JEMBER

FAKULTAS SYARIAH

NOVEMBER 2022

(2)

ii

diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) Fakultas Syariah

Prgram Studi Hukum Keluarga

Oleh :

MUHAMMAD AS’AD ALMUZAKI NIM : S20181098

Disetujui Pembimbing

Moh. Ali Syaifuddin Zuhri. S.E.I., M.M.

NUP. 201603101

(3)

iii

SKRIPSI

telah diuji dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Fakultas Syariah

Program Studi Hukum Keluarga Hari : Selasa

Tanggal :15 November 2022 Tim Penguji

Ketua Sekretaris

Anisah, S.Ag., M.Hum.

NIP. 197403291998032001

Badrut Tamam, S.H., M.H.

NUP. 202012187 Anggota:

1. Robitul Firdaus, M.A.,Ph.D. ( )

2. Moh. Ali Syaifudin Zuhri, S.E.I., MM. ( )

Menyetujui Dekan Fakultas Syariah

Prof. Dr. Muhammad Noor Harisudin, M.Fil.I NIP. 197809252005011002

(4)

iv





















“Wahai orang-orang yang beriman periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat malaikat yang kasar dan keras yang tidak durhaka kepada Allah SWT terhadap

apa yang perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahakan” (Q.S AT-Tahrim Ayat 6).1

1 Departemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan Terjemahan, Surah At Tahrim Ayat 6, (Jakarta, Al Mahira, 2015), 560.

(5)

v

selesainya penulisan skripsi dari awal hingga detik ini, maka dari itu penulis mempersembahkan skripsi ini kepada :

1. Orang tua saya Bapak dan Ibu saya serta keluarga saya, karena berkat dukungan do‟a dan finansial saya bisa terus belajar hingga menyelesaikan skripsi ini.

2. Diri saya sendiri karena telah bisa bertahan, sabar dan telaten tetap semangat mengerjakan skripsi ini walaupun banyak problematika di perjalananya.

3. Seluruh saudaraku semua warga Persaudaraan Setia Hati Terate Komisariat UIN KHAS JEMBER, yang selalu mensuport dengan kata kata “sepiro gedhening sengsoro yen tinompo among dadi cobo”.

4. Segenap teman teman keluarga Unit Beladiri Mahasiswa UIN KHAS JEMBER, yang mana pada proses pengerjaan skripsi ini telah difasilitasi tempat untuk saya.

5. Seluruh kawan kawan Ma‟had Lumba lumba yang selalu menghibur dikala pusing memikirkan tugas akhir.

6. Segenap civitas akademik Fakultas Syariah UIN KHAS JEMBER Staf, Para Dosen Pengajar, Karyawan, Ormawa dan seluruh mahasiswa semoga di berikan kesehatan dan semangat mengabdi berproses di kampus tercinta UIN KHAS JEMBER.

(6)

vi

makhluknya. Seruan Sholawat dan ucapan salam semoga tersampaikan serta tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW, para Dzuriyyah beliau, Sahabat beliau serta para orang alim yang meneruskan perjuangan beliau mesyiarkan panji panji kebenaran yaitu Agama Islam. Puji syukur Alhamdulillah yang sangat mendalam karena telah tersusunya skripsi ini yang berjudul “Konsep Kuasa Asuh Menurut Hukum Islam dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak” dengan usaha jerih payah semaksimal mungkin. Pembahasan dalam skripsi ini semoga bisa menjadi sebuah penelitian karya ilmiah yang bisa memberikan kontribusi keilmuan kepada umat Islam khususnya dan seluruh masyarakat umumnya. Supaya bisa dibaca dan dipahami tentang bagaimana konsep kuasa asuh anak pasca terjadinya perceraian, agar mempunyai landasan hukum cara pengasuhan anak sehingga para anak menjadi generasi penerus peradaban bangsa yang unggul.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Babun Soeharto, S.E., M.M selaku Rektor UIN KHAS JEMBER.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Noor Harisuddin, M.Fil.I selaku Dekan Fakultas Syariah.

(7)

vii

5. Ibu Dr. Sri Lumatus Sa‟adah, M.H.I selaku Wakil Dekan II.

6. Bapak Dr. Martoyo, S.H.I., M.H. selaku Wakil Dekan III.

7. Ibu Inayatul Anisah, S.Sg, M.Hum. selaku Kaprodi Hukum Keluarga.

8. Laboraturium Fakultas Syariah dan segenap civitas akademika Fakultas Syariah UIN KHAS JEMBER.

Akhir kata, sudah tidak ada lagi yang dapat saya haturkan kecuali rasa terima kasih serta permohonan do‟a agar Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa membalas dengan segala bentuk bertambahnya kebaikan yang dilakukan penuh rasa kesadaran, bahwa penelitian ini masih kurang dari kata sempurna, sehingga sangat berharap adanya kritik dan saran dari semua pihak agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi dan semoga penelitian skripsi ini menjadikan lantaran amal kebaikan kepada sesama umat manusia dan umat beragama.

Jember, 25 September 2022 Penulis,

Muhammad As’ad Almuzaki NIM. S20181098

(8)

viii

Kata Kunci : Kuasa Asuh, Hukum Islam, dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Kuasa asuh pasca terjadinya perceraian orang tua hal yang sangat urgent, perihal kehidupan anak yaitu dengan pertumbuhan dan perkembanganya merupakan sumber daya manusia yang sangat berarti dan dapat dihandalkan sebuah keniscayaanya yang tak terelakan. Baik orang tua khususnya, keluarga, masyarakat, sampai Bangsa Negara. Mengingat anak merupakan generasi bangsa penerus peradaban yang akan datang harus dijadikan sebagai generasi yang unggul bermartabat, oleh karena itu harus sangat diperhatikan dan dioptimalkan tumbuh kembang serta perlindungannya agar harapan itu semua terwujud.

Dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, sudah dijelaskan peraturan bagaimana kuasa asuh pasca terjadinya perceraian dan melindungi anak.

Fokus penelitian ini terdapat dua poin diantaranya yaitu meliputi : 1) Bagaimana konsep pengaturan kuasa asuh anak menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak 2) Bagaimana relevansi kuasa asuh anak menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui pengaturan konsep kuasa asuh dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. 2) Untuk mengetahui relevansi konsep kuasa asuh dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Jenis penelitian ini kepustakaan (libray research) merupakan penelitian pustaka yang bersifat yuridis-nomatif (legal research). Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu statue approach (pendekatan Perundang- undangan) dan conseptual approach (pendekatan konseptual).

Pada penelitian ini terdapat kesimpulan yang diteliti oleh peneliti yaitu tentang. 1) Kuasa asuh anak setelah peristiwa perceraian dari Pasal KHI dan UUPA timbul poin-poin yang intinya mejamin, melindungi, hak keberlangsungan hidup anak yang mempunyai kuasa ialah pihak ibu dengan berbagai pertimbangan dari isi pasal 2) Relevansi dari kedua dasar hukum tersebut sudah dikomparasikan dengan mengkualifikasikan dari segi perbedaan dan persamaan, hasilnya anak mendapat kuasa asuh dan mewakili serta melindunginya dari perbutan hukum di dalam maupun di luar Pengadilan.

