PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN,
DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN
Oleh :
Mutiara Ayuputri A34201043
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN
MUTIARA AYUPUTRI. Perancangan Lanskap Waterfront Situ Babakan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan. (Dibimbing oleh NURHAJATI A. MATTJIK).
Kawasan waterfront Situ Babakan, di Perkampungan Budaya Betawi (PBB), merupakan salah satu kawasan tepian air yang potensial dikembangkan sebagai obyek wisata. Kegiatan wisata telah membentuk kawasan di sekitar danau (waterfront) menjadi areal pelayanan wisata yang tidak tertata dengan baik sehingga dapat mengakibatkan menurunnya perhatian masyarakat kepada danau serta menimbulkan dampak negatif ekologis dan ekonomis pada danau. Sehingga dalam pengembangannya diperlukan suatu perencanaan dan perancangan lanskap waterfront situ yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk merancang kawasan waterfront Situ Babakan dengan memanfaatkan potensi badan air Situ Babakan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kawasan PBB Setu Babakan. Selain itu dapat meningkatkan daya dukung, kualitas visual dan lingkungan tepian air baik air maupun bantarannya. Sehingga tercapainya kelestarian lingkungan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Penelitian ini menggunakan metode survai dan analisis deskriptif.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan proses perencanaan dan perancangan yang dikemukakan oleh Gold (1980) dengan pendekatan sumberdaya dan aktivitas. Proses ini meliputi beberapa tahapan diantaranya, persiapan penelitian, inventarisasi, analisis, perencanaan serta perancangan. Luas keseluruhan PBB 289 ha, dengan luas Situ Babakan saat ini sekitar 17 ha (+ 5.88
%). Jenis penggunaan lahan di kawasan danau dan sekitarnya meliputi perumahan, kawasan hijau, rawa, air, dan fasilitas umum/ fasilitas sosial.
Potensi tapak adalah aksesibilitas tinggi; keanekaragaman jenis tanaman khas Betawi, vegetasi peneduh; satwa burung dan ikan. Selain itu suara kicauan burung, desiran angin dan gemerisik dedaunan menjadi daya tarik wisata;
penampakan permukiman penduduk yang masih asri dan berkarakteristik khas Betawi; dominansi penduduk Betawi; aktifitas seni budaya Betawi. Sedangkan kendalanya adalah drainase buruk; degradasi kualitas situ; keindahan situ babakan tidak dapat dinikmati secara menyeluruh, fasilitas wisata tidak bernuansa Betawi;
warung-warung tidak tertata dengan baik; laju pertumbuhan penduduk tinggi dan adanya warga pendatang; permukiman terlalu dekat dengan situ dan membelakangi situ; arsitektur tidak berkarakter khas betawi; penanganan limbah domestik masih kurang.
Konsep dasar perancangan tapak adalah suatu kawasan edukatif dan
rekreatif dengan tetap mempertahankan fungsi lingkungan utamanya sebagai
daerah resapan air dan kawasan budaya Betawi. Rencana ruang dibagi
berdasarkan tingkat kepekaan terhadap lanskap dan intensitas aktifitas manusia
yaitu ruang intensif (ruang wisata alam, ruang wisata budaya/permukiman
penduduk, ruang pelayanan dan non intensif (ruang konservasi). Penataan ruang
di tapak disesuaikan antara aktivitas yang berlangsung di tapak baik aktivitas
wisata maupun masyarakat Betawi setempat sehingga ruang-ruang yang ada dapat
mengakomodasikan fungsi-fungsi yang berlangsung.
Rencana sirkulasi ditujukan sebagai pengarah gerakan dari pengguna tapak dan menghubungkan setiap ruang dengan efektif dan efisien. Jalur sirkulasi dibagi menjadi dua yaitu jalur sirkulasi ulama dan jalur sirkulasi penunjang. Rencana tata hijau berorientasi pada penggunaan jenis-jenis vegetasi lokal khas Betawi dan berdasarkan kebutuhan.
Pengembangan fasilitas yang akan diakomodasikan di tapak adalah Rumah adat, kios yang terdiri dari kios makanan, kios untuk menjual dan penjualan alat pemancingan, dan kios cindera mata (Art shop), workshop, museum dan perpustakaan, pintu gerbang, restoran dilengkapi dengan 12 pendopo, penginapan, teater terbuka, toilet, gazebo dan shelter, dek pemancingan, perahu, jembatan, halte delman, bangku taman tersebut berciri khas Betawi, papan informasi yang direncanakan pada tapak terdiri dari papan penunjuk arah, papan orientasi, papan peraturan/larangan, dan papan nama tanaman, lampu, tempat sampah, drainase.
Untuk mereduksi dampak negatif terhadap tapak dan memberi kenyamanan bagi pengunjung maka dilakukan penghitungan terhadap daya dukung. Daya dukung tapak yaitu sebesar 3947 orang/hari.
Perancangan lanskap sangat tergantung pada hasil perencanaan sehingga diperlukan perencanaan yang matang. Tema di kawasan waterfront sangat mendukung tercipta suatu keunikan tersendiri sehingga mengundang pengunjung dan senagai daya tarik sehingga menimbulkan perasaan untuk kembali lagi.
Keunikan tersebut dapat ditentukan oleh budaya yang berkembang di kawasan
tersebut. Untuk mengembangkan kawasan ini perlu adanya pertemuan terbuka
dengan masyarakat untuk meningkatkan kesan publik. Pengembangan waterfront
harus tetap melestarikan lingkungannya. Bahkan, jika mungkin, memperbaiki
lingkungannya yang rusak. Selain itu diperlukan suatu metode tertentu yang dapat
menstabilkan garis pertemuan antara darat dan air.
PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN,
DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Mutiara Ayuputri A34201043
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU
BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Nama : Mutiara Ayuputri
NRP : A34201043
Menyetujui,
Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS NIP. 130 367 074
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP : 130 422 698
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 5 November 1983. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, putri dari pasangan Bapak Achmad Firdaus (Almarhum) dan Ibu Sri Rahayu.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 17 Malaka
Jaya, Jakarta pada tahun 1995. Selanjutnya, penulis menyelesaikan studi di SMP
Negeri 139 Jakarta pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan
studi di SMU Negeri 54 Jakarta. Tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN)
sebagai mahasiswa Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian.
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perancangan Lanskap Waterfront Situ Babakan, di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan. Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini bertujuan untuk merancang lanskap kawasan waterfront Situ Babakan dengan memanfaatkan potensi badan air Situ Babakan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Sehingga tercapainya kelestarian lingkungan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Selama persiapan, pelaksanaan dan penulisan penelitian ini penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan setulus hati, penulis berterimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Matjik, MS selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan pengarahan.
2. Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr dan Ir. Marietje Wungkar, M.Si yang telah bersedia menguji dan memberikan saran-saran untuk perbaikan penelitian ini.
3. Kepada Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama perkuliahan.
4. Segenap keluarga tercinta : Mamah, Kakak, dan saudara -saudara tercinta atas segala dukungannya baik moril maupun materil.
5. Landscape ’38 atas kebersamaannya serta segala pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis juga mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan kemajuan ilmu arsitektur lanskap.
