• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurva Penawaran Ekspor, Dan Nilai Tukar Perdagangan

N/A
N/A
Widya Lestari

Academic year: 2024

Membagikan " Kurva Penawaran Ekspor, Dan Nilai Tukar Perdagangan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH EKONOMI INTERNASIONAL

“Permintaan Dan Penawaran, Kurva Penawaran Ekspor, Dan Nilai Tukar Perdagangan”

Dosen Pengampuh: Dr. Sri Astuty,S.E.,M.Si

Disusun Oleh:

KELOMPOK 6

1. Widya Lestari 210906501016 2. Rahma Rauf 210906502065 3. Ismi Amalia 210906501024 4. Siti mardyanah 210906502024 5. Muh. Adam 210906502069

PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2024

(2)

ii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan hidayahnya sehingga makalah yang berjudul “Permintaan Dan Penawaran, Kurva Penawaran Ekspor, Dan Nilai Tukar Perdagangan” ini dapat disusun hingga selesai.

Juga tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Astuty,S.E.,M.Si sebagai dosen pengampu pada mata kuliah Ekonomi Internasional

Penyusunan dokumen ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Ekonomi Internasional. Selanjutnya penyusunan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman baik bagi penulis maupun pembaca.

Dalam pembuatan makalah ini, jauh dari kata sempurna. Serta masih banyak kekurangan, maka kami mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah kami.

Makassar, 26 Februari 2024

Kelompok 6

(3)

iii

(4)

1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... 1

BAB I PENDAHULUAN ... 3

A.LATAR BELAKANG ... 3

B.RUMUSAN MASALAH ... 4

C.TUJUAN ... 4

BAB II PEMBAHASAN ... 5

A.HARGA KOMODITAS EKUILIBRIUN-RELATIF DALAM PERDAGANGAN- NALISIS EKUILIBRIUM PARSIA ... 5

Studi Kasus 4-1 Permintaan, Penawaran, dan Harga Minyak Internasional ... 7

Kasus 4-2 Indeks Ekspor terhadap Harga Impor untuk Amrika Serikat Studi ... 9

B.KURVA PENAWARAN EKSPOR ... 10

1.Asal Usul dan Definisi Kurva Penawaran Ekspor ... 10

2.Derivasi dan Bentuk Kurva Penawaran Ekspor Negara 1 ... 11

3.derivasi dan bentuk kurva penawaran ekspor negara 2 ... 13

C.HARGA KOMODITAS EKUILIBRIUM-RELATIF DALAM PERDAGANGAN-ANALISIS EKUILIBRIUM UMUM ... 16

D.HUBUNGAN ANTARA ANALISIS EKUILIBRIUM UMUM DENGAN PARSIAL... 19

E.NILAI TUKAR PERDAGANGAN ... 21

1.Defenisi dan pengukuran nilai tukar perdagangan ... 22

2.Ilustrasi nilai tukar perdagangan ... 23

(5)

2

Studi Kasus 4-3 Nilai Tukar Perdagangan Negara-Negara G-7 ... 24

3.Kegunaan model ... 25

Studi Kasus 4-4. Nilai Tukar Perdagangan Negara-Negara Industri dan Berkembang ... 26

BAB II PENUTUP ... 29

A.KESIMPULAN ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(6)

3 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

perbedaan harga komoditas relatif antara dua negara dalam isolasi adalah refleksi dari keunggulan komparatif mereka dan membentuk landasan untuk perdagangan yang saling menguntungkan. Harga komoditas ekuilibrium-relatif saat perdagangan terjadi kemudian ditemukan dengan cara trial and error pada tingkat ketika perdagangan seimbang. Dalam makalah ini, disajikan secara teoretis lebih jauh bagaimana menentukan harga komoditas ekuilibrium-relatif dalam perdagangan. Pertama, dengan melakukan analisis ekuilibrium (keseimbangan) parsial (yakni dengan memanfaatkan kurva permintaan dan penawaran) dan kemudian dengan analisis ekuilibrium (keseimbangan) umum yang lebih kompleks, yang memanfaatkan kurva penawaran ekspor. harga komoditas ekuilibrium-relatif dalam perdagangan ditentukan dengan kurva permintaan dan penawaran (yaitu dengan analisis ekuilibrium parsial).

kemudian menuju ke analisis ekuilibrium umum dan menguraikan kurva penawaran ekspor

Seluruh mosel perdagangan internasional pada dasarnya sama-sama memiliki sejumlah kesamaan sebagai berikut:

1. Kapasitas produktif dari suatu perekonomian terbuka akan dapat diketahui berdasarkan kurva batas-batas kemungkinan produksinya, dan sesungguhnya perbedaan di dalam batas-batas kemungkinan produksi itulah yang membuka peluang bagi terjadinya hungungan perdagangan di antara segenap perekonomian atau negara-negara yang bersangkutan.

2. Batas-batas kemungkinan produksi tersebut senantiasa menentukan skedul penawaran relatif dan masing-masing negara.

3. Keseimbangan dunia akan ditentukan oelh permintaan relatif dunia yang terletak antara skedul-skedul penawaran relatif nasional.

(7)

4

Pembatasan dalam bab ini menekankan pada usaha untuk mencapai pemahaman terhadap masalah-masalah di atas sehingga ditinjau atau sudut pandang teori perdagangan internasional yang tidak akan semata-mata bergantung pada unsur-unsur segi penawaran (supply side) dari suatu perdagangan. Pada dasarnya, model perdagangan standar harus dilandaskan empat hubungn inti:

1. Hubungan antara batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva penawaran relatif.

2. Hubungan antara harga-harga relatif dengan tingkat permintaan.

3.

4. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dunia dan permintaan relatif dunia.

5. Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan (terms of trade)- yakni harga ekspor daru suatu negara dibagi dengan harga impornya terhadap kesejahteraan suatu negara.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana harga ekuilibrium komoditas dengan analisis ekuilibrium umum?

2. Apa hubungan antara analisis ekuilibrium umum dan parsial?

3. Apa serta bagaimana nilai tukar dalam perdagangan?

C. TUJUAN

1. Mengetahui harga ekuilibrium komoditas dengan analisis ekuilibrium umum.

2. Mengetahui hubungan antara analisis ekuilibrium umum dan parsial, 3. Mengetahui nilai tukar perdagangan.

(8)

5 BAB II PEMBAHASAN

A. HARGA KOMODITAS EKUILIBRIUN-RELATIF DALAM PERDAGANGAN- ANALISIS EKUILIBRIUM PARSIA

Harga komoditas ekwilibrium-relatif dalam perdagangan adalah harga di mana permintaan dan penawaran suatu komoditas di pasar internasional seimbang, atau setara dengan harga di mana ekspor dan impor suatu negara seimbang. Analisis keseimbangan parsia mempertimbangkan faktor-faktor seperti harga relatif, produktivitas, dan preferensi konsumen untuk memahami bagaimana aliran perdagangan terbentuk antara negara-negara. Dalam model ini, harga komoditas yang ditetapkan di pasar internasional akan memengaruhi alokasi sumber daya dan pola perdagangan antara negara-negara. Ketika harga komoditas berada pada tingkat keseimbangan parsia, tidak ada insentif bagi negara untuk mengubah volume ekspor atau impor mereka. Hal ini menciptakan kondisi di mana manfaat perdagangan dapat dimaksimalkan untuk semua pihak yang terlibat. Analisis ekwilibrium parsia merupakan kerangka kerja yang penting dalam menjelaskan pola perdagangan internasional dan implikasinya terhadap kesejahteraan ekonomi global.