(9)

ix

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Definisi Istilah ... 14

F. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN ... 18

A. Penelitian Terdahulu ... 18

B. Kajian Teori ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 42

B. Sumber Bahan Hukum ... 43

C. Tekhnik Pengumpulan Bahan Hukum ... 45

(10)

x

A. Pendapat Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Terhadap

Konsep Kuasa Asuh ... 48

B. Relevansi Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Terhadap Konsep Kuasa Asuh ... 64

BAB V PENUTUP ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah suatu ikatan perjanjian yang sangat begitu kuat (mitsqonghalidzan) yang mengikuti perintah Allah SWT barang siapa yang menjalankannya merupakan suatu bentuk ibadah.2 Perkawinan termasuk suatu acara yang disakralkan bagi yang menjalankanya sesuai dengan tuntunan Agama dan Negara, dan suatu perkawinan memiliki tujuan mulia yaitu menayatukan dua keluarga untuk membangun keluarga baru yang harmonis atau keluarga yang Sakinah Mawadah Warohmah.3 sedangkan fungsi esensi dari sebuah perkawinan adalah untuk memperoleh regenerasi manusia selanjutnya yaitu keturunan biologis sebagai generasi penerus Orang tua, Keluarga, Bangsa, dan umat Agama di peradaban yang akan datang.4 Selain itu fungsi daripada perkawinan juga sebagai media untuk lebih mendekatkan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah SWT sebab dengan melakukan perkawinan manusia dapat terhindar dari fitnah serta hal-hal yang diharamkan oleh syari‟at bahkan setelah melakukan perkawianan tindakan positif apasaja yang dilakukan didalamnya dengan pasangannya terhitung sebagai ibadah, kemudian selain itu perkawinan juga suatu bentuk jalan fitrah manusia khususnya ummat islam untuk menuntaskan gejolak nafsu

2 Sekretaris Negara Republik Indonesia, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, Pasal 2.

3 Aulia Muthia, Hukum Islam dan Dinamika Seputar Hukum Keluarga, (Jogjakarta, Pustaka Baru Press, 2021), 50.

4 Al Gazali, Menyingkap Hakekat Perkawinan Islam, (Bandung : Karisma, 1999), 35.

(12)

biologisnya dalam dirinya.5 Relevan sekali dengan penyataan Al-Ghazali yang menyatakan bahwa perkawinan mempertemukan dua insan manusia dan keluarga untuk bertaqqorub saling mengenal serta saling bersilaturahmi itu semua suatu bentuk ibadah yang disenangi Allah SWT secara tidak langsung berorientasi upaya untuk mendekatakan hubungan dengan Allah SWT.

Ada makna landasan yang berarti dari pernyataan Al-Ghazali tentang fungsi perkawinan yaitu taqorrub nya dua insan dan keluarga yang berbeda yang mempunyai tujuan supaya menghasilkan generasi yaitu keturunan berupa anak. Terdapat empat aspek menurut pendapat Imam Al-Ghazali. Pertama, memohon berharap keridhoan Allah SWT dengan membuat generasi yaitu berupa keturunan anak untuk mempertahankan kelestarian ummat manusia yang merupakan hamba Allah SWT. Kedua, berharap keridhoan serta syafaat Nabi Agung Muhammad SAW dengan menghasilkannya keturunan otomatis umat Nabi semakin banyak, dengan itu kelak di hari akhir yaitu kiamat beliau akan merasa bangga sekali karena umatnya banyak. Ketiga, dengan dihasilkannya keturunan berupa anak berharap menjadi insan yang soleh dan solehah supaya bisa mendoakan orang tua yang melahirkannya serta keluarganya baik semasa masih hidup dan sudah meninggal dunia. Keempat apabila mempunyai anak dan atas kehendak Allah SWT dicabut nyawanya yaitu meninggal dunia saat sebelum usia dewasa atau masih bayi bisa kelak di akhirat dimintai syafa’at kepada anak tersebut.

5 Mahmud Suyuti, “Recheten Student Journal,Sharia Faculty, Islamic Istitute of Jember”, Pandangan Tokoh Masyarakat Pada Perilaku Pasangan Calon Pengantin Selama Masa Khitbah di Kelurahan Gebang Kecamatan Patrang Kabupaten Jember, (Agustus, 2021), 159.

(13)

R. Abdul Djamali menjelaskan, seseorang akan melakukan suatu perkawinan ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dan disiapkan dahulu, diantaranya : Pertama, harus benar matang dan siap untuk kawin dengan firman Allah SWT juga matang serta siap dalam segi finansial sandang, pangan, papan dan kebutuhan lainya. Kedua, berusaha selektif serta cermat dalam memilah-milih dan menentukan calon pasangan hidupnya, dapat dilihat dari akhlak prilakunya setiap hari. karena itu merupakan pasangan hidup kita selamanya sampai akhir hayat dan yang mengurus rumah tangga sehari hari tidak semua orang bisa mengurus rumah tangga dengan baik, semua orang bisa dengan mudah melangsungkan perkawinan tetapi yang susah adalah berumah tangganya.6

Dalam sebuah ikatan hubungan perkawinan pasti antara suami dan istri mempunyai serta terbentuk sebuah hak dan kewajiban. Semua itu wajib dilaksanakan sesuai kodrat dan tugasnya masing-masing seiring berjalannya waktu pasti ada suatu gejolak kurang harmonisnya hubungan emosional antar kedua belah pihak entah dari apapun sehingga terjadi gangguan komunikasi, oleh daripada itu tidak menutup kemungkinan dalam hubungan perkawinan tersebut akan terjadi perceraian dan pastinya perceraian memberikan dampak hukum kepada semua pihak beserta anaknya yang lahir. Anak akan berada dalam keluarga yang tidak harmonis berbeda dengan keluarga lainya yang tidak mengalami perceraian. Terpaksa mau tidak mau seorang anak harus ikut dengan salah satu orang tuanya saja entah dengan ibu atau bapaknya. Kejadian

6 R. Abdul Djamali, Hukum Islam, (Bandung: Mandar Maju, 2002), 81-83.

(14)

tersebut sangat berdampak buruk pada kondisi psikis anak, perceraian bagi anak merupakan pertanda matinya keutuhan keharmonisan keluarganya sehingga separuh diri kehidupan anak hilang tercermin kesedihan yang mendalam serta perasaan kehilangan yang sangat menyakitkan, serta dilema kebingungan bagaimana keberlangsungan hidupnya pasca terjadinya perceraian tersebut.

Kuasa asuh anak memang merupakan kodrat orang tua yang diberikan Allah SWT khususnya sang ibu yang merupakan orang yang paling dekat dan paling mengasihi anaknya. Tugas orang tua mengasuh anak anaknya apalagi ketika anak anaknya masih belum dikategorikan dewasa dihukumi wajib maka kalau orang tua membiarkan atau tidak mengasuh anak anaknya berarti sama saja dengan menjerumuskan anak anaknya juga mejerumuskan dirinya ke jurang kebinasaan.7 Pada dasarnya anak wajib mendapatkan hak asuh tersebut karena sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak agar menjadi penerus peradaban yang memang unggul dan mumpuni untuk menjadikan bangsa yang berkemajuan dan itu merupakan orang tua khususnya.8

Pengasuhan dan pemeliharaan anak merupakan hal yang sangat penting sekali. Maka dari itu Agama Islam sudah mengajarkan dua landasan dalam mengurus kehidupan anak diataranya yaitu : Pertama, kedudukan dan hak hak anak. Kedua, pembinaan dan asuhan jaminan sepanjang

7 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid III, Terjemah, Abu Aulia dan Abu Syauqina, (Jakarta : Republika PT. Pusaka Adi Bangsa,2018), 521.

8 Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia,(Bandung, Citra Aditya, 2003), 62.