Bogor, Januari 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Lanskap... 4
Perancangan ... 4
Situ atau Danau dan Potensinya sebagai Areal Rekreasi... 6
Karakteristik Kawasan Waterfront... 8
Pengembangan Waterfront... 8
Daya Dukung Wisata ... 11
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian... 12
Batasan Penelitian... 12
Metode ... 13
KONDISI UMUM KAWASAN Sejarah Situ Babakan... 17
Perkembangan Kampung-kampung Betawi Asli ... 17
Rencana Induk Pengembangan Kawasan PBB ... 18
INVENTARISASI Aspek Biofisik Lokasi dan Aksesibilitas Tapak... 25
Pola Penggunaan Lahan... 27
Tanah ... 31
Topografi ... 31
Hidrologi ... 31
Iklim... 36
Vegetasi dan satwa ... 38
Visual dan Akustik ... 41
Utilitas Lingkungan... 43
Aspek Sosial Budaya Kependudukan ... 43
Pola Permukiman... 45
Pengunjung ... 47
Seni dan Budaya ... 48
Arsitektur Rumah Tradisional Betawi ... 54
ANALISIS DAN SINTESIS Aspek Biofisik Lokasi dan Aksesibilitas Tapak... 56
Pola Penggunaan Lahan... 57
Tanah ... 58
Topografi ... 59
Hidrologi ... 60
Iklim... 63
Vegetasi dan satwa ... 66
Visual dan Akustik ... 68
Utilitas Lingkungan... 70
Aspek Sosial Budaya Kependudukan ... 71
Pola Permukiman... 72
Pengunjung ... 73
Seni dan Budaya ... 73
Arsitektur Rumah Tradisional Betawi ... 75
KONSEP Konsep Dasar ... 78
Konsep Pengembangan Lanskap ... 78
Konsep Ruang... 78
Konsep Aktivitas ... 79
Konsep Sirkulasi ... 79
Konsep Tata Hijau... 80
Konsep Fasilitas dan Utilitas ... 80
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rencana Lanskap Rencana Ruang ... 81
Rencana Aktivitas ... 84
Rencana Sirkulasi ... 85
Rencana Tata Hijau... 90
Rencana Fasilitas dan Utilitas... 95
Fasilitas ... 106
Utilitas... 126
Daya Dukung ... 132
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 133
Saran ... 133
DAFTAR PUSTAKA... 134
LAMPIRAN ... 137
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Jenis, Bentuk, dan Sumber Data ... 14
2. Fasilitas Bangunan Wisata di PBB ... 22
3. Landscape furniture di PBB ... 22
4. Penggunaan Lahan di Waterfront Situ Babakan... 27
5. Status Mutu Air Situ Babakan Menurut Sistem Nilai STORET Sesuai Peruntukannya... 36
6. Jenis Tanaman yang Ada pada Tapak... 38
7. Jenis-jenis Burung yang ditemukan di PBB ... 41
8. Kegiatan Pagelaran Kesenian Rutin dan Kegiatan Insidental Periode April-Juni 2005... 49
9. Jenis Tari dalam Kebudayaan Betawi... 50
10. Jenis Seni Teater dalam Kebudayaan Betawi ... 51
11. Jenis Seni Musik dalam Kebudayaan Betawi ... 52
12. Jenis Makanan dan Minuman Khas Betawi... 53
13. Alternatif Tanaman yang ditanam di Situ Babakan... 67
14. Pembagian ruang berdasarkan tingkat kepekaan terhadap lanskap dan intensitas aktivitas manusia ... 83
15. Matriks kesesuaian sumberdaya dengan aktivitas wisata yang direncanakan dala m kawasan... 86
16. Alternatif Tanaman yang ditanam di Kawasan Waterfront ... 93
17. Kebutuhan ruang aktivitas dan fasilitas, serta daya dukungnya ... 132
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Peta Orientasi Tapak ... 12
2. Bagan Proses Perencanaan/perancangan pada level tapak yang dikemukakan ole Gold (1980) ... 13
3. Master Plan PBB 2030... 20
4. Fasilitas Bangunan di PBB ... 23
5. Landscape Furniture di PBB ... 23
6. Kondisi Warung Makan di Pinggiran Situ Saat Ini ... 24
7. Pintu Masuk I Bang Pitung (PBB) ... 25
8. Kondisi Jalan di dalam Tapak... 28
9. Peta Tata Guna Lahan di PBB ... 29
10. Peta Tata Guna Lahan di Waterfront Situ Babakan... 30
11. Peta Topografi... 32
12. Peta Kemiringan Lereng ... 33
13. Peta Hidrologi ... 34
14. Keramba Jaring Apung di Situ Babakan... 35
15. Suhu Udara Rata-rata tahun 1994-2004... 37
16. Curah Hujan Rata-rata tahun 1994-2004... 37
17. Penyinaran Matahari Rata-rata tahun 1994-2004 ... 37
18. Kelembaban Rata -rata tahun 1994-2004... 37
19. Kecepatan Angin Rata -rata tahun 1994-2004... 38
20. Good View di Dalam Tapak... 41
21. Bad view di dalam tapak ... 42
22. Jumlah penduduk tiap RW di Kelurahan Srengseng Sawah... 44
23. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian... 44
24. Kondisi rumah yang membelakangi badan air di sekitar situ... 45
25. Pola tata ruang permukiman di kawasan waterfront... 46
26. Jumlah pengunjung PBB... 47
27. Salah satu kegiatan yang dilakukan di PBB ... 48
28. Salah satu jenis makanan dan minuman khas Betawi... 54
29. Penggunaan lisplang pada rumah adat Betawi... 54
30. Area potensial penarik pengunjung di sekitar PBB... 56
31. Turfblok sebagai Contoh Perkerasan Terbuka (Walker, 2002) ... 58
32. Tanaman Pencegah Erosi (Hakim, 2001) ... 59
33. Pengendalian Iklim Mikro dengan Pepohonan (Brooks, 1988) ... 63
34. Struktur Pohon yang Tidak Menghambat Pergerakan Udara ... 65
35. Shelter, gazebo, dan Pohon Peneduh ... 65
36. Tanaman Dapat Mengurangi Kecepatan Angin sekitar 40-50 % ... 66
37. Refleksi Tanaman terhadap Kolam (Hakim, 2002) ... 69
38. Sistem Pembuangan Limbah Cair dari Rumah Tangga (Chiara, 1978)... 70
39. Ondel-ondel sebagai Salahsatu Kesenian Betawi... 74
40. Tiga Jenis Bangunan Berarsitektur Betawi (Harun, 2001) ... 76
41. Beberapa Model Arsitektur Betawi (Harun, 1991) ... 77
42. Ragam Hias... 77
43. Diagram Ruang yang Direncanakan... 79
44. Diagram aktivitas ... 79
45. Diagram Pola Sirkulasi... 80
46. Rencana Ruang ... 82
47. Rencana Sirkulasi... 87
48. Detail perkerasan batu pijakan... 88
49. Detail tangga ... 89
50. Detail kontruksi perkerasan ... 91
51. Rencana Tata Hijau... 92
52. Rencana Lanskap(Site Plan) ... 96
Site Plan Segmen 1 ... 97
Site Plan Segmen 2 ... 98
Site Plan Segmen 3 ... 99
Site Plan Segmen 4 ... 100
53. Planting Plan ... 101
54. Hardscape segmen 1... 102
Hardscape segmen 2... 103
Hardscape segmen 3... 104
Hardscape segmen 4... 105
55. Alternatif rumah tradisional Betawi... 106
56. Detail Rumah Betawi... 107
Detail Rumah Betawi... 108
Detail Rumah Betawi ... 109
57. Kios ... 110
58. Detail Kios ... 111
59. Workshop ... 112
60. Detail workshop ... 113
61. Desain Pintu Gerbang yang dipengaruhi oleh unsure-unsur Betawi ... 114
62. Restoran di atas air... 114
63. Detail Restoran... 115
64. Amphiteater dengan dinding kayu dan teras rumput... 116
65. Shelter dan Gazebo ... 117
66. Detail shelter... 118
67. Dek Pemancingan ... 119
68. Dek pemancingan dan sampan (Harris dan Dinnes, 1988) ... 120
69. Detail Dek Pemancingan... 121
70. Detail Dek Pemancingan... 122
71. Perahu... 123
72. Jembatan... 123
73. Bangku ... 125
74. Detail Papan Tanda ... 127
75. Detail Lampu... 128
76. Tempat Sampah... 107
77. Detail Tempat Sampah... 130
78. Contoh saluran di atas tanah yang dibuat secara ilmiah... 129
79. Detail Bak Pengumpul ... 131
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Analisis dan sintesis ... 138
2. Sketsa ... 142
3. Sketsa ... 143
4. Sketsa ... 144
5. Sketsa ... 145
6. Sketsa ... 146
7. Data Pemantauan di Situ Babakan Periode 2004... 147
8. Pemantauan Jenis Zooplankton di Situ Babakan Periode 2004... 148
9. Pemantauan Jenis Phytoplankton di Situ Babakan Periode 2004... 149
10. Jumlah pengunjung PBB... 150
11. Jumlah penduduk tiap RW di Kelurahan Srengseng Sawah... 150
12. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian... 150
13. Gambar Potongan... 151
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan sejarah, nenek moyang manusia telah lama melakukan kehidupan berorientasi air (water culture), yaitu perairan sebagai front-side (bagian depan) . Water culture ini menjadikan pertumbuhan ibukota provinsi di kepulauan Indonesia sebagian besar berada di tepi sungai atau laut (Nugroho, 2000). Sejak dahulu manusia memilih untuk tinggal di kawasan waterfront (tepi air), dan memanfaatkan potensi yang ada pada kawasan tersebut dalam melangsungkan kehidupannya. Sehingga, menjadikannya sebagai suatu kawasan potensial bagi manusia untuk mewujudkan suatu ruang hidup bagi segenap makhluk.
