• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Pembangunan Waterfront Development - Spada UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Konsep Pembangunan Waterfront Development - Spada UNS"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep Pembangunan Waterfront Development

Program D3 Infrastruktur Perkotaan Prodi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret - Surakarta

(2)

Konsep ini berawal dari pemikiran seorang

‘urban visioner’ Amerika

yaitu James Rouse di tahun 1970an.

Saat itu, kota-kota bandar di Amerika mengalami proses pengkumuhan yang

mengkhawatirkan.

Kota Baltimore merupakan salah satunya.

(3)

Karena itu penerapan visi James Rouse yang didukung oleh pemerintah setempat

akhirnya mampu memulihkan kota dan memulihkan Baltimore

dari resesi ekonomi yang dihadapinya.

Dari kota inilah

konsep pembangunan kota

pantai/pesisir dilahirkan.

(4)

Waterfront Development adalah konsep pengembangan daerah tepian air baik itu

tepi pantai, sungai ataupun danau.

Pengertian “waterfront” dalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah daerah

tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan

(Echols, 2003).

(5)

Waterfront Development juga dapat diartikan suatu proses dari hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik

dengan air dan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik alamnya berada dekat dengan air

dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan.

Menurut direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam Pedoman Kota Pesisir (2006)

mengemukakan bahwa Kota Pesisir atau

waterfront city merupakan suatu kawasan yang terletak berbatasan dengan air dan menghadap

ke laut, sungai, danau dan sejenisnya.

(6)

Pada awalnya waterfront tumbuh di wilayah yang

memiliki tepian (laut, sungai, danau) yang potensial, antara lain :

• terdapat sumber air yang sangat dibutuhkan untuk minum,

• terletak di sekitar muara sungai yang memudahkan hubungan transportasi antara dunia luar dan

kawasan pedalaman,

• memiliki kondisi geografis yang terlindung dari hantaman gelombang dan serangan musuh.

Perkembangan selanjutnya mengarah ke wilayah daratan yang kemudian

berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan waterfront.

(7)

Kondisi fisik lingkungan waterfront city secara topografi merupakan pertemuan antara darat dan air, daratan yang

rendah dan landai, serta sering terjadi erosi dan

sedimentasi yang bisa menyebabkan pendangkalan.

Secara hidrologi merupakan daerah pasang surut,

mempunyai air tanah tinggi, terdapat tekanan air sungai terhadap air tanah, serta merupakan daerah rawa

sehingga run off air rendah.

(8)

Secara geologi kawasan tersebut sebagian besar mempunyai struktur batuan lepas, tanah lembek,

dan rawan terhadap gelombang air.

Secara tata guna lahan kawasan tersebut mempunyai hubungan yang intensif antara

air dan elemen perkotaan.

(9)

Secara klimatologi kawasan tersebut mempunyai dinamika iklim, cuaca, angin dan suhu serta mempunyai kelembaban

tinggi. Pergeseran fungsi badan perairan laut sebagai akibat kegiatan di sekitarnya menimbulkan beberapa

permasalahan lingkungan, seperti pencemaran.

Kondisi ekonomi, sosial dan budaya waterfront city

memiliki keunggulan lokasi yang dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi,

penduduk mempunyai kegiatan sosio-ekonomi yang berorientasi ke air dan darat,

terdapat peninggalan sejarah dan budaya,

terdapat masyarakat yang secara tradisi terbiasa hidup (bahkan tidak dapat dipisahkan) di atas air.

(10)

Terdapat pula budaya/tradisi pemanfaatan perairan sebagai transportasi utama,

merupakan kawasan terbuka

(akses langsung) sehingga rawan terhadap keamanan, penyelundupan,

peyusupan (masalah pertahanan keamanan) dan sebagainya.

(11)

Prinsip perancangan waterfront city adalah dasar- dasar penataan kota atau kawasan yang

memasukan berbagai aspek pertimbangan dan komponen penataan untuk mencapai suatu

perancangan kota atau kawasan yang baik Kawasan tepi air merupakan lahan

atau area yang terletak berbatasan dengan air seperti kota yang menghadap ke laut,

sungai, danau atau sejenisnya.

