• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN IBADAH THAHARAH MENURUT AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN IBADAH THAHARAH MENURUT AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN "

Copied!
89
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Pengesahan Istilah

Identifikasi Masalah

Batasan Masalah

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Sistematika Penulisan

LANDASAN TEORI

Konsep Pendidikan Ibadah

Pendidikan ibadah merupakan upaya untuk menyadarkan masyarakat akan ibadah agar memahami keberadaannya sebagai pribadi. Al-Ghazali adalah seorang ulama yang berakal budi, berwawasan luas, mempunyai hafalan yang kuat, memahami makna dan mempunyai dalil-dalil yang saksama. Al-Ghazali juga merupakan sosok yang aktif menulis dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dengan struktur dan metode yang unggul.22 Nama lengkap Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Ta'usi Ahmad al-Tusi al-Shafi, lahir.

23Abu 'Utsman Ali, E-book online, 2011, Selengkapnya tentang kitab Ihya' Ulumuddin karya al-Ghazali, (online), (https://www.alquran-sunnah.com/article/category/murajaa) / 494-mengenal-selanjutnya-kitab-ihya-ulumuddin-karya-al-ghazali.html, diakses 17 November 2020). Menurut al-Ghazali, konsep pendidikan adalah menghilangkan akhlak yang buruk dan membentuk akhlak yang baik, dengan demikian pendidikan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk mewujudkan perubahan yang progresif dalam tingkah laku manusia. Berdasarkan pandangan al-Ghazali, pusat pendidikan adalah hati, karena hati merupakan hakikat manusia, karena hakikat manusia tidak terletak pada fisik, melainkan pada hati dan menganggap manusia sebagai teoritik sehingga konsep pendidikan adalah lebih mengarah pada pembentukan akhlak mulia.28.

Pendidikan ibadah merupakan upaya untuk membekali umat dengan kesadaran beribadah agar memahami keberadaan dirinya sebagai hamba Allah, dengan ketundukan yang setinggi-tingginya. 28 Adi Fadil, “Konsep Imam al-Ghazali tentang pendidikan dan pentingnya dalam sistem pendidikan di Indonesia”, Pendidikan dan Kajian Islam x, no.

Konsep Thaharah Menurut al-Ghazali

Wudhu dan mandi disebut thaharah kerana kedua-duanya boleh dibersihkan daripada najis atau had, sama ada had besar atau kecil. Seseorang yang berhadas dan terkena najis tidak boleh mengerjakan solat sehingga dia bersuci dengan membasuh atau mandi dan seumpamanya. Adapun bersuci dalam bahasa Arab, Thaharah adalah kegiatan menyucikan diri, pakaian dan tempat ibadah.

Seorang muslim yang akan menunaikan shalat diwajibkan hukumnya untuk bersuci (thaharah) dari hadas dan najis dengan beberapa cara, yaitu dengan w udh u, mandi dan ta yam um sebelum menunaikan shalat.40. Ihya' Ulumuddin merupakan salah satu karya al-Ghazali yang paling terkenal pada zamannya hingga sekarang. Saat ini kitab Ihya' Ulumuddin masih menjadi rujukan masyarakat sebagai bahan bacaan untuk memperdalam ilmu agama.

Pembinaan Thaharah

Seperti air yang jatuh dari langit atau air yang keluar dari dalam tanah: air hujan, air laut, air sungai, air danau dan air yang keluar dari dalam tanah, salju dan air beku yang mencair. Jika kita membersihkan kotoran-kotoran pada badan, pakaian atau piring dengan air murni, kemudian air bekas mencucinya dipisahkan sendiri atau dengan cara diperas, maka air yang dipisahkan tersebut dinamakan air mustamel. Air seperti ini tidak bisa digunakan untuk membersihkan hadas dan najis, karena air itu suci, tetapi tidak menyucikan. hal lain seperti membersihkan pakaian.

Air yang berubah akibat adanya benda suci adalah air yang tercampur dengan benda suci, misalnya tercampur dengan sabun, minyak safflower, dan air mawar. Berdasarkan penjelasan di atas, air yang berubah karena adanya benda suci sah digunakan untuk bersuci sepanjang bau dan warnanya tidak berubah. Air yang seperti ini mempunyai dua syarat, yaitu sebagai berikut: pertama, benda najis itu mengubah rasa, warna, dan bau airnya, pada kondisi ini air tidak dapat lagi digunakan untuk bersuci sesuai ijma para ulama. Kedua, air tetap dalam keadaan mutlaknya, dalam artian air tersebut tidak mengalami perubahan sama sekali baik rasa, warna, maupun baunya.Dengan kondisi demikian maka status air tersebut tetap suci dan suci, baik sedikit maupun sedikit. kecil. air yang terlalu banyak 47 Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa apabila air tersebut bercampur dengan kotoran sehingga berubah bau, rasa dan warnanya berarti air tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk membersihkan dan bila air tersebut tercampur dengan kotoran melainkan air tersebut akan hilang. airnya tidak berubah bau, warna dan rasanya, maka air tersebut masih dapat digunakan untuk membersihkan.

Kemudian lap bahagian luar dan dalam telinga dengan air tawar, caranya dengan memasukkan kedua-dua jari telunjuk ke dalam cuping telinga kanan dan kiri sambil menggerakkan ibu jari di bahagian luar telinga, kemudian letakkan tapak tangan di telinga, ulang tiga kali. . Orang yang menghadapi masalah menggunakan air kerana tidak dapat mencari air selepas mencari, terdapat halangan (seperti haiwan liar, takut ditangkap dan terperangkap) yang menghalang mereka untuk sampai ke tempat yang ada air, atau kerana ada air, yang tersedia. , mereka gunakan untuk menghilangkan dahaga mereka dan rakan-rakan mereka, atau air itu kepunyaan orang lain dan tidak akan dijual kecuali pada harga yang lebih tinggi daripada biasa, atau mereka mempunyai luka atau penyakit yang sangat serius dan bimbang bahawa penggunaan atau pendedahan kepada air itu boleh menyebabkan pembusukan atau mencairkan bahagian badan yang berpenyakit, maka dalam keadaan demikian kita boleh menggantikan kaedah bersuci dengan tayammum apabila masuk waktu solat.

Kajian Penelitian Terdahulu

Penyuciannya antara lain dengan istinja' (dengan batu), mencuci, tajum, dan mandi.61 Istinja' terdiri dari buang air kecil (buang air kecil) dan buang air besar. Jurnal yang disusun oleh Dede Suhendar, 2017 berjudul “Fiqh (Fiqh) Air dan Bumi pada Tahara (Taharah) dari Perspektif Ilmu Kimia” skripsi ini menyebutkan bahwa Tahahara Air dan Bumi dapat disucikan pada saat berwudhu, namun penulis tesis ini tidak sesuai karena volume Air dan tanah Pada saat air mengalir dari viva, kemungkinan tanah tersebut tercampur dengan polutan, kecuali air tersebut mengandung komponen dasar yang terdapat pada tanah sehingga dapat digunakan untuk pembersihan. Pendidikan karakter menurut K.H. Kepada Hasyim Asy’ari dalam kitab adab al-Alim wa-Al Muta’alim” skripsi ini menyatakan bahwa pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy’ari, namun peneliti tidak setuju dengan skripsi ini karena masih banyak anak yang masih belum melakukan hal tersebut. memahami atau belum dapat menerapkan dengan baik isi kitab adab al – Alim wa-Al Muta’alim.

Kerangka Berpikir

Pendidikan ibadah merupakan upaya membekali masyarakat dengan kesadaran beribadah agar memahami eksistensi dirinya sebagai hamba Tuhan. Dalam hal ini pendidikan agama pada diri siswa sangat perlu ditanamkan, agar mereka terbiasa beribadah tanpa dipaksa oleh orang lain. Dan dengan membina atau menanamkan pendidikan agama sedini mungkin, maka mereka dapat dikuatkan agar tidak melenceng dari jalur atau koridor yang ada agar menjadi fokus.

Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin mengatakan bahawa konsep thaharah adalah cara menyucikan badan dan jiwa. Thaharah ialah penyucian hadas (baik hadas kecil mahupun besar) dan najis, baik dari kotoran yang berdesing (terlihat oleh pancaindera) atau maknanya (tidak nampak oleh pancaindera).62 Dalam kitab Ihya’ al-Ghazali juga menjelaskan tingkatan-tingkatan tersebut. dalam bersuci (thaharah), dan bersuci bukan sahaja menghilangkan hadas kecil atau hadas besar dan najis, tetapi kita juga mesti membersihkan dosa-dosa kita.

METODE PENELITIAN

  • Data dan Sumber Data
  • Teknik Pengumpulan Data
  • Teknik Keabsahan Data
  • Teknik Analisis Data

Keseluruhan proses yang dilakukan secara metodologis menggunakan kerangka proses pemahaman makna yang dihasilkan dalam merumuskan pemikiran Al-Ghazali. Hasil akhir yang akan diperoleh adalah pemikiran al-Ghazali mengenai konsep pendidikan ibadah thaharah dalam kitab Ihya’ Ulumuddin. Pendidikan Al-Ghazali dan Ahmad ketika ayahnya meninggal dipercayakan kepada salah satu sahabat kepercayaannya.

Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali merupakan khazanah tasawuf yang banyak dikenal umat Islam. Menurut penulis dari pemikiran al-Ghazali tentang thaharah yang dalam penerapannya terbagi menjadi 4 tingkatan pertama yaitu : wudhu, mandi, tayamum dan istinja'. Kritik penulis terhadap kitab Ihya' Ulumuddin adalah karena penulis kitab ini adalah al-Ghazali yang merupakan seorang ulama sufi, sehingga setiap karyanya.

Konsep pendidikan ibadah menurut Ghazali adalah kemampuan pendidik dalam membimbing dan mengarahkan peserta didiknya menuju ibadah atau kedekatan kepada Allah. Thaharah digunakan oleh al-Ghazali untuk mendapatkan ketaqwaan kepada Allah, karena dalam kitab Ihya' Ulumuddin dijelaskan bahwa untuk memperoleh ketakwaan tersebut harus melalui empat tingkat dasar penyucian lahiriah dan batin.

HASIL PENELITIAN

Analisis Pemikiran al-Ghazali Tentang Konsep Pendidikan Ibadah

Berdasarkan apa yang penulis sampaikan pada bab sebelumnya, al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu konsep mendalam yang dilakukan oleh seorang guru atau tenaga kependidikan untuk membimbing dan membimbing peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan, baik pendidikan formal maupun nonformal atau. pendidikan agama .82. Pendidikan ibadah hendaknya diterapkan kepada siswa baik di rumah maupun di sekolah, karena pendidikan ibadah merupakan proses awal yang harus dimiliki siswa sejak kecil. Sebab pendidikan agama dapat membentuk karakter peserta didik agar menjadi generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, namun juga cerdas secara spiritual.

Salah satu ajaran agama yang wajib diajarkan adalah cara bersuci atau thaharah, karena bersuci atau thaharah merupakan syarat dalam melaksanakan ibadah apapun, terutama dalam salat. Maka seseorang harus bersuci terlebih dahulu, karena Allah sungguh mencintai orang yang suci dan suci. cantik. Al-Ghazali menyatakan bahwa bersuci hadas itu terjadi melalui wudhu, mandi, tayamum, yang mula-mula diawali dengan pelaksanaan istinja.'84 Dalam pelaksanaan wudhu, mandi dan tayamum terdapat cara yang berbeda-beda, karena masing-masing pelaksanaan bersuci ini mempunyai caranya masing-masing. pesanan harus dimiliki. Misalnya ketika berwudhu sebaiknya diawali dengan membasuh muka dan diakhiri dengan membasuh kaki. Menurut penulis, jika kita memahami persoalan pendidikan agama ini secara mendalam, maka dapat melahirkan generasi muda yang jauh lebih produktif karena sudah mendapat pendidikan agama sejak dini.

Didukung oleh kecerdasan dan intelektualitasnya yang tinggi, al-Ghazali mempunyai pandangan yang lebih mendalam dibandingkan ulama lainnya dalam memandang suatu permasalahan. Dengan adanya hal ini, kami berharap para peneliti dapat memperdalam dan mendiskusikan pendapat-pendapat al-Ghazali yang lain khususnya mengenai cara bersuci atau melakukan thaharah.

PENUTUP

Saran

Referensi

Dokumen terkait

pemikiran Syed Muhammad Al-Naquib Al-attas tentang konsep pendidikan Islam. Karena sebelumnya tidak ditemukan penelitian tentang konsep pendidikan

Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam), (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), Cet II. Plessner, “Al - Zarnuji” dalam

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pemikiran Imam Al-Ghazali terkait dengan konsep pendidikan akhlak untuk mengatasi degradasi moral saat ini dapat dilakukan

Pemikiran Imam Al-Ghazali yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya merupakan gambaran tentang pemikiran bagaimana membimbing dan membina peserta didik sejak dini, supaya

Maka dari permasalahan pendidikan akhlak tersebut diperlukan lah sebuah konsep pendidikan akhlak yang baik, karena jika konsep pendidikan konsepnya baik maka kualitas pendidikan

Pemikiran al-Ghazali terhadap pendidikan tidaklah mengabaikan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pendidikannya yaitu agar manusia berilmu,

menghasilkan bahwa anak tersebut nantinya akan menjadi Yahudi, Nasrani, atau bahkan Majusi. Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa Allah menciptakan anak dengan keadaan

Pertama, Seorang murid harus membersihkan jiwanya terlebih dahulu dari akhlak yang buruk dan sifat-sifat tercela dalam hal ini Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa ilmu adalah ibadahnya