Pada gambar 4.1 dijelaskan mengenai proses analisis ekuilibrium parsial dalam penentuan harga komoditas ekuilibrium-relatif dalam perdagangan. Kurva permintaan dan penawaran komoditas X pada masing- masing Negara 1 dan Negara 2 ditunjukkan pada kurva D_x dan S_x. Harga relatif komoditas (yaitu P_a/P_Y, atau jumlah komoditas Y yang wajib diberikan suatu negara dalam produksi satu unit tambahan X) diukur menggunakan sumbu vertikal yang ditunjukkan oleh sumbu vertikal dari ketiga panel. Sedangkan jumlah komoditas X akan diukur dengan menggunakan sumbu horizontal.

(9)

6

Gambar 4.1. Harga komoditas Ekuilibrium-Relatif dengan perdagangan menggunakan analisis ekuilibrium parsial.

Pada panel C ditunjukkan bahwa Negara 2 akan terus meminta komoditas X dalam jumlah yang lebih banyak untuk diproduksi atau disediakan dari dalam negeri dan akan mengimpor selisih atau kelebihan. Sedangkan pada panel A menunjukkan adanya keseimbangan yang ditandai dengan P_1, yang mana jumlah komoditas X (〖QS〗_x) yang ditawarkan sama dengan jumlah yang diminta dari komoditas X (〖QD〗_x) di Negara 1, yang menyebabkan tidak ada kegiatan ekspor komoditas X oleh Negara 1. Hal ini sudah digambarkan di titik A* pada kurva S (kurva penawaran ekspor Negara 1) di panel B. Panel A juga menunjukkan adanya kelebihan BE dari 〖QS〗_x atas

〖QD〗_x yang merupakan jumlah komoditas X yang akan diekspor Negara 1 pada titik P_2.

Disisi lain di panel C pada titik P_3, menunjukkan bahwa Negara 2 tidak meminta adanya impor komoditas X. Hal in ditunjukkan pada titik A” kurva permintaan Negara 2 untuk impor komoditas X (D) pada panel B. Panel C juga menunjukkan adanya kelebihan B’E’ dari 〖QD〗_x atas 〖QS〗_x yang merupakan jumlah komoditas X yang akan diimpor Negara 2 di P_2. Hal ini

(10)

7

sama dengan B*E* pada panel B dan menetapkan titik E* pada kurva D Negara 2 dalam impor komoditas X

Terdapat keseimbangan antara kuantitas impor komoditas X yang diminta oleh Negara 2 dengan jumlah ekspor komoditas X yang diseadikan oleh Negara 2. Keseimbangan ini ditunjukkan pada P_2. Perpotongan di kurva D dan S untuk perdagangan komoditas X di panel B menunjukkan bahwa P_2 merupakan harga komoditas ekuilibrium-relatif X dalam perdagangan. Panel B juga menunjukkan bahwa P_x P_y>P_2 jumlah eskpor komoditas X yang telah disediakan melebihi permintaan jumlah impor, yang menyebabkan jatuhnya harga relatif P_x P_y ke P_2. Disamping itu, P_x P_y<P_2 menunjukkan bahwa permintaan jumlah impor komoditas X melebihi jumlah ekspor yang disedikan dan P_x P_y akan naik ke P_2.

Kasus yang sama bisa ditunjukkan untuk komoditas Y. Komoditas Y yang dieskspor oleh Negara 2 dan diimpor oleh Negara 1. Apabila harga relatif Y pada setiap negara lebih tinggi, maka jumlah ekspor Y yang dipasok oleh Negara 2 akan melebihi jumlah impor Y yang diminta oleh Negara 1 dan harga relatif Y akan turun ke tingkat ekuilibrium. Disamping itu, P_y 〖/P〗_x akan naik di tingkat ekuilibrium.

Studi Kasus 4-1 Permintaan, Penawaran, dan Harga Minyak Internasional

Tabel 4.1 memperlihatkan harga minyak internasional yang berfluktuasi antara 1972 hingga 2005. Sebagai akibat dari goncangan persediaan semasa perang Arab-Israel pada musim gugur 1973 dan revolusi Iran pada 1979-1980, OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengeskpor Minyak) bisa menaikkan harga minyak bumi dari rata-rata $2,89 per barel pada 1972 ke harga $11,60 per barel pada tahun 1974 dan ke titik tertinggi pada $26,68 per barel ditahun 1980. Hal ini menimbulkan tindakan konservasi energi dan perluasan ekslorasi da produksi minyak bumi oleh negara-negara non-OPEC. Yang terjadi kemudian

(11)

8

adalah kelebihan persediaan pada 1980-an dan 1990-an, OPEC tidak bisa mencegah hanga minyak bumi untuk jatuh ke titik $14,17 pada 1986 dan $13,70 pada 1998. Harga minyak bumi kemudian naik lagi ke $28,24 di 2000 dan $55,0 di 2005.

Apabila kita memperhatikan bagaimanapun semua harga akan naik seiring dengan bertambahnya waktu. Hal ini bisa kita lihat pada Tabel 4.1 yang menunjukkan bahwa harga rill (yaitu disesuaikan dengan inflasi) dari minyak bumi naik dari $2,89 per barel pada 1972 ke $9,51 pada 1974 dan ke

$17,14 pada 1980, namun kemudian jatuh ke $4,69 pada 1986 dan $2,90 pada 1988, namun naik lagi ke $5,73 pada 2000 dan $9,12 pada 2005. Karena itu, harga rill minyak bumi naik 216% (dengan kata lain lebih dari dua kali lipat) dari 1972 hingga 2005 ($9,12 dibandingkan dengan $2,89) daripada naik 18 kali atau 1,803% (dalam harga nominal).