Kini manusia menjalani pola kehidupan yang sama sekali berkebalikan, manusia hidup de ngan kehidupan berorientasi daratan (land culture), perairan dijadikan sebagai back-side (bagian belakang). Orientasi terhadap kehidupan berubah total dari air ke daratan serta diikuti perilaku yang berubah pula. Hampir seluruh bagian depan bangunan rumah, toko, kantor membelakangi danau atau situ, sungai, dan pantai hanya untuk mendapatkan kemudahan akses dari jalan.
Akibatnya manusia menjadikan potensi alam yang sebenarnya indah menjadi dumping area (area pembuangan).
Potensi alam yang indah merupakan da ya tarik kawasan waterfront yang menjadikannya sebagai obyek wisata. Menurut Suwantoro (1997), dalam suatu obyek wisata harus ada sarana dan prasarana penunjang untuk melayani pengunjung sehingga menimbulkan rasa senang dan nyaman, aksesibilitas yang tinggi untuk mengunjunginya serta adanya ciri khusus atau spesifikasi pada objek wisata tersebut.
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan danau sebagai objek wisata menurut
Nurisjah (1997), kelestarian, keberadaan dan keindahan badan air perlu
dipertahankan fungsinya. Selain itu, Simonds (1983) menyatakan sebagai sebuah
sumberdaya, badan air memiliki potensi penggunaan rekreasi baik di wilayah
perairannya sendiri maupun sepanjang tepiannya, dan badan air memiliki nilai
scenic atau keindahan, dimana pemandangan dan air membangkitkan perasaan menyenangkan.
Kawasan waterfront Situ Babakan, di Perkampungan Budaya Betawi (PBB), merupakan salah satu kawasan tepian air yang potensial dikembangkan sebagai obyek wisata. Kegiatan wisata telah membentuk kawasan di sekitar danau terutama area waterfront menjadi areal pelayanan wisata yang tidak tertata dengan baik sehingga dapat mengakibatkan menurunnya perhatian masyarakat kepada danau serta menimbulkan dampak negatif ekologis dan ekonomis pada danau.
Penataan lingkungan PBB di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan telah ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 92 Tahun 2000 (LemTek FTUI dan Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2001). Keputusan ini dilatarbelakangi salahsatunya oleh Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1999 mengenai Rencana Rinci Tata Ruang wilayah DKI Jakarta, pasal 74 yaitu bahwa pengembangan kawasan prioritas di tingkat kotamadya diarahkan pada wilayah kota yang memiliki peranan dan fungsi strategis bagi pengembangan kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan kota.
Setu Babakan merupakan kawasan resapan air tawar dan sebagai jantung dan paru-paru Ibukota Jakarta. Selain itu, kawasan ini dikembangkan juga sebagai area rekreasi di PBB. Sehingga dalam pengembangannya diperlukan suatu perencanaan dan perancangan lanskap waterfront situ yang baik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merancang kawasan waterfront Situ
Babakan dengan memanfaatkan potensi badan air Situ Babakan agar dapat
memberikan nilai tambah bagi kawasan Perkampungan Budaya Betawi. Selain itu
dapat meningkatkan daya dukung, kualitas visual dan lingkungan tepian air baik
air maupun bantarannya. Sehingga tercapainya kelestarian lingkungan dan pada
akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam upaya mengembangkan kawasan
waterfront Situ Babakan dan situ lainnya. Hasil perencanaan dan pera ncangan ini
diharapkan juga dapat tercipta suatu kawasan waterfront yang nyaman
(comfortable) bagi masyarakat sekitar dan pengunjung.
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap
Lanskap adalah wajah atau karakter lahan atau tapak bagian dari muka bumi dengan segala sifatnya dan kehidupan yang ada didalamnya baik yang bersifat alami maupun buatan, manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh indera dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat menjangkau serta membayangkan (Simonds, 1983). Rachman (1994) mengatakan bahwa lanskap adalah wajah dan karakter lahan atau tapak dan bagian dari muka bumi dengan segala suatu dan apa saja yang ada didalamnya baik bersifat alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh indera dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat membayangkan.
Bentukan-bentukan penampakan dan kekuatan lanskap alam yang dominan, sangat sedikit yang dapat diubah. Beberapa elemen lanskap alami yang tidak dapat diubah yaitu bentukan topografi seperti pegunungan, lembah, danau, sungai, pantai, penampakan presipitasi, embun, kabut dan sebagainya (Simonds, 1983). Selanjutnya Simonds (1983) menyatakan elemen lanskap yang dapat diubah diantaranya bukit-bukit, semak belukar, parit, dimana seorang perencana dapat memodifikasinya.
Perancangan
Aktifitas manusia dalam memanfaatkan danau akan membawa akibat antropogenik yang akan dapat menjadi ancaman kerusakan ekosistem danau, antara lain: sedimentasi, pencemaran, pemanfaatan yang merusak, konservasi lahan, dan perubahan sistem hidrologi (Direktorat Jendral Perlindungan dan Konservasi Alam-Dephutbun, 1999). Untuk itu pemanfaatan potensi danau untuk berbagai kegiatan memerlukan perencanaan yang matang agar tidak menimbulkan gangguan terhadap ekosistem sebagai suatu kesatuan.
Pendekatan perencanaan untuk penggunaan area river-basin dengan
menghindari dan mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan air (rapid
runoff, erosi, pengendapan, banjir, kekeringan, dan pencemaran) dan memastikan bahwa kemungkinan-kemungkinan pengembangan (preservasi area yang belum terganggu, konservasi, dan penggunaan yang harmonis, restorasi, dan lain-lain) dapat dilakukan (Simonds, 1983). Proses perencanaan dapat didekati melalui empat cara pendekatan (Gold, 1980) yaitu :
1. Pendekatan sumberdaya
Sumberdaya fisik atau alami akan menentukan tipe dan jumlah aktivitas rekreasi. Pertimbangan terhadap lingkungan akan menentukan perolehan dan penyelamatan ruang terbuka dimana kebutuhan pemakai ataupun sumberdaya tidak terlalu dipertimbangkan. Penawaran membatasi permintaan atau membatasi penggunaan oleh manusia atau membatasi daya dukung sumberdayanya.
2. Pendekatan aktivitas
Aktivitas rekreasi yang ada pada masa lampau dan saat ini dijadikan dasar pertimbangan perencanaan sarana rekreasi di masa yang akan datang.
Perhatian difokuskan pada permintaan, dimana faktor sosial lebih diutamakan daripada faktor alam.
3. Pendekatan ekonomi
Tingkat ekonomi dan sumber finansial masyarakat digunakan untuk menentukan jumlah, tipe dan lokasi yang potensial untuk rekreasi. Dalam hal ini faktor ekonomi lebih diutamakan daripada faktor alam maupun sosial, permintaan untuk aktivitas dimanipulasi oleh harga.
4. Pendekatan prilaku
Yang menjadi pusat perhatian adalah rekreasi sebagai pengalaman, alasan berapresiasi, bentuk aktivitas yang diinginkan dan dampak aktivitas itu terhadap seseorang. Aspek permintaan merupakan pertimbangan utama.
Seluruh area daratan yang berorientasi air harus direncanakan da lam suatu
cara untuk mendapatkan keuntungan maksimum dari keistimewaan air dengan
tetap mempertahankan integritas/keutuhannya. Sementara tiga prinsip
penggunaannya adalah: (1) semua penggunaan yang berhubungan harus sesuai
dengan sumberdaya air dan lanskap; (2) intensitas dari pengggunaan yang
diintroduksikan tidak boleh melebihi daya dukung atau toleransi biologis dari area
daratan dan perairan; (3) kelestarian sistem alami dan sistem terbangun terjamin (Simonds, 1983).
