AKSI NYATA
Filosofi Pendidikan Nasional dan Peran Guru
1. Pendidikan yang Memerdekakan dan Berpihak pada Peserta Didik
Ki Hajar Dewantara adalah Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Ia lahir pada 2 Mei 1889. Ia dikenal sebagai tokoh yang memperjuangkan pendidikan untuk semua kalangan, tidak hanya untuk orang kaya atau bangsawan.
Moto terkenalnya:
"Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani"
• Di depan memberi teladan,
• Di tengah memberi semangat,
• Di belakang memberi dorongan.
a. Apa itu Pendidikan yang Memerdekakan?
“Pendidikan harus menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat.”
Maksudnya:
- Pendidikan harus membantu murid tumbuh sesuai bakat dan potensi mereka.
- Murid harus merasa bebas berpendapat, berkarya, dan berkembang, bukan ditekan atau diseragamkan.
- Guru bukan penguasa, tapi penuntun.
b. Apa Artinya Berpihak pada Murid?
• Mendengarkan suara mereka.
• Memberi ruang untuk mencoba, gagal, dan belajar.
• Menghargai perbedaan cara belajar.
• Menyesuaikan pembelajaran agar relevan dengan kehidupan mereka 2. Pancasila sebagai Landasan Filosofi Pendidikan Nasional
Pancasila adalah dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Sebagai dasar yang memuat nilai-nilai luhur, Pancasila menjadi landasan utama dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan. Pendidikan di Indonesia tidak hanya bertujuan mencerdaskan anak bangsa, tetapi juga membentuk
manusia yang beriman, bermoral, dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, dan negara. Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila harus dijadikan pedoman dalam proses belajar dan berperilaku di lingkungan sekolah.
Setiap sila dalam Pancasila memiliki makna mendalam yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengajarkan kita untuk menghormati perbedaan agama dan meyakini pentingnya toleransi. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mendorong kita untuk berperilaku baik, empatik, dan tidak membeda-bedakan teman. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, menanamkan semangat kebersamaan dan gotong royong di tengah keberagaman. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan, mengajarkan kita untuk musyawarah dan menghargai pendapat orang lain. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengajak kita untuk bersikap adil dan peduli terhadap sesama.
Melalui pendidikan yang berlandaskan Pancasila, siswa diharapkan tidak hanya menjadi pintar secara akademik, tetapi juga tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter, berakhlak, dan mampu hidup dalam masyarakat yang majemuk. Sikap seperti menghormati guru, menolong teman, tidak membully, jujur saat ujian, dan peduli terhadap lingkungan merupakan bentuk nyata dari pengamalan nilai-nilai Pancasila. Dengan memahami dan menerapkan Pancasila dalam kehidupan sekolah sehari-hari, siswa sedang membangun dasar yang kuat untuk menjadi warga negara yang baik dan berkontribusi bagi masa depan bangsa Indonesia.
3. Sistem Trisentra Pendidikan – Kolaborasi Memperkuat Karakter Generasi Ki Hajar Dewantara memperkenalkan konsep Trisentra Pendidikan, yaitu tiga pusat pendidikan yang berperan penting dalam membentuk karakter anak: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga lingkungan ini saling melengkapi dan tidak dapat berdiri sendiri. Pendidikan yang hanya terjadi di sekolah tidak akan cukup jika tidak didukung oleh nilai-nilai yang dibangun di rumah dan lingkungan sosial. Keluarga menjadi tempat pendidikan pertama yang menanamkan nilai moral, kasih sayang, dan disiplin. Sekolah berfungsi sebagai tempat pembelajaran formal yang
menumbuhkan pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan masyarakat menjadi ruang praktik nyata untuk belajar berinteraksi dan hidup bermasyarakat.
Kini, konsep Trisentra berkembang menjadi semangat kolaborasi yang lebih luas, yang disebut sebagai Catur Pusat Pendidikan—yakni kolaborasi antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Keempat elemen ini harus bersinergi dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang sehat, aman, dan mendukung perkembangan karakter anak secara utuh. Dalam konteks ini, guru tidak lagi menjadi satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas karakter peserta didik. Orang tua, tokoh masyarakat, dan pemerintah juga memiliki peran strategis dalam menciptakan lingkungan yang memfasilitasi pembelajaran nilai, etika, dan budi pekerti.