Tabel 4.1. Harga Minyak Bumi dalam Nominal dan Rill, tahun Tertentu, 1972- 2005

Tahun 1972 1973 1974 1978 1979 1980 Harga Minyak

(s/barel)

2,89 3,24 11,60 13,39 30,21 36,68

Harga Minyak Rill (s/barel)

2,89 3,00 9,51 7,70 15,82 17,14

Tahun 1985 1986 1990 1998 2000 2005 Harga Minyak

(s/barel)

27,37 14,17 22,99 13,07 28,23 55,00

Harga Minyak Rill (s/barel)

9,34 4,69 6,51 2,90 2,90 8,12

(12)

9

Sumber : Diambil dari data di IMF, International Financial Statistics (Washington, D.C, 2006)

Kasus 4-2 Indeks Ekspor terhadap Harga Impor untuk Amrika Serikat Studi

Gambar 4.2 memperlihatkan indeks ekspor Amrika Serikat terhadap harga impor atau nilai tukar perdagangan dari 1972 hingga 2005. Indeks ini menurun hampir terus-menerus dari 1972 hingga 1980, naik dari 1980 hingga 1986, dan kemudian bertahan dalam kisaran 98-102 (dengan 1995 = 100), kecuali pada 1998 ketika naik ke 103,6 dan di 2005 ketika jatuh ke 92,2 (lihat gambar). Penurunan indeks biasanya besar ketika terjadi dua kali “goncangan minyak (oil shock)” pada 1973-74 dan 1979-80, dan pada 2005 ketika harga impor minyak bumi juga naik tajam. Dari gambar, kita dapat melihat bahwa rata-rata harga relatif ekspor Amerika Serikat menurun dari 123 pada 1972 menjadi 87 pada 1980, dan 92 pada tahun 2005. Hal ini berarti bahwa rata-rata Amerika Serikat harus mengekspor 29% lebih banyak pada tahun 1980 dan 25% lebih banyak pada 2005 untuk mengimpor sejumlah barang dan jasa yang sama daripada yang diimpor pada 1972.

(13)

10

Gambar 4.2. Indeks Harga Ekspor Relatif Amerika Serikat (1995 = 100). Indeks ekspor terhadap harga impor Amerika Serikat menurun dari 123,1 pada 1972 menjadi 103,8 pada 1974 (karena kenaikan tajam harga minyak bumi antara 1973 dan 1974) dan ke 87,4 pada 1980, sebagai akibat dari “oil shock”yang kedua. Indeks kemudian naik ke 103,7 pada 1986 dan 103,6 pada 1998, namun jatuh kembali ke 92,2 pada 2005 sebagai akibat dari kenaikan harga minyak bumi pada 2005.

B. KURVA PENAWARAN EKSPOR

Kurva penawaran ekspor adalah representasi grafis dari hubungan antara harga ekspor suatu negara dan jumlah barang atau jasa yang bersedia diekspor pada harga tersebut. Kurva ini umumnya cenderung naik, yang berarti semakin tinggi harga ekspor, semakin besar pula jumlah barang atau jasa yang akan diekspor.

Namun, bentuk dan elastisitas penawaran ekspor dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk harga bahan baku, tingkat produksi domestik, kondisi ekonomi global, dan kebijakan perdagangan. Penawaran ekspor yang lebih elastis menunjukkan bahwa jumlah ekspor akan memberikan respon yang signifikan terhadap perubahan harga, sedangkan penawaran ekspor yang lebih inelastis menunjukkan respon yang lebih kecil. Oleh karena itu, pemahaman terhadap kurva penawaran ekspor menjadi penting dalam analisis perdagangan internasional dan kebijakan ekonomi.Di bagian ini, kita mendefinisikan kurva penawaran ekspor dan membahas asal usul mereka. Kita kemudian menguraikan kurva penawaran ekspor kedua negara dan memeriksa alasan di balik bentuknya.

1. Asal Usul dan Definisi Kurva Penawaran Ekspor

Kurva penawaran ekspor (offer curve)-kadang-kadang disebut sebagai kurva permintaan timbal balik (reciprocal demand curve)-yang dirancang dan diperkenalkan ke ekonomi internasional oleh Alfred Marshall dan Ysidro Edgeworth, dua ekonom Inggris pada pergantian

(14)

11

abad kedua puluh. Sejak itu, kurva penawaran ekspor telah digunakan secara ekstensif dalam ekonomi internasional, terutama untuk tujuan perkembangan ilmu pengetahuan.

Kurva penawaran ekspor suatu negara menunjukkan berapa banyak dari komoditas impor yang diminta suatu negara untuk bersedia memasok berbagai jumlah komoditas ekspor. Seperti yang didefinisikan, kurva penawaran ekspor memasukkan unsur-unsur dari permintaan dan penawaran. Atau, kita dapat mengatakan bahwa kurva penawaran ekspor suatu Negara menunjukkan kesediaan negara untuk melakukan impor dan ekspor di berbagai harga komoditas relatif.

Kurva penawaran ekspor suatu negara dapat diuraikan secara lebih mudah dan agak sederhana dari garis batas produksi negara, kurva indiferen, dan harga berbagai komoditas relatif hipotetis di mana perdagangan dapat terjadi. Uraian lengkap kurva penawaran ekspor yang disajikan dalam lampiran didasarkan pada tulisan James Meade, ekonom Inggris lain dan pemenang Hadiah Nobel.

2. Derivasi dan Bentuk Kurva Penawaran Ekspor Negara 1

Pada panel kiri Gambar 2.3, Negara 1 mulai dari kondisi titik tanpa perdagangan (atau autarki) A. seperti pada Gambar 2.2. Jika perdagangan berlangsung di P_{y}=P_{x}/P_{y}=1 , Negara 1 bergerak ke titik B dalam produksi, menjual 60X untuk mendapat 60Y dengan Negara 2, dan mencapai titik E pada kurva indiferen III nya.

(Sejauh ini persis sama seperti pada Gambar 3.4.) Ini ditunjukkan titik E di Terpanel kanan Gambar 4.3.

Pada {}{r}P{x}=P_{x}fP_{y} 1/2 (lihat panel kiri Gambar 4.3), Negara 1 akan bergerak dari titik A ke titik F dalam produksi, menjual 40X untuk 20Y dengan Negara 2, dan mencapai titik H pada kurva indiferen II. Hal ini memberikan titik H di panel kanan. Dengan

(15)

12

menggabungkan titik asal dengan titik H dan E dan titik-titik lainnya yang diperoleh dengan cara yang sama, kita menghasilkan kurva penawaran ekspor Negara 1 di panel sebelah kanan. Kurva penawaran ekspor Negara 1 menunjukkan berapa banyak impor komoditas Y yang dibutuhkan Negara 1 untuk bersedia mengekspor berbagai jumlah komoditas X.

Untuk menyederhanakan panel kiri, kita menghilangkan garis harga autarki P_{A}=1/4_{1} serta kurva indiferen I yang bersinggungan dengan garis batas produksi dan P_{s} pada titik A.

Ingat bahwa P. P_{p} dan P di panel kanan mengacu pada P_{V}/P_{V} yang sama dengan P_{A},P_{P} dan P_{a} di panel kiri karena mereka mengacu pada kemiringan absolut yang sama.