(12)

Bila dihubungkan dengan pembangunan kota,

kawasan tepi air adalah area yang dibatasi oleh air dari komunitasnya yang dalam pengembangannya

mampu memasukkan nilai manusia, yaitu kebutuhan akan ruang publik dan nilai alami.

Berikut alur pikir perumusan prinsip perancangan kawasan tepi air (waterfront city).

(13)

Kebijakan Peraturan Kawasan Tepi Air

Kajian Normatif Kawasan Tepi Air Faktor Pertimbangan

Dalam Penataan Kawasan Tepi Air Aspek yang

dipertimbangkan

Kondisi Kawasan Kawasan Tepi Air Komponen dan Variabel Penataan

Prinsip Perencanaan Kawasan Tepi Air

Rekomendasi RancanganKawasan Tepi Air

Bagan Alur Pikir Perumusan Prinsip

Perancangan Kawasan Tepi Air Sumber: Sastrawati, 2003

(14)

Aspek yang dipertimbangkan adalah kondisi yang ingin dicapai dalam penataan kawasan.

Komponen penataan merupakan unsur yang diatur dalam prinsip perancangan sesuai dengan aspek yang

dipetimbangkan.

Variabel penataan adalah elemen penataan kawasan yang merupakan bagian dari tiap komponen

Variabel penataan kawasan dihasilkan dari kajian (normatif) kebijakan atau aturan dalam penataan kawasan tepi air

baik didalam maupun luar negeri dan hasil pengamatan di kawasan studi (Sastrawati, 2003).

(15)

Jenis – Jenis Waterfront

Berdasarkan tipe proyeknya, waterfront dapat dibedakan

menjadi 3 jenis, yaitu :

(16)

1. Konservasi

adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan menjaganya agar

tetap dinikmati masyarakat.

(17)

2. Pembangunan Kembali (redevelopment) adalah upaya menghidupkan kembali

fungsi-fungsi waterfront lama

yang sampai saat ini masih digunakan

untuk kepentingan masyarakat dengan

mengubah atau membangun kembali

fasilitas-fasilitas yang ada.

(18)

3. Pengembangan (development)

adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi kebutuhan kota

saat ini dan masa depan

dengan cara  mereklamasi pantai.

(19)

Berdasarkan fungsinya,

waterfront dapat dibedakan

menjadi 4 jenis, yaitu :

(20)

1. mixed-used waterfront,

adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat

kebudayaan.

2. recreational waterfront,

adalah semua kawasan waterfront yang

menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar.

(21)

3. residential waterfront,

adalah perumahan, apartemen, dan

resort yang dibangun di pinggir perairan.

4. working waterfront,

adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.

(Breen, 1996).

(22)

Kriteria - Kriteria Waterfront

Dalam menentukan suatu lokasi tersebut waterfront atau tidak,

maka ada beberapa kriteria yang

digunakan untuk menilai lokasi suatu tempat apakah masuk dalam

waterfront atau tidak.

(23)

Berikut kriteria yang ditetapkan :

Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau, sungai, dan sebagainya).

Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau pariwisata.

Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman, industri, atau pelabuhan.

Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan.

Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horizontal

(24)

Aspek- Aspek yang Menjadi Dasar Perancangan Konsep Waterfront Development

Pada perancangan kawasan tepian air, ada dua aspek penting yang mendasari keputusan -

keputusan rancangan yang dihasilkan.

Kedua aspek tersebut adalah : - faktor geografis serta

- konteks perkotaan

(Wren, 1983 dan Toree, 1989).

(25)

a. Faktor Geografis

• Merupakan faktor yang menyangkut geografis kawasan dan akan menentukan jenis serta pola penggunaannya.

• Termasuk di dalam hal ini adalah

 Kondisi perairan, yaitu dari segi jenis (laut, sungai, dst), dimensi dan konfigurasi,

pasang-surut, serta kualaitas airnya.

(26)

 Kondisi lahan, yaitu ukuran, konfigurasi,

daya dukung tanah, serta kepemilikannya.

 Iklim, yaitu menyangkut jenis musim,

temperatur, angin, serta curah hujan.