Dengan memperkuat kolaborasi antarpusat pendidikan ini, kita tidak hanya mencetak generasi yang cerdas secara akademik, tetapi juga tangguh, bermoral, dan mampu menghadapi tantangan zaman. Pendidikan karakter tidak bisa dibangun secara instan atau sendiri-sendiri. Ia tumbuh dari sinergi dan kesadaran bersama bahwa mendidik adalah tugas kolektif seluruh elemen bangsa.
4. Mendidik Sesuai dengan Kodrat Alam dan Kodrat Zaman
Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa pendidikan harus memperhatikan dua kodrat penting: kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam merujuk pada keadaan alami anak—minat, bakat, lingkungan tempat tinggal, dan karakter bawaan.
Sementara kodrat zaman berkaitan dengan tantangan dan perubahan yang terjadi pada masa sekarang, seperti teknologi digital, perubahan sosial, dan budaya global.
Guru harus mampu menggabungkan keduanya, yaitu memahami murid sebagai individu unik, sekaligus menyiapkan mereka untuk menghadapi kehidupan zaman sekarang dan masa depan. Pendidikan yang berhasil bukan hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi mampu menjadikan peserta didik adaptif, kritis, dan tetap berpijak pada jati dirinya.
5. Bagaimana Mendidik secara Kontekstual
Mendidik secara kontekstual artinya mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa. Pembelajaran tidak boleh lepas dari pengalaman dan lingkungan yang dekat dengan peserta didik. Contohnya, belajar matematika bisa dikaitkan dengan kegiatan jual beli di pasar, atau pelajaran biologi bisa melibatkan pengamatan tumbuhan di sekitar sekolah. Dengan cara ini, siswa tidak hanya menghafal, tetapi memahami dan merasakan manfaat dari apa yang dipelajari. Pendidikan kontekstual menjadikan siswa aktif, kritis, dan lebih termotivasi, karena mereka merasa apa yang dipelajari relevan dengan kehidupan mereka.
6. Menyikapi Keberagaman
Indonesia adalah bangsa yang kaya akan keberagaman: suku, agama, budaya, bahasa, dan latar belakang sosial. Di dalam kelas pun kita bisa menemukan murid dengan karakter dan latar belakang yang berbeda-beda. Guru dan siswa harus mampu menghargai perbedaan, membangun sikap toleransi, dan saling memahami.
Menyikapi keberagaman bukan hanya tentang menghormati yang berbeda, tetapi juga tentang belajar dari perbedaan tersebut untuk memperkaya diri. Sekolah harus menjadi ruang aman dan inklusif, tempat semua murid bisa tumbuh dan belajar tanpa rasa takut, terpinggirkan, atau direndahkan.
AKSI NYATA
1. Bagaimana rancangan pembelajaran yang Bapak/Ibu susun secara konkret mewujudkan prinsip pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menurut Ki Hadjar Dewantara? Jelaskan langkah-langkah spesifik yang Bapak/Ibu ambil!
Rancangan pembelajaran yang saya susun berupaya secara konkret mewujudkan prinsip pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sebagaimana diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, yaitu menuntun murid agar tumbuh sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya, serta memberikan ruang bagi mereka untuk menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin.
Langkah-langkah spesifik yang saya ambil:
1. Melakukan Identifikasi Kebutuhan dan Karakter Murid
Sebelum menyusun pembelajaran, saya melakukan asesmen awal dan observasi terhadap minat, gaya belajar, dan latar belakang murid. Hal ini untuk memastikan bahwa pendekatan dan metode yang digunakan relevan dan sesuai dengan kodrat alam masing-masing siswa.
2. Menyusun Tujuan Pembelajaran yang Bermakna dan Kontekstual Tujuan pembelajaran dirumuskan tidak hanya berdasarkan capaian kurikulum, tetapi juga disesuaikan dengan kebutuhan nyata dan kehidupan sehari-hari siswa, agar pembelajaran terasa dekat dan bermakna.