(15)

pertumbuhanya.9 Menurut Hukum Islam, pengasuhan dan pemeliharaan anak disebut Hadhanah,10 yang mempunyai arti mengasuh dan memelihara anak serta menjaganya mendidik jasmani, rohani dan memikul tanggungjawabnya.

Walaupun kondisi anak sudah down setelah terjadinya perceraian anak tetap wajib mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan dan perlindungan oleh karena itu anak harus didik sebaik mungkin dalam kondisi keluarga yang rukun harmonis penuh cinta kasih saling memahami dan mengerti antar sesama.

Anak juga wajib diberikan bekal untuk hidup bersosial dalam bermasyarakat agar bisa berkomunikasi baik dengan lingkungan masyarakat dengan keadaan damai saling menghormati dan tenggang rasa.

Anak mempunyai kedudukan sangat berarti yaitu sebagai generasi muda yang kelak nanti akan meneruskan peradaban bangsa mewujudkan cita cita bangsa sebagai sumber harapan generasi yang terdahulu, membutuhkan perhatian yang khusus soal keberlangsungan kehidupannya diberikan kesempatan positif sebebas-bebas dan seluas-luasnya untuk tumbuh serta berkembang dengan maksimal baik secara jasmani, rohani dan sosial.11 Daripadanya harus diberikan pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan yang bagus dengan harapan menjadi penerus pemimpin pada peradaban yang mendatang.12 Pernyataan itu juga dijelaskan pada Undang Undang Nomor 35

9 Ali Yafie, Teologi Sosial Telaah Kritis terhadap Persoalan Agama dan Kemanusiaan, (Yogyakarta, LKPSM, 1997), 7.

10 Ahmad Warson Munawir pada buku Kamus Al-Munawwir terdapat kata Hadhanah yang berasal dari kata : hadana – hadanan yang mempunyai arti mendekap atau memeluk alhidnu – ahdan.

11 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indosesia, (Bandung : PT. Rafika Aditama, 2010), 33.

12 Hadi Soepeno, Menyelamatkan Anak, (Jakarta : Graha Putra, 2010), 13.

(16)

Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak pada Pasal 9 Ayat 1 terdapat penjelasan seorang anak sangat berhak dan wajib mendapatkan pendidikan serta pengajaran guna untuk mengembangkan kecerdasan serta kepintaran otaknya sesuai keinginan minat dan potensi bakatnya masing-masing.

Kompilasi Hukum Islam sudah jelas dipaparkan seorang ibu sesosok yang memang sangat berhak dan diutamakan dalam mengasuh serta memelihara anak karena beliaulah yang memang orang yang sangat dekat dengan anaknya 9 bulan mengandung, menyusui, sampai merawatnya hingga besar. Dalam Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 105 dijelaskan.13 bahwasanya apabila dalam sebuah keluarga terjadi peristiwa yang dibenci Allah SWT yaitu perceraian pada hal ini, ibu mempunyai hak atas anak- anaknya untuk mengasuh dan memelihara ketika anak tersebut masih belum mencapai mumayyiz, apabila anaknya sudah mencapai atau melewati masa mumayyiz anak tersebut diberi opsi yang merupakan hak anak yaitu untuk memilih diantara ayah dan ibunya untuk mengasuh dan memeliharanya hingga dewasa jika sang anak setelah mumayyiz itu memilih ibunya yang diwajibkan untuk menafkahi anak yaitu ayahnya walaupun sudah putus tali ikatan perkawinannya.14

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak di dalamnya juga terdapat penjelasan tentang kewajiban orang tua mengasuh dan memelihara anaknya yang tercantum pada pasal 14 ayat 1 dan 2 yang

13 Setneg RI, Inspres No. 1 Tahun 1991 Tentang KHI, Pasal 105.

14 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 248.

(17)

menjelaskan,15 seorang anak mempunyai hak dalam kehidupanya untuk diasuh dan dipelihara oleh orang tua kandungnya sendiri kecuali ada suatu peristiwa perceraian hingga tidak memungkinkan untuk diasuh oleh salah satu orang tuanya sendiri anak bisa serta berhak untuk diasuh oleh kerabatnya, negara atau pemerintah serta masyarakat peduli demi terpenuhinya keberlangsungan hidup anak secara optimal seperti layaknya kehidupan anak anak lain sepantarannya yang tidak mengalami perceraian kedua orang tuanya, itu semua untuk kepentingan kebaikan anak akan tetapi itu merupakan pertimbangan terakhir jika memang orang tua kandungnya benar benar tidak bisa atau berhalangan untuk mengasuh anaknya.

Akhir akhir ini maraknya kasus perebutan hak pemeliharaan kuasa asuh anak akibat dari peristiwa perceraian tanpa didasari pemahaman dan pengetahuan hukum secara baik atau memang belum ada edukasi serta sosialisasi mengenai perkawinan dan pengasuhan anak yang sudah diatur dalam Undang-undang entah itu dari Hukum Islam maupun Hukum Positif.

Perebutan anak akibat dari perceraian ini karena kurang siapnya pasangan suami dan istri untuk berumah tangga dengan baik, itu terjadi karena faktor usia calon pengantin yang kurang matang atau kurang dewasanya usia serta pemikiran. Kasus pernikahan dini juga banyak yang banyak terjadi dimasyarakat contohnya seperti kasus perceraian dini di Kabupaten Bondowoso dilansir dari berita Radar Jember dan Radar Ijen bahwa pernikahan dini di Kabupaten Bondowoso membutuhkan perhatian yang

15 Sekretaris Negara Republik Indonesia. Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 14 Ayat 1 dan 2.

(18)

serius karena jumlah permohonan dispensasi pernikahan angkanya sudah mencapai ratusan yang sudah tercatat ada terdapat 803 permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Bondowoso.16

Hasil penelitian oleh Honest Dody Molasy seorang peneliti dari Universitas Jember menyatakan melalui sambutannya pada acara sosialiasi pendampingan Alumni Grant Scheme Ags program skoper PKH di Pendopo Bupati Bondowoso dari sambutannya menyatakan bahwa angka pernikahan anak usia dini di Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso mengalami peningkatan, mirisnya Ketika melakukan penelitian di Bondowoso terdapat banyak anak di usia 12 tahun sudah melakukan pernikahan bahkan ada yang baru berusia 19 tahun sudah melakukan pernikahan sebanyak 4 kali yang salah satunya dilakukan pernikahan secara siri, dan ada fakta lain yang didapatkan yaitu memalsukan dokumen pribadi dengan membuat usianya lebih tua agar lolos dalam persyaratan adminitrasi KUA tanpa mengajukan dispensasi nikah.17

Perkawinan usia dini memang salah satu faktor penyebab terjadinya perceraian karena kondisi memang kurang matangnya serta kesiapan dari segi pemikiran kedewasaan, finasial dan lain sebagainya sehingga jika ada problematika dalam keluarga tidak bisa menyelesaikan dengan baik dan benar sehingga timbulah peristiwa perceraian apalagi jika dalam perkawinan dini itu membuahkan hasil berupa anak maka akan timbul persoalan baru yaitu dalam

16 Turunkan Angka Perkawinan, (website Radar Jember dan Radar Ijen Bondowoso, diakses pada tanggal 23 Juni 2022 pukul 10.40 WIB).

17 Pernikahan Dini di Bondowoso Tinggi Pandemi Covid-19 Salah Satu Jadi Penyebab, (website RRI Jember, diakses pada 27 Juni 2022 pukul 11. 20).