(27)

b. Konteks perkotaan (Urban Context)

Merupakan faktor-faktor yang nantinya akan memberikan ciri khas tersendiri

bagi kota yang bersangkutan serta menentukan hubungan

antara kawasan waterfront yang dikembangkan

dengan bagian kota yang terkait.

Termasuk dalam aspek ini adalah :

(28)

•Pemakai,

yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau

berwisata di kawasan waterfront, atau sekedar merasa "memiliki" kawasan tersebut sebagai sarana publik.

•Khasanah sejarah dan budaya,

yaitu situs atau bangunan bersejarah yang perlu ditentukan arah pengembangannya (misalnya

restorasi, renovasi atau penggunaan adaptif)

serta bagian tradisi yang perlu dilestarikan

(29)

•Pencapaian dan sirkulasi,

yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan sirkulasi didalamnya.

•Karakter visual,

yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang membedakan satu kawasan waterfront

dengan lainnya.

(30)

Penerapan Waterfront Development di Indonesia

Penerapan waterfront development di Indonesia telah dimulai pada zaman penjajahan Kolonial Belanda di tahun 1620.

Pembangunan konsep waterfront di terapkan oleh

para penjajah yang menduduki Jakarta atau Batavia saat itu untuk membangun suatu kota tiruan Belanda yang dijadikan sebagai tempat bertemunya dalam

lalu lintas perdagangan.

Penataan Sungai Ciliwung saat itu semata-mata hanya untuk kelancaran lalu lintas semata

(31)

Pada zaman Indonesia merdeka, pembangunan yang berbasis kepada paradigma kelautan sudah didengung-dengunkan sejak terbentuknya

Departemen Kelautan dan Perikanan di Tahun 1999 yang lalu.

Pemicunya adalah kesadaran atas besarnya

potensi kelautan dan perikanan perairan Indonesia yang secara laten terus menerus mengalami

penjarahan oleh negara tetangga.

Selain itu mulai berkurangnya pemasukan negara dari sektor hasil hutan dan tambang juga mejadi pemicu

(32)

Fakta menunjukkan, bahwa sekitar 60% dari

populasi dunia berdiam di kawasan selebar 60 km

dari pantai dan diperkirakan akan meningkat menjadi 75% pada tahun 2025, dan 85% pada 2050.

Ditjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sendiri

menyebutkan bahwa sejumlah 166 kota di Indonesia berada ditepi air (Waterfront)

(Adisasmita, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau – pulau Kecil, 2006. Pedoman Kota Pesisir)

(33)

• Banyaknya jumlah kota yang berada di daerah pesisir dapat menimbulkan beberapa permasalahan pada kota itu, jika tidak di tata dengan baik.

• Permasalahan yang dapat ditimbulkan yaitu pencemaran, kesemerawutan lingkungan, dan sampah.

• Kekumuhan lingkungan tersebut juga dapat menimbulkan masalah kriminalitas didaerah tersebut.

• Oleh karena itu, pembangunan kota pesisir di Indonesia harus memecahkan permasalahan tersebut.

• Penerapan Waterfront City di berbagai kota di Indonesia diharapkan mampu untuk memecahkan permasalahan

yang timbul akibat tidak tertatanya kota-kota pesisir yang ada.

(34)

Beberapa kota di Indonesia yang sudah menerapkan konsep pembangunan ini, yaitu :

Jakarta

Perencanaan dan pengembangan waterfront city di Jakarta yang mempunyai tujuan utama merevitalisasi, memperbaiki

kehidupan masyarakat pantai, termasuk nelayannya.

Pantai juga ditata kembali bagi kesejahteraan masyarakat, dengan memberdayakan keunggulan ekonomis dari pantai

tersebut, seperti pariwisata, industri, pelabuhan, pantai untuk publik dan juga perumahan.

Sebagai contoh pembangunan hunian baru di kawasan Ancol yang juga berfungsi sebagai sarana hiburan dan wisata.

(35)

Kawasan Ancol Mansion

(36)

Manado

Penggunaan konsep waterfront city di Manado telah di terapkan pada area pesisir Pantai

Boulevard Manado sebagai

kawasan Hiburan, Wisata, Ekonomi.