Menurut Laurie (1984), perancangan lanskap merupakan pengembangan lebih lanjut dari perencanaan tapak. Perancangan lanskap lebih berkaitan dengan seleksi-seleksi komponen rancangan, bahan-bahan, tumbuhan-tumbuhan dan kombinasinya. Hal ini berfungsi sebagai pemecah masalah-masalah yang ada dalam rencana tapak. Selanjutnya dikatakan bahwa wujud dan bentuk perancangan lanskap timbul dari hasil rumusan yang jelas terhadap potensi dan kendala tapak serta masalah perancangan yang ada, sedangkan sumber bentuk yang paling penting adalah raut atau wajah tapak itu sendiri, seperti dipertegas oleh garis batas tepian tapak dan topografi. Adapun sumber bentuk kedua berasal dari suatu perkiraan mengenai fungsi atau kegunaan yang akan ditampung.
Dalam perancangan kawasan berorientasi air perlu diperhatikan bahwa manusia tertarik akan air. Ada kecenderungan alami manusia untuk berharap dapat berjalan atau berkendara sepanjang tepian sungai atau danau, untuk beristirahat sambil menikmati pemandangan dan suara air, atau untuk menyeberanginya, yang dapat diakomodasikan dengan merancang jalur jalan, jembatan, dan dek. Selain itu detail desain yang menghubungkan daratan dan perairan juga sangat penting (Simonds, 1983).
Situ atau Danau dan Potensinya sebagai Areal Rekreasi
Situ, danau atau lembah topografi merupakan bentukan alam atau buatan
manusia yang dapat berfungsi sebagai daerah penampung atau peresap air, baik
air dari mata air alami (aliran bawah tanah) ataupun langsung dari curah hujan
(Johan, 1996). Situ dapat terbentuk secara buatan yaitu berasal dari dibendungnya
suatu cekungan (basin) atau terbentuk secara alami karena kondisi topografi yang
memungkinkan terperangkapnya sejumlah air (Ratnawati, 1999). Fungsi/manfaat
situ menurut Ratnawati (1999), yaitu: sebagai pemasok air ke dalam akifer,
sebagai daerah resapan air (recharging zone), peredam banjir, mencegah intrusi
air laut, membantu memperbaiki mutu air permukaan (lewat proses kimia-fisik-
biologis yang berlangsung didalamnya), irigasi, rekreasi, tendon air (reservoir),
mengatur iklim mikro, perikana n, mendukung keanekaragaman hayati perairan, dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan danau sebagai objek wisata menurut Siti Nurisjah (1997), kelestarian, keberadaan dan keindahan badan air perlu dipertahankan fungsinya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa fungsi-fungsi dari badan air adalah sebagai pengendali iklim mikro, kesejahteraan dan kenyamanan manusia, sumber energi, alat transportasi, elemen transportasi, elemen Rekreasi, melembutkan dan meningkatkan nilai estetika lanskap. Usaha untuk memanf aatkan dan melestarikan badan air sebagai objek wisata harus terlebih dahulu diketahui bentuk, karakter, potensi, kendala, dan bahaya yang dapat ditimbulkan dari badan air. Sifat fisik, kimia, biologis dari air merupakan pemanfatannya.
Hasil studi mengenai kegiatan rekreasi di ruang terbuka menunjukkan bahwa elemen air merupakan daya tarik yang paling besar bagi pengunjung (Turner, 1986). Salah satu alternatif tempat rekreasi dengan elemen air adalah danau/situ dan sekitarnya. Sebagai sebuah sumberdaya, badan air memiliki potensi penggunaan rekreasi baik di wilayah perairannya sendiri maupun sepanjang tepiannya, dan badan air memiliki nilai scenic beauty /keindahan, dimana pemandangan dan air membangkitkan perasaan menyenangkan (Simonds, 1983).
Menurut Joergensen (1980), menyatakan bahwa masalah pemanfaatan dan pengelolaan danau berkaitan dengan :
1. Persediaan air
Persediaan air berkaitan dengan kualitas air. Beberapa danau airnya secara tidak langsung digunakan sebagai sumber air minum, sehingga danau dapat dipandang sebagai tempat penyimpanan air tawar.
2. Pemakaian danau untuk Rekreasi dan reservoir
Rekreasi dan kualitas air saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Limbah
Rekreasi akan menimbulkan polusi yang menyebabkan dampak negatif bagi
danau.
3. Pemancingan air tawar komersil
Memancing yang berlebihan merupakan masalah pada beberapa danau karena dapat mengurangi populasi ikan dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu diperlukan pengelolaan yang tepat untuk mengatasinya.
Karakteristik Kawasan Waterfront
Waterfront, menurut arti kamus adalah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air (An English-Indonesian Dictionary, 1993). Badan air terdiri dari berbagai macam jenis menurut sifat dan karakternya, seperti laut, danau, sungai, yang terdiri secara alami, dan kanal, waduk, yang sengaja dibangun oleh manusia untuk suatu tujuan tertentu. Waterfront merupakan penerapan konsep tepian air (laut, sungai, danau, muara) sebagai halaman depan, dimana tepian air tersebut dipandang sebagai bagian lingkungan yang har us dipelihara, bukan halaman belakang yang dipandang sebagai tempat pembuangan (Nugroho, 2000).
Pengembangan Waterfront
Kawasan sekitar situ adalah kawasan di sekeliling waduk dan situ yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsinya, dimana berdasarkan PP No.47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, kawasan sekitar danau/waduk ditetapkan sebagai kawasan yang masuk dalam kawasan perlindungan setempat (Haeruman, 1999). Menurut Peraturan Daerah (Perda) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang RTRW DKI Jakarta, kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Ada beberapa masalah yang sering timbul dalam usaha untuk mengembangkan waterfront (Torre, 1989), yaitu :
1. Status kepemilikan tanah yang kadang-kadang dinyatakan sebagai milik pribadi atau perorangan.
2. Persepsi masyarakat tentang kepentingan pengembangan waterfront di suatu
kawasan. Kegiatan yang sudah ada di sekitar kawasan, jangan sampai
terganggu. Pengembangan harus mengarah ke perbaikan mutu lingkungan.
Dengan demikian, masyarakat akan mendukung jalannya pengembangan.
3. Apabila ditujukan untuk keperluan rekreasi maka masalah tata guna lahan, kelayakan, keamanan, pencapaian, dan sirkulasi harus diperhatikan.
Mengembangkan suatu kawasan yang telah mempunyai fungsi sebelumnya, tidaklah mudah. Kegiatan yang telah ada sedikit banyak membatasi keleluasaan ruang gerak dalam berkarya. Di sisi lain, fungsi-fungsi tersebut memberikan kekuatan lain yang mencirikan daerah setempat.
Dalam mengembangkan suatu kawasan waterfront, harus diperhatikan apa yang telah di tapak. Semua kegiatan yang ada sedapat mungkin dipertahankan untuk menjaga keasliannya. Makin banyak keaslian yang dipertahankan, makin unik dan menarik daerah tersebut. Namun di sisi lain, harus pula diciptakan daya tarik untuk mengundang pengunjung. Disini mungkin akan timbul suatu pertentangan dimana keaslian tersebut ternyata tidak menarik minat pengunjung.
Ketertarikan pengunjung harus diutamakan karena tahapan yang harus dicapai bukan hanya mengundang, tetapi juga membuat pengunjung untuk datang lagi.
Secara umum, prinsip dasar pengembangan waterfront adalah menyeimbangkan antara keaslian dan penciptaan daya tarik.
Ada beberapa unsur yang dapat mendukung keberhasilan suatu waterfront (Torre, 1989), yaitu :
1. Tema
Elemen ini ditentukan oleh iklim, budaya, dan sejarah. Tema tersebut akan menentukan ruang-ruang yang akan dibentuk, ta ta guna lahan, material yang akan dipakai, skala, dan makna waterfront. Dengan demikian akan tercipta suatu keunikan tersendiri sehingga mengundang pengunjung dan menimbulkan perasaan untuk kembali lagi.
2. Image atau Kesan
Hal ini penting karena kesan publik akan mempengaruhi minatnya untuk
mengunjungi waterfront. Bila kesan masyarakat sudah negatif, maka
keinginan untuk mengunjungi suatu kawasan waterfront akan sulit
dihidupkan. Karena itu, harus ditimbulkan kesan positif sebelum
pengembangan waterfront dimulai, misalnya melalui promosi atau pertemuan terbuka.