(19)

mengurusi akta kelahiran akan tidak bisa karena ayah dan ibu anak tersebut menikah pada usia dini dan pelaksanaanya sirri tanpa legalitas KUA.18 Dilansir dari kabar berita website Suara Indonesia, pada kurun waktu tahun tahun akhir ini tercatat dari bulan Januari hingga November 2021 ada sebanyak 5.330 kasus perceraian di Pengadilan Agama Banyuwangi, faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, perkawinan usia dini apalagi kondisi pademi Covid-19 ini ekonomi sulit yang menjadi penyebab utama meningkatnya angka peceraian di Kabupaten Banyuwangi.19

Masalahnya, apakah sudah ada pertimbangan terhadap implikasi dan akibat perebutan pemeliharaan kuasa asuh untuk melindungi fisik, mental dan pikiran, serta memaksimalkan mengoptimalkan tanggung jawab terhadap anak.20 Orang tua merupakan pemilik otoritas penuh terhadap anak jika memang Orang tua tidak mampu atau meninggalkan atau lalai terhadap tanggung jawabnya kepada anak, Undang-undang Perlindungan Anak memberikan rekomendasi atau anjuran alternatif yaitu berupa perpindahan kuasa asuh anak dari Orang tua pemilik pemegang otoritas terhadap anak dipindah diserahkan kepada pihak keluarga atau pihak yang memang siap untuk mengasuh anaknya. Hal ini wajib dan harus diterapkan dan dilaksanakan, apabila memang Orang tua tidak mampu atau lalai atau mengabaikan anaknya bahkan menelantarkan anaknya.21 Permohonan

18 Muhammad Arif Mustaqim, “ LPM UIN KHAS ”, Nikah Siri dikalangan IAIN Jember

Dalam Persepektif Kontruksi Sosial, (2017), 12.

19 Muhammad Nurul Yaqin, Angka perceraian di Banyuwangi 2021 mencapai 5.330,

(website Suara Indonesia, diakses pada 29 Maret 2022 pukul 22 : 05).

20 Setneg RI, UU No. 35 Tahun 2014, Pasal 26 Ayat 1.

21 Setneg RI, UU No. 35 Tahun 2014, Pasal 26 Ayat 2.

(20)

pengajuan tersebut bisa diajukan dari pihak keluarga kepada pengadilan agar ditetapkan untuk dilakukan pemantauan dan pengalihan anak.22 Tujuan dari dialihkanya kuasa asuh anak adalah supaya anak mendapatkan kuasa asuh yang lebih baik ini merupakan upaya agar keberlangsungan hidup anak maksimal bukan berarti bermaksud untuk memisahkan ikatan biologis antara orang tua dan anak.

Jika dilihat dari rumusan dan pemaparan beberapa pasal di atas menawarkan konsep yang cukup baik demi memenuhi kemakmuran anak yang dipastikan keberlangsungan kehidupannya terjamin terlindungi sekarang serta masa yang akan datang. Oleh karena itu di atas ada beberapa poin dan fokus yang setidaknya perlu diperhatikan terhadap penyelenggara kuasa asuh meliputi pemeliharaan, pendidikan, bimbingan, tangguhan perlidungan keamanan dan pemahaman terhadap agama masing masing anak serta bakat keterampilan anak.23 Implementasi dari beberapa poin di atas diharapkan tepenuhinya hak hidup anak dan keberlangsungan tumbuh kembangnya secara maksimal dan ideal sesuai kodrat anak lainnya yang orang tuanya tanpa mengalami perceraian. Selain juga anak mendapatkan pengayoman serta perlindungan dari kekerasan anak intimidasi dan tindak kejahatan lainnya, demi terwujudnya generasi anak yang unggul, berbudi luhur mulia serta berguna bermanfaat bagi keluarga, masyarakat dan nusa bangsa untuk peradaban yang maju berintegritas baik dengan hidup aman dan sejahtera.24

22 Setneg RI, UU No. 35 Tahun 2014, Pasal 49 Ayat 1.

23 Setneg RI, UU No. 35 Tahun 2014, Pasal 1 Ayat 11.

24 Setneg RI, UU No. 35 Tahun 2014, Pasal 3.

(21)

Kondisi masyarakat khususnya orang tua yang diberikan amanah yang sangat besar yaitu berupa anak apabila kurang memiliki kesadaran hukum dan belum mengetahui dasar hukum mengasuh anak bahkan tidak memahami sama sekali hak dan kewajiban sebagai orang tua dalam hal konsep kekuasaan mengasuh memelihara anak akibat pasca terjadinya perceraian. Mengingat belakangan ini angka perceraian semakin tinggi karena ekonomi sulit dampak dari pandemi Covid-19 dan beberapa faktor lainya. Oleh karena itu saya sebagai peneliti ingin mengkaji lebih mendalam tentang bagaimana konsep kuasa asuh yang ideal kekuasaan orang tua terhadap anak setelah terjadinya peristiwa kasus perceraian serta bagaimana nasib keberlangsungan hidup anak selanjutnya ditinjau dari Hukum Agama Islam dan Hukum Normatif. Oleh karena itu kami peneliti mengangkatnya dalam bentuk skripsi dengan judul : KONSEP KUASA ASUH MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK”.

B. Fokus Penelitian

Seperti yang sudah dipaparkan pada penjelasan di atas maka dapat ditarik inti problematika yang bisa dijabarkan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana konsep pengaturan kuasa asuh dalam Kompilasi Hukum Islam

(KHI) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak ?

(22)

2. Bagaimana relevansi konsep kuasa asuh dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak ?

C. Tujuan Penelitian

Sebagai tindak lanjut dari fokus penelitian di atas, maka perlu kiranya untuk memberikan tujuan penelitian sebagai suksesi penelitian ini berupa : 1. Untuk mengetahui pengaturan konsep kuasa asuh dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

2. Untuk mengetahui relevansi konsep kuasa asuh dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Penelitian ini dicita-citakan sebagai tambahan pengetahuan mengenai bagaimana konsep mengasuh anak pasca terjadinya peristiwa peceraian hubungan perkawinan orang tuanya supaya anak bisa terjamin keberlangsungan hidupnya dengan layak tanpa terjadinya intimidasi, kekerasan fisik maupun mental. Pengasuhan dan pemeliharaan anak tersebut dengan dasar ketentuan dari Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, agar bisa mengimplementasikan baik itu secara menyeluruh maupun sebagian.

(23)

2. Secara Praktis

Hasil dari sebuah penelitian ini dicita-citakan juga sebagai instrument untuk memberikan manfaat bagi semua elemen yang terkait didalamnya, sebagaimana berikut :

a. Bagi peneliti, penelitian ini dibuat untuk pengetahuan bagaimana dalam konsep pengasuhan anak dan juga sebagai bekal setelah lulus nanti dengan beban memikul gelar sarjana Hukum Keluarga serta sebagai ilmu untuk melangsungkan pernikahan nanti.

b. Bagi kampus tercinta UIN KHAS JEMBER, peneliti berkeinginan semoga penelitian ini mampu menjadi sumbangan referensi dalam hal pengembangan khazanah pengetahuan keilmuan serta menjadi salah satu sumbangan referensi pustaka bagi mahasiswa-mahasiswi program studi Hukum Keluarga, khususnya untuk referensi mengenai permasalahan pengasuhan anak.

c. Bagi masyarakat luas, penelitian ini diharapkan sebagai pengetahuan agar masyarakat melek sadar hukum serta faham hukum dalam bagaimana cara mengasuh anak pasca terjadinya peristiwa perceraian dengan tuntunan dasar Hukum yaitu dari Hukum Islam dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Pelindungan Anak.