Dan di daerah Sungai Tondano

untuk menata kembali pemukiman yang ada, menjaga kelestarian sungai serta mampu

meminimalisirkan pencemaran

Sungai Tondano

(37)
(38)

Makasar

Waterfront city di Makasar berciri kota maritime yang kuat merupakan hasil pengujian dilapangan berdasarkan keinginan masyarakat.

Masyarkat tetap menginginkan positioning Makassar yang diterapkan dalam lima visi kota sebagai kota

maritime, jasa, niaga, pendidikan serta budaya.

Penerapan waterfront city dapat dilihat pada

penataan Pantai Losari.

(39)
(40)

Banjarmasin

Penggunaan konsep waterfront city di Kota Seribu Sungai yaitu Banjarmasin dilakukan dengan tujuan menjaga kelestarian budaya masyarakat Pasar

Terapung di Sungai Barito,

Menata kembali pemukiman, yang menempatkan sungai sebagai halaman belakang.

Memaksimalkan potensi sungai sebagai jalur transportasi, juga sebagai objek tujuan wisata.

(41)
(42)

Surabaya

Pembangunan Teluk Lamong di Surabaya juga menggunakan konsep Waterfront City.

Rencana pengembangan pelabuhan Tanjung Perak yang ada

diteluk tersebut juga untuk mengantisipasi terjadinya overload di Pelabuhan tersebut.

Lamong Bay Port akan dibangun dengan menggunakan konsep pelabuhan modern yang mengacu pada pelabuhan-pelabuhan modern Jepang. Selain sebagai pelabuhan, Lamong Bay akan dikembangkan sebagai kawasan pergudangan, industri, dan pariwisata.

Pembangunan Lamomg Bay sebagai upaya mengembalikan jati diri Surabaya Waterfront City sebagai kota maritim dan

mampu bersaing dengan pelabuhan Singapore Port Authority atau Tanjung Lepas di Malaysia.

(43)
(44)
(45)
(46)

Penerapan Waterfront Development di Berbagai Negara

Penerapan waterfront development di kota-kota negara maju dapat

juga dijadikan referensi dalam

perencanaan waterfront development

bagi kota-kota di Indonesia.

(47)

Di negara maju perencanaan dan

pengembangan waterfront development didasarkan pada berbagai konsep sesuai

dengan kondisi sosio-kultur, kemampuan teknologi dan ekonomi, kebutuhan kotanya masing-masing serta memaksimalkan fungsi

pembangunan yang diterapkan sehingga pengembangannya dapat berfungsi secara

ekonomis dan efektif.

(48)

Pengembangan fungsi kawasan yang dapat di terapkan pada konsep

waterfront development, yaitu :

Sebagai Kawasan Bisnis

Di dalam “Waterfront Development” dapat dikembangkan sebagai kawasan bisnis sebagai contoh di Canary Wharf salah satu bagian kawasan “London Docklands”.

Di daerah tersebut terlihat di tepian air banyak gedung - gedung perkantoran serta kondominum.

Kawasan tersebut dapat menjadi pusat bisnis

(49)
(50)

Sebagai Kawasan Hunian

Di dalam “Waterfront Development” dapat diterapkan pengembangan kawasan hunian di tepi air.

Pengembangan hunian di tepi air tentunya harus melihat

kondisi airnya tersebut pastinya airnya tidak berbau dan kotor karena jika terbangun hunian di lokasi tersebut dengan kondisi air yang buruk maka produk huniannya akan sulit terjual

ataupun terhuni.

Dalam pengembangan hunian di tepi air dapat di bangun produk rumah ataupun kondominium.

Penerapan kawasan huian di tepi air dapat dilihat di daerah Port Grimoud - Prancis.

Di sepanjang aliran sungainya banyak terbangun hunian bertingkat.

(51)
(52)

Sebagai Kawasan Komersial, Hiburan dan Wisata

Di dalam “Waterfront Development” dapat pula dikembangkan sebagai kawasan komersial, hiburan dan wisata.