3. Keaslian
Karakter dari waterfront yang akan dikembangkan harus ditemukan dan dipertahankan. Dengan demikian akan menimbulkan suatu keunikan dan meningkatkan daya tariknya.
4. Kegiatan
Jenis aktivitas yang akan dimasukkan harus disusun sedemikian rupa sehingga urutannya dapat dinikmati pengunjung secara baik. Kemudahan pencapaian, sirkulasi, pengalaman yang menarik harus tetap diperhatikan. Hal yang paling diminati pengunjung adalah kesempatan untuk makan atau duduk santai sambil melihat-lihat.
5. Persepsi Publik
Sebelum pengembangan dimulai, publik harus diyakinkan bahwa kegiatan ini akan menaikan mutu daerah sekitarnya. Aktivitas yang sudah terbentuk di lingkungan tersebut, tidak akan terganggu dengan adanya pengembangan ini.
Dengan demikian masyarakat akan mendukung keberhasilan kawasan pengembangan waterfront. Tujuan ini bisa dicapai dengan menginformasikan kepada masyarakat tentang kegiatan yang akan berlangsung.
6. Pelestarian Lingkungan
Pengembangan waterfront harus tetap melestarikan lingkungannya. Bahkan, jika mungkin, memperbaiki lingkungannya yang rusak. Tujuan ini dapat dicapai dengan melakukan penelitian pada lahan mengenai proses ekologi setempat. Selain itu perancangan sedapat mungkin mengurangi dampak lingkungan dan memanfaatkan secara maksimal sumber daya alam yang ada.
7. Teknologi konstruksi
Tugas penting dalam bidang konstruksi adalah membuat suatu metode tertentu yang daapat menstabilkan garis pertemuan antara darat dan air. Ini adalah tugas utamanya.
8. Manajemen
Setelah proses perancangan selesai, yang diperlukan selanjutnya adalah
manajemen. Pengaturan yang baik dan efektif terhadap pemeliharaan mutu
kawasan, peningkatan daya tarik dengan mengadakan acara-acara berkala, sangat diperlukan untuk tetap menghidupkan kawasan ini.
Daya Dukung Wisata
Daya dukung wisata adalah kemampuan suatu area wisata secara alami, segi fisik dan sosial untuk dapat mendukung atau menampung penggunaan aktifitas wisata dan memberikan suatu kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan, atau jumlah penggunaan aktifitas wisata yang dapat diberikan suatu sumberdaya yang paling sesuai terhadap perlindungan sumberdaya wisata tersebut dan kepuasan yang didapat oleh pengguna (Gold, 1980).
Tergantung dari tujuan pengembangan tapak, la nskap atau kawasan yang ingin dicapai, diketahui ada beberapa bentuk (ragam) pendugaan nilai daya dukung dari suatu tapak atau kawasan (Nurisjah, et al. 2003). Daya dukung ini, walaupun dasarnya adalah pengukuran terhadap kemampuan tapak, tetapi secara garis besar dalam pengembangan tapak, dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pertama yaitu model daya dukung yang berorientasi terhadap kepekaan ekologis dan fisik tapak/lanskap (faktor pembatas, keawetan atau durability). Daya dukung fisik suatu kawasan atau areal merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam kawasan atau areal tersebut tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan secara fisik (Pigram dalam Nurisjah, et al. 2003).
Kedua adalah model daya dukung yang berorientasi terhadap kepuasan
dan aspek sosial pemakai atau terhadap penggunaannya oleh manusia. Konsep
daya dukung sosial pada suatu tapak atau kawasan merupakan gambaran dari
persepsi seseorang dalam menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan, atau
persepsi pemakai kawasan terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam
memanfaatkan suatu area tertentu (Nurisjah, et al. 2003). Konsep ini berkenaan
dengan tingkat comfortability atau kenyamanan dan apresiasi pemakai kawasan
karena terjadinya atau pengaruh over-crowding pada suatu tapak.
Situ Babakan
Peta Jakarta Selatan
Peta Kampung Setu Babakan “Perkampungan Budaya Betawi
U Tanpa skala
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perkampungan Budaya Betawi (PBB) yang terletak di Kampung Kalibata, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan selama enam bulan, dari bulan Februari 2005 sampai bulan Agustus 2005. Peta orientasi tapak dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Orientasi Tapak
Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi sampai tahap perancangan la nskap pada kawasan
waterfront dengan luas + 46 ha, yang meliputi pengaturan tata ruang, sirkulasi,
tata hijau, fasilitas, dan utilitas. Perancangan lanskap ini menghasilkan suatu
rancangan tertulis dan tergambar dalam bentuk site plan yang disertai dengan
gambar rancangan detail pada bagian-bagian tapak tertentu pada kawasan
waterfront.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode survai dan analisis deskriptif.
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sumberdaya dan aktivitas menurut Gold (1980). Proses ini meliputi beberapa tahapan diantaranya, persiapan penelitian, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan serta perancangan. Bagan proses perencanaan/perancangan yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bagan proses perencanaan atau perancangan pada level tapak yang dikemukakan oleh Gold (1980)
Tahapan kegiatan penelitian yang akan dilakukan mencakup : 1. Persiapan Penelitian
Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan, pengumpulan informasi tentang program dari instansi terkait dan penelitian pendahuluan yang pernah dilakukan di lokasi. Informasi tentang program dari instansi terkait digunakan
sebagai dasar dalam menentukan alternatif kegiatan wisata di tapak agar sesuai atau tidak bertentangan dengan kebijakan yang telah dilakukan.
Persiapan Inventarisasi Analisis Perencanaan
Biofisik
• Lokasi dan
Aksesibilitas Tapak
• Topografi dan
tanah
• Hidrologi
• Iklim
• Tata guna lahan
• Vegetasi dan
satwa
• Kualitas visual
dan akustik Sosial- Budaya
• Kependudukan
• Pola
pemukiman
• Pengunjung
• Tradisi Budaya
Potensi Pengembangan
Potensi Amenity Kendala Danger Signal
Alternatif kegiatan
Perancangan
Rencana lanskap Rencana ruan g Rencana Sirkulasi Rencana Tata hijau
Recana fasilitas dan utilitas
Planting Plan Detil Fasilitas Gambar Tampak Perspektif
SintesisKonse
• Solusi
masalah
• Pemanfa
atan
potensi
2. Inventarisasi
Pada tahap ini dikumpulkan semua data tak yang meliputi data biofisik (lokasi dan aksesibilitas, topografi, tanah, hidrologi, iklim, vegetasi dan satwa, visual), data sosial budaya (pola permukiman, tradisi budaya, kesenian, perekonomian kawasan, pengunjung) (Tabel 1). Seluruh data yang dikumpulkan dalam bentuk data primer maupun data sekunder. Data primer diperoleh dari survai lapang dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka yaitu buku acuan, laporan pendahuluan dan pustaka lainnya yang melingkupi penelitian ini.
Tabel 1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data
No. Data Bentuk Data Jenis Data Sumber
ASPEK BIOFISIK 1. Lokasi dan
Aksesibilitas Tapak • Aksesibilitas dan sirkulasi manusia dan kendaraan di SB
• Kondisi jalan dan perkerasan
Primer
Primer dan sekunder
• survai lapang
• Kelurahan Srengseng Sawah
• Lemtek FTUI 2. Tata guna lahan • Peta tata guna lahan di SB
dan sekitarnya
Primer dan sekunder • survai lapang
• Lemtek FTUI 3. Tanah • Data Geologi dan Tanah Sekunder • Pusat penelitian
tanah dan agroklimat
4. Topografi • Peta kontur Sekunder • BMG
5. Hidrologi dan Drainase
• Drainase dan saluran air
• Kualitas dan penggunaan sumber air
Primer dan sekunder Primer dan sekunder
• survai lapang
• Bapedalda DKI Jakarta 6. Iklim • Curah hujan, suhu, intensitas
matahari, kecepatan angin, kelembaban rata-rata/bulan
Sekunder • BMG
7. Vegetasi dan satwa • Lokasi, fungsi
• Lokasi dan jenis satwa
• Vegetasi khas betawi
Primer dan sekunder Pri mer dan sekunder Primer
• survai lapang
• Masyarakat SB
• Literatur 8. Visual dan akustik • Good view, bad view, di
dalam tapak
• Akustik
Primer • survai lapang
• Pengunjung 9. Utilitas Lingkungan • Air bersih, penerangan,
irigasi
Primer • survai lapang ASPEK SOSIAL BUDAYA
1. Kependudukan • Jumlah penduduk
• Mata pencaharian
Sekunder • Kelurahan
Srengseng Sawah 2. Pola Permukiman • Pola permukiman Primer dan sekunder • survai lapang
• Literatur 3. Pengunjung • Jumlah pengunjung Sekunder • Pengelola SB 4. Seni dan Budaya • Perayaan, adat istiadat,
kesenian
• Ragam Makanan
Sekunder Sekunder
• BAMUS Betawi
• Lemtek FTUI
• Literatur 6. Penerapan Arsitektur
Tradisional Betawi • Arsitektur rumah Betawi Primer dan sekunder • survai lapang
• Lemtek FTUI
• Studi pustaka Keterangan :
SB : Setu Babakan
BAMUS Betawi : Badan Musyawarah Warga Betawi RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah
Lemtek FTUI : Lembaga Teknologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia
BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika
3. Analisis dan Sintesis
Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dilakukan analisis terhadap berbagai aspek dan faktor yang mempengaruhi perencanaan tapak.