3. Merancang Kegiatan Belajar yang Aktif dan Partisipatif
Saya memilih metode seperti project-based learning, diskusi kelompok, dan simulasi, yang memungkinkan siswa terlibat aktif, berpikir kritis, dan bekerja sama. Murid diberi ruang untuk
mengeksplorasi, menyampaikan pendapat, dan membuat keputusan sendiri dalam proses belajar.
4. Mengintegrasikan Nilai-nilai Karakter dan Pancasila
Dalam setiap pembelajaran, saya menyisipkan nilai-nilai seperti gotong royong, tanggung jawab, toleransi, dan rasa ingin tahu, yang dibangun melalui interaksi di kelas, bukan sekadar teori.
5. Memberikan Umpan Balik yang Menumbuhkan
Penilaian yang saya lakukan tidak hanya bersifat kognitif, tetapi juga formatif dan reflektif. Saya memberikan umpan balik yang membangun agar siswa terdorong untuk memperbaiki diri dan belajar dari kesalahan, bukan sekadar mengejar nilai.
6. Menghadirkan Lingkungan Belajar yang Aman dan Menyenangkan
Saya berupaya menciptakan suasana belajar yang positif, terbuka, dan bebas dari tekanan, sehingga siswa merasa aman untuk bertanya, berpendapat, dan berproses sesuai kecepatannya masing-masing.
2. Pokok-pokok pikiran Ki Hadjar Dewantara mana saja yang secara eksplisit Bapak/Ibu terapkan dalam rancangan pembelajaran ini?
Berikan contoh bagaimana penerapan tersebut terlihat dalam kegiatan Pembelajaran!
Pokok-Pokok Pikiran Ki Hadjar Dewantara dan Contoh Penerapannya dalam Pembelajaran :
1. Pendidikan sebagai Tuntunan Kodrat Anak
Penerapan: Siswa diberi kebebasan memilih proyek pembelajaran yang sesuai minat dan kemampuannya, seperti membuat video, infografis, atau aplikasi sederhana dalam pembelajaran TIK.
2. Prinsip Tut Wuri Handayani
Penerapan: Dalam kegiatan diskusi kelompok, guru memberikan arahan awal dan membiarkan siswa mengembangkan ide serta mengambil keputusan bersama secara mandiri.
3. Pendidikan yang Memerdekakan
Penerapan: Penugasan bersifat fleksibel dengan beberapa pilihan bentuk penyampaian, seperti presentasi, tulisan, atau karya digital, sehingga siswa dapat belajar sesuai gaya masing-masing.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Satuan Pendidikan : SMK Alhasra
Mata Pelajaran : Dasar-dasar Teknik Jaringan Komputer dan Telekomunikasi (TJKT) Kelas/Semester : X / Ganjil
Program Keahlian : Teknik Komputer dan Jaringan Topik Materi : Proses Bisnis Bidang TJKT Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Model Pembelajaran: Project-Based Learning (PjBL) berbasis kontekstual dan diferensiasi
I. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup proses bisnis pada bidang TJKT.
2. Mengidentifikasi jenis-jenis layanan dan produk dalam industri TJKT.
3. Menganalisis alur proses bisnis dari perusahaan jasa jaringan/internet.
4. Menyajikan hasil kajian proses bisnis dalam bentuk presentasi kelompok.
II. Materi Pokok
• Pengertian proses bisnis di bidang TJKT.
• Jenis layanan/produk dalam dunia usaha/industri (ISP, pemasangan jaringan, maintenance, dsb).
• Alur kerja/struktur organisasi perusahaan TJKT.
• Studi kasus perusahaan: Biznet, Indihome, atau UMKM jasa jaringan lokal.
III. Metode dan Model Pembelajaran
• Model: Project-Based Learning (PjBL)
• Pendekatan: Kontekstual, Kolaboratif, Berbasis Profil Pelajar Pancasila
• Metode: Diskusi, Penugasan proyek, Presentasi kelompok, Refleksi
IV. Langkah-langkah Pembelajaran A. Pendahuluan (15 menit)
• Guru memberi salam, menanyakan kabar dan membangun suasana hangat.
• Apersepsi: Guru menampilkan video singkat tentang pekerjaan teknisi jaringan di lapangan.