Dengan kondisi air yang baik dan tidak berbau maka kawasan tersebut terjamin akan banyak di singgahi pengunjung.

Selain itu pula dapat juga dibanguna area terbuka (plaza) di kawasan tersebut.

Waterfront dengan konsep sebagai kawasan komersial dan hiburan ini pastinya akan sangat digemarai oleh masyarakat perkotaan.

Sekaligus juga dapat meningkatkan pendapatan di daerah tersebut.

(53)
(54)

Kota San Antonio di Texas berhasil mengembangkan

waterfront city modern yang dapat

mempertahankan bangunan bersejarah dan dapat menonjolkan nuansa

kesenian dan budaya setempat.

Kawasan Waterfront city di pusat kota ini yang dapat meningkatkan kondisi perekonomian di Texas.

(55)
(56)

Positano dan Amalfi di Italia, mengembangkan romantic waterfront yang mengkombinasikan

pelabuhan, resort dan

pusat perbelanjaan yang seimbang fungsi dan

skalanya.

(57)

Venesia mengembangkan perairan tidak hanya

sebagai edge tetapi juga sebagai jalur arteri

sirkulasi kota, Vaporeti

(bus air) sampai angkutan pencampur beton,

seluruhnya menggunakan jalur air.

(58)

Tepian Sungai Seina di Paris dikembangkan

untuk menciptakan

fungsi, skala perubahan suasana yang dinamis melalui penataan

kawasan komersial,

industri, residensial dan rekreasi.

(59)

Berdasarkan konsep waterfront city yang ditawarkan oleh masing-masing

kota-kota di Indonesia dan beberapa

contoh dari negara-negara maju tersebut menunjukkan bahwa terdapat

pertimbangan-pertimbangan

perencanaan kawasan waterfront city yaitu : aspek sosial,

aspek ekonomi dan

aspek lingkungan.

(60)

Aspek sosial meliputi usaha mencapai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan peningkatan kualitas

hidup serta peningkatan kesejahteraan individu, keluarga, patembayan dan seluruh masyarakat diwilayah itu.

Usaha ekonomi meliputi usaha mempertahankan dan memacu perkembangan dan pertumbuhan

ekonomi yang memadai untuk mempertahankan

kesinambungan (sustainable) dan perbaikan kondisi- kondisi ekonomi yang baik bagi kehidupan dan

memungkinkan pertumbuhan kearah yang lebih baik.

(61)

Wawasan lingkungan meliputi usaha pencegahan kerusakan dan pelestarian terhadap kesetimbangan lingkungan.

Ketiga aspek ini harus mendapat perhatian

yang sama sesuai dengan peran dan pengaruh masing-masing pada pengembangan kawasan waterfront city.

Sehingga konsep ini benar-benar memberi dampak pada masyarakat di daerah

pembangunannya.

(62)

Penerapan tiga aspek dalam

waterfront development yaitu aspek sosial, ekonomi dan lingkungan jelas menunjukkan bahwa konsep ini adalah sebuah konsep yang

menjunjung tinggi konsep Sustainable Development

atau Pembangunan berkelanjutan

yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan

generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhannya di masa mendatang.

(1987, Bruntland Report).

(63)

Karena itu konsep ini perlu dan sangat penting untuk

diterapkan di kota-kota di Indonesia sebagai upaya untuk mengatasi

permasalahan-permasalahan

kependudukan dan lingkungan secara khusus bagi Indonesia

dan secara umum berdampak juga bagi

kelestarian seluruh muka bumi.

(64)

TERIMA KASIH

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Direktorat pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana wilayah (2002) mempunyai prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan

Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa Kawasan Dukuh Atas masih memerlukan pengembangan penataan ruang berorientasi transit yang sesuai dengan 8 prinsip-prinsip TOD yang

Oleh karena itu, untuk menjawab kebutuhan tersebut, maka diperlukan perencanaan dan perancangan tentang Pengembangan Kawasan Wisata Waduk Jatibarang Kota Semarang

Mengatur tata ruang fungsional yang dilengkapi sarana dan prasarana pelayanan dasar kawasan yang dapat mendorong pengembangan potensi dominan