(24)

E. Definisi Istilah

Definisi istilah ialah merupakan suatu penjelasan tentang istilah-istilah yang jarang atau minim diketahui dan difahami pengertiannya oleh sebagian orang, sehingga membutuhkan penjelasan yang lebih eksplisit, agar yang membaca penelitian ini bisa memahami secara utuh tentang suatu pembahasan, khususnya pada penelitian ini. Tujuan dari definisi istilah ini adalah untuk menghindari kesalahfahaman atau salah penafsiran dalam mencermati pemasalahan yang ada yang selanjutnya akan diuraikan pada penelitian ini.25

Adapun istilah yang perlu dipaparkan dalam penelitian yang berjudul

“Konsep Kuasa Asuh Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak” adalah sebagai berikut :

1. Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Ia juga berarti sebuah gambaran mental dari obyek, proses, pendapat, atau apapun yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.26 Soedjadi, memandang bahwa konsep memiliki hubungan erat dengan definisi.

Menurutnya, konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk

25 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Jember, IAIN Jember 2020), 45.

26 Pusat Pembinaan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakrta: Balai Pustaka, 520

(25)

menggolongkan sekumpulan obyek, yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata.27

2. Kuasa Asuh

Pengasuhan/Kuasa Asuh/Hadhanah merupakan hak preogratif orang tua untuk mengasuh, memelihara, mengajar, mengamankan, melindungi anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri serta menumbuhkembangkan anak sesuai dengan keyakinan agamanya dan bakat minatnya masing-masing.28

3. Hukum Islam

Hukum Islam merupakan sistem aturan untuk mengatur umat manusia yang didasarkan pada wahyu Allah SWT, Sunnah Rasulullah SAW dan ijtihad para ulama‟ dan buku Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu merupakan kumpulan peraturan-peraturan tentang hukum Islam yang ada di negara Indonesia disusun pada tahun 1991 yang kemudian dilegalitaskan serta diberlakukannya pada tanggal 10 juni 1991 melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 kemudian diikuti terbitnya

Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991.29 4. Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlidungan Anak.

Merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak perubahan tersebut disebabkan karena untuk meningkatkan perlindungan terhadap anak. Undang-undang tersebut

27 Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia: Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 14

28 Setneg RI, UU No. 35 Tahun 2014, Pasal 1 Angka 11.

29 Ahmad Zaenal Fanani, Pembaharuan Hukum Sengketa Hak Asuh Anak Di Indonesia, (Yogyakarta, UII Press, 2015), 60.

(26)

disahkan pada tanggal 17 Oktober 2014 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan serta diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan ialah garis besar untuk mengetahui tata urutan yang berguna sebagai petunjuk gambaran umum tentang penulisan pada penelitian ini yang lebih jelas dan mudah dipahami. Sehingga diharapkan pembaca mudah dalam mengetahui dan memahami isi keseluruhan penelitian ini. Sistematika pembahasan pada penelitian ini terdiri atas lima bab, dari masing-masing setiap bab terbagi beberapa sub-sub bab yang dipaparkan secara rinci kualifikasinya untuk mempermudah memahami pembuka hingga penutup penelitian ini dengan runtut. Adapun pembagiannya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada awal bagian bab ini dipaparkan dan dijelaskan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Istilah, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian bab ini akan dibahas mengenai beberapa sumber referensi gagasan dan pandangan sebelumnya dari beberapa peneliti lain terdahulu guna untuk memperkaya khazanah pengetahuan peneliti sebagai acuan untuk mengkaji dan meneliti yang berhubungan dengan konsep kuasa

(27)

asuh menurut Hukum Islam dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bagian bab ketiga ini membahas tentang apa metode dalam penelitian ini yang didalamnya menjelaskan soal pendekatan dan jenis penelitian, sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum, analisis bahan hukum, serta tahap-tahap penelitian.

BAB IV PEMBAHASAN

Pada bagian bab ini akan dibahas dijelaskan bagaimana peneliti menjawab yang termuat dari fokus penelitian dan hasil penelitian.

BAB V PENUTUP

Pada bab lima yaitu bab paling akhir peneliti akan memaparkan dan menyimpulkan pada penjelasan bab-bab sebelumnya serta terdapat saran untuk peneltian ini.

(28)

18 BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu

Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan penelitian ini adalah dengan melakukan penelitian terdahulu melalui kajian kepustakaan, hal ini penting dilakukan guna memverifikasi bahwa belum adanya penelitian yang sama dengan penelitian dari peeliti. Namun penelitian tentang “Konsep Kuasa Asuh Menurut Hukum Islam dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak” masih belum ada, kecuali hanya dalam kesamaan topik pada penelitian terdahulu. Berikut ada beberapa penelitian terdahulu yang dibuat acuan oleh peneliti diantaranya:

1. Skripsi yang diteliti dan ditulis oleh Khoirunnisa‟ Putri Kusumaningayu, Mahasiswa Jurusan Syariah & Ilmu Hukum Fakultas Agama Islam & Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyyah Malang pada tahun 2017, dengan judul “ Analisis Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Hadhanah dan Nafkah Anak di Tinjau dari Asas Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemafaatan dalam Putusan Pengadilan Nomor 0302/Pdt.G/2015/PA.Srog ( Antara Ana Ismaulana Binti Supangat Melawan Muslikun Shoddiq Bin Mujahiddin ).30 Skripsi ini berfokus pada sengketa mengenai hak asuh anak selain itu juga supaya mengetahui status pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Negeri Sorong dalam memutuskan hadhanah dan

30 Khoirunnisa‟ Putri Kusumaningayu, “ Analisis Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Hadhanah dan Nafkah Anak di Tinjau dari Asas Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemafaatan dalam Putusan Pengadilan Nomor 0302/Pdt.G/2015/PA.Srog ( Antara Ana Ismaulana Binti Supangat Melawan Muslikun Shoddiq Bin Mujahiddin )”, (Skripsi, Universitas Muhammadiyyah Malang, 2017).

(29)

nafkah anak serta tanggung jawab kepada anak. Pada ketetapan diatas ada penjelasan yang sama yaitu pihak yang mempunyai hak memperoleh hak asuh anak adalah pihak bapak. Sementara pada Hukum Positif yang ada di Negeri Indonesia ini serta Hukum Islam menetapkan bahwa pihak yang diprioritaskan untuk memperoleh hak asuh anak ialah pihak ibu. Dalam penelitian terdahulu diatas dengan penelitian ini ada segi kesamaan dan juga perbedaan berdasarkan topik pembahasannya, persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama membahas permasalahan yang hadhanah, Adapun perbedaannya adalah peneliti terdahulu berfokuskan pada penuntasan pertikaian perebutan hak asuh anak yang ditinjau dari putusan Pengadilan Agama dan berfokus pada sebuah kasus tertentu sedangkan penelitian ini berfokuskan mengenai konsep kuasa asuh menurut Hukum Islam dan Hukum Positif berupa Undang-undang secara normatif dan tidak mengacu pada penelitian sebuah putusan pengadilan.

2. Skripsi yang diteliti dan ditulis oleh Ramdan Fawzi, Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung pada tahun 2018, yang berjudul “Hak Hadhanah Dalam Perceraian Karena Pindah Agama Persepektif Hukum Islam”.31 hasil penelitian ini berfokus pada bagaimana hak hadhanah anak pasca perceraian diberikan kepada pihak suami atau istri dan sebab terjadinya peristiwa percerian tersebut karena pindah agama. Adapun dalam segi

31 Ramdan Fawzi, “Hak Hadhanah Dalam Perceraian Karena Pindah Agama Persepektif Hukum Islam”, (Skripsi, Universitas Islam Bandung,2018).