• Menyampaikan tujuan dan manfaat materi bagi karier siswa di masa depan.
B. Kegiatan Inti (60 menit)
Menggunakan sintaks Project-Based Learning:
1. Pertanyaan Mendasar
Guru mengajukan pertanyaan pemantik:
“Bagaimana proses kerja sebuah perusahaan penyedia layanan internet hingga ke pelanggan?”
2. Perencanaan Proyek
Siswa dibagi menjadi 4–5 kelompok. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk:
o Meneliti proses bisnis perusahaan di bidang TJKT (real atau simulasi).
o Membuat infografis alur bisnis dan produk jasanya.
3. Penyelidikan Mandiri dan Kelompok
Siswa mengakses internet atau menggunakan bahan referensi yang telah disiapkan guru untuk menggali informasi.
4. Penyusunan dan Penyajian Proyek
Kelompok membuat presentasi/infografis dan mempresentasikan hasil kajian proses bisnis perusahaan jasa jaringan.
5. Penilaian dan Refleksi
Guru memberikan umpan balik dan meminta siswa menuliskan refleksi:
“Apa yang kamu pelajari hari ini dan bagaimana kaitannya dengan cita-citamu di bidang TJKT?”
C. Penutup (15 menit)
• Guru memberikan apresiasi atas kerja kelompok siswa.
• Menyimpulkan inti pelajaran.
• Memberikan penguatan nilai karakter (kerja sama, tanggung jawab, dan berpikir kritis).
• Menyampaikan tugas lanjutan: membuat mind map “Karir Impianku di Dunia TJKT”.
V. Penilaian Pembelajaran Aspek Penilaian:
1. Pengetahuan (penjelasan konsep, alur proses bisnis)
2. Keterampilan (kemampuan menyusun infografis, presentasi kelompok) 3. Sikap (kerja sama, ketepatan waktu, rasa ingin tahu)
Instrumen Penilaian:
• Lembar observasi diskusi dan kerja kelompok.
• Rubrik penilaian presentasi dan produk proyek.
• Lembar refleksi individu.
2. Strategi atau metode pembelajaran apa yang Bapak/Ibu pilih untuk mengakomodasi keberagaman kebutuhan dan karakteristik peserta didik dalam rancangan ini? Mengapa Bapak/Ibu memilih strategi tersebut?
Dalam rancangan pembelajaran ini, saya memilih menggunakan strategi pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) yang dikombinasikan dengan pendekatan diferensiasi. Strategi ini saya pilih karena mampu mengakomodasi keberagaman kebutuhan, minat, dan gaya belajar peserta didik. Melalui pembelajaran berbasis proyek, siswa didorong untuk aktif mengeksplorasi materi dan mengaitkannya dengan dunia nyata, sehingga pembelajaran menjadi lebih kontekstual dan bermakna. Di sisi lain, dengan pendekatan diferensiasi, saya memberikan variasi dalam cara siswa mengakses informasi, mengolah tugas, dan menyajikan hasil pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan gaya belajarnya masing-masing.
Misalnya, dalam proyek kajian proses bisnis TJKT, siswa diberi pilihan untuk mempresentasikan hasilnya dalam bentuk poster, infografis, atau slide digital, sesuai dengan kekuatan dan minat mereka. Dengan strategi ini, siswa tidak hanya merasa dihargai sebagai individu yang unik, tetapi juga lebih termotivasi dan percaya diri dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, metode ini juga mendukung pembelajaran yang berpihak pada murid dan sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, yaitu menuntun peserta didik agar berkembang sesuai dengan kodrat alam dan zamannya. Dengan memberi ruang kebebasan dalam berekspresi dan belajar, saya berharap semua siswa, tanpa kecuali, dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
3. REFLEKSI
Dalam menyusun rancangan pembelajaran materi “Proses Bisnis” di mata pelajaran Dasar-dasar TJKT kelas X SMK, saya menyadari pentingnya mengakomodasi keberagaman karakteristik, minat, dan kemampuan peserta didik. Oleh karena itu, saya memilih strategi Project-Based Learning yang dipadukan dengan pendekatan diferensiasi. Strategi ini memungkinkan setiap siswa untuk terlibat aktif, bekerja kolaboratif, dan menunjukkan pemahamannya dengan cara yang sesuai dengan gaya belajarnya.