Secara kualitatif data dikelompokkan menjadi kelompok yang menyajikan potensi tapak (yang dapat dimanfaatkan), kendala tapak (yang menimbulkan bahaya namun masih dapat diatasi dengan beberapa perubahan), amenity tapak (standar kenyamanan) dan danger signals (yang dapat menimbulkan bahaya, tidak dapat diubah, tetapi dapat diupayakan penghindarannya).
Sintesis merupakan tahap pemecahan masalah dan pemanfaatan potensial dari suatu tapak yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan.
4. Perencanaan
Hasil dari tahap ini adalah konsep dasar perencanaan. Dari konsep yang dibuat dikembangkan menjadi konsep tata ruang, sirkulasi, tata hijau, serta fasilitas dan utilitas. Dari konsep tersebut dikembangkan perencanaan yang umumnya disajikan dalam bentuk rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana tata hijau, rencana fasilitas dan utilitas serta rencana lanskap secara keseluruhan (landscape plan).
5. Perancangan
Perancangan merupakan tindak lanjut dari konsep yang diterjemahkan ke dalam rencana ruang serta fasilitasnya. Kemudian tahap selanjutnya dilakukan kegiatan dalam bentuk rancangan tapak kemudian dilakukan perancangan detil ruang dan fasilitas serta jaringan penghubung.
6. Daya Dukung
Setelah proses perancangan selesai maka secara kuantitatif dapat dihitung
daya dukung yang akan dikembangkan untuk tujuan dan fungsi yang
diinginkan. (Boulon dalam Nurisjah et al, 2003) mengemukakan rumus daya
dukung kawasan wisata yang perhitungkan be rdasarkan standar rata -rata
individu dalam m
2/orang :
DD = A S Dimana,
DD= Daya Dukung
A = Area yang digunakan wisatawan (m
2)
S = Standar rata-rata individu (m
2/orang)
KONDISI UMUM KAWASAN
Sejarah Situ Babakan
Situ Babakan adalah danau alami. Pada mulanya situ tersebut dikelilingi oleh Kampung Kalibata dan Kampung Babakan. Kampung Babakan lebih dahulu berkembang permukiman dibandingkan Kampung Kalibata, sedangkan Kampung Kalibata berupa sawah, rawa, dan perkebunan. Oleh karena itu, warga setempat lebih banyak mengakses situ tersebut melalui Kampung Babakan, sehingga masyarakat setempat menyebutnya sebagai Situ Babakan. Namun, tahun 60-an bagian utara danau tersebut ditanggul sehingga situ tersebut tidak melewati Kampung Babakan lagi. Saat ini, Kampung Babakan itu sendiri masih ada dan bagian utara situ yang di tanggul hanya berupa empang dan rawa.
Perkembangan Kampung-kampung Batawi Asli
Pada abad 17 dan 18 , jakarta merupakan kota tempat berimigrasinya orang-orang dari berbagai daerah di nusantara, misalnya Melayu, Ambon, Bugis, dan Bali (Harun, et. al, 1991). Kedatangan mereka pada umumnya berkaitan dengan kegiatan perdagangan yang berkembang pesat di Jakarta. Mereka membentuk permukiman menurut latar belakang etnisnya, yang biasanya terdapat di dekat jalur -jalur komunikasi dan pusat-pusat yang dibangun oleh Belanda.
Dengan adanya pertumbuhan permukiman-permukiman ”asli” tersebut menurut latar belakang etnis masing-masing penduduknya, pada sekitar tahun 1840-an istilah ”kampung” pertama kali dikenal yang mengindikasikan
”permukiman asli” yang dibedakan dari istilah ”kota” untuk permukiman Belanda, yang muncul dari istilah ”compound”. Kampung-kampung inilah yang berkembang sejak abad 17, yang bersama-sama kampung-kampung di daerah dalam dan di daerah pantai, kemudian menjadi kampung-kampung Betawi yang dikenal sekarang.
Pada saat ini baik kota Jakarta maupun kampung-kampung di dalamnya
telah berkemabang cepat. Berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan, di Jakarta
pada saat ini telah terdapat tiga tipologi kampung (Harun, et. al. 1991) yaitu :
1) Kampung Kota : yang terletak dekat pusat-pusat kegiatan kota yang biasanya berkepadatan sangat tinggi;
2) Kampung Pinggiran : berada di daearah pinggiran kota tetapi masih ter masuk ke dalam batas wilayah dan kegiatan kota, berkepadatan antara rendah dan sedang, tapi kadang-kadang ada yang tingg;
3) Kampung Pedesaan : kebanyakan berada di luar batas wilayah dan kegiatan perkotaan, berkepadatan rendah dan kebanyakan bertumpu pada kegiatan pertanian dan perkebunan.
Banyak kampung-kampung yang termasuk kampung kota dan kampung pinggiran berkembang setelah Belanda menguasai Jakarta. Demikian pula, hampir semua permukiman yang terbentuk berdasarkan pengelompokan etnis terdapat pada kampung kota dan kampung pinggiran. Sebaliknya kampung-kampung pedesaan yang terdapat di daerah dalam kebanyakan sudah berdiri sejak sebelum Belanda masuk Jakarta. Karenanya, sifat Betawi ”asli” dari kampung-kampung pedesaan lebih kuat dari kampung-kampung pada tipologi lainnya.
Rencana Induk Pengembangan Kawasan PBB
Kawasan Situ Babakan ditetapkan sebagai PBB berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi DKI Jakarta dan Surat keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 92 Tahun 2000 tentang penataan lingkungan PBB di Kelurahan Srengseng Sawah.
Penetapan kawasan ini bertujuan untuk melestarikan budaya Betawi melalui sebuah perspektif kehidupan budaya Betawi.
PBB adalah suatu lingkungan kehidupan sosial atau lingkungan binaan yang bernuansa Betawi, yang dihuni oleh komunitas Betawi dengan keasrian alam yang menarik, keanekaragaman tradisi serta kebudayaan (Lemtek FT UI dan Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2001). Wadah pembinaan dan pengembangan serta pelestarian budaya Betawi yang dimaksud terdiri dari lima unit kompleks meliputi:
1. Pembinaan keagamaan/religius
2. Pembinaan dan pengembangan nilai-nilai budaya (tata busana, tata boga, tata
graha)
3. Pembinaan dan pengembangan kebahasaan kesusastraan serta keperpustaka an 4. Pembinaan dan pengembangan kesenian
5. Pembinaan tradisi, peninggalan sejarah dan permuseuman
Berdasarkan Master Plan PBB 2000-2010 (Lemtek FTUI dan Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2001) konsep dasar pengembangan Perkampungan Budaya Betawi (PBB) adalah meningkatkan harkat dan martabat warga masyarakat Betawi melalui penataan ruang di dalam batas wilayah kehidupan masyarakatnya berdasarkan nilai-nilai tradisi serta sosial budaya yang dikembangkan. Seluruh bangunan di dalam PBB harus menampilkan citra tradisional Indonesia khususnya Betawi, namun juga menggambarkan suatu perkembangan yang mengarah pada konsep berwawasan lingkungan.