Kurva penawaran ekspor Negara 1 di panel kanan Gambar 4.3 terletak di atas garis harga autarki dari P_{A}=1/4 dan menggembung ke arah sumbu X, mengukur komoditas yang merupakan keunggulan komparatif dan ekspor Negara 1. Untuk mendorong Negara I mengekspor lebih banyak komoditas X_{1}P_{x}/P_{y} harus meningkat. Dengan demikian, pada P_{p}=1/2, Negara 1 akan mengekspor 40X, dan pada P_{g}=1, Negara 1 akan mengekspor 60X.

Ada dua alasan untuk hal ini: (1) Negara 1 mengalami peningkatan biaya oportunitas jika memproduksi lebih banyak komoditas X (untuk ekspor), dan (2) lebih banyak komoditas Y dan lebih sedikit komoditas X yang dikonsumsi Negara 1 dalam perdagangan, akan lebih berharga bagi Negara 1 satu unit X dibandingkan dengan satu unit Y.

(16)

13

gambar 2.3 Derivasi Kurva Penawaran Ekspor Negara 1. Pada panel sebelah kiri, Negara 1 dimulai pada titik ekuilibrium sebelum adanya perdagangan di titik A. Jika perdagangan berlangsung di P P = 1, Negara 1 bergerak ke titik B dalam produksi, menjual 60X untuk mendapat 60Y dari Negara 2, dan mencapai titik E. Ini memberikan titik E di panel kanan. Pada {}{3}P{f}=1/2~di panel kiri, Negara 1 akan pindah dari titik A ke titik F dalam produksi, menjual 40X untuk 20Y dengan Negara 2, dan mencapai titik H. Ini memberikan titik H di panel sebelah kanan. Menghubungkan titik asal dengan titik H dan E di panel kanan, kita menghasilkan kurva penawaran ekspor Negara 1. Hal ini menunjukkan berapa banyak impor komoditas Y yang dibutuhkan Negara 1 untuk bersedia mengekspor berbagai jumlah komoditas X.

3. derivasi dan bentuk kurva penawaran ekspor negara 2

pada panel kiri gambar 4, negara 2 dimulai pada titik ekuilibrium autarki A, seperti gambar 3. Jika pedagangan berlangsung di Pn’ = Px/PY =1, negara 2 bergeraak ke titik B’ dalam produksi, menjual 60Y untuk mendapat 60X dari negara 1, dan mencapai titik E’ pada kurva

(17)

14

indifren III’. (sejauh ini sama persis pada gamber 3.4) segitiga perdagangan B’C’E’ di panel kiri gambar 4.4 sesusi untuk segitiga perdagangan O’C’E’ di panel kanan dan kita mendapatakan titik E’

pada kurva penawaran ekspor negara 2.

Pada PF’= Px/PY =2 pada penel sebelah kiri, negara 2 akan bergerak menuju titik F’ dalam produksi, menjual 40Y untuk 20X dengan negara 1 dan mencapai titik H’ pada kurva indifren II’.

Segitiga perdagangan F’G;H’ di panel kiri sesui untuk segitiga perdagangan O’G’H’ di panel kanan dan kita mendapatkan titik H’

pada kurva penawran ekspor negara 2. Menggunakan titik asal dengan titik H’ dan E’ dan titik lainnya yang diperloh dengan cara yang serupa, pada panel kanan akan menghasilkan kurva penawaran ekspor negaraa 2. Kurva penawaraan ekspor negaraa 2 menunjukkan berapa banyak impor komoditas X yang diminta negara 2 untuk mengekspor berbagai jumlah komoditas Y.

Dengan begitu menghasilkan garis harga autarki PA’= 4 dan kurva indifren I, yang bersinggungan dengan garis batas produksi dan PA’

pada titik A’. Harag didingat bahwa PA’ PF’ dan PB’ di panel kanan mengacu pada Px/PY yang sama dengan PA’ PF’ dan PB’ di panel kiri kanan mengacu pada kemiringan absolut yang sama.

Kurva penawaran ekspor negara 2 di panel kanan gambar 4.

Terletak di bawah garis harga autarkinya PA’= 4 dan menggembung ke arah sumbuh Y, yang mengukur komoditas keunggulan kompertif dsn ekspor negara 2. Untuk mendorong negarra 2 mengekspor lebih banyak komodita Y, yang relatif Y harus naik. Hal ini berarti hubungan timbal balik (yaitu Px/PY) harus turun. Dengan demikian, di Pr’ = 2, negara akan mengekspor 40Y dan di PB’=1, maka akan mengekspor 60Y. Negara 2 membutuhkan harga relatif Y yang lebih tinggi agar mau untuk mengekspor lebih banyak Y karena (1) negaara

(18)

15

2 mengalami peninggkatan biaya oportunitas untuk mengekspor lebih banyak komoditas Y (untuk ekspor), dan (2) lebih banyak komoditas X dan lebih sedikit komoditas Y yang dikomsumsi negara 2 dalam perdagangan, akan lebih berharga bagi negara 2 adalah satu unit Y dibandingkan dengan satu unit X.

GAMBAR 2.4. Derivasi dari Kurva Penawaran ekspor Negara 2.

Pada panel sebelah kiri, Negara 2 mulai pada titik ekuilibrium sebelum perdagangan A'. Jika perdagangan berlangsung pada PB’ = 1, Negara 2 bergerak ke titik B' dalam produksi, menjual 60Y untuk 60X dengan Negara 1, dan mencapai titik E’ Hal ini memberikan titik E' di panel kanan. Pada PF’ = 2 di panel kiri, Negara 2 akan pindah dari A'ke F' dalam produksi, menjual 40Y untuk 20X dengan Negara 1, dan mencapai H’. Hal ini memberikan titik H' di panel kanan.

Menghubungkan titik asal dengan titik H'dan E' di panel kanan, kita menghasilkan kurva penawaran ekspor Negara 2. Hal ini menunjukkan berapa banyak impor komoditas X yang diminta Negara 2 untuk bersedia memasok berbagai jumlah komoditas Y untuk ekspor.

(19)

16

C. HARGA KOMODITAS EKUILIBRIUM-RELATIF DALAM PERDAGANGAN-ANALISIS EKUILIBRIUM UMUM

Dalam analisis perdagangan internasional dan ekonomi, konsep harga komoditas ekuilibrium-relatif memainkan peran penting dalam memahami pola perdagangan dan alokasi sumber daya antara negara-negara yang terlibat dalam perdagangan. Analisis ekuilibrium umum memberikan kerangka kerja untuk mempelajari bagaimana harga-harga komoditas relatif ditentukan dalam keseimbangan ekonomi global.