A. Setelah menyusun rancangan pembelajaran ini, pemahaman baru apa yang Bapak/Ibu dapatkan mengenai konsep pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan relevansinya dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara?
Setelah menyusun rancangan pembelajaran ini, saya mendapatkan pemahaman baru yang lebih mendalam tentang konsep pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, serta bagaimana konsep ini sangat selaras dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Saya menyadari bahwa pembelajaran yang berpihak pada murid bukan sekadar memberikan materi dengan cara yang menyenangkan, tetapi benar-benar menempatkan murid sebagai subjek utama dalam proses belajar. Artinya, guru tidak lagi menjadi satu-satunya pusat informasi, melainkan menjadi penuntun yang memberi ruang, dorongan, dan kepercayaan agar peserta didik dapat berkembang sesuai dengan kodrat alam dan zamannya.
Saya juga memahami bahwa pembelajaran yang berpihak pada peserta didik harus memberikan keleluasaan bagi mereka untuk mengeksplorasi minat, menunjukkan keunikan, serta bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. Konsep ini sangat relevan dengan prinsip "Tut Wuri Handayani", di mana guru mendampingi dari belakang dengan penuh empati, bukan menekan dari depan dengan otoritas. Rancangan pembelajaran berbasis proyek yang saya susun membuka mata saya
bahwa dengan memberi pilihan, membangun relasi yang menghargai perbedaan, dan memfasilitasi berbagai gaya belajar, kita sedang menuntun murid menuju kemerdekaan berpikir dan bertindak.
B. Setelah menyusun rancangan pembelajaran ini, pemahaman baru apa yang Bapak/Ibu dapatkan mengenai konsep pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan relevansinya dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara?
Setelah menyusun rancangan pembelajaran ini, saya memperoleh pemahaman baru bahwa pembelajaran yang berpusat pada peserta didik bukan sekadar memberi siswa peran aktif dalam kelas, tetapi juga mengakui keberadaan mereka sebagai individu yang unik, memiliki latar belakang, minat, dan potensi yang berbeda-beda. Saya menyadari bahwa pendekatan ini menuntut guru untuk menjadi pendamping belajar yang peka, bukan pengajar yang dominan. Dalam proses ini, saya lebih memahami pentingnya memberikan ruang pilihan, menghargai suara siswa, serta menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan memberdayakan.
Konsep ini sangat relevan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, khususnya dalam gagasan bahwa pendidikan adalah proses “menuntun segala kekuatan kodrat anak”, bukan memaksa mereka untuk mengikuti pola yang seragam. Prinsip "Tut Wuri Handayani" juga semakin terasa bermakna: bahwa peran guru adalah memberikan dorongan dan kepercayaan, membimbing murid dari belakang, dan membiarkan mereka tumbuh sesuai dengan jati dirinya.
C. Setelah menyusun rancangan pembelajaran ini, pemahaman baru apa yang Bapak/Ibu dapatkan mengenai konsep pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan relevansinya dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara?
Setelah menyusun rancangan pembelajaran ini, saya semakin memahami bahwa pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menekankan pentingnya memperhatikan kebutuhan, potensi, serta karakteristik unik setiap murid. Pembelajaran tidak lagi berorientasi pada penyampaian materi oleh guru, melainkan pada bagaimana murid mengalami proses belajar yang bermakna, aktif, dan relevan dengan kehidupan mereka.
Pemahaman ini sangat sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang menekankan bahwa pendidikan harus menuntun anak agar tumbuh sesuai kodrat alam dan zamannya. Prinsip "Tut Wuri Handayani" menjadi semakin nyata ketika guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan kepercayaan, kebebasan, dan dukungan kepada peserta didik dalam proses belajarnya. Dengan menerapkan prinsip ini, saya belajar bahwa mendidik bukan sekadar mentransfer ilmu, tetapi membimbing murid agar menjadi pribadi merdeka yang mampu berpikir, memilih, dan bertindak secara bijak.
4. DOKUMENTASI
5. UMPAN BALIK