Lahan PBB dibagi menjadi beberapa zona pengembangan fisik lingkungannya yang diharapkan dapat menampung aspirasi kehidupan sosial budaya masyarakat setempat (LemTek FTUI dan Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2001). Zona pengembangan fisik tersebut adalah zona perumahan dan fasilitas- fasilitasnya, zona kesenian dan sejarah, zona wisata agro, zona wisata air, dan zona industri. Master Plan PBB 2030 dapat dilihat pada Gambar 3.
Zona perumahan tersebar merata di atas lahan-lahan terbuka (kebun dan halaman) milik penduduk. Kebun/halaman dan rumah merupakan bagian dari konsep argo wisata harus menjadi sandaran dalam menunjang kehidupan ekonomi penduduknya melalui pembinaan dan pemberdayaan masyarakatnya.
Zona kesenian dan sejarah merupakan suatu areal yang menampung kegiatan dan pengembangan kesenian Betawi serta nilai-nilai sejarah yang ada dari dahulu sampai sekarang. Konsep arsitektur bangunan maupun lingkungan di dalam zona ini harus mencerminkan budaya Betawi dan merupakan suatu kesatuan (unity ) PBB secara umum.
Zona wisata agro menyajikan perjalanan wisata di perkebunan atau
pertamanan PBB yang seharusnya memiliki ciri dan nuansa Betawi. Konsep
penataan tidak dapat dilepaskan dari zona perumahan sebagai tempat tinggal
pemilik kebun/pertanian tersebut. Lanskap wisata agro dilengkapi dengan elemen
taman seperti bangku, lampu taman dan sebagainya sehingga pengunjung dapat
nyaman menikmati perjalanan wisata. Area wisata agro harus meminimalkan
penggunaan material lanskap yang dapat mengurangi atau menghambat terjadinya resapan air ke dalam tanah.
Zona wisata air memanfaatkan Situ Babakan sebagai tujuan utama (core destination) yang memberikan nilai ekonomis dan ekologis bagi penduduk PBB.
Situ Babakan tidak hanya dikembangkan sebagai objek wisata air, namun diharapkan mampu memicu perkembangan area PBB lainnya sebagai zona-zona wisata sesuai dengan yang telah direncanakan. Selain itu juga diharapka n terjadinya pertumbuhan bagi penduduk asli PBB baik aspek fisik maupun aspek non fisik. Aspek fisik yaitu tertatanya lingkungan PBB sebagai lingkungan yang asri namun tetap mempertahankan kekhasan budaya betawi. Sedangkan aspek non fisik ialah berkembangnya tatanan sosial, budaya serta perekonomian lingkungan sekitar ke arah yang positif sesuai dengan tradisi budaya betawi. Pengelolaan situ dapat mempertahankan fungsi utama situ sebagai daerah resapan air.
Zona industri di dalam kawasan PBB disediakan dalam rangka melindungi dan mengembangkan industri yang ada saat ini (home industri ).
Karena sifatnya merupakan industri rumah tangga, maka zona ini akan menyebar di dalam kawasan PBB.
Penghijauan dan pembangunan taman pada areal ini telah dilakukan di sepanjang pinggiran situ bagian barat. Tanaman-tanaman yang digunakan merupakan tanaman peneduh dan tanaman khas Betawi.
Perencanaan kawasan PBB dilakukan oleh Dinas Tata Kota Propinsi Jakarta yang berperan juga sebagai ”Team Leader” dalam penanganan kawasan PBB Situ Babakan. Untuk mengembangkan kawasan ini sebagai kawasan PBB maka perbaikan-perbaikan maupun perencanaan sarana prasarana, infra struktur dan lain sebagainya perlu dilakukan melalui program-program pemerintah daerah (LemTek FTUI dan Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2001). Hingga saat ini lahan yang telah dibangun + 4000 m
2. Pembangunan yang dilakukan diantaranya adalah:
• Perbaikan jaringan jalan melalui perkerasan, baik dengan aspal maupun
conblock dengan tetap memperhatikan peraturan-peraturan bangunan pada
kawasan PBB.
• Pembangunan fasilitas wisata (prototype rumah tradisional Betawi, panggung teater terbuka, plaza, kantor pengelola, wisma Betawi, gallery, tempat parkir, toilet, pintu gerbang) (Tabel 2) dan pembangunan landscape furniture (lampu taman, ba ngku taman, tempat sampah, papan informasi) (Tabel 3). Gambar fasilitas bangunan dapat dilihat pada Gambar 4 dan gambar landscape furniture pada Gambar 5.
• Pemugaran rumah penduduk (67 rumah yang tersebar di kawasan PBB hingga saat ini).
Tabel 2. Fasilitas Bangunan di PBB
No. Jenis Bangunan Luas (m
2)
1. Panggung Teater Terbuka + 355
2. Plaza -
3. Kantor Pengelola + 164
4. Prototype Rumah Tradisonal Betawi + 165
5. Wisma Betawi + 150
6. Gallery + 165
7. Tempat parkir + 100
8. Toilet -
9. Mussolla -
10. Loket Sepeda Air (@ 10 sepeda air) -
Sumber: Pengelola Perkampungan Budaya Betawi (2005)
Tabel 3. Landscape furniture di PBB
No. Jenis Landscape furniture Jumlah
1. Bangku Taman 30
2. Lampu Taman 40
3. Tempat sampah 30
4. Papan Informasi 1
Sumber: Pengelola Perkampungan Budaya Betawi (2005)
Panggung Teater Terbuka Prototype rumah tradisional Betawi
Plaza Tempat Parkir Gambar 4. Fasilitas Bangunan di PBB
Bangku Taman Lampu Taman
Gambar 5. Landscape Furniture di PBB
Fasilitas penunjang wisata yang ada di tapak berupa kios-kios, warung makan, dan WC. Fasilitas wisata tersebut tidak tertata dengan baik dan bersifat ilegal karena dalam pembangunannya tidak memiliki izin dari pengelola PBB tersebut. Dalam hal ini pihak pengelola tidak mempunyai peraturan yang kuat dalam penetapan ruang penunjang wisata sehingga pembangunan fasilitas wisata tersebut tidak terkendali. Pada saat ini pengelola mengeluarkan peraturan untuk tidak mengizinkan pembangunan apapun di sekitar situ tanpa ada perizinan dari pihak-pihak yang terkait terlebih dahulu. Fasilitas wisata tersebut dibangun oleh masyarakat sekitar sebagai sumber mata pencaharian. Sebagai kawasan wisata PBB, fasilitas wisata tersebut tidak berkarakter khas betawi. Kondisi warung makan di kawasan waterfront Situ Babakan saat ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Kondisi Warung Makan di Kawasan Waterfront Situ Babakan Saat Ini
INVENTARISASI
Aspek Biofisik
Lokasi dan Aksesibilitas Tapak
Secara administratif, Situ Babakan terletak di Kampung Kalibata, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan.
Sedangkan secara geografis terletak pada 106
o48’30” BT - 106
o49’50” dan 06
o20’07” LS - 06
o21’10” LS. Situ Babakan merupakan situ yang terletak di kawasan Perkampungan Budaya Betawi (PBB), selain Situ Mangga Bolong.
Awalnya luas PBB adalah 165 ha, tetapi setelah adanya pemekaran tertanggal 10 Maret 2005 luas PBB menjadi 289 ha. Luas Situ Babakan saat ini sekitar 17 ha, + 5.88 % dari luas keseluruhan PBB (289 ha).
Batas-batas fisik wilayah perencanaan yaitu dengan Jalan Moch. Kahfi II sebelah utara, Jalan Desa Putera dan Jalan Mangga Bolong Timur sebelah timur, Jalan Tanah Merah, Jalan Srengseng Sawah dan Jalan Puskesmas sebelah selatan, serta Jalan Moch. Kahfi II sebelah Barat. Saat ini, akses yang biasa digunakan oleh pengunjung adalah melalui pintu gerbang I Bang Pitung (Gambar 7).