Harga komoditas ekuilibrium-relatif mengacu pada rasio harga antara komoditas yang berbeda dalam suatu perekonomian terbuka yang berada dalam keseimbangan. Dalam konteks perdagangan internasional, harga-harga komoditas relatif ini mencerminkan biaya peluang atau rasio di mana suatu negara dapat memproduksi dan menukarkan satu komoditas dengan komoditas lainnya.

Analisis ekuilibrium umum berhubungan dengan interaksi antara permintaan dan penawaran di semua pasar dalam suatu perekonomian terbuka.

Ini mencakup pasar domestik untuk barang-barang dan jasa, serta pasar internasional untuk perdagangan komoditas. Dengan mengintegrasikan semua pasar ini, analisis ekuilibrium umum dapat menentukan harga-harga komoditas relatif yang akan menyeimbangkan penawaran dan permintaan secara global.

Harga komoditas ekuilibrium-relatif ini berguna untuk menjelaskan pola perdagangan antara negara-negara. Suatu negara cenderung mengekspor komoditas yang memiliki harga relatif lebih murah di pasar domestik dan mengimpor komoditas yang memiliki harga relatif lebih mahal. Perbedaan dalam harga komoditas relatif ini mencerminkan keunggulan komparatif masing-masing negara dalam memproduksi barang-barang tertentu.

(20)

17

Analisis ekuilibrium umum juga memungkinkan untuk mempelajari dampak dari perubahan dalam faktor-faktor seperti preferensi konsumen, teknologi, atau kebijakan perdagangan terhadap harga komoditas ekuilibrium- relatif dan pola perdagangan. Dengan memahami hubungan antara harga komoditas relatif dan alokasi sumber daya, analisis ini memberikan wawasan yang berharga dalam pembuatan kebijakan perdagangan dan alokasi sumber daya yang efisien secara global.

Perpotongan kurva penawaran ekspor kedua negara mendefinisikan harga kontoditas ekuilibrium- relatif di mana perdagangan berlangsung antara mereka. Hanya pada harga ekuilibrium perdagangan akan seimbang antara kedua negara. Pada setiap harga komoditas relatif lainnya, jumlah yang diinginkan dari impor dan ekspor dua komoditas tidak akan sama. Hal ini akan memberikan tekanan pada harga komoditas relatif untuk bergerak menuju tingkat keseimbangannya. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 4.5.

GAMBAR 4.5. Harga Komoditas Ekuilibrium-Relatif dengan Perdagangan. Kurva penawaran ekspo Negara 1 dan Negara 2 adalah seperti pada Gambar 4.3 dan 4.4. Kurva penawaran ekspor berpotongan di titik E, menetapkankan harga komoditas ekuilibrium-relatif PB = 1. Pada PB’

perdagangan berada dalam keseimbangan karena Negara 1 menawarkan

(21)

18

bertukar 60X untuk 60Y dan Negara 2 menawarkan persis 60Y untuk 60X.

Pada setiap PX / PY, < 1, jumlah ekspor komoditi X yang disediakan oleh Negara 1 akan lebih kecil dari jumlah impor komoditas X yang diminta oleh Negara 2. Ini akan mendorong harga komoditas relatif sampai ke tingkat ekuilibrium. Hal sebaliknya akan terjadi pada PX / PY > 1.

Kurva penawaran ekspor Negara 1 dan Negara 2 pada Gambar 4.5 diturunkan dari Gambar 4.3 dan 4.4. Kedua kurva penawaran ekspor berpotongan di titik E, mendefinisikan PX /PY, ekuilibrium = PB = PB’ = 1.

Pada PB’ Negara 1 menawarkan 60X untuk 60Y (titik E kurva penawaran ekspor Negara 1 dan Negara 2 menawarkan persis 60Y untuk 60X (titik E' pada kurva penawaran ekspor Negara 1 Dengan demikian, perdagangan berada pada ekuilibrium di PB .

Pada setiap PX /PY, lainnya, Perdagangan tidak akan berada dalam keseimbangan. Sebaga contoh, pada P= 1/2, Negara 1 akan mengekspor 40X (lihat titik H pada Gambar 4.5) lebih sediki dari impor komoditas X yang diminta oleh Negara 2 pada harga yang relatif rendah dari komodita X. (Ini diperlihatkan oleh sebuah titik, yang tidak ditampilkan pada Gambar 4.5, yang mana harga PF, memotong kurva penawaran ekspor yang diperpanjang dari Negara 2.)

Permintaan impor berlebih untuk komoditas X pada PF = 1/2 oleh Negara 2 cenderung aka mendorong PX / PY, naik. Karena ini terjadi, Negara 1 akan memasok lebih banyak komoditas X untul ekspor (yaitu, Negara 1 akan bergerak ke atas kurva penawaran ekspornya), sementara Negara akan mengurangi permintaan impor untuk komoditas X (yaitu Negara 2 akan turun ke bawah kurv penawaran ekspornya). Ini akan berlanjut sampai penawaran dan permintaan menjadi sama di PB’ Tekanan untuk PF bergerak menuju PB

juga bisa dijelaskan dalam nilai tukar komoditas Y dan muncu F pada setiap PX / PY, lainnya, seperti PFPB

(22)

19

Perhatikan bahwa harga komoditas keseimbangan-relatif PB = 1 dalam perdagangan (ditentuka dalam Gambar 4.5 oleh perpotongan kurva penawaran ekspor Negara 1 dan 2) adalah identik denga yang ditemukan menggunakan cara trial and error pada Gambar 3.4. Pada PB = 1, kedua negar B 1matleen kauntungan vang sama dari perdagangan

D. HUBUNGAN ANTARA ANALISIS EKUILIBRIUM UMUM DENGAN PARSIAL

Analisis ekuilibrium umum dan analisis parsial merupakan dua pendekatan yang saling melengkapi dalam memahami perilaku ekonomi.

Analisis ekuilibrium umum mempelajari interaksi antara semua pasar dalam suatu perekonomian secara simultan, dengan mempertimbangkan efek umpan balik dan konsekuensi dari perubahan di satu pasar terhadap pasar lainnya. Di sisi lain, analisis parsial berfokus pada satu pasar atau sektor tertentu dengan mengabaikan interaksi dengan pasar atau sektor lainnya. Kedua pendekatan ini memberikan perspektif yang berbeda namun saling melengkapi. Analisis parsial sangat berguna untuk memahami dinamika spesifik dalam suatu pasar atau sektor, sementara analisis ekuilibrium umum memberikan gambaran yang lebih luas tentang bagaimana perekonomian secara keseluruhan bekerja dan bagaimana perubahan dalam satu bagian dapat memengaruhi bagian lainnya.

Kita juga bisa menggambarkan ekuilibrium untuk kedua negara dengan kurva permintaan dan penawaran dan dengan demikian menunjukkan hubungan antara analisis ekuilibrium umum dengan analisis ekuilibrium parsial.