(30)

kesamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama membahas permasalahan yang berupa hak asuh, hadhanah, serta konsep kuasa asuh dan juga sama-sama merujuk pada perspektif Hukum Islam.

Adapun dari segi perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah pada penelitian terdahulu pada hak asuh anak akibat peceraian karena pindah agama sedangkan penelitian ini berfokus mengenai konsep kuasa asuh anak menurut Hukum Islam dan Hukum Positif.

3. Skripsi yang diteliti dan ditulis oleh Husnul Mubarok, Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syari‟ah, Universitas Islam Negeri Prof.

KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto pada tahun 2019, yang berjudul “Nafkah Anak Pasca Perceraian Orang Tua (Studi Kasus di Desa Candirenggo Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen)”.32 Pada dasarnya penelitian skripsi diatas meneliti dan membahas mengenai hak nafkah pasca terjadinya peristiwa perceraian. Dalam segi kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah kedua sama-sama meneliti hak anak akibat terjadinya peristiwa perceraian. Adapun dari segi pebedaan dari kedua penelitian tersebut adalah penelitian terdahulu meneliti tentang hak nafkah anak pasca perceraian studi kasus. Sedangkan penelitian ini meneliti bagaimana kuasa asuh anak dan perlindungannya merujuk pada KHI dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Pelindungan Anak.

32 Husnul Mubarok, “Nafkah Anak Pasca Perceraian Orang Tua (Studi Kasus di Desa Candirenggo Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen”, (Skripsi, Universitas Islam Negeri Prof.

KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto, 2019).

(31)

4. Skripsi yang diteliti dan ditulis oleh Baharudin Syah, Mahasiswa dari Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Shultan Thaha Saifuddin Jambi pada tahun 2019, yang berjudul “Hak Asuh Anak Yang Dibebankan Kepada Ayah Akibat Perceraian (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jambi)”.33 Adapun dari segi kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama meneliti dan membahas tentang hak asuh anak, kemudian dari segi perbedaan dari kedua penelitian tersebut ialah pada penelitian ini membahas hak asuh anak merujuk pada perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif sedangkan penelitian terdahulu hak asuh anak atas dasar putusan Pengadilan Agama Jambi. Dan permasalahan penelitian pada penelitian terdahulu adalah terkait pembebanan kuasa asuh kepada ayah, sedangkan penelitian ini akan mengarah pada kuasa asuh yang harus didapatkan oleh seorang ibu.

Berikut adalah tabel perbedaan dan persamaan antara penelitian ini dengan penlitian terdahulu :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Penelitian Persamaan Penelitian

Perbedaan Penelitian 1. Khoirunnisa‟

Putri

Kusumaniga yu

Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Penetapan Hadhanah dan

Persamaan dari kedua

penelitian sama-sama meneiti dan

Perbedaannya dari antara kedua penelitian tersebut adalah penelitian

33 Baharudin Syah, “Hak Asuh Anak Yang Dibebankan Kepada Ayah Akibat Perceraian (Analisis Putusa n Pengadilan Agama Jambi)”, (Skripsi, Universitas Islam Negeri Shultan Thaha Saifuddin Jambi, 2019).

(32)

Nafkah Anak Ditinjau Dari Asas Keadilan,

Kepastian Hukum dan Kemanfaatan, Dalam Putusan Pengadilan Nomor.

0302/Pdt.G/2015/P A.Srog (Antara Ana Ismaulana binti Supangat Melawan Muslikun Shoddiq bin

Mujahiddin

menulis tentang hak asuh ana kata kuasa asuh anak

terdahulu

berfokus tentang penuntasan konflik keluarga perebutan hak asuh anak atas dasar pada putusan Pengadilan, Sedangkan penelitian ini atas dasar Hukum Islam dan Hukum Positif 2. Ramdan

Fauzi

Hak Hadhanah Dalam Perceraian Karena Pindah Agama Persepektif Hukum Islam

Persamaan dari kedua

penelitian tersebut ialah sama-sama meneliti serta menulis tentang hak asuh anak berdasarkan Hukum Islam

Perbedaan antara kedua penelitian tersebut adalah penelitian terdahulu berfokus pada hak asuh anak akibat

perceraian karena pindah agama

sedangkan penelitian ini berfokus pada kuasa asuh anak menurut Hukum Islam dan Hukum Positif 3. Husnul

Mubarok

Nafkah Anak Pasca Perceraian Orang Tua (Studi Kasus di Desa

Candirenggo Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen)

Persamaan dari kedua

penelitian tersebut ialah sama-sama meneliti tentang hak anak pasca terjadinya perceraian

Perbedaan antara kedua penelitian tersebut adalah penelitian terdahulu hak nafkah anak dalam studi kasus sedangkan Penelitian ini kuasa asuh dan perlindungan

(33)

anak merujuk pada KHI dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

4. Baharudin Syah

Hak Asuh Anak Yang Dibebankan Kepada Ayah Akibat Perceraian (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jambi)

Persamaan dari kedua

penelitian tersebut ialah sama-sama meneliti tentang hak asuh anak atau hadhanah

Perbedaan antara kedua penelitian tersebut adalah penelitian tedahulu hak asuh ana katas dasar putusan Pengadilan Agama sedangkan penelitian ini hak asuh ana katas dasar Hukum Islam dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

B. Kajian Teori

1. Pengertian Kuasa Asuh

Pengasuhan atau pemeliharaan anak disebut hadhanah dalam Islam, dari segi etimologi atau bahasa hadhanah mempunyai arti yaitu disebelah atau dibawah kelek.34 hadhanah asal kata dari bahasa Arab yaitu

34 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta : Ictiaar Baru Van Hoeppe, 1999), 415.

(34)

dari kata hadhana-yahdhunu-hadhanatun yang berartikan merawat anak.35 Kamal Muhtar juga mendefinisikan hadhanah dari kata “Al-Hidlu” yang bermakna “tulang rusuk” yang berarti cengkraman disisi tulang rusuknya.36 Sementara makna lain asal kata dari Hadanah ialah “Al-kayh

yang mempunyai arti badan area pinggul dan pinggang yang dimaksudnya ibarat ibu ketika mendekap anak memeluk anak yang dilakukan di area tersebut, gambaran seorang orang tua mengasuh anaknya.37

Pengasuhan atau pemeliharaan anak memiliki makna sebuah tanggung jawab atau amanah yang diberikan oleh Allah SWT yang berupa anak salah satunya betujuan untuk ibadah mendekatkan diri kepadanya serta mengemban kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang tua segala bentuk kebutuhan dan kepentingan anak. Kemudian tidak hanya memenuhi kewajiban saja orang tua juga bertanggungjawab mengawasi keberlangsungan hidup anak yang semuanya itu bersifat wajib serta berkelanjutan sampai anak tersebut bisa dikategorikan dewasa secara ketentuan legal yang sudah mengatur mengenai hal tersebut.38

Kuasa asuh orang tua dan implikasinya terhadap anak begitu penting karena berimplikasi kepada terbentuknya sisi mental dan sisi biologis anak di masa depan. Pasalnya asuhan orang tua dan didikan

35 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab – Indonesia, (Jakarta : Hidda Karya Agung, 2000), 104.