Gambar 7. Pintu Masuk I Bang Pitung (Perkampungan Budaya Betawi)
Jalan Raya Pasar Minggu dan lintasan Kereta Rel Listrik (KRL) Jakarta-
Bogor merupakan akses utama menuju lokasi tapak. Lokasi tapak terletak + 5 km
dari Stasiun Lenteng Agung. Jalan yang membatasi lokasi tersebut seluruhnya
dilalui oleh angkutan umum kota (mikrolet dan bus). Pusat-pusat kegiatan di
sekitar PBB yang selama ini menjadi daya tarik kegiatan masyarakat Jakarta, khususnya di wilayah Jakarta Selatan adalah (LemTek FTUI dan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 2001) :
1. Di sebelah utara PBB terdapat Kebun Binatang Ragunan yang merupakan tempat wisata masyarakat Jakarta ( + 5 Km).
2. Pasar Lenteng Agung merupakan tempat pembelanjaan (pasar) lingkungan.
3. APP, Institut Sains dan teknologi (ISTN), Universitas Indonesia (UI) (+ 21 km), Pusgrafin (Pusat Grafik Nasional) dan Universitas Pancasila yang merupakan pusat kegiatan akademik.
Secara makro PBB dapat dicapai dari empat arah yaitu :
• Dari arah barat, mewakili daerah Ciganjur, Cinere, dan Pondok Labu ke lokasi melalui Jalan Warung Silah.
• Dari arah timur melalui Jalan Srengseng Sawah.
• Dari arah utara dari Jalan Raya Lenteng Agung melalui Jalan Mochammad Kahfi II, dan
• Dari arah selatan mewakili daerah Lebak Bulus dan Depok, melalui Jalan Tanah Baru (terusan Mochammad Kahfi II ke arah selatan) dari Lebak Bulus dan Jalan Kukusan di Depok
Kawasan Situ Babakan berbatasan antara DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Akses dari dan ke Jakarta yang tersedia cukup baik yaitu jalan arteri (Jl. Raya Pasar Minggu) dan jalan kolektor (Jl. Moc h. Kahfi II) serta ditunjang dengan tersedianya transportasi massal yaitu Kereta api dengan stasiun terdekat berjarak + 5 km (Stasiun Lenteng Agung).
Kondisi jalan di sekitar situ pada umumnya merupakan tanah yang
memungkinkan sirkulasi untuk mobil atau motor. Tetapi pada situ bagian atas
jalannya sempit hanya untuk pejalan kaki saja karena berbatasan dengan
perkebunan milik pribadi yang dibatasi oleh pagar. Jalan menjadi becek jika hujan
karena belum ada perkerasan. Pada bagian-bagian tertentu terasa sangat panas
karena berbatasan langsung dengan pekarangan rumah yang jarang memiliki
pohon besar sehingga tidak ada peneduh bagi jalan. Tetapi pada umumnya jalan
terasa teduh karena banyak vegetasi khas Betawi yang ditanam untuk menunjang
kegiatan wisata yang telah dikembangkan di tapak.
Akses masuk menuju lokasi tidak ditunjang dengan sarana transportasi.
Jaringan jalan di kawasan ini terdiri dari jalan kelas lokal dan jalan pedestrian, dengan permukaan ada yang diperkeras dan masih jalan tanah. Jalan tersebut memiliki lebar 3 meter dengan perkerasan semen atau cone block. Jalan di areal sempadan situ ada berupa tanah dan perkerasan cone block. Kondisi Jalan di dalam kawasan dapat dilihat pada Gambar 8.
Pola Penggunaan Lahan
Jenis penggunaan lahan di kawasan danau dan sekitarnya meliputi perumahan, kawasan hijau, rawa, air, dan fasilitas umum/ fasilitas sosial (Tabel 4). Gambar peta tata guna lahan Perkampungan Budaya Betawi (PBB) dapat dilihat pada Gambar 9 dan peta tata guna lahan kawasan waterfront Situ Babakan dapat dilihat pada Gambar 10.
Tabel 4. Penggunaan Lahan di Situ Babakan
No. Jenis Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%)
1. Perumahan 16.29 35.40
2. Kawasan Hijau 11.48 24.93
3. Rawa 7.29 15.85
4. Air 9.14 19.85
5. Fasilitas Umum/fasilitas sosial 1.83 3.98
Jumlah 46.03 100
Sumber : LemTek FTUI dan dan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 2001
Pemda DKI Jakarta berencana untuk memperluas Situ Babakan menjadi 32 ha. Perluasan tersebut meliputi lahan di sekitar situ yang merupaka n lahan tidur dan rawa-rawa (Biro Bina Penyusunan Program DKI Jakarta, 2001). Perluasan situ tersebut ditujukan agar dapat mengakomodasi wisata air yang akan dikembangkan.
Di bagian selatan dari perluasan wilayah perairan Situ Babakan direncanakan sebaga i lahan untuk pemakaman umum. Sesuai dengan SK Gub.
KDKI no. 102 Tahun 1989 tertanggal 21 Januari 1989 tentang penguasaan
perencanaan pemakaman umum srengseng sawah (Dinas Pertamanan dan
Keindahan Kota, 2000).
PETA TATA GUNA LAHAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI, JAKARTA SELATAN
JUDUL PENELITIAN
JUDUL GAMBAR
PROF. DR. IR. NURHAYATI A. MATTJIK, MS
ORIENTASI TANGGAL
DIGAMBAR OLEH MUTIARA AYUPUTRI A34201043
DOSEN PEMBIMBING
SKALA
1 SEPTEMBER 2005
NO. GAMBAR
62 58
6260 62 64 62
5860 6058 6262 5860
58
60 58 62 64
62
56
58 60
54 58
56
56 56 54
54 54 56
56
Sumber : Lembaga Teknologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (2000)
Fasilitas Umum/ Fasilitas Sosial (5.10 %) Rawa (12.05 %)
Kawasan Hijau (26.19 %)
Perumahan (46.73 %) Air (9.93 %)
Keterangan :
0 1 2 5 2 5 0 375 m
9
Batas kawasan Waterfront
Tanah
Jenis tanah yang terdapat di kawasan Situ Babakan adalah asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan, dan laterit air tanah, dengan bahan induk Tuf volkan intermedier. Tanah latosol tidak memperlihatkan pembentukan tanah yang baru dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai laha n pertanian. Latosol bersifat asam dengan kandungan bahan organik yang rendah sehingga kesuburan juga rendah (Soepardi, 1979). Tanah ini berstruktur granular dan drainasenya baik sehingga tanah ini berbahaya jika dibiarkan terbuka.
Topografi
Secara umum, keadaan topografi kawasan Situ Babakan datar sampai bergelombang. Lereng berkisar antara 8-15 % dengan ketinggian lebih dari 25 m dpl (di atas permukaan laut). Permukiman di sebelah barat terletak lebih tinggi dari permukaan jalan di sepanjang situ. Jalan di sepanjang situ relatif datar. Peta topografi dapat dilihat pada Gambar 11 dan peta kelas kemiringan lereng pada Gambar 12.
Hidrologi
Wilayah kelurahan Srengseng Sawah termasuk dalam DAS sanggrahan berada pada tepian sungai Ciliwung (Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota, 2000). Sumber air Situ Babakan adalah dari pitara pecahan ciliwung (irigasi dari bendungan tanjakan empang) (Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota, 2000).
Sistem hidrologi Situ Babakan merupakan sistem terbuka dengan adanya inlet dan
outlet air situ. Inlet Situ Babakan ada empat buah, yaitu dari Situ Mangga Bolong,
Kali Baru, Kali Tengak, dan Situ ISTN (Institut Sains dan Teknologi), sedangkan
outletnya menuju Sungai Ciliwung (Bapedalda, 2004). Peta hidrologi dan drainase
dapat dilihat pa da Gambar 13.
Jl. Moh. Kahfi I
Situ Babakan
Situ Mangga Bolong
Jl. Desa Putra
Jl. Srengseng Sawah
Kali Baru
Situ ISTN
Kali Tengah dan Perumahan Depok
Situ Mangga Bolong
DIGAMBAR OLEH
1 SEPTEMBER 2005 DOSEN PEMBIMBING MUTIARA AYUPUTRI A34201043
PROF. DR. IR. NURHAYATI A. MATTJIK, MS
PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI, JAKARTA SELATAN
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PETA HIDROLOGI DAN DRAINASE TAPAK JUDUL GAMBAR
JUDUL PENELITIAN TANGGAL
NO. GAMBAR Sumber : Pemerintah Daerah DKI Jakarta (2001)
Keterangan :
Empang Pintu Air
Aliran Drainase
Area Tergenang Permanen (Situ dan Empang)
Area Tergenang Periodik Permanen
SKALA ORIENTASI
0 125 250 375 m
13
inlet
inlet
inlet
inlet
outlet