Pada Gambar 4.6, S adalah kurva penawaran ekspor Negara 1 dalam komoditas X dan berasal dari garis batas produksi Negara 1 dan bagan kurva indiferen. Secara khusus, S menunjukkan bahwa kuantitas ekspor komoditas X yang ditawarkan oleh Negara 1 adalah nol (titik A) pada PX/PY = 1/4, 40

(23)

20

(titik H) pada PX/PY = 1/2, dan 60 (titik E) pada PX/PY = 1. Ekspor 70X oleh Negara 1 pada PX/PY = 1 1/2 (titik R di kurva S pada Gambar 4.6).

GAMBAR 4.6. Harga Komoditas Ekuilibrium-Relatif dengan Analisis Ekuilibrium Parsial. S mengacu pada kurva penawaran ekspor komoditas X Negara 1, sedangkan D mengacu pada kurva permintaan Negara 2 untuk komoditas X yang diekspor Negara 1. D dan S berpotongan di titik E, menentukan PX/PY ekuilibrium = 1 dan jumlah ekspor ekuilibrium adalah 60X.

Pada PX/PY =1 1/2, ada kelebihan pasokan ekspor R’R=30X dan PX/PY akan jatuh menuju PX/PY ekuilibrium = 1. Pada PX/PY = 1/2, ada kelebihan permintaan ekspor dari HH’=80X dan PX/PY naik menuju PX/PY =1.

Di sisi lain, D mengacu pada permintaan Negara 2 untuk ekspor komoditas X Negara 1 dan berasal dari garis batas produksi Negara 2 dan bagan kurva indiferen. Secara khusus, D pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa jumlah ekspor komoditas X dari Negara 1 yang diminta oleh Negara 2 adalah 60 (titik E) pada PX/PY =1, 120 (titik H') pada PX/PY =1/2, dan 40 (titik R') di PX/PY =1 ½.

D dan S berpotongan di titik E pada Gambar 4.6, menentukan PX/PY

ekuilibrium = 1 dan jumlah ekuilibrium ekspor 60X. Gambar 4.6 menunjukkan

(24)

21

bahwa pada PX/PY = 1 1/2 ada kelebihan pasokan ekspor R'R = 30X dan PX/PY

akan jatuh menuju PX/PY ekuilibrium = 1. Di sisi lain, pada PX/PY = 1/2, ada kelebihan permintaan ekspor dari HH' = 80X dan PX/PY naik ke PX/PY = 1.

Dengan demikian, harga relatif X akan bergerak menuju harga ekuilibrium PX/PY = 1 yang diberikan oleh titik E pada Gambar 4.6.

Jika, di sisi lain, Negara 2 adalah negara kecil, kurva permintaan untuk ekspor komoditas X Negara 1 akan memotong bagian horizontal dari kurva penawaran ekspor komoditas X Negara 1 (dekat sumbu vertikal). Dalam hal ini, Negara 2 akan berdagang dengan harga sebelum perdagangan PX/PY = 1/4 di Negara 1, dan Negara 2 akan menerima semua keuntungan dari perdagangan.

Gambar 4.6, kita melihat bahwa gambar tersebut menunjukkan informasi dasar yang sama seperti Gambar 4.5, dan keduanya berasal dari garis batas produksi negara dan bagan kurva indiferen. Namun, ada perbedaan mendasar antara dua gambar tersebut. Gambar 4.5 mengacu pada analisis ekuilibrium umum dan menganggap semua pasar secara umum, bukan hanya pasar untuk komoditas X. Hal ini penting karena perubahan di pasar untuk komoditas X memengaruhi pasar komoditas lainnya dan ini dapat menimbulkan dampak penting di pasar untuk komoditas X itu sendiri. Di sisi lain, analisis ekuilibrium parsial dari Gambar 4.6, yang memanfaatkan kurva D dan S, tidak mempertimbangkan dampak dan hubungan yang ada antara pasar untuk komoditas X dan pasar untuk semua komoditas lainnya dalam perekonomian. Analisis ekuilibrium parsial sering berguna sebagai pendekatan pertama, tapi untuk jawaban yang lengkap dan penuh, analisis ekuilibrium umum yang lebih rumit biasanya diperlukan.

E. NILAI TUKAR PERDAGANGAN

Nilai tukar perdagangan (terms of trade) adalah konsep penting dalam ekonomi internasional yang mengacu pada rasio harga ekspor terhadap harga

(25)

22

impor suatu negara. Lebih spesifik, nilai tukar perdagangan merupakan jumlah barang impor yang dapat diperoleh dari satu unit barang ekspor.

Nilai tukar perdagangan dapat dinyatakan sebagai rasio harga ekspor dibagi dengan harga impor, atau sebaliknya tergantung pada sudut pandang analisisnya. Jika rasio ini meningkat, artinya harga ekspor relatif terhadap harga impor meningkat, sehingga negara tersebut perlu mengekspor lebih sedikit untuk mendapatkan jumlah impor yang sama. Sebaliknya, jika rasio menurun, negara perlu mengekspor lebih banyak untuk mendapatkan jumlah impor yang sama.

Nilai tukar perdagangan mencerminkan daya saing dan posisi tawar- menawar suatu negara dalam perdagangan internasional. Nilai tukar yang menguntungkan (meningkat) berarti negara dapat memperoleh lebih banyak barang impor untuk setiap unit barang ekspornya, sehingga meningkatkan kesejahteraan negara tersebut. Sebaliknya, nilai tukar yang merugikan (menurun) berarti negara harus mengorbankan lebih banyak barang ekspor untuk mendapatkan jumlah impor yang sama.

Faktor-faktor yang memengaruhi nilai tukar perdagangan antara lain produktivitas relatif, permintaan relatif, dan kebijakan perdagangan seperti tarif dan kuota. Pemerintah seringkali berusaha memperbaiki nilai tukar perdagangan melalui kebijakan ekonomi dan perdagangan untuk meningkatkan daya saing dan kesejahteraan negara.

1. Defenisi dan pengukuran nilai tukar perdagangan

Nilai tukar perdagangan suatu negara didefinisikan sebagai rasio harga komoditas ekspor terhadap harga komoditas impor. Karena dalam dunia dua-negara, ekspor suatu negara adalah impor dari mitra dagang, nilai tukar perdagangan dari negara yang lain adalah sama dengan kebalikan, atau timbal balik, dari negara pertama.

(26)

23

Dalam dunia di mana komoditas yang diperdagangkan banyak (bukan hanya dua), nilai tukar perdagangan negara diberikan oleh rasio indeks harga ekspor terhadap indeks harga impor. Rasio ini biasanya dikalikan dengan 100 untuk mengekspresikan nilai tukar perdagangan dalam persentase. Nilai tukar perdagangan ini sering disebut sebagai nilai tukar perdagangan komoditas atau barter neto (commodity or net barter terms of trade) untuk membedakannya dari tindakan-tindakan lain dari nilai tukar perdagangan sehubungan dengan perdagangan dan pembangunan.

Seiring pertimbangan penawaran dan permintaan yang berubah seiring waktu, kurva penawaran ekspor akan bergeser, mengubah volume dan nilai tukar perdagangan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perubahan, dan perdagangan internasional. Perbaikan nilai tukar perdagangan suatu negara biasanya dianggap menguntungkan bagi negara dalam arti bahwa harga yang diterima negara untuk ekspor meningkat relatif terhadap harga yang dibayar untuk impor.

2. Ilustrasi nilai tukar perdagangan

Karena Negara 1 mengekspor komoditas X dan mengimpor komoditas Y, nilai tukar perdagangan Negara 1 ditunjukkan oleh P/P, Dari Gambar 4.5, diperoleh PP, P₁ = 1 atau 100 (dalam persentase). Jika Negara I mengekspor dan mengimpor banyak komoditas, P, akan menjadi indeks harga ekspor dan P, akan menjadi indeks harga impor.

Karena Negara 2 mengekspor komoditas Y dan mengimpor komoditas X, nilai tukar perdagangan Negara 2 ditunjukkan oleh P/P Perhatikan bahwa ini adalah kebalikan, atau timbal balik, nilai tukar perdagangan Negara 1 dan juga sama dengan 1 atau 100 (dalam persentase) dalam kasus ini. Jika seiring waktu nilai tukar perdagangan Negara 1 naik, katakanlah dari 100 sampai 120, ini akan berarti bahwa harga ekspor Negara 1 naik 20 persen dalam kaitannya dengan harga impor. Ini juga

(27)

24

berarti bahwa nilai tukar perdagangan Negara 2 telah memburuk dari 100 menjadi (100/120)100 = 83. Perhatikan bahwa kita selalu dapat mengatur nilai tukar perdagangan suatu negara sebesar 100 pada periode dasar, sehingga perubahan dalam nilai tukar perdagangan dari waktu ke waktu dapat diukur dalam persentase.

Bahkan, jika nilai tukar perdagangan Negara I meningkat dari waktu ke waktu, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa Negara I lebih baik karena hal ini, atau bahwa Negara 2 selalu lebih buruk karena memburuknya nilai tukar perdagangan. Perubahan nilai tukar perdagangan suatu negara adalah hasil dari berbagai kekuatan yang bekerja baik di negara itu maupun di seluruh dunia, dan kita tidak dapat menentukan efek bersih mereka pada kesejahteraan suatu negara hanya dengari melihat perubahan nilai tukar perdagangan suatu Negara. Studi Kasus 4-3 menunjukkan nilai tukar perdagangan dari negara-negara G- 7, sedangkan Studi Kasus 4-4 menunjukkan nilai tukar perdagangan negara-negara industri dan berkembang untuk tahun-tahun terpilih selama periode 1972-2005.

Studi Kasus 4-3 Nilai Tukar Perdagangan Negara-Negara G-7 Tabel 4.2 memperlihatkan nilai tukar perdagangan dari negara-negara industri besar anggota G-7 untuk tahun-tahun terpilih antara 1972 hingga 2004. Nilai tukar perdagangan diukur dengan cara membagi nilai unit indeks ekspor dengan nilai unit indeks impor, menggunakan tahun 1995 sebagai indeks acuan 100. Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa nilai tukar perdagangan dari negara-negara industri menurun dari 1972 hingga 1980, kemudian membaik pada tahun 1986 (kecuali Kanada), dan terus membaik hingga tahun 2004 (kecuali untuk Amerika Serikat dan Jerman); tetapi kondisi mereka pada tahun 2004 masih di bawah indeks 1972 kecuali untuk Prancis dan Inggris.

(28)

25

TABEL 4.2. Nilai Tukar Perdagangan Negara-Negara Industri, Tahun- Tahun Terpilih, Tahun 1972-2004 (Nilai Unit Ekspor/Nilal Unit Impor;

1995 = 100)

1972 1974 1980 1986 1990 1996 2000 2004

Persentase Perubahan 1972-2004 Amerika

Serikat

123 104 87 104 98 100 97 98 0.00

Kanada 115 131 111 95 100 101 103 110 -4

Jepang 95 70 52 77 73 92 96 89 -6

Jerman 109 97 89 100 102 100 93 100 -8

Prancis 95 84 85 94 94 99 95 102 7

Inggris 107 82 91 94 101 101 103 108 1

Italia 110 83 93 97 98 104 100 103 -4

3. Kegunaan model

Model perdagangan yang disajikan sejauh ini merangkum secara jelas dan ringkas sejumlah informasi dan analisis luar biasa yang berguna. Ini menunjukkan kondisi produksi, atau pasokan, di kedua negara, selera, atau preferensi permintaan, titik autarki produksi dan konsumsi, harga komoditas ekuilibrium-relatif tanpa adanya perdagangan, dan keunggulan komparatif dari masing-masing negara (lihat Gambar 3.3). Hal ini juga menunjukkan tingkat spesialisasi produksi dalam perdagangan, volume perdagangan, nilai tukar perdagangan, keuntungan dari perdagangan, dan pembagian dari keuntungan ini ke masing-masing negara yang terlibat perdagangan (lihat Gambar 3.4 dan 4.5).

(29)

26

Studi Kasus 4-4. Nilai Tukar Perdagangan Negara-Negara Industri dan Berkembang

Tabel 4.3 memperlihatkan nilai tukar perdagangan dari negara- negara industri, negara-negara berkembang secara keseluruhan, dan juga untuk Asia, Timur Tengah, dan negara-negara berkembang di belahan Dunia Barat (data untuk negara-negara Afrika tidak tersedia) untuk tahun-tahun tertentu dari tahun 1972 hingga 2005. Nilai tukar perdagangan diukur dengan membagi indeks nilai unit ekspor dengan indeks nilai unit impor, dengan nilai tahun 1995 sebagai nilai acuan 100.

Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa nilai tukar perdagangan negara- negara industri menurun dari tahun 1972 hingga 1985, tetapi kemudian meningkat hingga tahun 1996, dan nilai mereka mencapai 95 pada tahun 2005 dibandingkan dengan nilai 105 yang dicapai pada tahun 1972.

Untuk negara-negara. berkembang, nilai tukar perdagangan naik tajam dari tahun 1972 hingga 1980, terutama dikarenakan peningkatan tajam nilai tukar perdagangan negara-negara di belahan dunia Barat tetapi kemudian nilainya menurun hingga tahun 1986, kemudian nilai mereka mencapai 96 pada tahun 2005, dibandingkan dengan 61 pada tahun 1972.