36 Kamal Muhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta : Rembulan Bintang, 1974), 129.

37 Dedy Supriadi, Fikih Munakahat Perbandingan, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2011), 163.

38 Irfan Islami dan Aini Sahara, “Jurnal Al Qadau”, Peradilan dan Hukum Keluarga Islam, (Desember, 2019), 183.

(35)

kebersamaan bapak dan ibu dengan anak dapat mempengaruhi pola fikir dan kepribadian anak secara totalitas. Dapat dikatakan pola pengasuhan kedua orang tua kurang benar tak bermoral tidak menutup kemungkinan juga dampak terhadap anak juga menjadi anak yang kurang benar atau tidak mempunyai moral yang kurang baik. Lebih jauh lagi, akhir-akhir ini angka perceraian meningkat drastis, dengan meningkatnya angka perceraian otomatis banyak anak-anak yang terganggu mentalitasnya dan sebagian besar anak tidak terurus terawat dengan baik akibat dari orang tuanya bercerai jika permasalahan ini terus terjadi tanpa adanya pemahaman serta sadar paham hukum pengaturan bagaimana landasan konsep pengasuhan anak akibat terjadinya perceraian orang tuanya, pemahaman tersebut bertujuan supaya anak mendapatkan pola asuh yang mapan terasuh, terawat, terlindungi dengan baik memperoleh kesejahteraan yang maksimal sehingga terwujudnya kebelangsungan anak yang mulus tanpa teciderai dari berbagai masalah.

Pengasuhan anak agar dapat terwujudnya keberlangsungan hidup anak dengan baik dan masksimal ada beberapa rukun dalam menyelanggarakan keberlangsungan pengasuhan anak berikut rukunnya : a. Pengasuh/(hadhin)

Yang dimaksud pengasuh disini ialah orang dari salah satu pihak orang tua yang ditunjuk atau ditetapkan hakim di pengadilan, untuk dibebankan tanggungjawab dan kewajiban mengasuh anak.

(36)

b. Anak yang mendapatkan pengasuhan/(mahdun)

Yang dimaksud mahdun disini ialah anak yang mendapatkan pengasuhan dari orang yang diberi tanggungjawab pengasuhan, anak tersebut berhak menuntut hak-haknya yang sudah menjadi kewajiban pengasuh untuk dipenuhi.39

Selain itu ada beberapa kecakapan serta kecukupan yang merupakan syarat yang seharusnya dipenuhi, apabila syarat tersebut tidak dipenuhi maka kelayakan dalam mengasuh anak dianggap tidak layak dan gugur berikut merupakan syarat-syarat memberlangsungkan penyelenggaraan pengasuhan anak :

a. Mempunyai akal yang sehat jasmani maupun rohani atau juga disebut tidak dalam kondisi gangguan jiwa.40

b. Dewasa yang dimaksud ini mampu berfikir dewasa dan bisa mengasuh anak dengan fikiran dewasa.

c. Amanah dan berbudi luhur, yang dimaksud disini benar amanah atau bertanggungjawab atas kewajibannya serta berperilaku baik.

d. Tidak mempunyai ikatan pekerjaan yang sifatnya mengekang, hal ini untuk supaya dalam pengasuhan bisa fokus tanpa halangan atau kendala apapun.41

Dari syarat- syarat kecakapan dan kecukupan memberlangsungkan pengasuhan yang sudah dijelaskan diatas, selanjutnya ada beberapa pihak

39 M. Natsir Asnawi, “Jurnal Al Iqtishadiyah”, Penerapan Model Pengasuhan Bersama Shared Parenting Dalam Penyelesaian Sengketa Hak Asuh Anak, (Juni, 2019), 68.

40 Abidin dan Slamet, Fiqih Munakahat II, (Bandung : Pustaka Setia, 1999), 175.

41 Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta : Kencana Prenada Group, 2006), hal. 181.

(37)

yang berhak atas pengasuhan anak yang sudah tercantum dalam ketentuan hukum dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 156 berikut pihak-pihak yang berhak atas pengasuhan anak. Anak yang dikategorikan belum mumayyiz yang berhak mengasuh ialah ibunya kandung apabila ibunya sudah meninggal dunia maka haknya bisa dialihkan kepada : a. Para wanita yang dalam garis nasab lurus ke atas dari pihak ibu.

b. Ayah kandung dari anak.

c. Para wanita dalam garis nasab lurus keatas dari pihak ayah kandungnya.

d. Saudara darah dari anak yang bersangkutan.

e. Para wanita kerabat sedarah dari pihak ibu garis kesamping.

f. Para wanita kerabat sedarah dari pihak ayah garis kesamping.42 2. Kuasa Asuh dalam Hukum Islam

Definisi Hukum Islam ditinjau dari segi etimologi terdiri dari gabungan kata yaitu kata hukum yang berarti aturan yang bersifat mengikat dan kata Islam mempunyai arti suatu Agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW mempunyai pedoman berupa kitab yang bernama Al- Qur‟an yang didalamnya terdapat firman Tuhan Allah SWT.43 Kemudian Hukum Islam secara terminologi ialah peraturan-peraturan yang bertujuan untuk mengatur umat manusia yang berlandaskan Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah SAW yang wajib ditaati sebagai ummat muslim apabila melanggar konsekuensinya ialah ummat tersebut mendapat dosa. Dalam

42 Setneg RI, Inspres No. 1 Tahun 1991 Tentang KHI, Pasal 156.

43 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

(38)

hal ini peneliti akan menjelaskan Hukum Islam yang bisa dikategorikan hukum muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia yaitu berupa hukum keluarga atau disebut juga ahwal al syakhsiyah yang mengatur hubungan manusia lingkup kecil yaitu penghuni keluarga.44

Dalam Hukum Islam Istilah Hak asuh anak dibahas dalam cabang ilmu Fiqih Islam pengasuhan anak memiliki dua kata penyebutan yaitu kafalah dan hadhanah. Arti dari kedua kata tersebut merupakan sama bermakna menumbuhkembangkan dan mengasuh dalam arti secara komplit yaitu mengasuh memelihara anak kecil pasca terjadinya peistiwa perceraian hubungan perkawinan orang tuanya. Pengasuhan anak memang dibahas dalam Hukum Islam mengasuh anak dalam Islam dihukumi wajib dan kewajiban tersebut ditopangkan kepada kedua orang tua walaupun ikatan perkawinannya sudah putus, karena apabila kedua orang tua lepas tanggung jawab atas kewajibanya mengasuh anak, akan berdampak pada kurang maksimalnya keberlangsungan hidup serta masa depan anak dan bahkan anak terjerumus pada kebinasaan.45 Menurut syariat Islam bahwasanya mengasuh anak dinamakan juga menjaga anak yang belum dapat menangani kebutuhan pribadi, memberi pendidikan dan menjaganya dari sesuatu yang membuat mudharat.46 Dalam perspektif Islam seorang anak ialah karunia serta amanat dari Tuhan YME yaitu Allah SWT yang dikaruniakan serta diamanatkan kepada orang tua yang wajib diasuh dijaga

44 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo, 1995), 10.

45 Ahmad Fuad Sa‟id, Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta : Al Husna Pustaka, 1994), 215.

46 Yusuf Ahmad, Ensiklopedia Tematis Ayat Al Qur’an dan Hadis, (Jakarta, Widiya Cahaya, 2009), 326.

(39)

karena nanti akan dimintai pertanggungjawaban oleh sang penciptanya.

Allah SWT melarang hambanya menelantarkan dan meninggalkan anak- anaknya dalam kondisi keadaan lemah, karena itu merupakan kewajiban orang tua serta anak mempunyai hak yang harus dipenuhi dan didapatkan.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Kitab Al-Qur‟an terdapat pada Surah An Nisa‟ Ayat 9 yang berbunyi :

































Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah SWT orang orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka.

Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah SWT dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.47

Firman Allah SWT diatas merupakan perintah untuk tidak meninggalkan anak dalam keadaan lemah dalam artian perintah untuk mengasuh anaknya sampai mampu berdiri sendiri atau disebut juga dewasa karena anak jika masih belum mampu berdiri sendiri atau disebut juga dewasa sangat membutuhkan sekali penjagaan, pengawasan, serta pendidikan dan pendidikan pertama kali yang diterima oleh sang anak adalah ketika anak berada daam pangkuan ibunya disebut juga ibu madrasah bagi anak-anaknya, sehingga anak mendapatkan kasih sayang dan pengasuhan yang maksimal untuk disiapkan sebagai generasi baru dalam peradaban yang akan datang.

47 Depag RI, Alquran dan Terjemahan, 77.

(40)

Dasar hukum atau legalitas hadhanah dalam Hukum Islam juga di terdapat pada firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an Surah Al-Baqarah Ayat 233 yang berbunyi :

 

 















































































































Artinya : “Para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama 2 tahun penuh yaitu bagi yang ingin meenyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada mereka dengan ma‟ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupanya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan jangan pula seorang ayah menderita karena anaknya. Ahli warispun berkewajban seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan pesetujuan dan permusyawarahan antara keduanya, maka tak berdosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan bayaran dengan cara patut. Bertakwalah kepada Allah SWT dan ketahuilah bahwa Allah SWT maha melihat apa yang kamu kerjakan”.48

Pada firman Allah SWT diatas dijelaskan bahwasanya orang tua walaupun sudah melakukan perceraian dan masih mempunyai anak bayi ibu di perintahkan untuk menyusui anak anaknya melakukan dalam jangka waktu 2 tahun terlebih jika keduanya ingin menyempurnakan

48 Depag RI,Alquran dan Terjemahan, 37.

(41)

penyusuannya maka sang ayah wajib memberikan nafkah bagi ibu yang menyusui berupa nafkah, yang dimaksud nafkah disini bukan nafkah bathiniyah atau hubungan seks melainkan berupa nafkah lahiriyah yaitu berupa pakaian, makanan serta kebutuhan lainya untuk keberlangsungan menyusui ibu dan kebutuhan hidup anaknya dicukupi ayah secara baik sesuai dengan kadar kondisi ekonomi berdasarkan kemampuanya masing- masing karena dalam firman Allah SWT diatas juga di jelasakan bahwa kehadiran atau diamanahnya anak jangan sampai membuat sengsara kedua orang tua.

Apabila ibu kandung ada kendala dalam hal menyusui boleh menyerah ke persusuan orang lain kalau memang benar benar tidak bisa melangsungkan persusuan sendiri, tindakan tersebut tidak dilarang syariat karena dalam ayat diatas disebutkannya kata walidat bukan ummahat karena kedua kata tersebut berbeda makananya kata walidat bermakna para ibu kandung sedangkan kata ummahat bermakna para ibu baik itu ibu kandung maupun bukan. Ini menjelaskan serta menerangkan bahwa air susu ibu itu adalah makanan baik untuk sang anak entah itu dari ibu kandung maupun bukan ibu kandung hal ini menjadi dasar diperbolehkannya menitipkan persusuan anak dari ibu kandung ke para ibu yang sedang menyusui disebabkan memang ibu kandung ada kendala dalam hal persusuan atau belum sempat dan bisa menyusui secara maksimal.49 Dan diperbolehkan juga seorang ayah mengambil air susu dari

49 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah cetakan ke v, (Jakarta, Lentera Hati, 2012), 609.

(42)

selain ibunya apabila ibu kandung anak telah meninggal dunia serta diperbolehkan juga orang yang menyusui dan diambil air susunya mengambil upah atau diberikan upah dari hasil air susunya. Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa Agama Islam memang memperhatikan keberlangsungan hidup anak walaupun orang tuanya bercerai atau belum bisa menyusui dengan alternatif diperbolehkannya anak dipersusui dan mendapatkan asupan air susu dari selain ibu kandungnya tujuan agama seperti itu agar keberlangsungan hidup anak maksimal serta mendapatkan pemeliharaan yang baik samapai kelak dewasa menajdi generasi penerus umat menegakkan panji-panji agama Islam dan meneruskan ajaran Agama Islam.

Dasar hukum hadhanah juga terdapat dalam Firman Allah SWT Al Qur‟an Surah At Tahrim Ayat 6 yang berbunyi :













































Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat malaikat yang kasar dan keras yang tidak durhaka kepada Allah SWT terhadap apa yang perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahakan”.50

Firman Allah SWT diatas dijelaskan bahwasanya pendidikan atau pengajaran dimulai dari lingkup rumah atau keluarga. Walaupun secara redaksi ayat diatas tertuju pada tanggung jawab seorang pria atau ayah

50 Depag RI, Alquran dan Terjemahan, 560.

(43)

untuk mejaga dan memelihara keluarganya bukan itu hanya yang bertanggungjawab dibebankan kepada mereka melainkan juga ke kaum wanita atau ibu sebagaimana ayat yang lain yang memerintahkan kewajiban untuk melakukan ibadah berpuasa juga ayat itu bermaksud tertuju kepada kaum pria dan wanita. Ini mempunyai makna antara kedua pasangan suami istri harus bertanggungjawab kepada keluarganya atas segala tingkah dan akhlak dari anggota keluarganya berdasarkan tuntunan agama serta menciptakan rumah tangga yang mempunyai nilai keagamaan yang tinggi dan harmonis hubungannya supaya menjadi tabungan kelak nanti sebagai bekal hidup diakhirat dan tidak terjerumus dalam kebinasaan murka Allah SWT dengan siksaan para Malaikat penjaga neraka.51

Hadis Nabi Muhammad SAW menyebutkan telah ada keterangan di matan hadisnya bahwasanya seorang ibu lebih berhak mengasuh anaknya setelah pasca terjadinya peristiwa perceraian karena ibu merupakan orang paling dekat dengan anak berikut adalah hadis yang diriwayatkan oleh Sunan Abu Daud dari Abdullah bin Amr yang menjelaskan tersebut :

Dari Sahabat Umar R.A bahwa ada seorang wanita berkata : “Ya Rasullah sesungguhnya anak saya ini perut sayalah yang megandungnya dan dari punting payudara sayalah yang telah menjadi minumannya dan haribaankulah yang melindunginya. Tetapi bapak dari anak tersebut menceraikan saya serta hendak menceraikannya anak dari sisiku”. Maka Rasullah SAW bersabda “engkaulah yang lebih berhak anak itu selagi belum melangsungkan pernikahan dengan orang lain”.52

51 M. Quraish Shihab,

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

maka Penyusun dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: pertama, Undang- undang Nomor 35 tahun 2014 pasal 20 dan pasal 21 tentang perlindungan anak menyebutkan

Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan

Tentang siapa yang berhak menjadi wali, pada pasal 51 ayat 1 Undang- Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan, bahwa yang akan menjadi wali dapat

Kata Kunci : Implementasi, Undang Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak Penelitian ini mengkaji dan merekonstruksi ulang tentang Implementasi Undang Undang

Dengan demikian, harus dipahami bahwa meskipun telah ada pearaturan mengenai tindak pidana perdagangan anak yang mana diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014

Ada beberapa bentuk pemenuhan hak-hak anak karyawan pabrik Timatex yang dilakukan diperumahan Manunggal sesuai dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perlindungan Anak

Maka permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini bagaimana pelaksanaan hak asuh anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak akibat putusnya

sebagaimana yang terdapat pada Pasal 77 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak sebagai berikut: “Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam