KRITIK ARSITEKTUR TUGAS MANDIRI
NAMA : Ariel
NIM : F22124135
PRODI S1 ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO
2024
Objek Arsitektur: Gedung Sate
Lokasi : Bandung, Indonesia Tahun : 1920
Arsitek : Ir. J. Gerber
Deskripsi : Gedung sate merupakan gedung kantor Gubernur Jawa Barat.
Gedung ini memiliki ciri khas berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, yang telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, tetapi juga seluruh Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat.
Metode Kritik: Kritik Deskriptif
Definisi: Kritik deskriptif adalah metode yang berfokus pada mendeskripsikan fakta-fakta objek secara objektif tanpa memberikan penilaian atau interpretasi.
● Pendekatan:
○ Observasi: Mengamati elemen-elemen fisik dari Sydney Opera House, seperti bentuk, material, dan tata letak.
○ Fakta: Mengumpulkan data tentang sejarah, fungsi, dan konteks social dari bangunan.
Analisis Visual: Menganalisis komposisi visual dan bagaimana ○bangunan berinteraksi dengan lingkungannya.
● Tujuan:
○ Memberikan pemahaman yang jelas tentang karakteristik fisik dan konteks dari Sydney Opera House.
○ Menyajikan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk kritik lebih lanjut atau interpretasi.
Aspek Positif:
- Arsitektur yang Unik dan Ikonik
Gedung Sate memiliki desain yang sangat khas dan menjadi simbol kota Bandung. Bangunan ini menggabungkan elemen arsitektur kolonial Belanda dengan pengaruh gaya arsitektur Timur Tengah dan Nusantara, menciptakan gaya yang disebut arsitektur Indo-Eropa.
Salah satu ciri khas yang paling menonjol adalah puncaknya yang berbentuk tusuk sate, yang memberikan identitas unik bagi gedung ini.
- Warisan Sejarah yang Penting
Dibangun pada tahun 1920, Gedung Sate awalnya digunakan sebagai kantor pemerintahan Hindia Belanda, dan kini berfungsi sebagai kantor pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Sebagai bangunan bersejarah, Gedung Sate menyimpan banyak cerita tentang perkembangan Indonesia, khususnya dalam konteks perjuangan kemerdekaan dan perkembangan pemerintahan di wilayah Jawa Barat.
- Lokasi yang Strategis
Gedung Sate terletak di pusat kota Bandung, menjadikannya mudah diakses oleh masyarakat dan wisatawan. Letaknya yang strategis juga menjadikannya sebagai titik pusat perhatian dalam kehidupan sosial dan ekonomi di Bandung.
- Pusat Kegiatan Budaya dan Pendidikan
Gedung Sate sering digunakan sebagai tempat kegiatan budaya, acara resmi, dan kegiatan pendidikan. Pemandangan Gedung Sate yang megah sering menjadi latar belakang acara-acara penting yang diadakan di kota Bandung.
- Simbol Identitas Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat
Gedung Sate telah menjadi simbol kebanggaan warga Bandung dan Provinsi Jawa Barat. Bentuknya yang khas telah menjadi identitas visual yang mudah dikenali, baik oleh penduduk lokal maupun oleh wisatawan dari luar daerah.
- Pelestarian dan Pemeliharaan Budaya
Gedung Sate merupakan contoh upaya pelestarian bangunan bersejarah. Sebagai bangunan yang terawat dan dilindungi, Gedung Sate juga menunjukkan pentingnya menjaga dan merawat warisan budaya untuk generasi mendatang.
Kritik:
- Pengaruh Arsitektur Kolonial
Sebagai bangunan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, Gedung Sate dianggap oleh sebagian orang sebagai simbol kolonialisme. Meskipun desain arsitekturnya menarik dan memiliki nilai sejarah, keberadaan bangunan ini dapat dianggap sebagai pengingat dari masa penjajahan, yang tidak selalu diterima dengan baik oleh semua kalangan.
- Kurangnya Inovasi pada Bangunan Tertentu
Beberapa kritikus menyebutkan bahwa Gedung Sate, meskipun indah, tidak sepenuhnya mencerminkan perkembangan arsitektur modern.
Meskipun menggabungkan berbagai elemen arsitektur dari masa kolonial dan Timur Tengah, beberapa orang berpendapat bahwa
Gedung Sate kurang menunjukkan sentuhan inovasi arsitektur yang lebih progresif.
- Pengaruh pada Tata Kota Bandung
Letak Gedung Sate yang strategis memang menjadi daya tarik, tetapi di sisi lain, keberadaannya juga menghadirkan tantangan dalam hal tata ruang dan perencanaan kota. Karena Gedung Sate berfungsi sebagai kantor pemerintahan, lalu lintas dan keramaian di sekitar gedung sering kali cukup padat
- Keterbatasan Fungsionalitas
Seiring dengan berkembangnya waktu dan kebutuhan, beberapa fungsi dari Gedung Sate mulai dianggap kurang relevan dengan perkembangan zaman. Gedung ini, yang dulu digunakan sebagai pusat administrasi pemerintahan kolonial, kini menjadi kantor pemerintahan provinsi. Walaupun demikian, beberapa orang berpendapat bahwa Gedung Sate seharusnya lebih diberdayakan dengan cara yang lebih inovatif, misalnya dengan lebih banyak membuka ruang untuk kegiatan publik atau menjadi lebih interaktif dengan masyarakat.
- Perawatan yang Mahal
Sebagai bangunan bersejarah, Gedung Sate membutuhkan perawatan yang sangat mahal agar tetap terjaga keasliannya. Hal ini bisa menjadi beban anggaran pemerintah daerah, yang sering kali harus mengalokasikan dana khusus untuk restorasi dan pemeliharaan bangunan bersejarah ini.
Kesimpulan:
Gedung Sate yang merupakan contoh dari arsitektur kolonial Belanda dengan sentuhan lokal Indonesia Desainnya menggabungkan gaya Neoklasik Eropa yang megah dengan ornamen lokal, seperti atap berbentuk tusuk sate yang ikonik. Meskipun memiliki nilai sejarah yang tinggi, bangunan ini terkadang dikritik karena pengaruh kolonial yang kuat dan kurangnya adaptasi terhadap iklim tropis serta kenyamanan ruang modern. Untuk memperbaiki fungsionalitas, disarankan adanya renovasi dengan memperhatikan efisiensi ruang, kenyamanan, dan penggunaan material ramah lingkungan, tanpa mengurangi nilai historisnya.