Meskipun nilai tukar perdagangan dari negara-negara industri dan berkembang dicerminkan dalam fluktuasi yang sangat besar pada harga minyak dunia selama periode penelitian, kekuatan lain juga jelas berpengaruh (sebagai catatan, sebagai contoh, fluktuasi terbesar terjadi pada nilai tukar perdagangan negara-negara Barat, di mana sebagian ekspor mereka adalah komoditas nonmigas dan di lain pihak nilai tukar perdagangan Timur Tengah secara keseluruhan menurun antara tahun

(30)

27

1972 hingga 1974 dan antara tahun 1978 hingga 1980 karena banyak negara-negara Timur Tengah tidak mengekspor minyak bumi). Analisis yang lebih mendetail dan data mengenai kekuatan-kekuatan yang memengaruhi nilai tukar perdagangan di negara-negara berkembang.

TABEL 4.3. Nilai Tukar Perdagangan dari Negara-Negara Industri dan Berkembang, pada Tahun-Tahun Tertentu, 1972-2004 (Nilai Unit Ekspor/Nilai Unit Impor; 1995=100)

1972 1973 1974 1978 1979 1980

Negara-Negara Industri 105 104 92 95 91 86

Negara-Negara Berkembang 61 64 85 87 95 105

Asia 100 102 101 100 102 98

Timur Tengah 137 134 109 143 138 131

Negara di Belahan Utara 37 41 103 91 139 181

1985 1986 1990 1996 2000 2005

Negara-Negara Industri 83 93 95 99 95 95

Negara-Negara Berkembang 99 90 101 101 99 96

Asia 95 94 100 98 94 91

Timur Tengah 117 120 159 107 130 125

Negara di Belahan Utara 177 99 121 113 101 106

Karena berhubungan dengan hanya dua negara (Negara 1 dan Negara 2), dua komoditas (X dan Y), dan dua faktor produksi (tenaga kerja dan modal), model perdagangan kita adalah benar-benar model ekuilibrium umum (general equilibrium model). Hal ini dapat digunakan untuk mengkaji bagaimana perubahan kondisi permintaan dan/atau pasokan di negara akan memengaruhi nilai tukar perdagangan, volume perdagangan, dan pembagian keuntungan dari perdagangan untuk setiap negara.

(31)

28

Sebelum melakukan hal tersebut, bagaimanapun, model perdagangan kita harus diperluas dalam dua arah yang penting: (1) untuk mengidentifikasi dasar (yaitu apa yang menentukan) keunggulan komparatif dan (2) untuk menguji pengaruh perdagangan internasional terhadap pengembalian modal, atau pendapatan, sumber daya atau faktor produksi di kedua negara yang terlibat perdagangan.

(32)

29 BAB II PENUTUP

A. KESIMPULAN

permintaan untuk impor dan pasokan ekspor dari komoditas yang diperdagangkan, serta kurva penawaran ekspor untuk kedua negara, dan menggunakannya untuk menentukan volume keseimbangan perdagangan dan harga komoditas ekuilibrium relatif di mana perdagangan berlangsung antara kedua negara. Kelebihan pasokan komoditas di atas harga ekuilibrium pada saat tidak ada perdagangan memberikan pasokan ekspor komoditas satu negara. Di sisi lain, kelebihan permintaan dari komoditas di bawah harga ekuilibrium pada saat tidak ada perdagangan memberikan permintaan impor negara lain untuk komoditas tersebut.

Perpotongan kurva permintaan untuk impor dan kurva penawaran untuk ekspor komoditas menunjukkan harga ekuilibrium-relatif parsial dan kuantitas komoditas di saat perdagangan berlangsung. Nilai tukar perdagangan suatu negara didefinisikan sebagai rasio harga komoditas ekspor terhadap harga komoditas impor. Nilai tukar perdagangan dari mitra dagang kemudian sama dengan timbal balik, atau kebalikan, nilai tukar perdagangan negara lainnya.

(33)

30 DAFTAR PUSTAKA

ginting, a. m. (2013). pengaruh nilai tukar terhadap ekspor indonesia. buletin ilmiah litbang perdagangan, 7(1), 1-18.

negara, t. n. t. d. k. kajian pengaruh permintaan dan penawaran valuta asing terhadap nilai tukar di kelompok negara berpendapatan rendah, menengah ke bawah, menengah ke atas dan berpendapatan tinggi.

puspasari, n. k., & darmawan, a. pеngaruh еkpsor dan nilai tukar pеrdagangan (tеrms of tradе) tеrhadap produk domеstik bruto (pdb) indonеsia (studi pеriodе 2008-2016) (doctoral dissertation, brawijaya university).

sugiatni, e. (2022). analisis permintaan dan penawaran.

Salvator, D. (2014). EKONOMI INTERNASIONAL. Jakarta: Salemba Empat.

Gambar

Gambar  4.1.  Harga  komoditas  Ekuilibrium-Relatif  dengan  perdagangan  menggunakan analisis ekuilibrium parsial
Tabel 4.1. Harga Minyak Bumi dalam Nominal dan Rill, tahun Tertentu, 1972- 1972-2005
Gambar  4.2  memperlihatkan  indeks  ekspor Amrika  Serikat  terhadap  harga  impor  atau  nilai  tukar  perdagangan  dari  1972  hingga  2005
GAMBAR 2.4. Derivasi dari Kurva Penawaran ekspor Negara 2.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Reni Klementia Lase : Analisis Pengrauh Nilai Tukar dan Tingkat Inflsi Terhadap Ekspor di Indonesia, 2005... Reni Klementia Lase : Analisis Pengrauh Nilai Tukar dan Tingkat

Dalam perdagangannya dengan negara Australia, China, Korea, Malaysia, Taiwan dan USA, dampak depresiasi nilai tukar rupiah menyebabkan menurunnya kinerja neraca perdagangan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar rupiah, nilai ekspor, suku bunga kredit, dan dana pihak ketiga terhadap kredit modal kerja yang menggunakan

Volatilitas nilai tukar rupiah dan melemahnya perekonomian dunia yang dipicu oleh lesunya kinerja ekonomi Amerika tentunya juga akan berpengaruh pada kinerja ekspor

Kontribusi perubahan nilai tukar terhadap keseimbangan penawaran dan permintaan uang digunakan hubungan absolute purchasing parity (PPP) yang merupakan keseimbangan antara

Hal ini menunjukkan bahwa variabel nilai tukar dan variabel penanaman modal asing memiliki dampak terhadap variabel nilai ekspor indonesia periode 1990-2018 sebesar 61,91

Dari hasil uji statistik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa fluktuasi nilai tukar pada ekspor terutama untuk USD dan JPY akan mempengaruhi jumlah permintaan produk

pengaruh inflasi terhadap ekspor non migas Indonesia, pengaruh nilai tukar rupiah.. terhadap ekspor non migas Indonesia, serta pengaruh inflasi dan nilai